[Kim Young Mi’s POV] “Entahlah. Biarkanlah, Hera sudah banyak memiliki teman dari kelas lain. Teman yang bisa ia ajak pergi keluar untuk makan di restoran mahal setiap hari libur.” Hyenjin tertawa dengan nada sedikit mengejek. Ia menjadi cukup sarkas jika membahas mengenai Hera. Aku tertawa menanggapi ucapan Hyenjin. Kami sedang berada dalam perjalanan menuju gedung SMP. Yaja dilakukan di Study Room khusus yang terletak di dekat gedung SMP. Karena kami memutuskan untuk pergi makan sebelum melakukan yaja, maka kami meluangkan waktu untuk berjalan-jalan di taman dekat sekolah. Kudongakkan pandanganku untuk melihat langit yang sangat indah. Langit mengeluarkan semburat berwarna merah jingga, menunjukkan waktu petang telah tiba. Malam akan tiba dan kami baru saja menyelesaikan sekolah. Aku menggelengkan kepalaku, mengingat bahwa aku mulai saat ini sudah tidak bisa membantu di restoran Bibi Yeesung lagi. “Oh, aku tiba-tiba teringat Yoon Jae. Berarti selama ada yaja, ia akan izin untuk t
[Im Aerum’s POV] Pagi ini aku terbangun dikarenakan suara alarm dari ponsel Yerim. Saat terbangun, kurasakan kepalaku sedikit pening. Nampaknya karena kemarin aku berlatih hingga larut malam. Jadi, kuputuskan untuk menghiraukan suara alarm itu dan duduk di tempat tidurku selama sejenak. Di seberang tempat tidurku adalah tempat tidur Yerim. Ia tidur menghadap dinding sehingga aku tidak bisa melihat wajahnya. Kusibak selimutnya sedikit dan menyadari jika Yerim masih tertidur dengan pulas. Sama sepertiku, kemarin malam Yerim juga berlatih hingga sangat larut. Sepertinya ia kelelahan. Kubuka pintu kamar dan melihat semua sudah terbangun dan berada di ruang tamu. “Apa tidurmu nyenyak?” tanya Minhee Eonnie dari dapur. “Hm, tidak juga. Kepalaku sedikit pening saat terbangun.” “Kasihan sekali anak satu ini. Aku akan membuatkan teh hangat. Tunggulah sebentar.” Tiga minggu sudah berjalan semenjak kami menempati asrama baru kami. Saat ini, aku merasa lebih dekat dengan mereka semua. Anggota
[Kim Young Mi’s POV]Rasanya sangat segar begitu dapat menghirup udara segar di luar sehabis mengerjakan setumpuk soal Matematika. Angin berhembus cukup kencang, membuat udara pada sore hari ini sangat sempurna. Aku dan Yoon Jae berjalan beriringan. Aku melihatnya sekilas dan tersenyum kecil.Sebuah kafe berada di depan kami. Ini adalah kafe pertama yang aku kunjungi dengannya selagi kami menyelesaikan tugas bahasa Inggris kami kala itu. Pikiranku melayang dan berandai-andai. Jika kami tidak pernah mendapatkan tugas itu, akankah aku menjadi dekat dengannya sekarang?“Apa kau tidak akan terlambat untuk mengikuti yaja?” tanya Yoon Jae membuyarkan lamunanku.Kugelengkan kepalaku. “Tenang saja. Aku masih memiliki waktu istirahat puluh menit.”Bel pintu masuk dari kafe itu bergemerincing kala kami membuka pintu itu. Begitu kami membuka pintu, kafe itu terlihat sangat kecil. Jadi, kami harus berdesakan dengan pengunjung lain yang baru saja memasuki kafe itu.“Kau pesanlah terlebih dahulu.”
