Aaron berdiri seraya memejamkan matanya melihat kereta yang keluar begitu saja dari gerbang kediaman Duke. Rasa penasaran menyeruak di hatinya, ia begitu ingin tahu ada apa dengan Wiliams. Sewaktu datang ke sini, wajahnya biasa-biasa saja, ya dia meyakini wajah patung es itu, seperti ayahnya."Aaron!" Duke Charles menuruni anak tangga itu tergesa-gesa, ia mencari keberadaan putranya."Iya, Ayah." Sahut Aaron seraya memutar tubuhnya karena menerima panggilan sang ayah. "Ada apa Ayah?" tanya Aaron. Lagi-lagi ia di buat keheranan melihat wajah sang ayah, tadi temannya dan sekarang ayahnya. Apa jangan-jangan ayahnya melakukan sesuatu pada Wiliams."Ayah, apa ayah bertemu dengan Wiliams?""Dimana dia?" tegas Duke Charles, ia ingin menanyakan keberadaan anak itu. Pikirannya linglung, ia sangat yakin anak itu ada hubungannya dengan Sofia."Sebenarnya ada apa Ayah?"Bukannya menjawab, Duke Charles malah menanyakan hal lainnya. "Kamu tahu di mana rumahnya.""Mana aku tahu, Ayah. Aku saja be
Tidak sampai di depan pintu perbatasan,Sofia menyingkapi gorden di sampingnya, mulutnya menganga melihat beberapa pengawal. "Apa itu pengawal dari kediaman Duke? aku harus melindungi kedua anak ku, ya harus." Gumam Sofia."Berhenti, kami ingin memeriksa sesuatu." Sofia semakin menegang, ia merapalkan seluruh doanya agar salah satu pengawal itu mengurungkan niatnya."Nia, kamu keluar cegah mereka, aku akan melakukan sesuatu agar mereka tidak mengenali ku," ucap Sofia yang di angguki oleh pelayan Nia. Wanita itu turun mencegah salah satu pengawal, kemudiaan berbicara dengan sang pengawal seraya melirik ke dalam kereta."Pelayan Nia," Sofia turun seraya menutupi sebagian wajahnya dengan sapu tangan. "Ada apa ya?"Sang pengawal itu pun menatap aneh ke arah wajah Sofia, dahinya di penuhi bintik-bintik merah. "Ada apa dengan wajah nona?""Saya terkena penyakit menular," ujarnya seraya melirik pelayan Nia yang malah melongo. Dia mengkedipkan salah satu matanya dengan samar-samar."Ah, benar
"Tuan, di lantai atas ada dua kamar, satu kamar memiliki dua ranjang kecil, sepertinya di gunakan untuk anak kecil."Duke Charles memejamkan matanya, tangannya mengepal kuat di depan lukisan itu, jantungnya mengatup-ngatup meminta keluar. Dia memutar tubuhnya dan langsung berlari, ia memasuki satu kamar yang ia yakini kamar Sofia. Seprai berwarna biru dengan motif bunga tulip, gorden berwarna biru dengan motif bunga mawar putih.Di usap air matanya menggunakan lengan kanannya, hingga kemeja berwarna merah itu basah. Bunga nawar yang masih segar, sepertinya baru di ganti.brakTangan kanannya meninju rak kecil, di bawahnya berjejeran buku-buku yang rapi.ArghMeluapkan amarah dan kerinduan yang bercampur aduk. Matanya menatap sekeliling ruangan itu, lukisan Sofia dan dua anak menghiasi dinding ruangan itu."Sofia, kenapa kamu melakukannya? kamu bahagia bersama anak kita, sementara aku tidak." Duke Charles mendorong vas bunga itu sampai jatuh ke lantai. Vas bunga itu pecah dan air d
