Aku berdeham sebentar sebelum menjalankan aksiku sesuai rencana yang sudah di katakan Rasty lewat sambungan telepon tadi. Ku lirik Dasta yang masih asyik dengan kegiatannya, bahkan sekarang istri kecilku kini membaringkan badannya memunggungi diriku, dan asyik dengan ponsel beserta headset yang masih setia bertengger di kedua telinganya.
Rasty bilang, jika istri yang tengah ngambek merajuk itu harus dilawan dengan sikap yang gentleman dan romantis.
Hmm, aku berpikir keras, romantis dan gentleman ya?
Perlahan aku melangkahkan kakiku dan naik ke atas ranjang, membaringkan tubuhku disisi Dasta yang masih memunggungiku. Ku beranikan diri dengan mengulurkan tanganku memeluknya dari samping, melingkari pinggang ramping dan perut ratanya.
Hhh, rasanya sangat nyaman sekali. Tubuh Dasta sangat mungil, ia sangat kecil sekali jika kami berdua begini. Aku terlihat seperti raksasa yang tengah mendekap anak kecil
Sayup-sayup aku mendengar suara seseorang yang terisak menangis, aku menggeliatkan badanku seraya membuka kedua mataku perlahan. Rasa kantuk menghantam kepalaku ketika aku berusaha bangkit dari rebahanku dan duduk di ranjang. Beginilah efek yang ku rasakan ketika tidur siang.Ku edarkan pandanganku ke seluruh arah kamar ini, dan tepat di depan jendela sana aku melihat bang Shaka yang tengah berdiri menghadap ke arah luar jendela.Suara isakan itu semakin terdengar dari arah tempat bang Shaka berdiri sekarang. Apakah ia menangis?Aku ingin mengabaikan dirinya karena aku teringat jika aku sedang merajuk padanya. Tapi, niat mengabaikan itu ku urungkan seiring dengan suara isakannya yang semakin menjadi. Bahkan kini bang Shaka menyebut-nyebut namaku dengan suara yang lirih.Turun dari ranjang aku mengayunkan langkah kakiku menuju ke arahnya, setelah tepat berada di belakang punggungnya, ku peluk tubuhnya dari bela
Samar-samar aku mencium aroma minyak angin yang melekat di sekitar hidungku. Wanginya sangat enak, dengan sangat perlahan ku buka kelopak mataku. Tersentak kaget saat aku membuka mata dan langsung melihat ketiga wajah orang tersayang yang menatapku penuh kecemasan."Syukurlah akhirnya kamu sudah sadar dari pingsanmu, nak." lega ibu dan ayahku secara bersamaan mengelus dadanya.Bang Shaka sendiri mengulum senyum manisnya, wajah panik penuh khawatir ketiganya pun perlahan berangsur hilang dan berganti dengan perasaan lega."Aku pingsan?" tanyaku tak percaya menunjuk diriku sendiri.Ayah, ibu, dan bang Shaka menganggukkan kepalanya. Aku mengernyit heran kenapa bisa aku sampai pingsan.Terakhir kali aku ingat ketika aku dan bang Shaka tengah berbicara, bang Shaka mengatakan jika ia mencintaiku."Cinta," gumamku tanpa sadar."Apa?" kaget ibu dan ayahku secara bersa
Aku dan bang Shaka tak bisa berhenti tertawa karena membahas pria yang bernama Dava itu. Pria yang menurutku memiliki penuh selera humor yang luar biasa. Saking luar biasanya bahkan sampai ambyar, hahaha.Perutku rasanya sakit karena terlalu banyak ketawa. Hhh, pasti banyak juga reader's setia yang ketawa ngakak dengan segala tingkah pola pria yang bernama Dava itu."Haduh, sudah bang jangan bahas bang Dava terus. Perutku sampai sakit karena terlalu banyak ketawa." kataku agar bang Shaka berhenti menceritakan Dava."Iya, lagian juga tak banyak yang ku ketahui tentang dia. Hanya saja Airaa pernah bercerita sedikit mengenai Dava." sahut bang Shaka setelah tawanya reda."Mbak Airaa pasti ketawa mulu ya bang.""Tidak juga, dia bilang malah banyak kesalnya ngelihat tingkah si Dava yang terkadang sangat menyebalkan.""Oh ya? Masa sih bang Dava nyebelin? Kok aku kurang yakin ya
