“Apa maksud Anda dengan sebuah pertemanan, Tuan Lukas?” Nesia bertanya heran.
Lukas tersenyum untuk melunakkan hati Nesia.
“Ya. Berteman dengan sederhana, tanpa saya memanggil dengan sebutan ‘anda’ tetapi bisa memanggil dengan sebutan ‘kamu’. Dan Anda juga bisa memanggil saya hanya dengan Lukas, tanpa harus memanggil saya dengan Tuan Lukas. Bagaimana?” Lukas menawarkan sebuah persahabatan pada Nesia.
Nesia terdiam, mengerutkan keningnya dengan mata terpaku pada Lukas yang sama tampannya dengan Remy.
“Uhuk!” Berpikir tentang Remy saja sudah membuat Nesia tersedak. Benar-benar pria itu seperti penyakit di hari-harinya.
Mendengar Nesia tersedak, Lukas buru-buru menyodorkan minuman ke depan Nesia. Gadis itu menerimanya dengan segera dan meminumnya.
“Terima kasih, Tuan Lukas.” Nesia mengusap b
Kemarin, setelah mendapat perintah resmi dari Remy untuk mencari guru kepribadian untuk Nesia, Lukas langsung mencari rekomendasi melalui internet. Beberapa yang dilihatnya memang sudah sangat bagus dan memiliki nama. Untuk biaya, Lukas sama sekali tidak peduli mau berapapun biaya yang harus dikeluarkan demi perintah Remy.Hingga kemudian terpikir nama Rosa di kepala Lukas. Tentu Lukas sudah memiliki pertimbangan sendiri ketika akhirnya dia mengambil keputusan untuk meminang Rosa menjadi guru kepribadian bagi Nesia, mengingat Rosa adalah salah satu mantan Remy.“Hei, Luke? Tumben kamu datang?” sambut Rosa ketika akhirnya Lukas datang ke sekolah yang dikelola oleh Rosa itu.“Tadi ada keperluan di dekat sini. Jadi aku ingat bahwa kamu punya usaha di sini. Tidak ada salahnya jika aku singgah, kan?” tanya Lukas dengan senyum yang ramah, berbeda dengan Remy yang nyaris tak pernah tersenyum.&nbs
Penampilan Rosa pagi ini memang dibuatnya sangat istimewa dari hari biasanya. Setelah akhirnya dia memilih untuk menyetujui permintaan Lukas untuk memberi pelajaran kepada Nesia mengenai cara bagaimana bersikap dan berperilaku, Rosa janji akan datang pagi ini. Selain demi mendapatkan bayaran yang sebenarnya melebihi standar, Rosa juga ingin melihat seperti apa gadis yang dinikahi Remy itu.Berkali-kali Rosa mematut dirinya di depan cermin yang ada di toilet college-nya ini. Rosa jelas tak mau terlihat lebih rendah dari Nesia. Rosa sudah menetapkan standar bahwa dia harus berpenampilan maksimal dan berkelas.“Ibu mau kemana?” tanya Riris, asisten Rosa di college ini ketika melihat Rosa sudah begitu prima sepagi ini.Perempuan cantik itu tersenyum anggun, menunjukkan bahwa dirinya begitu berkelas dan elegan.“Mulai hari ini dan beberapa waktu kedepan, aku punya murid
Tak mendapatkan tanggapan apapun dari Remy atas sapaan yang dilakukannya, Edo bergegas mengikuti pria itu masuk ke ruang lift. Napas Edo lumayan ngos-ngosan ketika akhirnya dia tiba di dalam, bersama Remy yang wajahnya sangat tidak bersahabat. Meski di saat yang lain, laki-laki ini memang jarang terlihat bersahabat. Yang membuat Edo heran, selalu saja ada yang mengejar pria temannya ini.Apa sih istimewanya selain ganteng dan kaya?Baiklah, sebagian besar gadis jaman memang menggunakan kedua hal tersebut sebagai standar kelayakan dalam mengejar laki-laki. Tapi apakah wajah tampan tanpa senyum seperti ini juga pantas dijadikan acuan dalam menjalin hubungan? Edo masih tak habis pikir.“Kamu tidak ada pekerjaan lain sehingga harus mengejar aku ke sini?” tanya Remy masih dengan datar.Edo tersenyum masam. Tidak adakah kalimat yang lebih enak didengar?