Kimberly merasa aneh, ia menoleh ke bawah. Melihat Aaron yang diam dan berdiri. Biasanya dimana ada Aaron, pasti ada Duke Charles, tapi kenapa ia tidak melihat Duke Charles.Kimberly kembali turun untuk menanyakan keberadaan Duke Charles. "Aaron!" Kimberly menghentikan langkah anak kecil yang melangkah menuju ke luar.Aaron, si bocah itu menahan kesal. Jauh dari hatinya, ia rindu pada sang ibu, tapi ibunya tidak mau melihatnya, buat apa ia mengemis rindu dan kasih sayangnya, sedangkan ia terus menerus di tekan menjadi kuat dan kuat, harus pintar, harus menjadi kebanggan Duke Charles. Kadang ia ingin meminta pada Tuhan, kenapa harus di lahirkan tanpa kasih sayang ibunya. Dengan hati dongkol, ia menoleh, menarik nafasnya untuk membuang kekesalannya."Iya Ibu,""Dimana Duke?"Dia saja tidak tahu, apa lagi ibunya yang tiap hari keluyuran dan keluyuran, malah sibuk bersenang-senang. "Aaron tidak tahu, tadi ayah keluar dan buru-buru."Kimberly menatap kesal. "Kamu gimana Aaron, sudah jelas
"Lion, bawa dia ke kamarnya dan perintahkan dua pengawal untuk menjaganya, pastikan wanita ini tidak bisa keluar tanpa seijin ku." Titah Duke Charles, Kesatria Lion memberikan hormat, lalu menarik tangan Kimberly."Duke, aku tidak ingin di kurung. Lepaskan aku!" Kimberly terus memberontak, namun usahanya sia-sia tenaganya tidak sebanding dengan tenaga Kesatria Lion."Lepaskan aku, aku bisa jalan sendiri!" Ketus Kimberly seraya menghentakkan lengannya dengan kasar. Kesatria Lion pun melepaskan lengannya dan berdiri bak patung.Dengan wajah dongkol, Kimberly menghentakkan kakinya, berjalan menjauhi Kesatria Lion.brakPintu bercat putih itu langsung tertutup rapat tepat di hadapan Kesatria Lion. Laki-laki berwajah gagah itu tak peduli, yang jelas, ia menjalankan perintah majikannya dengan benar. Matanya melirik ke kanan, menangkap sosok dua pengawal yang berjalan menghampirinya."Kalian pastikan, jangan sampai nyonya keluar selangkah pun.""Baik, Kesatria," jawab mereka serempak.Sedang
"Tidak Aaron, tunggulah di sini. Aku akan membawanya pulang. Anggaplah dia seperti ibu mu, Aaron."Aaron menunduk, ia tidak yakin jika Sofia mau dengannya atau mau menerimanya. la menarik satu sudut bibirnya. "Ayah, apa Ayah yakin Duchess akan menerima ku?"Duke Charles mengangguk antusias seraya menghapus air matanya kembali. "Dia wanita yang baik, dia akan menerima mu. Dia wanita penyayang, Aaron," ujar Duke Charles meyakinkan hati Aaron. Ia tahu, Aaron sangat ragu."Ibu ku sudah menyakitinya Ayah.""Bukan hanya ibu mu, tapi aku juga, maka dari itu, kita harus bersama agar Duchess mau menerima kita.""Ijinkan aku ikut dengan ayah, aku juga ingin lebih dekat dengan Wiliams dan Alice."Duke Charles berdiri, ia menyodorkan tangannya dan Aaron pun menerima uluran tangan itu. "Ayo ayah,"Kedua pun bersiap-siap, Aaron tampak semangat, namun semangat itu masih menyisakan kekhawatiran, Williams dan Alice, ia yakin setelah mengetahui identitasnya. Kedua saudaranya itu akan sulit menerimanya
Ke esokan harinya.Seperti hari-hari biasa, Sofia, Wiliams dan Alice sarapan bersama di selangi obrolan hangat. Selama bertahun-tahun hanya ada mereka, tidak ada sosok seorang ayah yang menjaga mereka. Sofia berusaha keras membuat putra dan putrinya tidak pernah kekurangan kasih sayang, tiap akhir pekan. Mereka akan berkumpul bersama, menciptakan sebuah kenangan, duduk di santai beralas kain di atas rumput, memandang hamparan bunga di temani dengan roti dan selai, serta camilan lainnya."Ibu, Williams dan Alice keluar, kami akan berkunjung ke rumah Viscountess Letizia.""Kalian akan mengunjungi putri Viscountess Letizia.""Iya,""Ya sudah, ibu akan ke toko. Kalian hati-hati ya sayang," Sofia mengucap dahi Alice dan Williams. Kemudian keluar di ekori oleh pelayan Nia."Kak, apa Duke akan mengejar kita ke sini?"Williams menaikkan kedua bahunya. "Mungkin, tapi kita tak perlu takut pada mereka. Sudah cukup penderitaan ibu, apa kamu merindukannya?"Alice diam, setiap harinya ia memang m
