Rosa menatap Lukas yang kebingungan mencari jawaban. Sementara Lukas sendiri bingung bagaimana harus menjelaskan pertanyaan Rosa. Secara umum jelas bahwa Rosa memang orang lain, orang yang posisinya jelas berada di luar lingkar kekerabatan Remy dan Lukas. Meskipun memang Rosa pernah menjadi orang terdekat Remy untuk beberapa tahun lalu.
Tapi bukankah semua sudah berlalu?
Rosa sudah berada dalam lingkup kehidupan yang dia inginkan dan Remy juga sudah menjalani kehidupannya dengan menikah. Meski memang pernikahan ini hanya di atas kertas. Tapi penegasan Rosa sudah berhasil menyulut rasa tak suka Remy karena pria itu menganggap bahwa Rosa terlalu ikut campur dalam kehidupan pribadinya.
“Ros, ini bukan tentang orang lain atau bukan. Tapi ini tentang pekerjaan kamu yang sudah kamu sanggupi. Dan aku hanya memandang bahwa kamu adalah orang yang paling tepat untuk menangani Nyonya Nesia.” Lukas mencoba memberikan jawaban yang bisa menyurutkan kemarahan Rosa.
“Kurasa Tuan Remy akan marah kalau tahu kamu menjadikannya bahan taruhan,” gumam Lukas yang terdengar jelas di telinga Edo. “Eh, Lukas! Kalau sampai Remy tahu kalau kita taruhan, kupastikan bahwa kamulah biangnya.” Edo berkata dengan menatap Lukas tajam. Lukas hanya tersenyum kecil. “Heran. Kalian ini selalu memiliki sikap yang sama. Terlalu kaku jadi manusia. Masih untung ada Nyonya Nesia yang mau dinikahinya. Itu pun karena dipaksa.” Lukas menyimpulkan sendiri. “Aku sarankan agar kamu tidak mengomentari apapun yang dilakukan Tuan Remy, Edo. Atau kamu akan mendapatkan reaksi seperti yang Rosa dapatkan,” saran Lukas dengan tegas. Edo tertawa mendengar peringatan Lukas. “Karena ini yang akan aku jadikan taruhan sama kamu. Aku melihat ada sikap posesif yang tak biasa yang dilakukan Remy pada istrinya,” simpul Edo. Lukas
Deg!Jantung Lukas bagai berhenti berdetak ketika mendengar pengakuan jujur Remy mengenai kondisi dirinya yang bisa dikatakan sebagai penyakit. Lukas ingin tidak mempercayai apa yang didengarnya kali ini. Andai saja yang mengatakan ini adalah orang lain, mungkin Lukas tak akan mempercayainya.Tapi ini didengarnya langsung dari mulut Remy, pria yang selama hidupnya mungkin tak pernah mengatakan kebohongan. Bahkan untuk hal yang menyakitkan sekalipun, Remy akan mengatakannya dengan penuh kejujuran. Tak peduli seberapa besar menyakitkannya ucapan itu. Bagi Remy, kejujuran adalah hal utama.“Maaf, Tuan Remy. Tapi … tapi ini mengejutkan dan tidak masuk akal,” ujar Lukas dengan nada tak percaya.Remy tersenyum masam.“Tidak hanya kamu yang heran, Lukas. Karena aku juga merasakan hal yang sama.” Remy menjawab datar.“Sekali lagi
Mendengar pertanyaan bernada tuduhan seperti itu membuat Lukas menggeleng tegas dengan wajah yang dipenuhi oleh aura gentar. Mana mungkin dia sengaja melakukannya?“Tidak, Tuan! Saya sungguh tidak memiliki maksud apapun ketika saya meminta Nona Rosa untuk menjadi tutor Nyonya Nesia. Saya hanya merasa bahwa college Nona Rosa yang paling kompeten dalam hal ini,” jawab Lukas dengan sedikit gentar.“Baiklah, kita lupakan apapun tendensi kamu mengundang Rosa. Tapi bukan berarti untuk kamu ulangi. Untuk selanjutnya, kuharap kamu bisa mencari tutor yang lebih bagus dari Rosa. Lebih mahal bagiku tidak masalah, karena aku ingin hasil yang maksimal. Aku tak mau perempuan itu mempermalukan aku jika aku membawanya ke acara perusahaan.” Remy memberikan titahnya dengan tegas.Lukas mendongak dan bertanya, “Bagaimana jika saya tidak menemukan orang yang tepat, Tuan?”&ldquo