Jantung Rosa berdegup kencang ketika menatap mobil yang di dalamnya dia tahu ada Remy. Mobil itu berhenti di samping rumah yang lumayan luas itu. Kemudian seperti slow motion, Remy keluar dari dalam mobil diikuti oleh Edo. Dalam tak sadar, Rosa terjerat kembali pada aura pesona Remy yang gagah, tak peduli meski kini Remy sudah punya istri.Kemudian yang membuat Rosa serasa bagai mimpi adalah ketika dilihatnya pria itu mendekat padanya, sementara Edo hanya berdiri di dekat mobil Remy, mengawasi interaksi mereka dengan seksama.“Selamat pagi, Rosa,” sapa Remy dengan canggung namun jelas menunjukkan bahwa ada sekat di antara mereka kini.Awalnya Rosa canggung. Namun, dia kemudian segera berusaha menguasai dirinya dan tersenyum anggun menyambut sapaan Remy.“Selamat pagi, Remy.” Masih terdengar jelas getaran dalam suara Rosa.“Kamu ke sini memenuhi permi
Remy terkejut mendengar kalimat Rosa yang bernada sinis itu. Sesungguhnya Remy ingin tersenyum mendengar rasa tak suka yang terlihat nyata di dalam kalimat yang Rosa ucapkan. Ini satu hal yang tak disukai Remy pada diri Rosa. Sesempurna apapun perempuan itu, nyatanya dia tak memiliki rasa hormat kepada orang lain. Bahkan cenderung meremehkan.“Boleh, Mari ikut aku.” Remy berdiri diikuti Rosa di belakangnya. Pria itu membawa Rosa menuju ke ruang belakang, dimana ada teras yang biasa Remy gunakan untuk menikmati hari liburnya dengan hal-hal ringan.Rosa hafal betul dengan detail setiap sudut rumah ini. Beberapa tempat yang dilewatinya bahkan membuatnya terlempar pada banyak kenangan yang dulu tercipta di antara mereka. Tanpa Rosa sadari, hatinya mendadak rapuh oleh penyesalan karena begitu bodoh melepaskan semua keindahan ini hanya demi karir dan kemandirian yang diinginkannya.“Tata ruang di rumah kamu t
Melihat suasana yang mendadak tegang seperti ini, Lukas melangkah maju dan berdiri di antara mereka bertiga, Remy, Rosa, dan juga Nesia. Lukas sempat melirik ke arah Nesia yang sepertinya memilih diam, tak ikut campur dalam pembahasan yang tak dia mengerti ini. Dan Lukas cukup bersyukur karena sepertinya Nesia tahu diri untuk tidak membuat suasana menjadi semakin keruh.“Ehem! Maaf, Rosa dan Tuan Remy. Sebaiknya kita kembali pada tujuan awal mengapa kita mengundang Nona Rosa kesini.” Lukas mencoba menengahi dengan bijak.“Tidak! Bukan kita yang mengundang dia ke sini. Tetapi kamu!” Remy menegaskan sambil menatap Lukas dengan tajam karena memang keberadaan Rosa adalah atas inisiatif Lukas meskipun memang Remy yang memberinya perintah.Namun, Remy tidak menyadari bahwa kalimat yang diucapkan dengan kasar itu membuat wajah Rosa seketika menjadi merah padam karena merasa tidak dihargai.
Rosa menatap Lukas yang kebingungan mencari jawaban. Sementara Lukas sendiri bingung bagaimana harus menjelaskan pertanyaan Rosa. Secara umum jelas bahwa Rosa memang orang lain, orang yang posisinya jelas berada di luar lingkar kekerabatan Remy dan Lukas. Meskipun memang Rosa pernah menjadi orang terdekat Remy untuk beberapa tahun lalu.Tapi bukankah semua sudah berlalu?Rosa sudah berada dalam lingkup kehidupan yang dia inginkan dan Remy juga sudah menjalani kehidupannya dengan menikah. Meski memang pernikahan ini hanya di atas kertas. Tapi penegasan Rosa sudah berhasil menyulut rasa tak suka Remy karena pria itu menganggap bahwa Rosa terlalu ikut campur dalam kehidupan pribadinya.“Ros, ini bukan tentang orang lain atau bukan. Tapi ini tentang pekerjaan kamu yang sudah kamu sanggupi. Dan aku hanya memandang bahwa kamu adalah orang yang paling tepat untuk menangani Nyonya Nesia.” Lukas mencoba memberikan jawaban yang bisa menyurutkan kemarahan Rosa.
