Share

45. Kehilangan Bag. 1

Author: Bintu Ikhwani
last update Last Updated: 2022-05-06 16:27:38
“Apa ada hubungannya dengan Ali?” Pramono menatap lekat wajah melengos Nadya yang dalam pandangannya seperti upaya mengingkari kenyataan, bahwa memang ada yang tengah dia sembunyikan.

Mendengar pertanyaan tak terduga dari Pramono, Nadya menoleh cepat. “Apa maksud Mas?”

Perempuan itu memindai wajah sang suami. Pupilnya bergetar karena pikirannya kini mulai liar membayangkan kemungkinan Pramono tahu semuanya. Dan menunggu apa kira-kira yang akan terjadi selanjutnya.

Setelah sekian detik berlalu, belum juga ada jawaban dari Pramono. Laki-laki itu masih diam dan menatap kosong ke sudut lain. Detik berikutnya dia bangkit dan berjalan ke arah balkon lalu kembali berbalik untuk memandang istrinya dari luar jendela.

“Kalau sudah baikkan, ayo kita turun. Tasya menanyakan kamu. Kamu perlu juga kenalan sama Mbak Asih.”

Laki-laki itu kemudian berbalik dan kembali menatap keluar rumah seolah ada pemandangan menarik di luar sana.

Sementara Nadya mengumpat dalam hati. Dia tak suka merasa risau
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   46. Kehilangan Bag. 2

    Pramono meletakkan sebingkai foto berukuran 3R yang baru diambilnya dari dalam tas ke atas meja kerja. Foto itu sengaja dia bawa untuk mengisi space di meja kantor barunya. Beberapa saat sebelum tangan itu terlepas dari kayu yang membingkai, dia sempat menatap seraut wajah di dalamnya cukup lama. Sesosok wanita dengan rambut panjang yang terikat asal, tertangkap kamera tengah duduk di depan layar laptop yang menyala di bawah rindangnya pohon beringin. Di satu sisi wajahnya, terlihat rambut yang terlepas dari ikatan berkibar tertiup angin. Selarik senyum terlukis tipis dan terkesan dipaksakan mengiringi pandangan ke arah kamera. Anehnya meski kaku wanita itu justru tampak ayu di mata Pramono. Itu adalah foto lama. Dia ingat benar kapan tepatnya foto itu diambil. Saat itu, Nadya adalah gadis yang sulit didekati seakan sebuah dinding tebal menghalangi siapa pun mendekat termasuk Pramono. Tapi bukan Pramono namanya, jika mudah menyerah. Laki-laki itu punya cara untuk memiliki Nadya tan

    Last Updated : 2022-05-08
  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   47. Kehilangan Bag. 3

    “What?” Risa berseru. Kedua matanya nyaris keluar mendengar penuturan Pramono. Laki-laki itu menatap tangan kanannya di meja. Kunci mobil yang awalnya berada di saku celana entah kenapa dia keluarkan, dan menimbulkan suara gemercik karena dimainkan. “Kamu yakin? Sudah coba selidiki?” Risa memastikan. “Aku nggak tahu apa itu perlu. Dan andai benar, bukankah artinya aku mempermasalahkan masa lalu Nadya?” **** Waktu menunjukkan pukul empat sore saat Pramono melirik jam di tangan kirinya. Dia bermaksud menyelesaikan tumpukan terakhir sebelum memutuskan melangkah keluar. Itu bukan benar-benar tumpukan terakhir, tetapi batas yang dia targetkan harus selesai untuk hari ini. Buku terakhir selesai ditandatangani. Pramono kembali melirik jam di tangan sembari menutup kembali pena berwarna keemasan di tangan. Masih ada empat puluh menit sebelum pertemuan dengan John yang dia janjikan. Laki-laki itu meraih ponsel di meja, lalu mulai menggulirkan ibu jari mencari kontak Nadya. Seperti biasa

    Last Updated : 2022-05-09
  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   48. Tawaran Menarik