Malam harinya,Duke Charles dan Aaron di sambut dengan hangat di ruang makan itu. Kaisar Kairo begitu senang dengan sikap dinginnya Duke Charles dan tegasnya Duke Charles. Hal itu ilah yang paling dia sukai. Selesai makan malam, Duke Charles berdiri di depan jendela ruangan itu, ruangan tamu yang khusus untuknya. Sedangkan kamar Aaron berada di samping kamarnya, namun anak itu ingin tidur dengannya. Entahlah, mungkin karena merasa kurang nyaman."Sofia, bagaimana kabar mu? apa kamu masih mengingat ku. Ah iya, kamu pasti mengingat semua keburukan ku, kan."Duke Charles memijat pelipisnya, air matanya keluar merambat di pipinya. Ia begitu merasa kehilangan Sofia, seandainya ia bisa memutar waktu, ia akan mengatakan lebih dulu dan tidak melakukan hal bodoh."Baginda."Kaisar Kairo tersenyum, "Duduklah, Yang Mulia Duke." Kaisar Kairo menyodorkan sebuah Document. "Ini informasinya," ucapnya.Duke Charles membuka satu Ducument itu, mata dan bibirnya bergerak secara bersamaan, membaca setia
"Baginda," seru sang Kesatria.EhemKaisar Kairo berderhem, "Besok, aku mau ke kota, tapi tidak berpakaian formal, seperti rakyat biasa."Sang Kesatria malah melongo, semenjak kapan Kaisar Kairo berbicara panjang dan lebar. Laki-laki yang begitu dingin, super irit bicara pada istrinya. Kini berbicara panjang padanya."Kesatria Giovano!" sentak Kaisar Kairo."I-iya Baginda. Apa kamu mendengarkan ucapan ku?""I-iya Baginda, cepat siapkan dan lukisan Alice dan simpan di laci. Jangan sampai para istri ku tahu, o iya malam ini jadwal ku dengan siapa?""Selir Ketiga, Baginda," ujar Kesatria Giovano. Selama menikah dan menambah istri, Kaisar Kairo membuat sebuah jadwal dimana dia akan tinggal satu minggu dengan para istrinya secara bergelir, di mulai dari Permaisuri."Apa Baginda tertarik pada nona Alice?"Tanpa ragu sedikit pun. Kaisar Kairo tersenyum."Astagah!" Kesatria Giovano mengusap wajahnya secara kasar, majikannya tertarik pada anak yang baru berusia 6 tahun, mau taruh di mana waja
Malam harinya,Duke Charles dan Aaron di sambut dengan hangat di ruang makan itu. Kaisar Kairo begitu senang dengan sikap dinginnya Duke Charles dan tegasnya Duke Charles. Hal itu ilah yang paling dia sukai. Selesai makan malam, Duke Charles berdiri di depan jendela ruangan itu, ruangan tamu yang khusus untuknya. Sedangkan kamar Aaron berada di samping kamarnya, namun anak itu ingin tidur dengannya. Entahlah, mungkin karena merasa kurang nyaman."Sofia, bagaimana kabar mu? apa kamu masih mengingat ku. Ah iya, kamu pasti mengingat semua keburukan ku, kan."Duke Charles memijat pelipisnya, air matanya keluar merambat di pipinya. Ia begitu merasa kehilangan Sofia, seandainya ia bisa memutar waktu, ia akan mengatakan lebih dulu dan tidak melakukan hal bodoh."Baginda."Kaisar Kairo tersenyum, "Duduklah, Yang Mulia Duke." Kaisar Kairo menyodorkan sebuah Document. "Ini informasinya," ucapnya.Duke Charles membuka satu Ducument itu, mata dan bibirnya bergerak secara bersamaan, membaca setia