“Kurasa Tuan Remy akan marah kalau tahu kamu menjadikannya bahan taruhan,” gumam Lukas yang terdengar jelas di telinga Edo. “Eh, Lukas! Kalau sampai Remy tahu kalau kita taruhan, kupastikan bahwa kamulah biangnya.” Edo berkata dengan menatap Lukas tajam. Lukas hanya tersenyum kecil. “Heran. Kalian ini selalu memiliki sikap yang sama. Terlalu kaku jadi manusia. Masih untung ada Nyonya Nesia yang mau dinikahinya. Itu pun karena dipaksa.” Lukas menyimpulkan sendiri. “Aku sarankan agar kamu tidak mengomentari apapun yang dilakukan Tuan Remy, Edo. Atau kamu akan mendapatkan reaksi seperti yang Rosa dapatkan,” saran Lukas dengan tegas. Edo tertawa mendengar peringatan Lukas. “Karena ini yang akan aku jadikan taruhan sama kamu. Aku melihat ada sikap posesif yang tak biasa yang dilakukan Remy pada istrinya,” simpul Edo. Lukas
Wajah Remy dan Nesia seketika bersemu merah ketika mereka melihat siapa yang sudah membuka pintu dan menampakkan wajahnya. Tak lain dan tak bukan adalah dokter Ilham bersama seorang suster yang menjadi asisten dokter Ilham pagi ini. Apalagi ketika mereka melihat bahwa dokter dan suster itu tersenyum karena memergoki ulah Remy. “Ehem!” Remy berdehem menghadap ke arah dokter Ilham untuk menetralkan suasana yang mendadak canggung. Tak sedikit pun Remy merasa ingin memperbaiki keadaan. Dia bahkan tak menjauh dari Nesia. “Sebaiknya kamu mulai belajar menahan diri terhadap keinginan apapun pada istrimu, Remy. Kehamilannya masih sangat muda. Aku khawatir akan membahayakan kondisi janinnya.” Dokter Ilham memberikan nasehat seolah mengerti apa yang Remy rasakan. “Berapa lama, Dok?” tanya Remy yang tahu kemana arah pembicaraan dokter Ilham. Pertanyaan sigap yang diajukan Remy membuat dokter Ilham tertawa kecil. Sambil memeriksa tekanan darah Nesia, dokter Ilham tersenyum. Suster yang berada d
Suasana di sebuah ruang rawat di klinik ini terasa begitu heboh dan penuh kegugupan serta kekhawatiran yang berlebihan. Remy terlihat begitu sibuk mengemas semua barang yang kemarin terbawa ke klinik ini meskipun barang itu tak begitu diperlukan karena fasilitas di klinik sudah sangat memadai. Setelah semua barang terkemas rapi, terlihat Remy yang tersenyum lega seolah baru saja menyelesaikan sebuah proyek besar dan bernilai milyaran.Nesia yang sudah siap pulang, kini duduk di sisi ranjang rumah sakit, mengawasi Remy yang sibuk sendirian. Namun, kali ini Nesia memilih diam tanpa banyak tanya karena sejauh ini dia masih belum yakin dengan sikap penerimaan yang dilakukan Remy atas kehadiran bayi di dalam perutnya itu.Awalnya, Nesia mengira bahwa Remy akan marah besar dan menceraikan dirinya kemudian mengusirnya dari rumah itu. Dan untuk semua praduga buruk itu, Nesia bahkan sudah menyiapkan banyak rencana jika memang dia harus terusir dari rumah Remy karena kehamilannya.Tapi siapa sa