    Usai menidurkan Tasya, Pramono mendekati Nadya yang berbaring di kamar. Waktu menunjukkan pukul sembilan malam dan dia yakin Nadya belum tidur. Sebab laki-laki itu melihatnya masuk kamar, belum lama tadi. “Hei.” Pramono menjatuhkan dirinya di tepi ranjang. Nadya tak menyahut. “Apa yang membuatmu sekesal itu? Bisa jelaskan?” Pramono bertanya hati-hati. Nadya berbalik. Dia menatap kesal laki-laki yang bersandar pada kepala bed. “Dia minta bertemu dan main dengan orang yang bukan ayahnya. Menurut Mas itu bukan sesuatu yang salah?” “Itu salah. Tapi tak harus sekeras itu, bukan? Sampaikan baik-baik, dia akan mengerti, bahwa tidak semua hal yang dia inginkan bisa didapatkan.” Nadya tercenung. Mendengar jawaban sang suami yang sebenarnya tidak keliru, dia sadar telah terbawa emosi. “Lagi pula, Dek, Mas heran. Biasanya anak akan dekat dengan seseorang, jika sering berinteraksi. Bagaimana Tasya bisa langsung dekat dengan Ali? Apa dia sering ke sini?” Pramono menatap lekat sang istri. So

    Last Updated : 2022-05-23
  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   49. Terbelit

    “Jadi ... Mas ingin orang mengira kita ada hubungan dengan menawarkan itu?” Annisa akhirnya memilih mengutarakan pendapat alih-alih menerima tawaran itu. Dia bukan orang yang mau mengambil kesempatan setelah dibantu. “Tidak perlu. Aku bisa pulang, dan serahkan uang itu pada ayah. Terima kasih sebelumnya. Aku usahakan bayar secepatnya.” Ali mengangguk. Tak masalah bagi Ali kapan Annisa akan membayarnya. Dia percaya Annisa akan menepati ucapannya walau mungkin sedikit lebih lama. “Lalu, kapan Mas akan jelaskan ke Mbak Nad? Aku ... merasa bersalah.” Annisa menatap ponsel di tangan yang sebenarnya tidak ada apa-apanya selain samar pantulan wajah di layar yang gelap. Seraut wajah yang awalnya dia anggap cantik, kini begitu menyedihkan setelah jatuh cinta dan kandas begitu saja. “Aku belum tahu,” jawab Ali. Dia pun ingin menjelaskan secepatnya, tapi mengingat Pramono di rumah, dia tak ingin Nadya mendapat masalah. “Abaikan saja dulu. Kupastikan dia paham bahwa kita tidak ada apa-apa.”

    Last Updated : 2022-05-25
  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   50. Menagih Janji Bag. 1

    “Gimana ceritanya, Bulik?” tanya Annisa pada wanita di ambang pintu. “Bulik dengar masalahnya hutang, dan kamu mengingkari perjanjian nikah dengan anaknya.” Erna berpaling, lalu kembali menatap Annisa. “Kenapa, Nduk? Mbok nurut saja. Kasihan bapakmu.” Annisa kembali tergugu mengingat percakapan beberapa menit yang lalu. Di sepanjang jalan menuju rumah Rizal, dengan pandangan buram dia menatap deretan nomor telepon yang diberikan Erna padanya. Itu nomor yang orang tuanya berikan sebelum meninggalkan rumah akibat pengusiran yang diterima. ‘Pengusiran? Kejam sekali.’ Annisa tak menyangka bahwa orang yang mereka anggap keluarga tega memperlakukan Narto sekejam itu. Tangis Annisa belum reda saat laki-laki yang menyetir turun di depan sebuah bank dan melangkah gesit ke arah mesin Anjungan Tunai Mandiri di ujung halamannya. Lalu kembali keluar dan berjalan cepat ke mobil dengan segenggam uang, setelah berada di dalamnya cukup lama. Tangis Annisa semakin menjadi saat melihat laki-laki yan