Ke esokan harinya.Seperti hari-hari biasa, Sofia, Wiliams dan Alice sarapan bersama di selangi obrolan hangat. Selama bertahun-tahun hanya ada mereka, tidak ada sosok seorang ayah yang menjaga mereka. Sofia berusaha keras membuat putra dan putrinya tidak pernah kekurangan kasih sayang, tiap akhir pekan. Mereka akan berkumpul bersama, menciptakan sebuah kenangan, duduk di santai beralas kain di atas rumput, memandang hamparan bunga di temani dengan roti dan selai, serta camilan lainnya."Ibu, Williams dan Alice keluar, kami akan berkunjung ke rumah Viscountess Letizia.""Kalian akan mengunjungi putri Viscountess Letizia.""Iya,""Ya sudah, ibu akan ke toko. Kalian hati-hati ya sayang," Sofia mengucap dahi Alice dan Williams. Kemudian keluar di ekori oleh pelayan Nia."Kak, apa Duke akan mengejar kita ke sini?"Williams menaikkan kedua bahunya. "Mungkin, tapi kita tak perlu takut pada mereka. Sudah cukup penderitaan ibu, apa kamu merindukannya?"Alice diam, setiap harinya ia memang m
"Tidak Aaron, tunggulah di sini. Aku akan membawanya pulang. Anggaplah dia seperti ibu mu, Aaron."Aaron menunduk, ia tidak yakin jika Sofia mau dengannya atau mau menerimanya. la menarik satu sudut bibirnya. "Ayah, apa Ayah yakin Duchess akan menerima ku?"Duke Charles mengangguk antusias seraya menghapus air matanya kembali. "Dia wanita yang baik, dia akan menerima mu. Dia wanita penyayang, Aaron," ujar Duke Charles meyakinkan hati Aaron. Ia tahu, Aaron sangat ragu."Ibu ku sudah menyakitinya Ayah.""Bukan hanya ibu mu, tapi aku juga, maka dari itu, kita harus bersama agar Duchess mau menerima kita.""Ijinkan aku ikut dengan ayah, aku juga ingin lebih dekat dengan Wiliams dan Alice."Duke Charles berdiri, ia menyodorkan tangannya dan Aaron pun menerima uluran tangan itu. "Ayo ayah,"Kedua pun bersiap-siap, Aaron tampak semangat, namun semangat itu masih menyisakan kekhawatiran, Williams dan Alice, ia yakin setelah mengetahui identitasnya. Kedua saudaranya itu akan sulit menerimanya
"Lion, bawa dia ke kamarnya dan perintahkan dua pengawal untuk menjaganya, pastikan wanita ini tidak bisa keluar tanpa seijin ku." Titah Duke Charles, Kesatria Lion memberikan hormat, lalu menarik tangan Kimberly."Duke, aku tidak ingin di kurung. Lepaskan aku!" Kimberly terus memberontak, namun usahanya sia-sia tenaganya tidak sebanding dengan tenaga Kesatria Lion."Lepaskan aku, aku bisa jalan sendiri!" Ketus Kimberly seraya menghentakkan lengannya dengan kasar. Kesatria Lion pun melepaskan lengannya dan berdiri bak patung.Dengan wajah dongkol, Kimberly menghentakkan kakinya, berjalan menjauhi Kesatria Lion.brakPintu bercat putih itu langsung tertutup rapat tepat di hadapan Kesatria Lion. Laki-laki berwajah gagah itu tak peduli, yang jelas, ia menjalankan perintah majikannya dengan benar. Matanya melirik ke kanan, menangkap sosok dua pengawal yang berjalan menghampirinya."Kalian pastikan, jangan sampai nyonya keluar selangkah pun.""Baik, Kesatria," jawab mereka serempak.Sedang
Kimberly merasa aneh, ia menoleh ke bawah. Melihat Aaron yang diam dan berdiri. Biasanya dimana ada Aaron, pasti ada Duke Charles, tapi kenapa ia tidak melihat Duke Charles.Kimberly kembali turun untuk menanyakan keberadaan Duke Charles. "Aaron!" Kimberly menghentikan langkah anak kecil yang melangkah menuju ke luar.Aaron, si bocah itu menahan kesal. Jauh dari hatinya, ia rindu pada sang ibu, tapi ibunya tidak mau melihatnya, buat apa ia mengemis rindu dan kasih sayangnya, sedangkan ia terus menerus di tekan menjadi kuat dan kuat, harus pintar, harus menjadi kebanggan Duke Charles. Kadang ia ingin meminta pada Tuhan, kenapa harus di lahirkan tanpa kasih sayang ibunya. Dengan hati dongkol, ia menoleh, menarik nafasnya untuk membuang kekesalannya."Iya Ibu,""Dimana Duke?"Dia saja tidak tahu, apa lagi ibunya yang tiap hari keluyuran dan keluyuran, malah sibuk bersenang-senang. "Aaron tidak tahu, tadi ayah keluar dan buru-buru."Kimberly menatap kesal. "Kamu gimana Aaron, sudah jelas
