Xander meringkuk, bocah sembilan tahun itu makin merapatkan tubuhnya ke pojok bawah meja ketika teriakan Charlotte makin menggema—bahkan sampai masuk ke ruang penyimpanan wine ayahnya. Padahal ruang bawah tanah ini terletak di bagian paling ujung sayap kanan mansion, Xander harus menuruni tangga-tangga kayu tua sebelum masuk ke pintu besar dari kayu berisi rak-rak ratusan wine berusia puluhan sampai ratusan tahun.
"Bocah pintar itu benar-benar masuk kesini?"
"Iya, Nyonya. Saya sudah memeriksanya lewat CCTV."
Suara samar-samar Charlotte dan bodyguard terdengar dari balik pintu.
Xander makin beringsut ke pojok mendengar suara ibunya yang makin dekat. Apalagi, lima detik setelahnya pintu besar itu terbuka keras—suaranya yang menghantam dinding mengejutkan Xander. Dari kolong meja, Xander melihat 
"Ini sangat jauh dari bayanganku."Sambil merapikan jas abu-abu Xander, Crystal mendongak ke arah Xander yang tersenyum hangat padanya. "Maksudmu?""Menikah denganmu ... aku pernah beberapa kali membayangkannya. Terasa seperti mimpi bodoh yang mustahil." Suara Xander terdengar lembut, senada dengan genggaman di pergelangan tangan Crystal. "Aku pikir aku akan menikahi putri manja yang tidak bisa memakai bajunya sendiri. Sekarang kau malah yang memilihkan pakaianku, memakaikannya.""Kau terlalu meremehkanku, Mr. Leonard." Crystal mengerucutkan bibir. "Di mana tempat dasimu? Aku tidak bisa menemukannya satu pun.""Tidak ada. Aku tidak suka memakai dasi." Lelaki itu mendaratkan ciuman cepat dan keras di kening Crystal, lalu menghampiri laci yang menyimpan kumpulan arloji—mengamati penuh pertimbangan.Crystal tersenyum, memperhatikan Xander yang terlihat menawan dalam balutan celana
Barcelona—SPAIN | 01:02 AM"Nice car. Sayang sekali kecepatannya payah." Crystal mengamati Xander yang mengemudikanBugatti La Voiture Noirehitam metalik melewati gerbang besar mansion Leonard, setelah Xander menolak untuk menginap.Xander menoleh, satu alisnya naik. "Payah?""Apa aku salah? Atau ... jangan-jangan pengemudinya yang payah?"Xander tidak menjawab, kembali menghadap ke depan, tapi Crystal melihat lelaki itu menekan tombol yang ada di roda kemudi. "Tutup semua jalan yang akan aku lalui menuju bandara. Sekarang.""Copy that, Sir!"Suara Samuel Lee menggema di dalam mobil, lalu panggilan terputus dengan cepat."Bandara? Kenapa Bandara? Katamu, kita akan pulang?""Benar, pulang. Pulang ke rumah," jawab Xander misterius."Rumah?"
ELYSIUM'S Mansion. Yonkers, New York City—USA | 09:18 PM Eurocopter Mercedes-Benz EC145 yang mereka naiki mendarat di atas helipad mansion Elysium. Tanpa menunggu Samuel membukakan pintu, Crystal keluar lebih dulu—sengaja meninggalkan Xander di belakang. Di seberang halaman, Xander melihat Theodore dan Lilya di dekat lapangan mini golf sedang meneguk wine. Kening mereka mengernyit ketika berjalan menghampiri Xander.Xander mengerang rendah, bergegas menyusul Crystal."Princess ... we need to talk," panggil Xander yang tidak digubris.Bukan hanya sekarang, tetapi nyaris sepanjang perjalanan Xander sadar Crystal mengabaikannya. Crystal memang tersenyum, tetapi ia sama sekali tidak menanggapi ucapan Xander, lebih memilih berbicara dengan Samuel atau menghadap ke jendela.This is nightmare. Mana
Rasanya aneh berjalan memasuki pintu masuk Inquireta diikuti lima bodyguard, apalagi salah satunya lebih cocok menjadi model Calvin Klein. Crystal membuka jelly sunglasses pinknya, melirik sekilas pada Samuel yang berjalan di sampingnya.Samuel mengenakan setelan hitam dengan kemeja putih dan kacamata aviator hitam. Sementara earpiece di telinganya membuatnya makin tampak keren. Tidak heran jika para pegawai yang biasanya hanya akan mengangguk hormat pada Crystal, kini mencuri-curi kesempatan melihat Samuel. Lobby juga jadi terasa lebih ramai.Crystal melangkah menuju elevator khusus, sementara Samuel menyusul. Satu bodyguard kulit hitam mengikuti mereka—sementara tiga lainnya menunggu di depan."Selain menjagaku, apa lagi tugasmu?" tanya Crystal saat elevator bergerak naik.Samuel menunduk hormat. "Melakuk
