Sudah lima hari aku menjalani hari dengan gelisah. Aku bekerja tanpa konsentrasi, makan tidak selera, tidur tidak nyenyak. Aku menanti kedatangan suamiku, ingin bertanya tentang banyak hal. Ada kekecewaan di hatiku karena kenyataan pahit yang harus aku telan bulat-bulat jika memang betul anak yang Karina kandung itu darah daging Reno.
Aku meminta ijin hari itu pulang lebih cepat saat Reno mengabari jika dia sudah landing di Lombok Praya airport. Aku memintanya untuk langsung pulang kerumah.
Aku sudah menunggu selama satu jam, menguatkan hatiku untuk apapun kejujuran Reno. Daripada marah, aku lebih merasa penasaran. Rasa cemburu sudah kubuang jauh, aku tahu diri, aku pun bisa dibilang selingkuh. Makanya aku tidak ingin menghakimi.
Suara mesin terdengar, aku menelan salivaku dan membuka pintu. Raut wajah suamiku itu sangat sumringah saat melihatku sudah berdiri menantinya.
"Hai sayang ..." Reno langsung memelukku. Dia mengec
Aku menyeret koper masuk lobby apartemen di wilayah Ancol. Setelah menemukan nomor unitnya aku langsung masuk.Aku menyapu pandangan ke ruangan mungil itu, perabotnya lengkap, terlihat modern tapi simple. Apartemen ini milik calon suami Krista. Sahabatku itu meminjamkannya untukku sementara waktu, Krista bersedia membantuku untuk mencarikan tempat tinggal sementara saat aku kebingungan harus kemana. Semua kejadian tidak terduga ini membuatku harus menjalani tanpa persiapan apapun.Dua minggu setelah aku mengajak Reno berpisah, aku mengundurkan diri dari Rilex Hotel.Kenapa aku menerima kesalahan Reno dan tidak mempertahankan pernikahan kami?Bayangan Karina yang tengah hamil selalu menghantuiku, aku merasa tidak berhak mengambil kebahagiaan perempuan itu. Aku yakin, walau Karina bilang bahwa hubungan mereka tidak perlu diresmikan, tapi hati kecilnya pasti ada keinginan itu. Dan aku merasa juga sudah waktunya Reno merasakan cinta yang sesungguhnya.
Kak Elle berdiri dan menghela napas. "Semua tampak baik Lex. Kami suami istri yang terlihat harmonis, tapi jauh didalam hati, kami sama-sama tidak bahagia."Kak Elle merapihkan selimut Brielle kemudian kembali duduk. "Aku bersyukur Lex. Selama ini Drian menjalankan perannya dengan baik. Dia suami yang perhatian dan Papa yang sayang dengan Brielle. Drian selalu menghabiskan waktu libur nya dengan Brielle. Tidak pernah sekalipun menolak jika aku ingin pergi kemana saja, dia selalu menemani kami." Kak Elle tersenyum ke arah putrinya."Tapi aku juga ga buta, melihat setiap malam dia hanya melamun menatap keluar jendela, aku tau kemana pikirannya tertuju. Aku juga ga tuli, mendengar nama yang selalu dia panggil dalam tidurnya. Selama ini aku menutup pikiranku, bahwa Drian akan jadi pengobat kehilanganku akan Brian, dia akan menjadi pengganti papa Brielle itu, tapi ternyata semua sulit. Sedikitpun pria itu tidak pernah buka hatinya buat aku. Dia hanya mencintai Brielle sebag