Setelah mengantar Remy dan Edo keluar dari rumah itu, Lukas segera bergegas menemui Nesia yang membantu Bu Maryam dan Ani memasak di dapur. Entah apa yang ada di kepala perempuan berani itu sehingga dia lebih senang menghabiskan waktunya dengan berada di dapur, berkutat dengan masakan dan segala macam bumbu yang kadang aromanya masih menempel di pakaian.“Nyonya Nesia?” Lukas menyapa dengan santun, meski dia dan Nesia sudah sepakat untuk berteman tanpa panggilan formalitas.Nesia mendongak dan menghentikan pekerjaannya memotong sayur untuk memasak.“Ya, Tuan Lukas?” Nesia mendongak dan mendapati pria itu tersenyum manis padanya.Nesia buru-buru menghentikan pekerjaannya, mencuci tangan dan mengelapnya dengan asal menggunakan celemek yang dipakainya. Sungguh, Lukas sesaat terpesona melihat bagaimana manis dan alaminya Nesia dengan pakaian sederhana yang dibalut celemek itu.Stop, Lukas! Dia istri kakakmu! Jangan membuat ulah yang akan membuatmu berada dalam masalah. Sisi hati Lukas mem
Lukas keluar dari mobilnya ketika dia sampai di halaman college milik Rosa. Siang ini dia memang kembali mendatangi college milik Rosa ini setelah tadi melakukan beberapa kesepakatan dengan Nesia. Ternyata, meskipun Nesia terlihat tidak berpendidikan dan bukan dari kalangan orang berada, namun memiliki attitude yang bagus ketika diajak bekerja sama. Tentu bukan sebuah kerjasama yang buruk.“Selamat siang, Pak. Ada yang bisa kami bantu?” Riris, asisten Rosa, menyambut kedatangan Lukas di ruang resepsionis. Karena meskipun college ini baru sebatas ruko, tetapi cukup memadai dengan adanya ruangan-ruangan yang lengkap dan fungsi yang maksimal.Lukas tersenyum dan mengangguk.“Bisa saya bertemu dengan Bu Rosa?” Lukas bertanya santun.Riris mengamati Lukas sejenak kemudian mengangguk.“Mari, Pak.” Riris kemudian berjalan menuju ke ruangan Rosa, sementara Lukas mengikuti di belakangnya.Rosa benar-benar mengelola college ini dengan bagus dan elegan. Pantas saja banyak prestasi yang sudah di
Remy kembali dari kantor ketika hari menjelang senja. Laki-laki itu pulang sendirian karena Lukas tidak menyertainya ke kantor. Ketika pulang, ada pemandangan yang tak biasa yang terlihat oleh matanya yang jeli itu. Yakni suara nyanyian kecil yang didengarnya dari kamar sebelah, kamar Nesia, yang pintunya sedikit terbuka.Rumah yang lebih sering lengang itu tiba-tiba terasa unik ketika sebuah nyanyian —yang sebenarnya tidak terlalu merdu— terdengar sampai ke telinga Remy. Pria itu berhenti hanya untuk memastikan bahwa itu memang suara Nesia.“Dasar ceroboh! Pintu kamar perempuan dibiarkan terbuka!” gumam Remy.Pria itu kemudian bergerak mendekati kamar Nesia untuk menutupnya. Namun, belum lagi Remy menjangkau handle pintu, daunnya sudah terbuka dari dalam dan muncul wajah Nesia yang terlihat terkejut melihat keberadaan Remy dengan posisi hendak memegang handle pintunya.Melihat Nesia sedikit overthinking atas apa yang dilakukannya, Remy segera menarik tangannya dengan sigap, mencegah