"Ayo, sekarang waktunya giliran abang yang harus bercerita secara jujur." ucap Dasta mengingatkanku.Aduh, mampus aku! batinku menjerit.Tersenyum kikuk ke arah Dasta yang menatapku dengan senyuman manis. Huffftt, aku pun jadi tak tega melihatnya. Ia sudah bercerita jujur padaku mengenai Gee, sedangkan aku masih ragu antara ingin mengatakan yang sebenarnya.Aku takut Dasta syok ketika mendengar ucapan jujurku, termasuk mengenai Mei yang ikut masuk di dalamnya."Dasta,""Iya bang?""Aku harap kamu tidak terkejut dan marah padaku saat aku bercerita nanti." ucapku mengisyaratkan padanya untuk tak marah."Ya, tergantung dengan cerita abang nanti. Bakalan bikin aku marah atau tidak.""Nah, kan." rungutku dengan muka memberengut kesal."Haha, jangan pikirkan marahku bang, ayo cerita saja dulu."
Jujur, sebenarnya aku masih syok dan tak menyangka dengan apa yang aku dengar langsung dari mulut bang Shaka. Kalau di pikir-pikir lagi memang terasa janggal mengingat awal mula pertemuan dan perkenalanku dengan Gee yang secara mendadak.Di tambah lagi Gee yang langsung mengajukan sebuah hubungan pertemanan padaku. Memberi kartu namanya untukku, Gee juga sudah memprediksi jika kami akan bertemu lagi.Berlanjut dengan kebaikannya yang mau dan repot-repot memberikanku sebuah hadiah berupa ponsel keluaran terbaru jika tidak ada maksud tertentu. Entahlah, apa hanya perasaanku saja atau gimana?Memang kita tidak boleh juga langsung menuduh atau berburuk sangka pada seseorang, bisa saja mungkin Gee memang berniat baik memberiku sebuah ponsel.Tapi, obat itu....Aku teringat kembali pada kotak obat yang tadi di banting kuat bang Shaka sehingga berserakan di lantai. Sebelum bangkit berdiri ke arah dim
Sesuai keinginanku, siang hari saat di jam istirahat kerja bang Shaka. Kami langsung pergi menemui psikiater yang waktu lalu bang Shaka temui untuk pertama kalinya. Kami berdua saling menjabat tangan psikiater itu yang baru ku ketahui namanya Selva, dengan sopan aku memanggilnya dengan sebutan bu.Bu Selva mengingat bang Shaka dari wajahnya yang tak asing, bang Shaka mengangguk membenarkannya dan langsung mengutarakan maksud dan kedatangannya disini bersamakuBang Shaka mengeluarkan dua butir obat pemberian Gee yang kemarin berhamburan ke lantai akibat bantingan kuatnya. Sengaja kami membawa obat itu sebagai sample untuk di periksa bu Selva.Aku bertanya mengenai obat apa itu dan apa efeknya, baik atau buruknya? Walau aku sangat yakin jika tak ada kandungan yang baik pada obat itu.Dan segala dugaanku dibenarkan oleh bu Selva yang langsung tahu obat itu, dari situlah aku dan bang Shaka mendengarkan dengan seri
Aku memacu kecepatan mobilku seperti kesetanan, rasanya sudah tidak sabar untuk segera sampai ke tempat tujuan yang di usulkan Dasta. Istriku tadi menolak untuk melakukan itu di hotel, lalu dengan sangat menggodanya membisikan sesuatu yang membuatku langsung setuju. Tanpa pikir panjang lagi langsung saja aku bergegas pergi menuju tempat yang akan membawa kami berdua melayang.Sangking senang dan tak sabarannya pun aku melupakan segala kesedihanku, Dasta mengerti dan mampu membuatku kembali ceria. Terlebih lagi Dasta mampu membangkitkan gairahku yang sangat tinggi, hanya butuh sedikit sentilan maka aku pun langsung terpancing dan menginginkannya. Menginginkan dirinya berada di dalam diriku dalam penyatuan yang indah.Katakanlah mulutku jorok, kotor penuh perkataan mesum dan vulgar. Haha, percayalah betapa indahnya menikah itu. Sehingga membuatku selalu kehilangan kendali diri, dan menjadi semakin tidak waras akibat pusaran cinta untuk Dasta.