ELYSIUM'S Mansion. Yonkers, New York City—USA | 08:11 AMXander tidak tahu sudah seberapa lama ia menopang kepala sambil memandangi Crystal. Ia sudah terbangun bersamaan dengan matahari terbit, merasa segar walaupun sudah menghabiskan waktu berjam-jam dalam keadaan terjaga. Merasakan kebahagiaan hanya karena mengawali hari dengan perempuan ini di ranjangnya.Istrinya. Miliknya. Crystal selalu tampak cantik, terlebih ketika ia hanya diselimuti selimut tebal dengan rambut acak-acakan dan pipi kemerahan.Suara getaran ponsel di atas nakas menginterupsi. Xander mengabaikannya—tidak ingin diganggu. Lagi pula ini weekend, dan menatap wajah tertidur Crystal jauh lebih menarik dari apa pun. Namun, getarannya berhenti, ponsel itu bergetar lagi.Xander mengerang, meraih ponselnya untuk melihat siapa yang menelpon. Samuel."Jika ini bukan
“Hei, Princess ... wake up." Panggilan dan usapan Xander membangunkan Crystal dari tidurnya. Sambil mengerjap, Crystal perlahan-lahan menyadari cahaya matahari yang bersinar terang lewat jendela. Ada bantal di bawah kepalanya dan selimut hangat yang menyelubungi tubuhnya yang telanjang.Jemari Xander membelai puncak kepalanya. "Princess....""Not again, Leonard," erang Crystal sambil menyurukkan wajahnya ke bantal, menekan kuat keinginan untuk meringkuk di pelukan lelaki itu. Tidak. Crystal belum mau bangun. Setelah siksaan manis yang Xander berikan, tubuhnya masih lemas. Lelah. Kebas. Crystal bahkan tidak yakin apakah ia masih bisa berjalan. Xander benar-benar kejam jika dia masih mau melanjutkan yang semalam. Ralat, tadi pagi. Crystal bahkan tidak yakin jam berapa mereka selesai.Namun, Xander menyurukkan hidungnya di lekukan leher Crystal. "Princess...."
diungkapkan, tapi itu menggangguku, Meng. Itu membuatku risau. Aku jadi bertanya-tanya: Apa kau memang tidak pernah memiliki perasaan lebih padanya? Apa hubungan kalian tidak pernah lebih dari persahabatan?" Crystal mendongak menatapnya. Kemarahannya terlihat jelas di tengah tangisnya. "Aku cemburu! Aku cemburu pada kalian! Kau puas?!" Hening. Xander terlalu terkejut untuk bisa berkata-kata, sementara Crystal kembali terisak. Seulas senyum samar menghiasi bibir Xander, lalu tanpa pikir panjang, ia menggandeng tangan Crystal. Menariknya melintasi ruangan tanpa memedulikan omelan Crystal. "Xander! Apa yang akan kau lakukan?" Xander tidak menjawab, terus menarik Crystal dan membawanya menuju sofa yang ditempati keluarga mereka dan berhenti tepat di sebelah sofa yang ditempati Aurora. Aurora menoleh, menatap Crystal khawatir melihat air mata di wajahnya. Bukan hanya Aurora, tapi nyaris semua anggota k
Tidak ada hukuman. Semua hal yang sudah Xander pikirkan terpaksa batal. Leonidas sialan. Xander seribu persen yakin, akal licik Xavier yang membuat pria itu meninggalkan Axelion di sini. Seringaian yang Xavier berikan sebelum helicopternya mengudara, sudah menjelaskan semuanya.Dengan wajah masam, Xander berjalan memasuki pintu kamarnya dan Crystal. Lampu utama kamar sudah dimatikan, hanya tersisa lampu tidur dengan pencahayaan remang-remang. Namun, melihat wajah ceria Axelion dan Crystal yang sedang bergelung di ranjang, membuat rasa kesal Xander perlahan hilang. Axelion berbaring tepat di tengah-tengah sambil menatap Crystal. Sementara Crystal juga berbaring miring menatap Axelion dengan lengan menyangga kepala.Lalu, seakan baru menyadari kedatangan Xander, Crystal menoleh, menatapnya terkejut. "Astaga! Monsternya datang! Kita harus cepat-cepat sembunyi, Little lion!" Xander mengernyit. "
