Tentu saja Nesia bingung dan semakin shock dengan jawaban yang diberikan Remy kali ini. Dan apa tadi? Remy bilang bahwa sebaiknya Nesia melupakan kata sementara? Nesia benar-benar mengetatkan gerahamnya dengan kesal.“Maaf, Tuan Remy. Bisakah Anda jelaskan dengan terang apa maksud kalimat Anda itu?” Nesia bangkit dari duduknya, berdiri menatap Remy yang masih duduk dengan tenang di kursinya.Dan lihatlah, posisi Nesia yang berdiri dengan posisi Remy yang duduk pun tidak berbeda jauh tingginya.‘Astaga! Apakah perempuan ini benar-benar kurang gizi sehingga pertumbuhannya tidak maksimal seperti ini?’ Remy membatin saat tanpa sengaja matanya menatap Nesia yang tak seberapa tinggi itu.“Kurasa sudah jelas, Nyonya Wilson, bahwa bisa saja aku berubah pikiran dengan membuat perjanjian pernikahan kita bukan lagi sementara tetapi untuk selamanya,” jawab Remy dengan santai.Nesia yang mendengar hal ini jadi tersenyum masam, setengah mengejek.“Apakah saya tidak salah dengar, Tuan Remy? Bukannya
Jantung Nesia menggelepar, begitupun dengan jantung Remy. Pria itu hampir-hampir tak percaya bagaimana bisa dia berhasrat semudah ini?“Saya … saya hanya menyimpulkan bahwa … bahwa Anda dan Nona Rosa memiliki kisah di masa lalu,” jawab Nesia dengan gugup karena sikap Remy yang terlalu mengintimidasi seperti ini.Remy tertawa mendengar jawaban gugup Nesia. Namun sejujurnya bukan hanya tertawa karena jawaban Nesia, melainkan tawa karena Remy menertawakan dirinya sendiri atas reaksi biologis yang dirasakannya itu. Dengan cepat, Remy melepas cengkramannya itu dan menjauh agar hatinya tidak semakin bertalu keras. Tentu Remy akan malu jika sampai Nesia mendengar hal ini.“Ya, kamu benar, Nyonya Wilson. Nona Rosa adalah salah satu perempuan masa lalu saya sebelum kehadiran Dona. Itulah yang membuatku tidak setuju untuk menjadikannya sebagai tutormu,” ujar Remy dengan santai.Nesia yang baru saja bernapas lega, kini mendadak kembali tercekat ketika Remy menatapnya tajam.“Aku mengenal Rosa de
Tak ingin ketahuan memperhatikan gadis itu bersenandung, Remy segera masuk ke dalam mobilnya, dengan bibir yang terus tersenyum tak jelas seperti pemuda alay. Padahal siapapun tahu, usia Remy jelas di atas tiga puluh tahun.Sampai di dalam mobil, Remy mengambil ponselnya dan menghubungi Lukas. Tak berapa lama, Lukas yang selalu siaga itu segera mengangkat panggilannya.“Halo, Tuan?” sapa Lukas dari dalam rumah.“Mengenai pencarian college hari ini, kalau dia belum ingin pergi, biarkan saja. Dia juga tak harus pandai dengan cepat. Tapi jika dia bersedia pergi hari ini, mungkin kamu bisa membawanya sekedar berjalan-jalan terlebih dahulu,” ujar Remy dengan nada yang sepertinya sedikit melunak.“Oke, baik, Tuan. Saya akan menanyakannya nanti pada Nyonya Nesia.” Lukas menjawab dengan tegas di seberang.“Oke. Jangan lupa untuk terus memberikan laporan tentang dia.”Usai berkata seperti itu, Remy menutup panggilannya tanpa basa-basi. Sesaat dia kembali menatap ke arah Nesia yang hanya mengen
