Mansa datang dengan perasaan emosi yang tak terkendali karena melihat kondisi Mike saat ini.
Insting pria itu berkata bahwa anak ini berbahaya. Tergerak oleh insting dari pengalaman yang sudah bertahun-tahun, pria itu bermasud menodongkan pistolnya ke arah Mansa. Alih-alih membunuh Mike, saat ini dia tegerak untuk segera membunuh Mansa. Tapi Mike yang menyadari itu, berusaha menahan tangan pria tersebut.
Api yang tadinya begitu enggan tumbuh tiba-tiba membesar. Pria itu semakin panik karena isntingnya selalu memberikan sinyal bahaya. Diapun menembakkan pistol itu ke arah Mike karena Mike tidak juga mau melepaskannya.
“Dor!!” pria itu menarik pelatuk pistolnya.
Mansa dan Agus membantu Mike masuk ke dalam mobilnya, sementara pintu toko masih dibiarkan terbuka. Anehnya, Mike malah bersikeras untuk duduk di bangku kemudi. “Mike?!” seru Agus khawatir. “Tidak apa-apa. Kamu di sini saja jaga toko.” “Aku yakin masih bisa. Biar Mansa yang menemaniku.” Mike masuk dan menutup pintunya meski Agus masih berdiri di situ tampak ragu. Setelah duduk, Mike menyetting tujuan kendaraan dan rute yang akan mereka tempuh. “Oh, Self-Driving Mode” gumam Agus begitu tahu apa yang sedang dilakukan Mike di mobil. Agus memang tahu sebenarnya Mike masih bisa menyetir meski agak ragu juga. Tapi kalau dengan bantuan mode auto pilot seperti itu, setidaknya Mike mungkin tidak terlalu terbebani. “Kalau ragu, telepon saja salah seorang yang di Pattimura untuk ke sini menemanimu Gus” Agus hanya mangangguk mengacungi jempol dan sesaat kemudian berlari membukakan pagar. Mungkin dengan mode auto pilot mereka tidak
Kawasan ini dulu sebagian besarnya adalah hutan belantara masih bagian dari Bukit Barisan Sumatera. Tapi beberapa tahun belakangan, tempat itu lumayan berpenghuni karena sudah ada beberapa orang bermukim di kawasan tersebut. Apa lagi sejak berdirinya industri Hassan Pharmaceutical di tempat itu. Setelah berjalan sekitar lima menit, Mansa menyeberang ke sisi lain jalan. Rani nampak berdiri di pinggir jalan menantikannya datang. “Jadi di sini rumah makannya?” tanya Mansa. “Oh, kamu tahu keluargaku punya rumah makan di sini?” “Tidak juga. Bukannya di Indarung?” tanya Mansa “Iya di bawah juga ada satu,” timpal Rani. “Mainlah dulu ke dalam,” ajak Rani mengundangnya. Halaman parkir rumah makan itu lumayan luas, justru terlihat jauh lebih luas dari ukuran rumah makannya. Nampak dua mobil L300 dan beberapa motor masih terparkir di situ. Tadi Mansa berpikir sudah mau tutup, tapi sepertinya di dalam masih ada pelanggan. Meski di
“Kamu besok ga sekolah?” tanya Mansa menjelang keluar.“Ujian sudah selesai juga,” jawab Rani.Tiba-tiba Dewi kembali menyelonong masuk ke pembicaraan mereka.“Oh, jadi bagaimana acara perpisahan itu? Jadi?” tanya Dewi pada Rani. “Entahlah,” jawab Rani singkat.“Aku bilang juga apa Rani. Bikin acaranya di sini saja,” Dewi memberi saran.“Ah, iya Mba’. Nanti Rani coba bicarakan sama yang lain.”“Mba’ saranin yaa...,”Namun tiba-tiba Dewi mendengar ada panggilan masuk dari Hpnya.“Sebentar, jangan pergi dulu,” katanya sebelum berbalik ingin menjawab telepon.Begitu Dewi selesai menutup teleponnya, tahu-tahu Mansa dan Rani sudah jauh berdiri di pinggir jalan. Setelah beberapa saat, terlihat dari jauh Mansa menyeberang dan Rani pun kembali masuk.“Eeeh, kok ditinggal gitu? Kan Mba minta...”“Iyaa Mba Dewi. Nanti Rani bilang ke yang lain,” potong Rani dengan ketus.“Kaya’nya Mba Dewi semangat banget ya menantikan Rani mengadakan pesta di sini.”Ketika masuk ke gerbang, Mansa melihat di HP-