"H-hai ..." Aku mengerjap gugup.Kak Drian mengangkat keranjang dan meletakannya di meja. Kemudian dia menatapku sambil mengulurkan tangannya."Apa kabar, Lex?" Dia tersenyum membuatku ingin menangis saat itu juga karena rasa rindu yang tiba-tiba menyerang membuat tenggorokanku tersumbat."Baik." Suaraku menghilang entah kemana tapi aku yakin dia mendengar. Kak Drian masih menggenggam tanganku dan kami juga masih saling menatap. Kalau mata bisa bicara, mungkin sudah banyak kata yang terungkap sejak tadi.Aku berdehem sambil melepaskan tanganku."Kapan datang dari Palembang?" tanyaku basa-basi."Semalem." Dia masih intens menatapku membuat pipiku terasa panas."Oh ..." Aku menyelipkan helaian rambut di telinga untuk menghilangkan rasa gugup."Lex, aku ...""Halo Alexys ..." suara wanita menginterupsi ucapan pria itu. Senyum tante Lily membuatku sedikit kikuk."Drian, kenapa tahan Alexys disini? Ayo sayang kita ke d
"Ibu Karina mengalami kram perut, mungkin akibat dari frekuensi buang air yang terus menerus. Beliau harus istirahat selama beberapa hari. Siapa suaminya?" Sang dokter menatap ke arah Reno dan kak Drian bergantian."Saya dok ..."jJawab Reno."Silahkan ikut saya, Pak."Dan aku melihat wajah kak Drian berubah kaget. Lalu dia menatapku penuh tanda tanya tapi aku memalingkan wajahku. Sekarang bukan saatnya untuk menjelaskan apapun pikirku.Aku mendekati ranjang lalu bertanya pada suster tentang keadaan wanita itu. Lalu diam sampai Reno kembali."Lex.. aku harus tunda sidang kita sampai kondisi Karina membaik. Sekarang aku mau urus proses supaya dia dipindahin ke rumah sakit biasa Karina kontrol kandungan.""Gw bantu." Suara kak Drian membuat kami berdua menoleh dan terkejut. "Gw urus dulu." Pria itu langsung keluar ruangan IGD.Aku terduduk di kursi. Aku tahu pasti kak Drian bingung dan marah, tapi dia tetap tenang dan malah membantu kami
"Kamu yakin tetep mau stay disini?" Aku menyernyitkan dahi memandang pria yang sedari tadi sibuk mondar mandir di dapur kecilku. Suara kekehannya membuatku salah tingkah."Seriously, Lex? Setelah semalam kita tidur bareng, sekarang kamu tanya apa aku bener mau nginep disini? Ck ... ck ..." Dia menggeleng sambil memindahkan omelet dari wajan ke piring.Wajahku terasa panas mendengar jawabannya. "Oh God, please stop saying that ..."Aku menutup wajahku."Well, technicallykita tidurin the same bed,satu selimut. Apa istilahnya kalau bukan tidur bareng?" Kak Drian tertawa.Aku tahu dia sedang menggodaku. Dan aku mati kutu dengan pernyataannya.Apa yang kalian pikirkan? Kami tidur bersama bukan seperti yang ada dalam pikiran kalian ya ...Aku tidak tega menyuruhnya untuk tidur di sofa kecilku, dan tidak ada lagi tempat untuk tidur di apartemen ini jadi aku menawarkannya tidur di sisi ranja
Aku dan kak Drian menjenguk Karina di rumah sakit keesokan harinya. Aku merasa lega kandungannya baik-baik saja. Wajahnya tidak sepucat kemarin, Reno menjelaskan bahwa dia akan membawa Karina ke Singapore, di sana ada keluarga Reno, mereka sudah tahu mengenai Karina dan menerima kehadiran wanita itu. Aku pun sudah menjelaskan pada Mama Reno bahwa aku tulus melepaskan pernikahan kami saat dia datang mengunjungiku ke Jakarta sebulan lalu.Reno bilang, dia akan meminta bantuan pengacara agar kami tidak bolak-balik mengurus perceraian kami. Aku menyerahkan segalanya pada Reno. Kak Drian juga bilang bahwa dia akan menemaniku jika aku harus datang ke Lombok.Sesaat sebelum kami pamit, aku melihat kedua pria itu berbicara di luar. Entah apa yang mereka bicarakan, tapi mereka kemudian berpelukan ala pria dan tidak lama kami pamit pergi. Aku bilang pada Reno untuk mengabariku saat mereka akan pergi ke Singapore. Aku ingin ikut mengantar ke bandara.Malam itu kak Drian me