Meski melalui sedikit adu argumentasi, akhirnya Lukas berhasil membujuk Nesia untuk pergi ke mall mencari pakaian baru, meski untuk di rumah, sesuai dengan perintah Remy. Dalih yang diutarakan oleh Nesia sebenarnya cukup masuk akal. Untuk apa membeli baju lagi, sementara di lemari kamar Nesia juga sudah cukup banyak pakaian yang semuanya nyaris belum terpakai.Ketika Remy meminta Lukas membeli pakaian harian untuk Nesia —di hari pertama perempuan itu dibawanya ke rumah— Remy tak meminta detailnya seperti apa. Lukas pun hanya membeli asal bagus dan bermerk. Dan seharusnya memang tidak masalah jika Nesia mengenakan pakaian sebatas lutut, karena gadis dan perempuan lain bahkan mengenakan celana yang lebih pendek pun banyak.Hanya saja, masalahnya ada di Remy sendiri sebenarnya. Laki-laki itu gerah dengan hasratnya sendiri hanya karena melihat kaki Nesia. Tetapi mengapa justru Nesia yang harus mengganti model pakaiannya? Bukankah itu aneh?“Pak bos nggak pesan warnanya harus apa, kan, Lu
Remy sedang menghadapi Sinta, kepala bagian keuangan di perusahaan Remy karena ada beberapa pengeluaran yang melebihi anggaran semula karena naiknya beberapa bahan baku bangunan dan juga naiknya jasa perusahaan transportasi.Sinta memang salah satu pegawai Remy yang cukup lama bekerja dengannya. Mulai dari posisi paling bawah, hingga sekarang sebagai kepala bagian keuangan. Jelas karena performa Sinta memang bisa dipercaya.Ketika sedang serius membahas masalah ini, tiba-tiba ponsel Remy berdering tanda ada pesan masuk. Awalnya Remy mengabaikan pesan itu dan akan membukanya setelah nanti selesai dengan Sinta. Namun, karena berdenting beberapa kali, maka Remy terpaksa membukanya.‘Edo? Tumben dia mengirim pesan? Biasanya langsung telepon.’ Remy membatin.“Maaf, Sinta. Aku membuka pesan dulu.” Remy meminta izin pada Sinta, karena meskipun Sinta adalah bawahannya, tetapi Remy tak pernah menganggapnya sebagai bawahan melainkan rekan kerja.“Silakan, Pak.” Sinta selalu seperti ini, sopan s
“Tuan Remy?” seru Lukas tak menyangka bahwa Remy sudah berada di sini, berdiri dengan keangkuhan yang sama dan bahkan meraih tangan Nesia dengan posesif.Nesia yang tak menyangka bahwa Remy akan datang ke tempat ini juga terpukau melihat kedatangan Remy yang begitu tiba-tiba itu. Dia tentu saja terpana. Tidak hanya dengan ketampanan Remy yang terlalu berlebihan, namun juga dengan sikap Remy yang tiba-tiba meraih tangannya.“Ya, Lukas. Ini aku. Tidak cukup mengejutkan seharusnya, kan?” tanya Remy dengan nada menohok.Nesia berusaha melepaskan tangannya dari cengkraman tangan besar Remy, namun laki-laki itu lebih kuat memegang pergelangan tangan Nesia. Nesia hanya bisa meringis, dan akhirnya berhenti melepaskan diri.Edo hanya memandang mereka bertiga dalam diam dan senyum kering penuh kesimpulan. Dan sepertinya kesimpulan Edo mendekati benar.“Ah, tidak! Tidak mengejutkan, hanya saja saya … saya tidak menyangka Anda akan datang ke tempat ini,” jawab Lukas sedikit gugup.Ketika sekilas
Melihat tatapan Lukas yang sepertinya marah itu Edo sedikit gentar. Dalam hati dia menyesali sikapnya yang selalu teledor dan merugikan dirinya sendiri itu. Dan itu bahkan sudah berulang kali terjadi.‘Mengapa dua kakak beradik ini sama-sama memiliki tatapan mata tajam yang mengerikan seperti ini?’ Edo menyimpulkan dalam hati ketika lagi-lagi dia menemukan kesamaan antara Remy dengan Lukas. Meski sejujurnya Remy jelas lebih menakutkan dibandingkan dengan Lukas. Namun jelas sifat dan gesture Lukas tak bisa diabaikan begitu saja, bukan? Mereka berdua layaknya predator yang berbeda spesies.“Maaf, Lukas. Aku tidak bermaksud mengadu kalian berdua karena aku tahu siapa yang akan menang dan siapa yang akan dikalahkan. Hanya saja seperti yang kukatakan tempo hari bahwa aku penasaran dengan hubungan mereka berdua yang … ya, kamu tahu, kan? Bahwa ada yang tidak biasa pada sikap Remy dalam menghadapi Nesia. Apakah kamu tidak merasakannya?” Edo membelokkan pembicaraan agar terbebas dari kemaraha