    Last Updated : 2022-06-22
  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   52. Menagih Janji Bag. 2

    Beberapa hari lalu. Rizal menghentikan laju mobilnya di jalan tak jauh dari rumah Ratno. Setelah mengatakan melalui sambungan telepon tentang niat kedatangannya, Rizal disambut baik oleh pasangan sepuh itu di teras rumah. Pemuda itu melangkah perlahan, bukan hanya untuk menjaga sikap di depan calon mertuanya tetapi juga agar kepalanya tak menyentuh atap rumah Narto yang rapuh dan nyaris roboh, yang setiap kali dia melintas maka ujung atap itu akan sangat dia perhatikan. Itu membuatnya ingin segera memboyong Annisa beserta kedua orang tuanya ke rumah baru. “Pripun wartosipun, Pakde?” Rizal meraih tangan kanan Ratno dan mengecupnya. “Baik, Zal. Apa kabar, kamu?” Rizal melangkah masuk, mengikuti paman bibinya dan menyusul duduk setelah dipersilakan. Sementara Salamah berpaling ke dapur bermaksud membuat jamuan. Dulu, Rizal memang kerap berada di sana. Bisa dibilang dialah yang mengisi rumah itu dengan keberadaannya, karena Salamah yang mengasuh dia selama sang ibu mengajar. Bagi Riz

    Last Updated : 2022-06-23
  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   Menagih Janji Bag. 3

    Rizal memasuki mobilnya dengan perasaan marah dan terhina. Marah, karena sikap laki-laki yang bersama Annisa. Tapi juga bersyukur atas jaminan gadis itu baik-baik saja. *** Satu hari berlalu sejak insiden di tepi jalan yang nyaris membuat pipinya memar akibat pukulan dari laki-laki sok pahlawan itu, Rizal ingin tahu bagaimana kabar Annisa. Maka diambilnya ponsel, dan mulai menggulirkan ibu jari mencari nama perempuan yang sebenarnya berada di urutan teratas. Bahkan lebih atas dari kata “Ayah” dalam daftar kontak itu. Setelah satu tarikan nafas dalam, bunyi dengung tanda panggilan terhubung akhirnya terdengar. Dan nasib baik, suara itu terputus cepat, berganti sapaan salam tanpa harus membuatnya menunggu lama seperti biasanya. Mendengar suara itu lagi, desiran hangat menjalar ke sekujur tubuhnya. Laki-laki itu tersenyum tipis untuk rasa rindu yang akhirnya terobati. “Apa kabar, Sa?” tanya Rizal, meski dia ingin sekali protes andai memiliki hak. Tentang sikapnya yang berubah tepat

    Last Updated : 2022-06-24
  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   Pengakuan Annisa

    Rizal membuang muka. Kecuali itu dia tak tahu apa-apa mengenai kepergian Paman dan bibinya. Detik berikutnya, terdengar ketukan halus sol sepatu di atas lantai keramik. Seorang lelaki dengan kantung plastik di tangan kanan, mendekat perlahan ke arah orang-orang di ruang tamu. Ali. Laki-laki itu berdiri di tak jauh dari Naryo. Beberapa detik dia menunggu dipersilakan duduk, tapi kemudian sadar, keadaan tidak sedamai itu untuk sang tuan rumah sempat memikirkan kenyamanan tamunya, dan memilih tetap berdiri. “Saya mewakili keluarga Annisa, untuk membayarkan hutang mereka.” Ali meletakkan kantung berisi sejumlah uang di atas meja, kemudian mundur dua langkah dan tetap pada posisi berdiri. Sementara Sunaryo justru menghela napas. Dia berpaling kepada Annisa setelah sempat melihat kantung hitam itu sesaat. “Pasti ada salah paham, Nissa. Paklik ndak pernah menagih pembayaran hutang itu harus lunas dalam waktu dekat.” Naryo menatap Rizal dan Annisa bergantian, “apa tidak ada nomor yang bi