“Do you think this is the end? Poor of your delusional heart, Asshole. I’ll be back and show you the real nightmare. I swear!” – Persephone.FALLING for THE BEAST | EPILOGX A N D E R TYGERWELL’s Hidden Quarters, Rome—Italy Hanya butuh beberapa detik bagi Xander melewati sistem keamaan bunker Tygerwell dengan mudah. Membiarkan alat-alat canggih itu menganalisis dan mencocokkan profilnya dengan database secara otomatis.Suara ‘AUTHORIZED’ dan ‘WELCOME ELYSIUM’ dengan aksen robotik bergema di sepanjang lorong—sebelum dinding besi di ujung lorong itu terbuka. Sebuah ruanga
Crystal menggeleng pelan, terkekeh. Tubuhnya membeku. Pandangannya mengarah pada Aiden yang mendekat. Selama ini ternyata dia bekerja sama dengan Lukas.“Pengkhianat!” Lilya menggeram—menatap Rhysand dengan tatapan seganas binatang. “Berengsek kau, Rhysand!” Theodore tidak berbeda jauh, bersama Samuel, ia mengawasi sekitar lewat lirikan mata. Mencoba mencari-cari celah. Sialan. Mereka terjebak, walau bagaimana pun mereka kalah jumlah.Rhysand menyeringai, ia menggeser posisi ke sebelah Lukas, menggantikan posisi Aiden, sementara lelaki itu berhenti sepuluh kaki dari Crystal. Sangat dekat—seakan bisa Crystal raih dengan mudah. Aidennya. Lelaki yang pernah sangat ia cintai dan sekarang ia benci setengah mati.Aiden masih sangat tampan seperti yang terakhir Crystal ingat. Wajahnya memang sedikit lebih cekung, lelah juga membayangi bawah matanya. Namun, tatapan lelaki itu masih sama&mdas
“Aiden....?” Dengan kaki lunglai, Crystal melepaskan diri dari Rhysand. Namun, tidak sedikit pun pandangannya lepas. “What do you mean?” “Sama seperti keterlibatan Mr. Leonidas dengan kecelakaannya. Aku mendapatkan misi dari Mr. Leonidas utuk melakukannya.” Xavier. Tuan Rhysand adalah Xavier. Entah apa yang melatar belakangi kontrak mereka hingga lelaki ini sangat setia—Rhysand bahkan nyaris tidak pernah menyebut nama Kakaknya. Napas Crystal tersekat dalam satu detakan jantung, dia memang pernah menduga Xavier terlibat dengan kecelakaan Aiden, tapi mendengar fakta itu sendiri membuat jantungnya terasa sesak.Angeline benar, mungkin kematian Xander memang karma untuk mereka. Untuknya.Mata Crystal terasa terbakar. “Kau membunuh Aiden?”Rhysand menggeleng. “Setelah mengetahui apa yang sudah Aiden lakukan padamu, Mr.
ELYSIUM’s Mansion, Yonkers, New York City—USA | 07:15 PM “Aku akan mengumumkan kematian Xander tujuh hari dari sekarang.” Suara dingin Ares Rikkard Leonard memecah suasana makan malam yang hening. Semua orang di meja makan itu; Crystal, Javier, Anggy, Charlotte, Xavier, Aurora, Lilya, Quinn dan Andres—langsung menghentikan kegiatan makan mereka. Charlotte bahkan terang-terangan menatap Rikkard tidak percaya, sedangkan Crystal hanya diam—menatap piring makannya. “Setelah itu aku akan melakukan pemilihan CEO dan pewaris Leonard.”“What did you say?!” Charlotte mendesis rendah. “Anak kita belum ditemukan, dan yang kau pikirkan hanya—““Kau suka atau tidak, aku butuh pewaris. Leonard butuh pewaris. Karena itu pengumuman kematiannya diperlukan. Apa masalahnya? Bukankah kita juga sudah melarungkan bunga unt