Mataku gelap, aku terus menduga-duga dengan bertanya terus kemana kami akan pergi. Kak Drian mencubit pipiku, aku pura-pura meringis, lalu dia mengelusnya dan kami tertawa, rasanya menyenangkan. Tangan kami terus bertaut di sepanjang perjalanan sampai mobil berhenti entah dimana.Angin terasa kencang saat kak Drian membukakan pintu mobil, perjalanan tadi terasa tidak terlalu jauh. Kak Drian menuntunku, kami seperti masuk ke dalam sebuah gedung, aku mendengar seseorang menyapa pria itu dengan namanya, berarti dia mengenal kak Drian. Lalu kami seperti naik ke dalam lift, kak Drian terus memeluk bahuku.Bunyi lift berdenting dan kami berjalan. Aku meremas tangan pria itu, jantungku berdebar kencang. Aku penasaran dengan apa yang ingin dia lakukan. Setelah beberapa langkah keluar lift kami berhenti.Aku mendengar suara, pria itu menekan tombol angka dan suara pintu terbuka."Kita dimana sih?"Hanya tawanya yang terdengar sebagai jawaban. Aku merasakan
Kami tidak berhenti berciuman, tenggorokanku rasanya haus, tapi bukan ingin minum air, tapi dengan sentuhan dan rasa pria itu. Saat lidah pria itu menelusup ke rongga mulutku, aku mempertemukan dengan pasangannya dan kami saling mengecap satu sama lain.Perutku berputar mengirimkan aliran panas ke bagian bawah tubuhku. Dan tiba-tiba kak Drian menarik diri saat aku ingin memagutnya lebih dalam.Mata kami bertemu dalam kabut yang sama, napas kami saling bersautan dan aku mendesis kecewa saat dia setengah bangkit, tanpa sadar aku menahan lehernya."Lex ... aku ..." dia berdehem, "Aku udah bilang kalau aku ga akan lakuin apapun tanpa kamu ...."Aku membungkam mulutnya dengan ciumanku kemudian melepasnya lagi. Aku tahu dia menahan diri, dia ingin aku mengucapkan kalimat yang sedari kemarin dia tunggu."Aku mau kamu." bisikku mendekat ke telinganya, mengusap bibirku ke cuping telinganya yang dingin.Kak Drian terpana lalu menyeringai, mengecup bib
A YEAR AFTER part 2Alexys pov"So, gimana seminarnya?" tanyaku mencoba mengalihkan gairah kami."Mmm ... lumayan menguras waktu supaya ga terus inget kamu." jawabnya sambil meletakkan tangannya di pinggiran bathub. Dia mengetuk jarinya membuat aku mengigit bibirku sendiri ingin disentuh dengan jari piawai itu.Aku menggumam sambil mengangguk. Aku rasa cukup mengulur waktunya, aku berdiri, membuat aliran air menetes dari tubuhku dan itu berhasil membuatnya tercengang kemudian menelusuri tubuhku dengan matanya sambil menelan salivanya berkali-kali."Lex, lima hari Lex ... lima hari!" desisnya."Baru lima hari kan." Aku melangkah keluar dan masuk ke dalam shower, melepas ikatan rambutku dan membiarkan air mengalir membersihkan tubuhku dari gelembung sabun.Dia bergeming ditempatnya, hanya memandangku. "Kamu tau, sepanjang aku di Makassar, aku selalu membayangkan kamu ada dikamar mandi hotelku. Seperti ini ..."Aku tersenyum, mengangkat satu kakiku dan membersihkan bagian kewanitaanku. Su