    Last Updated : 2022-06-25

Latest chapter

  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   136. Last Part Season 2

    Usai makan malam, dan menidurkan Tasya di kamarnya, Nadya termenung di ujung ruang tamu. Remote di pangkuan. Televisi menyala di ujung ruangan. Namun, pikirannya melayang entah kemana. Ada hal yang membuat dia enggan dengan mudah menerima kebaikan Pramono. Salah satunya, dosa yang dia perbuat. Nadya malu. Dia merasa tak tahu diri jika menerima kebaikan Pramono begitu saja, sementara tangannya telah begitu jahat mencabik hati laki-laki baik itu. Hal yang juga sekali lagi akhirnya Nadya sesali, adanya lebam biru di pipi Tasya yang ternyata akibat ulah Ratna, wanita yang selama ini menampakkan wajah lembutnya di hadapan Pramono, yang seolah sanggup menggantikan kedudukan istri mana pun. Nadya menunduk. ‘Ini semua salahku. Andai aku tak menanggapi Ali. Andai aku tak menyerahkan kehormatanku begitu saja ... mungkin ini semua tak akan terjadi. Dan jika ada yang pantas dihukum, maka itu adalah aku,’ bisik Nadya dalam hati. Dia menangis dalam diam. “Apa yang kau pikirkan?” Dari arah dapur,

  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   135. Mengubah Niat

    “Mas baik-baik saja?” tanya Annisa pada Pramono tepat ketika membuka pintu kamar rawatnya. Setelah sempat melirik sebentar, alih-alih menanggapi, laki-laki itu justru berpaling dari gadis yang mendekat ke arahnya. “Jadi Nadya bersamanya, sekarang?” tanya Pramono tak terkejut. Annisa mengedikkan bahu, seolah ada jawaban, ‘Begitulah’ pada gerakan itu. “Hanya untuk minta maaf. Tak ada yang lain,” jawabnya datar. Sontak laki-laki di bed menoleh. Dahinya berkerut begitu saja. “Minta maaf? Untuk?” “Mbak Nadya merasa apa yang menimpa Ali—kalian adalah salahnya.” Laki-laki itu menatap skeptis, lalu terkekeh pada detik berikutnya. Ekspresi wajahnya berubah begitu getir. “Korban sesungguhnya bukan dia,” ucapnya di antara geraham beradu. “Bukan dia yang seharusnya mendapatkan permintaan maaf itu, kau tahu bukan?” “Mas, Nisa pikir bukan itu maksud Mbak Nadya.” “Lalu apa?” Annisa menelan ludah sebelum mulai bicara, “Dia hanya merasa Ali tak perlu mendapat pukulan itu.” Kerutan di dahi Pra

  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   134. Semakin Keruh

    Berniat pulang lebih awal, pukul tiga sore Pramono keluar dari ruangannya. Melewati meja Hana, berbelok kiri, dia melangkah menuju ruang editor untuk menemui Nadya dan bermaksud mengajaknya pulang bersama. Namun, Pramono harus kecewa karena wanita itu tidak ada di mejanya. Laki-laki itu berbalik. “Kau tahu di mana Nadya, Hana?” Sontak Hana mendongak. Pandangannya sempat melirik ke ruangan sebelah di mana Nadya biasanya berada, sebelum kembali pada sang bos yang berdiri dengan tatapan dingin, menunggu jawaban. “Tidak, Pak. Saya kira tadi sudah izin sama Bapak.” Pramono memicing. Artinya dia pergi? “Sejak kapan?” “Mungkin satu jam yang lalu.” Laki-laki itu meninggalkan meja Hana dan keluar dari ruang editor dengan langkah panjang. Satu tangannya menyelip ke dalam saku kanan celana, lalu keluar dengan ponsel dalam genggaman dan mulai menggulirkan ibu jari. “Kau di mana?” tanyanya pada seseorang di ujung sana setelah nada sambung terputus. “Aku di rumah.” “Rumah yang mana?” “Yang