"Ya Tuhan, ini seks ternikmat dalam hidupku. Eh ralat, bercinta paling enak bersama istriku, bersama Dasta." gumamku menggeram seraya tersenyum mengamati wajah lelah Dasta.Setelah tubuhku kembali normal dari badai yang mengantarkan kenikmatan, aku pun bergegas melepas penyatuan kami dan menegakkan tubuhku. Aku mengangkat tubuh Dasta ke dalam gendonganku, membawa tubuh lelahnya kembali masuk ke dalam ranjang.Setelah selesai aku menyelimuti tubuh telanjangnya dengan selimut aku pun bergegas keluar, aku teringat dengan kekacauan yang tadi kami berdua buat, jadi untuk itu aku ingin membersihkannya. Tanpa memperdulikan ketelanjanganku, aku pun langsung saja keluar dan seketika terkejut saat melihat sosok papaku yang berdiri di depan pintu yang tertutup dengan ekspresi luar biasa terkejut.Dari mana papa bisa masuk ke dalam ruanganku? Apa aku lupa menutup pintunya? batinku bertanya-tanya.Dengan gerakan spontan aku menu
Sebulan sudah berlalu semenjak insiden itu terjadi, namun kondisi Dasta masih seperti biasa. Wanita itu kehilangan keceriaan dirinya yang selama ini selalu terlihat, semakin hari Dasta terlihat semakin murung dan kerap kali mengelus perutnya. Masih jelas terlihat jika Dasta masih tak terima akan fakta yang menyatakan jika ia kehilangan calon anaknya.Calon anaknya yang bahkan belum ia tahu berapa minggu ada di dalam rahimnya. Calon anak yang bahkan belum sempat ia berikan kejutan untuk Shaka akan kehamilannya. Jelas hal ini tentu membuat Shaka terpuruk dan sakit hati, Shaka yang belum tahu mengenai kehamilan Dasta malah langsung mendapat kabar keguguran istrinya. Di tambah lagi Dasta yang mengalami pendarahan hebat saat itu, keadaan kacau dan Shaka seperti mahluk tak bernyawa pada saat itu juga.Kehilangan sang calon anak yang membuatnya terpukul dan ia juga tak ingin kehilangan istrinya. Tuhan mengabulkan doanya, syukurlah lima hari setelahny
"Ya Tuhan! Selamatkan aku!" doa batin Dasta yang menjerit.Sepertinya baru beberapa menit saja Dasta bisa bernafas lega, tapi harus kembali merasakan sesak nafas yang ngos-ngosan saat melihat Mei yang kembali datang dengan anak buahnya yang mengawal dirinya kanan-kiri.Dasta melirik ke arah tangan kiri Mei yang tadi terluka kini sudah di balut perban. Merasa plong ketika wanita itu sudah mengobati tangannya sendiri."Syukurlah kau sudah mengobati tanganmu Mei," ucap Dasta tersenyum."Jangan pernah menebarkan senyum palsu penuh kelicikanmu itu." hardik Mei sarkastik."Maaf? Maksudnya?""Aku tahu jika senyumanmu itu hanyalah sebuah kepalsuan, kau memiliki daya tarik untuk memikat agar orang lain luluh dengan senyummu. Kau memakai susuk kecantikan, bukan?"Dasta ternganga mendengar ucapan Mei, apa maksud wanita itu mengatakan Dasta memakai susuk kecantikan?