A YEAR AFTER part 1Alexys povPresent day..Mataku menyusuri daftar acara yang tertera di laptop dan menyamakannya dengan lembaran kertas di tanganku. Aku memeriksa kembali semua event yang ku handle selama satu bulan kedepan. Sesekali tanganku mengangkat cangkir berisi chai latte kesukaanku. Tinggal setengah jam lagi sampai jam pulang kerja.Beberapa notifikasi masuk ke ponselku dan aku juga menghubungi beberapa anak buahku sambil menugaskan kerjaan untuk hari senin.Di penghujung minggu seperti ini, saat libur aku tidak ingin terganggu dengan pekerjaan. Makanya sebelum jam kerja di hari jumat itu berakhir, aku sudah menyiapkan pekerjaan untuk hari seninnya. Aku juga tidak ingin karyawanku terbebani dengan pekerjaan saat mereka libur.Aku mengunci pintu ruangan, dan menyapa beberapa pegawai lainnya lalu berjalan ke mobilku. Mengendarai jalanan yang cukup padat saat jam pulang kantor menuju tempat tinggalku, untungnya tidak terl
SAN FRANCISCO part 2Drian pov"Dia terlihat normal, Mama bilang Lexy sedih pas awal-awal aku pindah. Tapi Mama baru cerita setelah kamu pergi, Lexy jadi sedikit pendiam. Mama pikir, karena kita semua jauh dari dia, yang bikin anak itu sedih, tapi feelingku bilang bukan karena itu. Aku sering teleponan sama dia, dan dia biasa aja. Tapi kalau aku sebutin nama kamu, dia mendadak seperti menghilang. Aku kadang merasa kalau dia sudah ga ada diseberang telepon. Dia hanya diam."Aku menengadah menatap foto gadis itu."Aku tau Dri, adikku sudah jatuh hati sama kamu, cuma ya ... terhalang berbagai hal, salah satunya status kita sebagai suami istri, dia pasti berpikir dia gila punya perasaan sama kamu. Jadi Dri, kapan kamu balik ke Indonesia? Aku ga bisa terus jagain dia. Ditambah cowok itu." Wajah Elle berubah sedikit kesal.Dadaku berubah tidak nyaman."Reno maksud kamu?" tanya Brian."Iya! Dia ngekorin Alexys terus kan .... Tempo lalu Mama ulangtahun, Mama
SAN FRANCISCO part 1Drian povAku terus mengecek ponselku, mataku berpendar ke segala penjuru di terminal kedatangan bandara Internasional Boston itu tapi sama sekali tidak sedikit pun terlihat batang hidung orang yang aku cari. Aku mendekat lagi ke papan informasi dan yakin bahwa pesawat Cathay dari Hongkong sudah mendarat satu jam empat puluh lima menit lalu. Tapi kemana mereka?Aku kembali mendekat di pintu kedatangan dan menunggu selama sepuluh menit, mataku berputar ke sekitaran ruangan sambil terus mengecek ponselku menunggu panggilan masuk tapi nihil. Apakah mereka tersesat? Astaga, sudah ku bilang untuk segera mengabari tapi kenapa tidak ada notifikasi apapun? Aku berjalan sedikit ke arah keramaian dan akhirnya menangkap dua siluet yang aku kenal tengah menyantap makanan.Aku merasa lega dan kesal sekaligus, aku mencari kesana kemari sedangkan mereka berdua sedang asik melahap burger dan kentang, bahkan mereka sama sekali tidak melihatku
The Secret part 2Author POVSuara Brian menginterupsi lamunan Drian, menunjuk ke arah luar dan melihat Alexys turun dari sebuah mobil. Mereka bertiga melihat Alexys melambaikan tangannya pada seseorang yang duduk di kursi kemudi, masih terlihat muda, teman sekolahnya tebak Drian.Alexys tersenyum sambil berjalan masuk tapi kemudian melambat saat melihat tatapan tajam kakaknya. "Dari mana kamu? Masih pake baju seragam." tanya Elle galak. "Mmm, abis kerja kelompok kak." jawab gadis itu takut-takut."Ampe malem gini? Jangan bohong ya, Dek ..."Wajah Alexys berubah takut kemudian dia menunduk. Drian yang tersengat cemburu menarik napas berusaha menguasai diri. "Kamu pasti capek, naik gih ..." sahutnya pelan pada Alexys."Eh, jangan bela ..."Drian mendorong bahu Alexys untuk segera menghilang dari hadapan mereka, lalu berbalik menatap Elle. "Jangan begitu Elle, nanti malah bohong beneran dia."