Usai membersihkan diri dan istirahat sebentar, Remy kemudian keluar dari kamarnya untuk turun ke bawah. Pria itu tidak pernah menghindari makan malam hanya untuk mendapatkan tubuh yang proporsional, karena sebanyak apapun dia makan, nyatanya dia tetap bisa menjaga kondisi tubuhnya agar tetap bagus.Dengan mengenakan celana panjang warna putih berbahan kain yang lembut dan jatuh, sweater warna abu gelap itu membuat penampilan Remy selalu mempesona. Tak heran jika Rosa tak bisa berpindah ke lain hati, mengingat Remy yang memang demikian penuh pesona.“Apa yang mereka lakukan hingga terdengar demikian berisik?” gumam Remy ketika dia membawa langkah kakinya menuju ke ruang makan sebagaimana biasanya.Namun, Remy tertegun ketika mendapati pemandangan tak biasa yang sedang terjadi di dapur mewah miliknya itu. Di sana, Remy melihat Nesia yang sedang mengejar Bu Maryam dengan gesture yang paling alami yang pernah dilihatnya.Sejenak Remy terpesona oleh tawa lepas Nesia dan juga Bu Maryam. Pun
Lukas tiba di rumah ketika senja sudah berlalu. Suasana rumah seperti biasa ketika dia pulang, lengang. Namun, kali ini ada yang tidak sama ketika Lukas melihat Bu Maryam mondar-mandir dengan gelisah di ujung bawah anak tangga menuju ke lantai atas rumah ini. Ani juga terlihat gelisah meski hanya berdiri di sana.Lukas mengerutkan keningnya. ‘Apa yang terjadi?’ tanya Lukas dalam hati.Pria itu lantas bergegas mendekati Bu Maryam dan Ani yang kemudian malah menghambur ke arahnya dengan wajah yang menunjukkan kecemasan. Hati Lukas semakin gusar.“Tuan Lukas? Untung Anda segera datang,” sambut Bu Maryam dengan wajah yang dipenuhi rasa takut.“Ada apa, Bu Maryam?” tanya Lukas tak sabar.“Itu … itu Nyonya Nesia sedang berantem sama Tuan Remy. Tuan Remy … Tuan Remu menarik Nyonya Nesia dengan paksa ke lantai atas. Saya nggak berani mencegah karena Tuan Remy mengancam akan memecat saya, Tuan Lukas. Tolonglah Nyonya Nesia, Tuan Lukas. Saya khawatir terjadi sesuatu pada beliau berdua, Tuan Luk
Wajah Remy dan Nesia seketika bersemu merah ketika mereka melihat siapa yang sudah membuka pintu dan menampakkan wajahnya. Tak lain dan tak bukan adalah dokter Ilham bersama seorang suster yang menjadi asisten dokter Ilham pagi ini. Apalagi ketika mereka melihat bahwa dokter dan suster itu tersenyum karena memergoki ulah Remy. “Ehem!” Remy berdehem menghadap ke arah dokter Ilham untuk menetralkan suasana yang mendadak canggung. Tak sedikit pun Remy merasa ingin memperbaiki keadaan. Dia bahkan tak menjauh dari Nesia. “Sebaiknya kamu mulai belajar menahan diri terhadap keinginan apapun pada istrimu, Remy. Kehamilannya masih sangat muda. Aku khawatir akan membahayakan kondisi janinnya.” Dokter Ilham memberikan nasehat seolah mengerti apa yang Remy rasakan. “Berapa lama, Dok?” tanya Remy yang tahu kemana arah pembicaraan dokter Ilham. Pertanyaan sigap yang diajukan Remy membuat dokter Ilham tertawa kecil. Sambil memeriksa tekanan darah Nesia, dokter Ilham tersenyum. Suster yang berada d
Suasana di sebuah ruang rawat di klinik ini terasa begitu heboh dan penuh kegugupan serta kekhawatiran yang berlebihan. Remy terlihat begitu sibuk mengemas semua barang yang kemarin terbawa ke klinik ini meskipun barang itu tak begitu diperlukan karena fasilitas di klinik sudah sangat memadai. Setelah semua barang terkemas rapi, terlihat Remy yang tersenyum lega seolah baru saja menyelesaikan sebuah proyek besar dan bernilai milyaran.Nesia yang sudah siap pulang, kini duduk di sisi ranjang rumah sakit, mengawasi Remy yang sibuk sendirian. Namun, kali ini Nesia memilih diam tanpa banyak tanya karena sejauh ini dia masih belum yakin dengan sikap penerimaan yang dilakukan Remy atas kehadiran bayi di dalam perutnya itu.Awalnya, Nesia mengira bahwa Remy akan marah besar dan menceraikan dirinya kemudian mengusirnya dari rumah itu. Dan untuk semua praduga buruk itu, Nesia bahkan sudah menyiapkan banyak rencana jika memang dia harus terusir dari rumah Remy karena kehamilannya.Tapi siapa sa