Benar-benar makan siang yang penuh tekanan. Bagaimana tidak, etika makan Remy memang benar-benar elegan dan sangat berkelas. Sesuai dengan gayanya dalam bersikap dan berpakaian, begitu juga dengan cara Remy ketika makan. Nesia memang tidak ikut makan karena dia baru saja makan kenyang bersama dengan Lukas, sehingga dia punya banyak waktu untuk memperhatikan tata cara makan Remy.Dan berkali-kali Nesia kagum dengan sikap elegan Remy. Tapi siapa sangka jika laki-laki di depannya itu suka seronok dengan mencuri ciumannya semalam. Tak tahukah dia bahwa itu ciuman pertama Nesia? Dan entah mengapa muka Nesia mendadak terasa panas ketika ingat kelakuan Remy itu.“Oh, ya, Nyonya Wilson. Kembali aku tegaskan, bahwa meskipun pernikahan kita hanya berdasarkan sebuah perjanjian, tapi aku akan tetap melakukan perjalanan bulan madu kita. Agar orang-orang tidak mencurigai kebohongan ini dan berpikir bahwa aku adalah seorang suami yang kejam karena hanya bekerja tanpa memperhatikan istri. Padahal kit
Wajah Remy dan Nesia seketika bersemu merah ketika mereka melihat siapa yang sudah membuka pintu dan menampakkan wajahnya. Tak lain dan tak bukan adalah dokter Ilham bersama seorang suster yang menjadi asisten dokter Ilham pagi ini. Apalagi ketika mereka melihat bahwa dokter dan suster itu tersenyum karena memergoki ulah Remy. “Ehem!” Remy berdehem menghadap ke arah dokter Ilham untuk menetralkan suasana yang mendadak canggung. Tak sedikit pun Remy merasa ingin memperbaiki keadaan. Dia bahkan tak menjauh dari Nesia. “Sebaiknya kamu mulai belajar menahan diri terhadap keinginan apapun pada istrimu, Remy. Kehamilannya masih sangat muda. Aku khawatir akan membahayakan kondisi janinnya.” Dokter Ilham memberikan nasehat seolah mengerti apa yang Remy rasakan. “Berapa lama, Dok?” tanya Remy yang tahu kemana arah pembicaraan dokter Ilham. Pertanyaan sigap yang diajukan Remy membuat dokter Ilham tertawa kecil. Sambil memeriksa tekanan darah Nesia, dokter Ilham tersenyum. Suster yang berada d
Suasana di sebuah ruang rawat di klinik ini terasa begitu heboh dan penuh kegugupan serta kekhawatiran yang berlebihan. Remy terlihat begitu sibuk mengemas semua barang yang kemarin terbawa ke klinik ini meskipun barang itu tak begitu diperlukan karena fasilitas di klinik sudah sangat memadai. Setelah semua barang terkemas rapi, terlihat Remy yang tersenyum lega seolah baru saja menyelesaikan sebuah proyek besar dan bernilai milyaran.Nesia yang sudah siap pulang, kini duduk di sisi ranjang rumah sakit, mengawasi Remy yang sibuk sendirian. Namun, kali ini Nesia memilih diam tanpa banyak tanya karena sejauh ini dia masih belum yakin dengan sikap penerimaan yang dilakukan Remy atas kehadiran bayi di dalam perutnya itu.Awalnya, Nesia mengira bahwa Remy akan marah besar dan menceraikan dirinya kemudian mengusirnya dari rumah itu. Dan untuk semua praduga buruk itu, Nesia bahkan sudah menyiapkan banyak rencana jika memang dia harus terusir dari rumah Remy karena kehamilannya.Tapi siapa sa