Hari-hari berganti dengan samar.Setelah tertidur hari itu, Crystal mengalami demam tinggi, kondisinya juga tidak kunjung membaik bahkan setelah lewat seminggu. Selama itu pula tidak ada informasi berarti terkait private jet Xander. Hanya ada info rute beserta titik radar terakhir sebelum pesawat itu menghilang. Dari rekaman komunikasi Pilot dengan Air traffic Controller yang terakhir, juga tidak ditemukan tanda-tanda pesawat itu mengalami masalah. Jejaknya bersih, seakan private jet itu menghilang begitu saja.Nyaris semua headline berita dipenuhi kecelakaan pesawat pewaris Leonard, beberapa ahli bahkan memprediksi pesawat itu terjatuh karena turbulance mesin akibat cuaca buruk. Karena itu, pencarian dilakukan dengan menyisir di sekitar titik terakhir keberadaan pesawat di radar, berusaha mencari titik terang.Crystal berharap sebaliknya. Sedikit pun, ia tidak berharap bang
ELYSIUM’s Mansion, Yonkers, New York City—USA | 11:55 PM Xander masih belum datang.Crystal melirik jam dinding dan pintu bergantian. Hari ulang tahunnya hanya bersisa beberapa menit lagi, lilin yang Crystal nyalakan di meja makan juga sudah terbakar separuh. Namun, belum ada tanda-tanda kemunculan lelaki itu. Kegelisahan mulai memenuhi Crystal hingga jemarinya berkali-kali gemetar.Where are you?Satu pesan lagi Crystal kirimkan ke ponsel Xander. Namun, tetap tidak ada jawaban. Padahal itu cara komunikasi satu-satunya setelah Xander memutuskan koneksi micro chip mereka. Sialan. Jika lelaki itu berniat muncul di detik-detik terakhir sembari mengatakan ‘Am I late, Princess?’ dengan cengiran khasnya—maka lelaki itu akan mati. Crystal tidak akan me
TYGERWELL DOME, Yonkers, New York City—USA | 04:05 PM “Get up!” Napas Crystal terengah, ia terbaring di atas lantai keras dengan kulit dibasahi keringat. Jemarinya bahkan gemetar parah. Crystal baru saja menutupi wajahnya dengan sebelah lengan ketika Theodore melangkah mendekat. “Kau kesakitan karena cara memukulmu salah. Telunjuk dan jari tengah—itu harusnya yang menjadi tumpuanmu,” ucap Theodore, matanya menunjuk memar-memar di telapak tangan Crystal.“Kita sudah berlatih seharian! Bagaimana aku bisa memikirkan itu?!”“Kau pikir tidak akan ada kemungkinan pertarungan sebenarnya berakhir lebih lama dari ini?” Theodore mengulurkan tangannya untuk membantu Crystal bangun, menunjukkan sedikit kebaikan hati setelah melatih Crystal bak pembunuh berdarah dingin—persis seperti yang dikatakan Xander.
ELYSIUMs Mansion, Yonkers, New York City—USA | 11:57 PM “Theo, aku memintamu menjaga Crystal.” Xander berkata di depan perapian, tepat di tengah malam yang pekat. Di sekitarnya, Theodore, Rex, Lilya—bahkan Samuel sudah berkumpul. Theodore bersandar di salah satu dinding, Samuel berdiri tegap di samping Rex, sementara Lilya duduk di sofa bersama Crystal. Setelah apa yang terjadi hari ini, kaki Crystal masih terasa lumpuh. “Buat semua agent bayanganku menjaganya juga. Untuk Samuel, kembalikan dia ke markas Tygerwell.”Crystal terbelalak. “Ini bukan salah Samuel. Tidak mau. Aku tidak mau berganti penjaga!”“Kau harus.”“Sam tidak salah!”“Benar, itu kesalahan tuan Putri kita yang terlalu naif.” Sekalipun perkataan Lilya benar, Crystal tetap menatap kes
LEONARD Center, New York—USA | 12:14 AM “Akan lebih baik jika pemilihan CEO Leonard yang baru dilakukan secara terbuka. Tanpa ditunjuk—semuanya bebas mencalonkan diri dengan persetujuan dewan direksi sekalian.” Suara berat dan rendah Liam Leonard memenuhi ruang rapat besar pimpinan sekaligus dewan direksi Leonard. Lelaki tiga puluh tahun bermata coklat, tubuh tegap dengan jambang tipis itu duduk di sisi kursi sebelah kanan, bersebelahan dengan Lukas Leonard—yang terlihat tampan dengan setelan hitam resmi.Penampilan Lukas tidak berbeda jauh darinya, kecuali tubuh tegap yang lebih besar khas lelaki Italia dan wajah yang lebih tua. Xander sendiri duduk di sisi sebelah kiri, tepat di sebelah Ares Rikkard Leonard yang kursinya berada di tempat terujung meja. Pusat dari semuanya.Suara deheman mengudara, diikuti tatapan memicing Rikkard. “Apa kau sedang