  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   133. Persaingan Dua Lelaki

    “Sebenarnya apa yang ingin kau katakan?” tanya Pramono berusaha menutupi kemarahannya. Laki-laki di hadapannya berdeham pelan. Detik berikutnya punggung dan menatap dingin ke arah Pramono. “Aku ingin mengatakan, mari kita bersaing secara sehat,” jawabnya tenang. “Aku tahu, meski Anda begitu marah, jauh dalam lubuk hati Anda, Anda masih sangat mengharapkan Nadya—demi putri kalian. Dan mungkin, masih ada sedikit cinta untuk dia di dalam sana. Benar? Kupastikan, aku akan mencintainya dengan baik. Jika Anda tidak yakin bisa memaafkannya dengan ikhlas, sebaiknya menyerah lah dari sekarang.” ‘Astaga ...’ Pramono meraup wajah lelah. Gigi geraham bergemeletuk. Menoleh ke kanan, diraihnya ponsel yang tergeletak di meja. Ibu jarinya bergulir menelusuri daftar kontak. Pada nama Annisa dia berhenti dan menekan tombol call. “Ya, Mas?” sapa Annisa tepat setelah bunyi dengung di telinganya terputus. “Sa, aku bisa minta tolong?” “Ya. Minta tolong apa?” *** Sepulang dari kantor Pramono, Edwin

  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   132. Kedatangan Edwin

    Beberapa menit yang lalu. “Nah, begini kan cantik.” Shofwa mengulum senyum. “Coba Teteh lihat. Cantik, ‘kan?” tanya Shofwa pada wanita di sampingnya. Dipandanginya wajah itu dari pantulan kaca di depan mereka. Tak menyahut, Nadya memandang seraut wajah di cermin. Dia hampir tak mengenali dirinya sendiri yang kini dibalut jilbab panjang. Tak ada yang terlihat lagi melainkan wajah bersih dengan mata coklat dalam dan bibir yang dipulas dengan warna lembut, khas dirinya. Gadis di samping Nadya mengulum senyum. Kedua matanya menyipit. Menampakkan ekspresi kebahagiaan yang tak dibuat-buat. “Bahkan ... masih secantik itu setelah Teteh pakai jilbab. Maha Kuasa Allah menciptakan wanita dengan kecantikannya yang sempurna.” ‘Cantik?’ Nadya menatap ragu pada dirinya sebelum menunduk. ‘Apakah itu anugerah, atau musibah?’ Dia bahkan mengira kecantikannya adalah petaka yang berakhir dengan terlukanya hati banyak orang. Kini, bahkan keluarga dan orang tuanya juga. Nadya merasakan hangat merebak

  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   131. Perbincangan dengan Shofwa

    “Mama masih di sini?” tanya Tasya saat menuruni anak tangga dan melihat ada sang ibu di dapur. Wanita yang masih mengenakan pakaian yang sama sejak kemarin siang, memandang ke arah bocah yang mendekat. Selarik senyum dia suguhkan seolah tak ada beban apa pun di hatinya. “Mama harus masak dulu. Terus antar Tasya ke Sekolah, terus berangkat kerja,” jawabnya. “Tapi ... tapi ... mama pulang lagi, kan?” Gerakan tangan Nadya melambat. Piring berisi nasi itu sempat mengambang sebelum diletakkannya ke meja, lalu memandang bocah di ujung meja dengan tatapan teduh. Dia bisa melihat dengan jelas ketakutan di wajah bocah itu. Nadya menoleh pada laki-laki yang kini siap dengan kemeja putihnya. Tak ikut campur, namun dia yakin Pramono menyimak pembicaraan itu, dan ingin tahu apa jawabannya. Tak berselang lama, wanita yang berdiri di ujung meja mengangguk. “Iya, Sayang. Mama akan datang lagi,” jawabnya seiring tatapan ke arah Pramono. Pandangan mereka beradu. Pramono sadar dia belum mendapat j

  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   130. Permintaan (Mantan) Suami Bag. 2