Mendengar pertanyaan Lukas, Edo sedikit gelagapan. Namun bukan Edo namanya kalau dia tak bisa mengelak dari cercaan Lukas. “Hei, apakah aku mengatakan bahwa kehidupan seks Remy tidak normal?” tanya Edo merasa tak bersalah. Lukas yang sudah hafal dengan kelakuan Edo hanya tersenyum masam. “Tak perlu berpura-pura lupa dengan ucapanmu sendiri Edo. Jelas-jelas kamu mengatakan bahwa kehidupan seks Remy sekarang berjalan normal. Bukankah itu artinya dia tidak normal sebelumnya?” Edo tergelak. “Aku hanya menduga, Luke. Bagaimana mungkin Remy mengumbar kehidupan seksnya pada orang lain? Sudahlah, habiskan kopimu dan pulanglah. Rumahku tak cukup cocok dengan bujang sepertimu!” ujar Edo kemudian berdiri, mengambil jas kerjanya yang ada di sampiran kursi makan dan mengenakannya dengan santai. “Aku tak mau pulang hanya untuk melihat mereka kasmaran,” jawab Lukas dengan santai, mengabaikan pengusiran yang diucapkan Edo dengan terus terang tadi. Edo tersenyum miris melihat Lukas yang kelihatan s
Sudah dua hari ini Lukas menginap di rumah Edo. Selain sebagai sesama pegawai di perusahaan yang ditangani Remy dengan tangan dinginnya, Lukas, Remy dan Edo adalah juga teman dekat. Nyaris tak ada rahasia di antara mereka, kecuali Remy yang memang sangat tertutup terutama soal perempuan.Remy sangat berbanding terbalik dengan Edo. Kalau Remy memilih tertutup mengenai perempuan, termasuk hubungannya dengan Nesia yang tak mudah ditebak, maka Edo memilih jalan vulgar untuk menunjukkan eksistensinya sebagai lelaki tampan dan mapan.“Kamu tak kerja lagi pagi ini, Luke?” tanya Edo ketika pagi ini dia masih melihat Lukas yang malas-malasan menikmati secangkir kopi yang dibuatnya sendiri tadi. Tentu saja Lukas harus membuatnya sendiri karena Edo seorang lajang yang tak memiliki seorang pembantu.Lukas hanya tersenyum kecil dan hambar, membuat Edo semakin penasaran dengan kelakuan Lukas yang tiba-tiba saja minggat ke rumahnya itu.“Memangnya kamu tak takut Remy akan menendangmu dari pekerjaan
Pemeriksaan pagi oleh Dokter Ilham sudah selesai. Seorang suster mengambil sampel urine Nesia dan hanya dalam beberapa menit saja sudah bisa dipastikan bahwa Nesia memang hamil. Setelah Dokter Ilham dan suster keluar, semua terdiam. Bu Maryam, Nesia, dan juga Remy. Tak ingin ikut larut dalam suasana canggung, Bu Maryam mengambil inisiatif untuk pulang dengan alasan sudah ada Remy sekalian membawa pulang tas yang semalam dibawa Remy.Remy yang gamang, tak tahu harus bagaimana, hanya mengangguk sehingga Bu Maryam kemudian segera keluar. Meski dalam hati was-was dengan apa yang akan terjadi pada Nesia ketika Remy tahu akhirnya Nesia hamil, tetapi dalam hati Bu Mar bersyukur bahwa akhirnya Nesia hamil. Pembantu itu hanya bisa berharap bahwa keberadaan anak mereka akan membuat pernikahan ini berjalan sebagaimana seharusnya.Bu Mar sudah menutup pintu, dan Nesia hanya menatap selimut yang menutupi tubuhnya. Keduanya masih sama-sama terdiam, tak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Bahkan,
Pagi menunjukkan pukul enam ketika Nesia menggeliat dan membuka matanya. Namun, ada yang membuatnya tak nyaman di bagian tangan. Nesia lalu melihat tangannya dan terkejut mendapati jarum infus terpasang di sana. Dia mencari-cari ke sekeliling untuk mencari tahu apa yang terjadi ketika matanya melihat Remy yang duduk dengan mata terpejam di sisi ranjangnya. Bu Maryam tak terlihat di ruangan itu karena beberapa saat tadi dia pamit untuk mencari kopi di kantin bawah.Nesia mengerutkan keningnya. “Remy?” Tanpa bisa dicegah, Nesia menyebut nama lelaki itu.Merasa ada yang memanggilnya meskipun pelan, Remy segera membuka matanya dan mendapati Nesia sudah terbangun.“Hei, Nes? Kamu sudah bangun?” tanya Remy yang bergegas mendekat pada Nesia, menyambut uluran tangan perempuan itu, dan menciumnya dengan lembut. Entahlah, dia lupa dengan kalimatnya bahwa dia tidak mencintai Nesia, bahwa dia hanya butuh perempuan itu tetap sehat agar bisa bercinta kapanpun dia mau. Tapi nyatanya? Nyawa Remy sepe