"Tuan, di lantai atas ada dua kamar, satu kamar memiliki dua ranjang kecil, sepertinya di gunakan untuk anak kecil."Duke Charles memejamkan matanya, tangannya mengepal kuat di depan lukisan itu, jantungnya mengatup-ngatup meminta keluar. Dia memutar tubuhnya dan langsung berlari, ia memasuki satu kamar yang ia yakini kamar Sofia. Seprai berwarna biru dengan motif bunga tulip, gorden berwarna biru dengan motif bunga mawar putih.Di usap air matanya menggunakan lengan kanannya, hingga kemeja berwarna merah itu basah. Bunga nawar yang masih segar, sepertinya baru di ganti.brakTangan kanannya meninju rak kecil, di bawahnya berjejeran buku-buku yang rapi.ArghMeluapkan amarah dan kerinduan yang bercampur aduk. Matanya menatap sekeliling ruangan itu, lukisan Sofia dan dua anak menghiasi dinding ruangan itu."Sofia, kenapa kamu melakukannya? kamu bahagia bersama anak kita, sementara aku tidak." Duke Charles mendorong vas bunga itu sampai jatuh ke lantai. Vas bunga itu pecah dan air d
Tidak sampai di depan pintu perbatasan,Sofia menyingkapi gorden di sampingnya, mulutnya menganga melihat beberapa pengawal. "Apa itu pengawal dari kediaman Duke? aku harus melindungi kedua anak ku, ya harus." Gumam Sofia."Berhenti, kami ingin memeriksa sesuatu." Sofia semakin menegang, ia merapalkan seluruh doanya agar salah satu pengawal itu mengurungkan niatnya."Nia, kamu keluar cegah mereka, aku akan melakukan sesuatu agar mereka tidak mengenali ku," ucap Sofia yang di angguki oleh pelayan Nia. Wanita itu turun mencegah salah satu pengawal, kemudiaan berbicara dengan sang pengawal seraya melirik ke dalam kereta."Pelayan Nia," Sofia turun seraya menutupi sebagian wajahnya dengan sapu tangan. "Ada apa ya?"Sang pengawal itu pun menatap aneh ke arah wajah Sofia, dahinya di penuhi bintik-bintik merah. "Ada apa dengan wajah nona?""Saya terkena penyakit menular," ujarnya seraya melirik pelayan Nia yang malah melongo. Dia mengkedipkan salah satu matanya dengan samar-samar."Ah, benar
Aaron berdiri seraya memejamkan matanya melihat kereta yang keluar begitu saja dari gerbang kediaman Duke. Rasa penasaran menyeruak di hatinya, ia begitu ingin tahu ada apa dengan Wiliams. Sewaktu datang ke sini, wajahnya biasa-biasa saja, ya dia meyakini wajah patung es itu, seperti ayahnya."Aaron!" Duke Charles menuruni anak tangga itu tergesa-gesa, ia mencari keberadaan putranya."Iya, Ayah." Sahut Aaron seraya memutar tubuhnya karena menerima panggilan sang ayah. "Ada apa Ayah?" tanya Aaron. Lagi-lagi ia di buat keheranan melihat wajah sang ayah, tadi temannya dan sekarang ayahnya. Apa jangan-jangan ayahnya melakukan sesuatu pada Wiliams."Ayah, apa ayah bertemu dengan Wiliams?""Dimana dia?" tegas Duke Charles, ia ingin menanyakan keberadaan anak itu. Pikirannya linglung, ia sangat yakin anak itu ada hubungannya dengan Sofia."Sebenarnya ada apa Ayah?"Bukannya menjawab, Duke Charles malah menanyakan hal lainnya. "Kamu tahu di mana rumahnya.""Mana aku tahu, Ayah. Aku saja be