[Im Aerum’s POV]Suara deringan telepon mengalihkan atensi kami berdua. Aku berhenti berbicara dan Hyunjae Oppa langsung mengangkat telepon itu. Sudah beberapa kali aku berlatih bersama dengannya, membuatku perlahan-lahan mulai menghafal kebiasaan kecil yang ia lakukan. Seperti contohnya, aku mengingat nada dering dari ponsel yang ia gunakan.“Oh, ini dari manajerku. Sebentar, aku akan mengangkatnya terlebih dahulu.”Hyunjae Oppa berlalu dari hadapanku dan memilih untuk mengangkat telepon di sudut ruangan. Aku meliriknya sekilas saat ia sedang mengangkat telepon. Ini sudah telepon keduanya dari manajernya itu. Sepertinya, tanggung jawab yang ia pikul sangatlah berat hingga membuat manajernya itu harus memastikan apa yang ia lakukan dua kali.Derap langkah kaki itu membuatku tersadar dari lamunanku. Kudongakkan kepalaku dan melihat alis Hyunjae Oppa yang bertaut. “Sebentar lagi aku memiliki jadwal syuting lagi,” ucapnya lesu.“Jadwal Oppa benar-benar padat. Pasti sangat susah membagi w
[Kim Young Mi’s POV]Satu bulan berlalu …. Aku melirik sekilas ke arah bangku tempat Yoon Jae duduk. Bangku Yoon Jae tidak terlalu jauh dari tempatku duduk. Bangku yang ia dudukki hanya berjarak dua meja di depanku, tepatnya berada di sebelah kiriku.Selama pelajaran sejarah berlangsung, aku memperhatikannya beberapa kali. Pada tiga puluh menit pertama, punggungnya nampak tegap. Namun, setelah satu jam berlalu, kepalanya terlihat sedikit menunduk. Kulihat buku sejarah yang terbuka itu. Sudah jelas jika ia tidak membacanya, ia pasti tertidur lagi.“Silahkan buka buku kalian di halaman 157! Silahkan kerjakan evaluasi yang ada di sana, ya.”Tepat saat itu, seisi ruangan langsung dipenuhi oleh suara kertas yang bergesek. Tanda kami memperhatikan perintah guru kami untuk membuka buku. Namun, Yoon Jae sama sekali tidak melakukan pergerakan apapun. Ia hanya bergeming dan bahkan masih menunduk.Seonsaengnim pun berjalan dan memperhatikan kegiatan kami. Ia melewati meja Yoon Jae begitu saja.
[Im Aerum’s POV]Kuedarkan pandanganku ke sekeliling auditorium yang sangat megah itu. Beberapa bulan yang lalu, diriku tidak akan pernah menyangka jika aku bisa melalui semua hingga sejauh ini. Aku duduk di salah satu bangku tempat penonton biasa duduk, memperhatikan semua orang berlalulalang untuk melakukan pekerjaan mereka.Aku pun beranjak dari tempat dudukku dan berdiri. Menelusuri setiap bangku penonton yang kosong. Dari kejauhan aku memandang seseorang yang mengenakan kemeja flanel berwarna merah. Itu adalah pakaian yang ia kenakan saat pertama kali kami bertemu.Orang itu terlihat sedang fokus mendiskusikan sesuatu dengan beberapa teman dan juga staf di panggung sana. Sebuah senyum mengembang di bibirku. Tidak kusangka jika aku akan sedekat ini padanya saat kali pertama aku bertemu dengannya. Banyak sekali hal yang tidak pernah kubayangkan akan terjadi di hidupku. Dan, kadang kali sesuatu yang tidak pernah kubayangkan itu adalah hal yang paling indah yang pernah terjadi dalam
[Yoon Jae’s POV]“Lakukanlah dengan benar! Luruskanlah kakimu! Apa itu bisa disebut dengan split?!” Amukan dari pelatihku semakin menjadi-jadi. Teriakannya itu mampu membuat tanganku yang menopang kakiku itu bergetar.“Ck, yang benar saja. Jangan harap kau pantas disebut sebagai seorang dancer atau bahkan artis jika begini saja tidak bisa!” Ia meneriakiku sekali lagi. Membuatku sangat muak dengan semua ini.Tanpa rasa bersalah ia pergi berlalu begitu saja. Meninggalkan kami yang masih berlatih peregangan untuk bisa melakukan split seperti yang ia mau. Ia duduk di sebuah kursi di pojok ruangan itu. Tertawa melihat sesuatu yang bahkan tidak ingin kuketahui dari ponselnya itu. Suara tawanya itu membuatku sangat kesal.Suasanya menjadi sangat dingin setelahnya. Kami hanya berlatih dalam diam dan tidak ada satu pun yang berani berbicara. Terkecuali, Yeon Seok seorang. Bukanlah sebuah kebetulan jika ia berada tepat di sampingku. Aku tahu dirinya itu seperti apa. Ia pasti sangat ingin menger
[Im Aerum’s POV]Kulihat tanda penyeberangan jalan yang berubah menjadi warna hijau itu. Segerombolan orang dari arah yang berlawanan langsung berjalan. Karena aku tidak ingin membuang waktu sedikit pun, aku langsung berlari sekuat tenaga. Gedung agensi berada tepat di depan penyeberangan jalan ini. Meski begitu, halaman dari gedung itu sangatlah luas. Membuatku sedikit kehabisan napas kala berlari.Saat melewati seorang sekuriti yang berjaga di depan pintu lobi, aku langsung membungkuk dan langsung berlari. Kulirik jam di lobi dan aku sedikit terhenyak, aku terlambat. Kutempelkan kartu anggotaku dan segera melewati mesin scan. Beruntungnya diriku ketika pintu lift terbuka. Dengan segera, aku langsung memasukinya.Hanya ada seorang karyawan yang saat ini sedang bersamaku. Nampaknya, ia tidak terburu-buru sepertiku, maklum ini adalah jam makan siang. Lift menunjukkan lantai delapan, lantai yang hendak kudatangi. Lantai delapan adalah tempat auditorium berada. Aku tertegun ketika meliha