Mendengar pertanyaan Lukas, Edo sedikit gelagapan. Namun bukan Edo namanya kalau dia tak bisa mengelak dari cercaan Lukas. “Hei, apakah aku mengatakan bahwa kehidupan seks Remy tidak normal?” tanya Edo merasa tak bersalah. Lukas yang sudah hafal dengan kelakuan Edo hanya tersenyum masam. “Tak perlu berpura-pura lupa dengan ucapanmu sendiri Edo. Jelas-jelas kamu mengatakan bahwa kehidupan seks Remy sekarang berjalan normal. Bukankah itu artinya dia tidak normal sebelumnya?” Edo tergelak. “Aku hanya menduga, Luke. Bagaimana mungkin Remy mengumbar kehidupan seksnya pada orang lain? Sudahlah, habiskan kopimu dan pulanglah. Rumahku tak cukup cocok dengan bujang sepertimu!” ujar Edo kemudian berdiri, mengambil jas kerjanya yang ada di sampiran kursi makan dan mengenakannya dengan santai. “Aku tak mau pulang hanya untuk melihat mereka kasmaran,” jawab Lukas dengan santai, mengabaikan pengusiran yang diucapkan Edo dengan terus terang tadi. Edo tersenyum miris melihat Lukas yang kelihatan s
Sudah dua hari ini Lukas menginap di rumah Edo. Selain sebagai sesama pegawai di perusahaan yang ditangani Remy dengan tangan dinginnya, Lukas, Remy dan Edo adalah juga teman dekat. Nyaris tak ada rahasia di antara mereka, kecuali Remy yang memang sangat tertutup terutama soal perempuan.Remy sangat berbanding terbalik dengan Edo. Kalau Remy memilih tertutup mengenai perempuan, termasuk hubungannya dengan Nesia yang tak mudah ditebak, maka Edo memilih jalan vulgar untuk menunjukkan eksistensinya sebagai lelaki tampan dan mapan.“Kamu tak kerja lagi pagi ini, Luke?” tanya Edo ketika pagi ini dia masih melihat Lukas yang malas-malasan menikmati secangkir kopi yang dibuatnya sendiri tadi. Tentu saja Lukas harus membuatnya sendiri karena Edo seorang lajang yang tak memiliki seorang pembantu.Lukas hanya tersenyum kecil dan hambar, membuat Edo semakin penasaran dengan kelakuan Lukas yang tiba-tiba saja minggat ke rumahnya itu.“Memangnya kamu tak takut Remy akan menendangmu dari pekerjaan
Pemeriksaan pagi oleh Dokter Ilham sudah selesai. Seorang suster mengambil sampel urine Nesia dan hanya dalam beberapa menit saja sudah bisa dipastikan bahwa Nesia memang hamil. Setelah Dokter Ilham dan suster keluar, semua terdiam. Bu Maryam, Nesia, dan juga Remy. Tak ingin ikut larut dalam suasana canggung, Bu Maryam mengambil inisiatif untuk pulang dengan alasan sudah ada Remy sekalian membawa pulang tas yang semalam dibawa Remy.Remy yang gamang, tak tahu harus bagaimana, hanya mengangguk sehingga Bu Maryam kemudian segera keluar. Meski dalam hati was-was dengan apa yang akan terjadi pada Nesia ketika Remy tahu akhirnya Nesia hamil, tetapi dalam hati Bu Mar bersyukur bahwa akhirnya Nesia hamil. Pembantu itu hanya bisa berharap bahwa keberadaan anak mereka akan membuat pernikahan ini berjalan sebagaimana seharusnya.Bu Mar sudah menutup pintu, dan Nesia hanya menatap selimut yang menutupi tubuhnya. Keduanya masih sama-sama terdiam, tak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Bahkan,
Pagi menunjukkan pukul enam ketika Nesia menggeliat dan membuka matanya. Namun, ada yang membuatnya tak nyaman di bagian tangan. Nesia lalu melihat tangannya dan terkejut mendapati jarum infus terpasang di sana. Dia mencari-cari ke sekeliling untuk mencari tahu apa yang terjadi ketika matanya melihat Remy yang duduk dengan mata terpejam di sisi ranjangnya. Bu Maryam tak terlihat di ruangan itu karena beberapa saat tadi dia pamit untuk mencari kopi di kantin bawah.Nesia mengerutkan keningnya. “Remy?” Tanpa bisa dicegah, Nesia menyebut nama lelaki itu.Merasa ada yang memanggilnya meskipun pelan, Remy segera membuka matanya dan mendapati Nesia sudah terbangun.“Hei, Nes? Kamu sudah bangun?” tanya Remy yang bergegas mendekat pada Nesia, menyambut uluran tangan perempuan itu, dan menciumnya dengan lembut. Entahlah, dia lupa dengan kalimatnya bahwa dia tidak mencintai Nesia, bahwa dia hanya butuh perempuan itu tetap sehat agar bisa bercinta kapanpun dia mau. Tapi nyatanya? Nyawa Remy sepe