Mendengar pertanyaan Lukas, Edo sedikit gelagapan. Namun bukan Edo namanya kalau dia tak bisa mengelak dari cercaan Lukas. “Hei, apakah aku mengatakan bahwa kehidupan seks Remy tidak normal?” tanya Edo merasa tak bersalah. Lukas yang sudah hafal dengan kelakuan Edo hanya tersenyum masam. “Tak perlu berpura-pura lupa dengan ucapanmu sendiri Edo. Jelas-jelas kamu mengatakan bahwa kehidupan seks Remy sekarang berjalan normal. Bukankah itu artinya dia tidak normal sebelumnya?” Edo tergelak. “Aku hanya menduga, Luke. Bagaimana mungkin Remy mengumbar kehidupan seksnya pada orang lain? Sudahlah, habiskan kopimu dan pulanglah. Rumahku tak cukup cocok dengan bujang sepertimu!” ujar Edo kemudian berdiri, mengambil jas kerjanya yang ada di sampiran kursi makan dan mengenakannya dengan santai. “Aku tak mau pulang hanya untuk melihat mereka kasmaran,” jawab Lukas dengan santai, mengabaikan pengusiran yang diucapkan Edo dengan terus terang tadi. Edo tersenyum miris melihat Lukas yang kelihatan s
Sudah dua hari ini Lukas menginap di rumah Edo. Selain sebagai sesama pegawai di perusahaan yang ditangani Remy dengan tangan dinginnya, Lukas, Remy dan Edo adalah juga teman dekat. Nyaris tak ada rahasia di antara mereka, kecuali Remy yang memang sangat tertutup terutama soal perempuan.Remy sangat berbanding terbalik dengan Edo. Kalau Remy memilih tertutup mengenai perempuan, termasuk hubungannya dengan Nesia yang tak mudah ditebak, maka Edo memilih jalan vulgar untuk menunjukkan eksistensinya sebagai lelaki tampan dan mapan.“Kamu tak kerja lagi pagi ini, Luke?” tanya Edo ketika pagi ini dia masih melihat Lukas yang malas-malasan menikmati secangkir kopi yang dibuatnya sendiri tadi. Tentu saja Lukas harus membuatnya sendiri karena Edo seorang lajang yang tak memiliki seorang pembantu.Lukas hanya tersenyum kecil dan hambar, membuat Edo semakin penasaran dengan kelakuan Lukas yang tiba-tiba saja minggat ke rumahnya itu.“Memangnya kamu tak takut Remy akan menendangmu dari pekerjaan
Pemeriksaan pagi oleh Dokter Ilham sudah selesai. Seorang suster mengambil sampel urine Nesia dan hanya dalam beberapa menit saja sudah bisa dipastikan bahwa Nesia memang hamil. Setelah Dokter Ilham dan suster keluar, semua terdiam. Bu Maryam, Nesia, dan juga Remy. Tak ingin ikut larut dalam suasana canggung, Bu Maryam mengambil inisiatif untuk pulang dengan alasan sudah ada Remy sekalian membawa pulang tas yang semalam dibawa Remy.Remy yang gamang, tak tahu harus bagaimana, hanya mengangguk sehingga Bu Maryam kemudian segera keluar. Meski dalam hati was-was dengan apa yang akan terjadi pada Nesia ketika Remy tahu akhirnya Nesia hamil, tetapi dalam hati Bu Mar bersyukur bahwa akhirnya Nesia hamil. Pembantu itu hanya bisa berharap bahwa keberadaan anak mereka akan membuat pernikahan ini berjalan sebagaimana seharusnya.Bu Mar sudah menutup pintu, dan Nesia hanya menatap selimut yang menutupi tubuhnya. Keduanya masih sama-sama terdiam, tak tahu harus berbuat apa dan bagaimana. Bahkan,