The Secret part 1Author POV"Ini apa?" Mata Elle menatap ke arah Drian tajam. Bukan hanya laki-laki itu yang menoleh, tetapi saudaranya juga. Mereka bertiga ada di kamar kedua pemuda kembar itu, kedekatan ketiganya membuat Elle dapat dengan leluasa masuk ke kamar Drian dan Brian. Mereka sudah sekian lama bersahabat dan dekat, bahkan Elle saat ini sedang menjalin hubungan asmara dengan Brian.Respon mereka diluar dugaan Elle, saling menatap, menandakan jika ada yang mereka sembunyikan dengan tersimpannya foto Alexys, adik kesayangan Elle di laci meja belajar Drian."Mm, itu ..." Brian mencoba berdalih."Diam kamu! Aku tanyanya ke Drian!" sahut Elle galak yang langsung membuat mulut Brian terkatup rapat."Itu privasiku." Drian berjalan mengambil selembar foto gadis impiannya dan menyimpannya kembali ke dalam laci."Privasiku juga kalau menyangkut Alexys!"Drian menghela napas, dia sudah memperkirakan cepat atau l
TWELVE YEARS AGO part 2Drian POVSetelah itu selama dua bulan berikutnya, aku selalu menemaninya kemana pun. Lebih tepatnya memperhatikan apa yang dia makan. Tenyata gadis kecil itu penggila makanan pedas, dan pecinta bakmi. Pantas saja!Dan satu hal lagi yang membuatku mau tidak mau selalu membantunya, dia cukup ceroboh untuk bocah berumur tiga belas tahun. Ada saja keteledoran yang dia lakukan, tak jarang juga membuat dia melukai dirinya sendiri. Ck.. ck.. ck..Suatu saat ketika kami sedang berenang bersama, gadis itu merengut karena Elle tidak mau mengajarinya berenang."Sini ... kakak ajarin!" tawarku sambil mengulurkan tangan. Dia memandangku ragu, tapi kemudian dia memegang tanganku.Setengah jam berikutnya aku terus mengajarinya untuk mengambang, satu hal yang aku tahu, Lexy cukup gigih untuk bisa berenang. Dan akhirnya setiap weekend dengan sukarela aku mengosongkan waktu untuk mengajarinya, membiarkan buku bacaanku ters
TWELVE YEARS AGO part 1Drian FlashbackAku duduk di pinggir kolam sambil membaca buku menatap saudaraku dan Elle sedang lomba berenang. Suara kecipak air dan tawa mereka membuat konsentrasiku sedikit terganggu. Aku menghela napas melihat kelakuan kedua anak manusia itu, sudah mau di bangku akhir SMA tapi mereka seperti anak-anak TK baru pertama kali berenang."Hahahahahha! Wait ... wait ..." Elle melongok ke arah pintu teras belakang yang mengarah ke dapur rumahnya. "Lexy lama amat yak bikin es jeruk. Dri, bantu cek dong ..."Aku menurunkan bukuku menatapnya heran, ini rumahnya tetapi dia justru menyuruhku ... Ck, ck, ck ...Well, sejak kami kembali ke Jakarta lima tahun lalu dan akrab dengan keluarga teman Mamaku ini, hampir setiap weekend kami menghabiskan waktu di kediaman Om Julius dan Tante Karin atau pergi keluar dengan anak tertua mereka, Ellectra. Tante Karin itu sahabat baik Mama, akhirnya mereka kembali bertemu setelah sekian l
Ketukan di pintu membuat tidurku terganggu. Aku mengerang merasa kehilangan tangan hangat yang memelukku sepanjang malam. Aku mengerjap menyesuaikan mataku dengan sinar matahari yang mulai masuk ke sela-sela kamar. Aku melihat kak Drian memakai celananya lalu berjalan membukakan pintu. "Pagi Lexy Say ... Astaga!" pekikan Mama membuatku langsung duduk tegak. "Na ... kal ... ka ... mu ... ya ...!" Mama memukul bahu telanjang kak Drian. Lalu tidak segan menjewer telinga pria itu. Aku hanya bisa menunduk malu sambil memegang erat selimut di dadaku. Kak Drian mengaduh, telinganya merah. Tidak lama aku melihat kakakku masuk sambil tertawa. "Udah aku bilang tar ketahuan. Masih aja ..." sahutnya mencibir. Sejak malam itu, setiap hari kak Drian memanjat jendela kamarku. "Drian, Mama tau kamu mau selalu sama Lexy, tapi sabar dong! Malam ini kan pernikahan kalian ..." Mama meletakkan piring makanan di meja nakas disamping ranjang. "Astag