"Hentikan!!!" teriak Dasta sekuat mungkin agar menghentikan gerakan tangan Mei yang mengeluarkan sebuah pisau untuk membunuhnya."Kenapa? Kau takut juga dengan yang namanya mati ternyata.""Ini tidak bener Mei, ini salah. Ku mohon sadarlah Mei, jangan bertindak nekat melakukan ini." bujuk Dasta lembut agar Mei luluh dan berubah pikiran.Sumpah demi apapun saat ini Dasta sangat ketakutan dengan tubuh yang gemetaran luar biasa. Ia takut Mei benar-benar serius dengan keinginannya untuk melenyapkan Dasta, sebisa mungkin Dasta harus bisa membujuk wanita yang nyaris gila ini agar mau melepaskannya."Sadar, huh? Aku bahkan sangat sadar dengan apa yang ku lakukan ini, Dasta. Bahkan aku juga sangat senang dengan hal yang ingin ku lakukan ini. Ah, aku sudah lama tidak melakukan ini, biasanya aku akan langsung melenyapkan seseorang yang berani mengusik hidupku. Dan karena kau yang termasuk salah satu orang yang men
Setelah mengubungi mertuanya mengabarkan mengenai keberadaan Dasta yang tak ada di rumah, Shaka pun mengubungi nomor ponsel Gita sahabat dekat istrinya. Gita juga mengatakan bahwa Dasta tak ada bersamanya, kepanikan Shaka semakin meningkat, ia pun menghubungi Rasty adiknya menanyakan apakah Dasta ada di rumah. Dan lagi-lagi jawaban yang harus Shaka terima adalah Dasta tidak ada datang ke rumah, saat Rasty bertanya ada apa Shaka pun menjawab tidak apa-apa. Tak mungkin ia mengatakan firasat buruknya mengenai Dasta pada adiknya yang tengah hamil tua yang sebentar lagi mendekati hari kelahiran.Dengan langkah yang lemah dan goyah, Shaka tetap memaksakan kakinya untuk bangkit berdiri. Rasa panik yang melanda dirinya secara pesat pun tak mempedulikan langkahnya yang tampak seperti orang kesurupan. Shaka pun tak menghiraukan jarinya yang tergores pecahan kaca tadi, Shaka mendengar suara ribut-ribut saat ia sudah di luar kantor.Terlihat dua orang satpam te
Byuurrr.Dasta tersentak bangun dari pingsannya ketika merasakan semburan air dingin ke wajah dan tubuhnya. Perlahan kelopak matanya terbuka, menatap siapa seseorang yang menyiramnya dengan air barusan.Seorang pria berbadan tinggi tegap, kulit hitam dan kepala plontos yang barusan menyiramnya dengan seember air yang terasa sangat dingin.Dasta tertegun dengan kepala yang berdenyut pusing memperhatikan keseluruhan sudut ruangan ini.Belum lagi kekagetannya pulih akibat bingung dimana dan tempat apa itu, yang lebih mengagetkan Dasta adalah kondisi tubuhnya yang terikat, kaki dan tangannya di ikat kuat ke kursi belakang.Dasta juga baru sadar jika tak hanya satu orang pria saja, tapi ada dua orang pria lagi yang pas berdiri di depan pintu yang menatapnya tajam.Ya Tuhan! Dimana sebenarnya aku ini? Tempat apa ini? teriak batin Dasta terisak.Dasta menundukkan kep