Pagi menunjukkan pukul enam ketika Nesia menggeliat dan membuka matanya. Namun, ada yang membuatnya tak nyaman di bagian tangan. Nesia lalu melihat tangannya dan terkejut mendapati jarum infus terpasang di sana. Dia mencari-cari ke sekeliling untuk mencari tahu apa yang terjadi ketika matanya melihat Remy yang duduk dengan mata terpejam di sisi ranjangnya. Bu Maryam tak terlihat di ruangan itu karena beberapa saat tadi dia pamit untuk mencari kopi di kantin bawah.Nesia mengerutkan keningnya. “Remy?” Tanpa bisa dicegah, Nesia menyebut nama lelaki itu.Merasa ada yang memanggilnya meskipun pelan, Remy segera membuka matanya dan mendapati Nesia sudah terbangun.“Hei, Nes? Kamu sudah bangun?” tanya Remy yang bergegas mendekat pada Nesia, menyambut uluran tangan perempuan itu, dan menciumnya dengan lembut. Entahlah, dia lupa dengan kalimatnya bahwa dia tidak mencintai Nesia, bahwa dia hanya butuh perempuan itu tetap sehat agar bisa bercinta kapanpun dia mau. Tapi nyatanya? Nyawa Remy sepe
“Kalau Bu Maryam mengantuk, Bu Maryam bisa tidur di kasur itu. Biar saya yang berjaga.” Lukas yang menunggui Nesia di ruang rawat inap bersama Bu Mar menyuruh wanita itu tertidur. Lukas tahu kalau Bu Mar pasti lelah.“Lalu Tuan bagaimana?” Bu Mar menatap lesu lelaki itu. Memang dibandingkan dengan Remy, Lukas jauh lebih manusiawi dan lunak serta ramah. Meskipun sekarang Bu Mar mengakui bahwa Remy jauh lebih lunak dan manusiawi.“Saya bisa tidur di sofa.”Bu Maryam mengangguk kemudian menuju ke sebuah kasur kecil yang memang disediakan bagi keluarga pasien yang menjaga. Sebelum dia merebahkan diri, Bu Mar berpesan, “Nanti kalau Nyonya bangun, Tuan Lukas bangunkan saya saja.”Lukas mengangguk. Lelaki itu memilih duduk di sofa, menyelonjorkan kakinya yang panjang ke atas meja yang ada di depannya. Matanya menatap Nesia yang tertidur lelap di atas ranjang rumah sakit. Selang infus terlihat terpasang di tangan kanannya.Jam sudah menunjukkan pukul tiga dini hari, tetapi Lukas tak juga bis
Di kamar hotel tempat Remy menginap, laki-laki itu geram bukan kepalang melihat keberadaan Dona di rumahnya. Rasa rindunya pada Nesia yang beberapa saat tadi sempat terobati, kini menguap begitu saja dan berganti dengan rasa marah dan kesal karena ternyata Dona datang ke rumahnya pada saat dia tidak ada di rumah.“Hallo, Remy? Apa kabar, Sayang?” Sapaan Dona benar-benar membuat Remy ingin muntah mendengarnya.Remy tersenyum sinis. “Mengapa kamu ada di rumahku?” tanya Remy dengan sadis dan tegas.“Hei? Mengapa kamu bertanya seperti itu? Bukankah aku sudah biasa datang dan bahkan menginap di sini?” Dona balik bertanya dengan suara keras seolah menegaskan dan memberitahu pada Nesia yang ada di ruangan itu mengenai bagaimana dia dulu begitu bebas ke sini.“Sial!” Entah mengapa Remy menyesali jawaban Dona yang pasti terdengar oleh Nesia.“Apa kamu tidak memberitahu istri kontrakmu ini bahwa aku dulu sering menginap di sini? Atau jangan-jangan kamu menyembunyikan hubungan kita dulu, seperti
Mengabaikan panggilan Remy, Lukas bergegas ke lantai atas. Di ruangan luas yang ada di depan kamar Remy, Lukas bertemu dengan Bu Maryam yang membawa nampan berisi minuman. Lukas mengerutkan keningnya kemudian mendekati Bu Maryam.“Minuman untuk siapa, Bu Mar?”“Untuk Nyonya Nesia, Tuan Lukas.”“Memangnya mengapa harus diantar ke kamarnya?”Bu Mar berhenti menghadap Lukas. Matanya celingukan seolah waspada akan ada orang lain yang melihat keberadaan mereka berdua. Lukas heran sekaligus curiga dengan gerak gerik Bu Mar.“Ada apa, Bu Mar? Apakah ada sesuatu yang gawat?”“Sssttt … Nyonya Nesia sedang tidak enak badan, Tuan. Tadi siang muntah-muntah, makanya saya suruh istirahat. Ini saya buatkan minuman agar nyonya sedikit lega.”“Astaga, Bu Mar? Mengapa tidak menghubungi saya kalau Nesia sakit? Kalau terjadi apa-apa kita yang akan kena salah sama Tuan Remy,” jawab Lukas dengan panik dan bergegas menuju ke pintu kamar Remy yang sekarang juga menjadi kamar Nesia.Bu Mar berjalan mengikuti