    “Kuingin kau menemui Tasya barang semenit. Dia membutuhkan ibunya.” Terngiang kembali kalimat Pramono kemarin. Nadya meremas jemarinya gugup. Di depan sana Playground tempat Tasya bermain sudah terlihat. “Kau gugup?” tanya Pramono. Nadya memilih tak menanggapi. Mobil berhenti. Tak langsung keluar, Nadya justru sibuk mengatur napas. Mempersiapkan diri pada apa pun yang mungkin terjadi nanti. Penolakan, misalnya. Saat marah, anak itu sering menolak sang ibu. Dan besar kesalahannya, membuat Nadya merasa pantas mendapat kemarahan dari Tasya, bahkan mungkin bukan kata maafnya. Sementara dalam pandangan Pramono, sikap itu tampak seperti seseorang yang menunggu dibukakan pintu. Maka laki-laki yang telah berada di luar itu lalu mendekat ke pintu, membukanya. Satu tangannya lalu terulur ke arah Nadya. Wanita itu terenyak. Sempat dipandangnya tangan itu, lalu ragu-ragu menerimanya. “Tasya pasti senang melihat kau datang,” ucap Pramono sembari menutup pintu. Sebaliknya, keraguan justru mem

  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   129. Permintaan (Mantan) Suami

    “Mas, di sini.” Annisa melambai pada laki-laki yang mengedar pandang di tepi alun-alun kota Bandung. Topi hitam di kepala. Jam di tangan kirinya. Laki-laki berkemeja putih itu menoleh. Lalu tersenyum. Dia melangkah mendekat. Namun perempuan dari arah sebaliknya melangkah lebih cepat. Gadis itu berhenti ketika jarak mereka hanya tersisa beberapa senti. Dengan teliti, dipandanginya wajah itu. Binar kebahagiaan terpancar jelas di matanya. Senyum jujur yang dibalut rasa malu. Satu lagi ... rasa yang sama. Annisa hampir tak percaya bisa melihat laki-laki itu datang begitu jauh hanya untuk menemuinya. Annisa melangkah maju dengan kedua tangan terbuka, dan merengkuh erat tubuh laki-laki itu. “Aku kangen, sama Mas.” Ragu, laki-laki itu mundur selangkah. Kedua tangannya sempat akan mengurai dekapan Annisa, namun akhirnya memilih membiarkan ketika dekapan itu terasa lebih erat. *** “Ratna!” Mendengar namanya dipanggil, wanita di pintu keluar bandara menoleh. Wajah yang semula sendu, beru

  • FORBIDDEN LOVE (Cinta Terlarang)   128. Kemarahan Pramono Bag. 2

    Beberapa menit sebelumnya. “Mas sarapanlah dulu.” Ratna meletakkan mangkuk sayur di meja. Satu piring dia ambil dan meletakkannya di depan Pramono. Di atasnya, nasi lengkap dengan sayuran telah tersaji. “Terima kasih,” jawab Pramono melirik wanita di seberang meja sebentar. Tampak sembab di wajah itu. Dia yakin, Ratna menangis belum lama tadi. Beralih ke piring, laki-laki itu meraih sendok di atasnya. “Kau baik-baik saja?” Ratna tertawa datar. “Apa ada yang baik-baik saja, setelah diceraikan suaminya?” Butuh waktu bagi Ratna untuk mendengar tanggapan laki-laki di depan meja. Wajahnya menunduk ke arah makanan di hadapan. “Aku hanya tak ingin membebanimu, Ratna,” ucap Pramono dengan nada begitu rendah. “Aku tahu.” Wanita itu mengangguk. “Itulah kenapa kuminta Kak Syarif datang untuk menjemput ke sini.” “Syarif? Asisten Ayah?” “Ya.” Pramono manggut-manggut. Kabari aku saat dia datang. Aku harus ke kantor sebentar. *** Usai mengantar Tasya ke sekolah, Pramono bergegas menuju kan

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status