Dua bulan kemudian...."Huueeekk," suara muntahan yang kembali Dasta rasakan.Terhitung ini sudah yang ketiga kalinya Dasta muntah-muntah di pagi hari. Hal ini pun tak sekali dua kali Dasta rasakan. Sudah hampir seminggu belakangan ini Dasta mengalami muntah, tapi tak sekalipun ia mengatakannya pada Shaka maupun kedua orang tuanya.Ya, dua bulan telah berlalu semenjak kejadian di cafe yang membongkar kedok kebusukan Gee dan Mei. Sejak hari itu baik Shaka maupun Dasta sama sekali tak mendengar kabar dari Gee dan Mei. Entahlah, dua hama itu seakan menghilang di telan bumi tak mengusik kehidupan rumah tangga mereka.Pernah suatu hari Dasta melihat Gee yang tengah berdiri di depan rumahnya yang masih tinggal di rumah kedua orang tuanya. Dasta panik dan langsung ingin menerjang Gee, tapi sebelum itu Gee masuk ke dalam mobilnya dan menjalankan mobilnya meninggalkan rumah Dasta.Dasta yang tak ingin meraha
Dasta tersenyum menggoda Shaka yang tengah memperhatikannya bagai predator, hujan turun dengan derasnya malam ini membuat hawa dingin begitu terasa hingga menusuk kulit. Entah Dasta memang sedang menguji iman Shaka atau tidak, intinya malam ini Dasta sengaja mengenakan pakaian tidur super tipis hadiah pernikahan mereka dari Rasty.Shaka yang baru masuk ke kamar sehabis makan malam berlangsung tadi tentu saja kaget sekaligus syok dengan apa yang di lihatnya. Istrinya menyuguhkan pemandangan yang indah untuknya, terlebih lagi tingkah dan pose Dasta yang tampak berani duduk di tepi ranjang.Shaka tersenyum melihat usaha istrinya yang sedang mencoba menggodanya, padahal tidak di goda pun Shaka memang selalu bergairah dan tergiur dengan Dasta."Jadi, ini alasanmu kenapa izin terlebih dahulu masuk ke kamar saat makan malam tadi?" tanya Shaka terkekeh seraya menggelengkan kepalanya tak percaya."Surprise!" teriak Dasta gem
Dasta terisak di dalam mobil selama perjalanan arah pulang, rasanya sangat sakit apabila kau menemukan kebenaran secara langsung dari mulut seseorang yang kau anggap teman dan sangat kau percayai.Berulang kali Shaka sudah membujuk sang istri untuk tenang dan menenangkan dirinya agar berhenti menangis. Tapi, Dasta yang merasa sangat terpukul pun tak merespons ucapan suaminya."Aku menyesal karena sedari awal sempat meragukan ucapanmu yang menuduh Gee orang jahat bang. Aku pikir ucapanmu pastilah salah, melihat bagaimana baiknya Gee padaku." ucap Dasta di sela isak tangisnya.Shaka diam mendengarkan segala unek-unek dihati Dasta sambil masih tetap fokus menyetir memperhatikan jalanan."Tapi setelah melihat dan mendengar langsung semua yang keluar dari mulut Gee, aku jadi membencinya. Dia pria jahat yang bertopeng malaikat kebaikan."Cukup!Shaka sudah tak tahan lagi mende
"Jadi, ada apa sebenarnya kamu ingin mengajakku bertemu hari ini?" tanya Gee tanpa basa-basi lagi karena ia sungguh muak berada di situasi seperti ini.Dasta dan Shaka saling menatap sebelum mereka berdua menjawab pertanyaan Gee, tatapan yang penuh makna diantara mereka."Gee, sebenarnya aku ingin mengatakan sesuatu padamu." ucap Dasta memberanikan diri mengutarakan maksud dan tujuannya."Apa itu?" tanya Gee tak sabar dan terlihat gelisah.Tangan Dasta bergerak membuka clutch bag-nya, mengeluarkan sesuatu yang secara otomatis membuat kedua mata Gee terbelalak kaget."Ini aku kembalikan Gee," kata Dasta menyodorkan ponsel pemberian Gee untuknya beberapa waktu lalu."Kenapa?" tanya Gee yang dari nada suaranya terdengar jelas jika Gee sedih karena Dasta yang mengembalikan hadiah berupa ponsel pemberiannya."Karena aku sudah mempunyai ponsel pemberian bang Shaka," jelas