“Kalau Bu Maryam mengantuk, Bu Maryam bisa tidur di kasur itu. Biar saya yang berjaga.” Lukas yang menunggui Nesia di ruang rawat inap bersama Bu Mar menyuruh wanita itu tertidur. Lukas tahu kalau Bu Mar pasti lelah.“Lalu Tuan bagaimana?” Bu Mar menatap lesu lelaki itu. Memang dibandingkan dengan Remy, Lukas jauh lebih manusiawi dan lunak serta ramah. Meskipun sekarang Bu Mar mengakui bahwa Remy jauh lebih lunak dan manusiawi.“Saya bisa tidur di sofa.”Bu Maryam mengangguk kemudian menuju ke sebuah kasur kecil yang memang disediakan bagi keluarga pasien yang menjaga. Sebelum dia merebahkan diri, Bu Mar berpesan, “Nanti kalau Nyonya bangun, Tuan Lukas bangunkan saya saja.”Lukas mengangguk. Lelaki itu memilih duduk di sofa, menyelonjorkan kakinya yang panjang ke atas meja yang ada di depannya. Matanya menatap Nesia yang tertidur lelap di atas ranjang rumah sakit. Selang infus terlihat terpasang di tangan kanannya.Jam sudah menunjukkan pukul tiga dini hari, tetapi Lukas tak juga bis
Di kamar hotel tempat Remy menginap, laki-laki itu geram bukan kepalang melihat keberadaan Dona di rumahnya. Rasa rindunya pada Nesia yang beberapa saat tadi sempat terobati, kini menguap begitu saja dan berganti dengan rasa marah dan kesal karena ternyata Dona datang ke rumahnya pada saat dia tidak ada di rumah.“Hallo, Remy? Apa kabar, Sayang?” Sapaan Dona benar-benar membuat Remy ingin muntah mendengarnya.Remy tersenyum sinis. “Mengapa kamu ada di rumahku?” tanya Remy dengan sadis dan tegas.“Hei? Mengapa kamu bertanya seperti itu? Bukankah aku sudah biasa datang dan bahkan menginap di sini?” Dona balik bertanya dengan suara keras seolah menegaskan dan memberitahu pada Nesia yang ada di ruangan itu mengenai bagaimana dia dulu begitu bebas ke sini.“Sial!” Entah mengapa Remy menyesali jawaban Dona yang pasti terdengar oleh Nesia.“Apa kamu tidak memberitahu istri kontrakmu ini bahwa aku dulu sering menginap di sini? Atau jangan-jangan kamu menyembunyikan hubungan kita dulu, seperti
Mengabaikan panggilan Remy, Lukas bergegas ke lantai atas. Di ruangan luas yang ada di depan kamar Remy, Lukas bertemu dengan Bu Maryam yang membawa nampan berisi minuman. Lukas mengerutkan keningnya kemudian mendekati Bu Maryam.“Minuman untuk siapa, Bu Mar?”“Untuk Nyonya Nesia, Tuan Lukas.”“Memangnya mengapa harus diantar ke kamarnya?”Bu Mar berhenti menghadap Lukas. Matanya celingukan seolah waspada akan ada orang lain yang melihat keberadaan mereka berdua. Lukas heran sekaligus curiga dengan gerak gerik Bu Mar.“Ada apa, Bu Mar? Apakah ada sesuatu yang gawat?”“Sssttt … Nyonya Nesia sedang tidak enak badan, Tuan. Tadi siang muntah-muntah, makanya saya suruh istirahat. Ini saya buatkan minuman agar nyonya sedikit lega.”“Astaga, Bu Mar? Mengapa tidak menghubungi saya kalau Nesia sakit? Kalau terjadi apa-apa kita yang akan kena salah sama Tuan Remy,” jawab Lukas dengan panik dan bergegas menuju ke pintu kamar Remy yang sekarang juga menjadi kamar Nesia.Bu Mar berjalan mengikuti