“Kalau Bu Maryam mengantuk, Bu Maryam bisa tidur di kasur itu. Biar saya yang berjaga.” Lukas yang menunggui Nesia di ruang rawat inap bersama Bu Mar menyuruh wanita itu tertidur. Lukas tahu kalau Bu Mar pasti lelah.“Lalu Tuan bagaimana?” Bu Mar menatap lesu lelaki itu. Memang dibandingkan dengan Remy, Lukas jauh lebih manusiawi dan lunak serta ramah. Meskipun sekarang Bu Mar mengakui bahwa Remy jauh lebih lunak dan manusiawi.“Saya bisa tidur di sofa.”Bu Maryam mengangguk kemudian menuju ke sebuah kasur kecil yang memang disediakan bagi keluarga pasien yang menjaga. Sebelum dia merebahkan diri, Bu Mar berpesan, “Nanti kalau Nyonya bangun, Tuan Lukas bangunkan saya saja.”Lukas mengangguk. Lelaki itu memilih duduk di sofa, menyelonjorkan kakinya yang panjang ke atas meja yang ada di depannya. Matanya menatap Nesia yang tertidur lelap di atas ranjang rumah sakit. Selang infus terlihat terpasang di tangan kanannya.Jam sudah menunjukkan pukul tiga dini hari, tetapi Lukas tak juga bis
Di kamar hotel tempat Remy menginap, laki-laki itu geram bukan kepalang melihat keberadaan Dona di rumahnya. Rasa rindunya pada Nesia yang beberapa saat tadi sempat terobati, kini menguap begitu saja dan berganti dengan rasa marah dan kesal karena ternyata Dona datang ke rumahnya pada saat dia tidak ada di rumah.“Hallo, Remy? Apa kabar, Sayang?” Sapaan Dona benar-benar membuat Remy ingin muntah mendengarnya.Remy tersenyum sinis. “Mengapa kamu ada di rumahku?” tanya Remy dengan sadis dan tegas.“Hei? Mengapa kamu bertanya seperti itu? Bukankah aku sudah biasa datang dan bahkan menginap di sini?” Dona balik bertanya dengan suara keras seolah menegaskan dan memberitahu pada Nesia yang ada di ruangan itu mengenai bagaimana dia dulu begitu bebas ke sini.“Sial!” Entah mengapa Remy menyesali jawaban Dona yang pasti terdengar oleh Nesia.“Apa kamu tidak memberitahu istri kontrakmu ini bahwa aku dulu sering menginap di sini? Atau jangan-jangan kamu menyembunyikan hubungan kita dulu, seperti
Mengabaikan panggilan Remy, Lukas bergegas ke lantai atas. Di ruangan luas yang ada di depan kamar Remy, Lukas bertemu dengan Bu Maryam yang membawa nampan berisi minuman. Lukas mengerutkan keningnya kemudian mendekati Bu Maryam.“Minuman untuk siapa, Bu Mar?”“Untuk Nyonya Nesia, Tuan Lukas.”“Memangnya mengapa harus diantar ke kamarnya?”Bu Mar berhenti menghadap Lukas. Matanya celingukan seolah waspada akan ada orang lain yang melihat keberadaan mereka berdua. Lukas heran sekaligus curiga dengan gerak gerik Bu Mar.“Ada apa, Bu Mar? Apakah ada sesuatu yang gawat?”“Sssttt … Nyonya Nesia sedang tidak enak badan, Tuan. Tadi siang muntah-muntah, makanya saya suruh istirahat. Ini saya buatkan minuman agar nyonya sedikit lega.”“Astaga, Bu Mar? Mengapa tidak menghubungi saya kalau Nesia sakit? Kalau terjadi apa-apa kita yang akan kena salah sama Tuan Remy,” jawab Lukas dengan panik dan bergegas menuju ke pintu kamar Remy yang sekarang juga menjadi kamar Nesia.Bu Mar berjalan mengikuti