Tak peduli ke mana arah perkembangan negeri ini, mau maju atau mundur, mau bobrok atau teratur, ada beberapa hal yang sepertinya tak akan hilang dalam kehidupan manusianya. Salah satunya adalah keberadaan Pasar Raya, pasar tradisional terbesar yang ada di kota Padang. Pasar Raya Padang sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Bahkan di era 80-90an pernah menjadi sentra perdagangan bagi masyarakat Sumatera Barat, dan juga dari provinsi sekitarnya seperti Riau dan Jambi. Jika Jepang memiliki Shibuya, maka kota Padang memiliki Pasar Rayanya. Pusat elektronik terbesar di sumatera, dari produk terbaru hingga barang-barang bekas yang tak lagi diproduksi massal, semua kebutuhan dapur, bahkan benang tujuh warna beserta kemenyan, dan segala kebutuhan perdukunanpun ada yang jual. Apa yang tak dijual di tempat lain, tak ditemukan di kota lain, bisa ditemukan di sini. Hampir semua bermuara dan berawal di sana. Produsen kelas kakap hingga petani kecil di daerah-daerah kabupa
> Mansa hanya diam dan terus mengikutinya dari belakang. Tentu saja Arif si anak jalanan yang merangkap jabatan sebagai pencopet itu tahu dia diikuti. Alih-alih mencari sasaran baru, sekarang dia sibuk untuk menghindari Mansa yang terus mengikutinya. Sampai pada sebuah gang Arif langsung berbalik dengan perasaan kesal dan emosi. “Sejak kapan Mike begitu peduli dengan urusan pencuri kecil seperti kami?” Bocah itu jelas sangat tidak senang dengan Mansa dan saat ini begitu kesulitan menahan kepalan tangannya di dalam kantong sweaternya. Namun dia tentu ingat apa yang terjadi dengan dirinya dan juga teman-temannya waktu itu ketika mereka mengeroyok Mansa. “Sudah kukatakan, aku bukan suruhan Mike” balas Mansa. “Aku hanya kebetulan lewat dan melihatmu. Maaf jika waktu itu aku terlalu berlebihan menghinamu. Tapi menurutku kamu tidaklah seburuk itu. Kenapa tidak mencoba cari hobi lain?” tutup Mansa menyarankan. “Jika kamu gegabah, bisa-bisa ka
Mansa menyadari anak jalanan itu kembali berjalan menuju reruntuhan bangunan tua bekas gempa di mana sebelumnya dia dikepung. Tapi setelah cukup lama dia berjalan, Mansa menyadari sepertinya ini sama sekali bukan perangkap seperti waktu itu. Lagipula Mansa sangat yakin anak jalanan yang diikutinya saat ini sama sekali tidak menyadari dirinya yang selalu menguntit dari belakang. Dia sama sekali tidak pernah menoleh ke belakang barang sekalipun sejak dari pasar tadi. Dari kejauhan Mansa melihat anak itu masuk ke dalam sebuah bangunan dua lantai yang kondisinya porak-poranda tak terurus. Diapun diam-diam mengikutinya dan itu cukup mudah karena sekarang ada cukup banyak pilihan untuknya menyelinap di balik puing-puing. Sesaat kemudian Mansa mendengar tangis dari seorang anak kecil, dan kemudian seorang wanita seperti sedang marah. “Sudah kubilang untuk tidak memberinya makanan dari hasil curianmu itu” hardik wanita tersebut. Sementara anak kecil yang tadi
Setelah kejadian malam itu, Mike menyadari kenaifan dirinya. Rasa percaya diri akan bakat serta kelebihan yang dimilikinya selama ini telah membuatnya lupa akan luasnya dunia ini. Dia tak pernah menyangka dirinya menjadi tak berdaya menghadapi seorang paruh baya yang hanya mengandalkan pengalaman. Tentu Mike juga tahu pria itu tidak hanya bermodal pengalaman, tapi dia tidak ingin terlalu berlebihan mengakui kehebatan orang lain hanya karena satu kekalahan itu. Walau bagaimanapun juga, itu cukup sukses menyadarkan Mike akan kenaifannya selama ini. Meski tahu seharusnya masih ada ruang untuknya berkembang, tapi selama ini dia telah terlalu nyaman. Sekarang dia seperti sedang menghukum dirinya sendiri sama persis seperti Mansa dulu menyiksa dirinya. “Waaa.., sulit juga ternyata,” serunya kelelahan di puncak tangga. “Jangan paksakan dirimu, Mike!” seru Mansa yang baru saja kembali sampai di puncak itu. “Kamu kan masih dalam masa pemuliahn” jelasnya.
Mansa merasa takut dia akan pingsan lagi. Hal itu membuatnya terlihat agak tegang karena khawatir. Ketegangan Mansa itu justru membuat Mike semakin khawatir. “Mansa, cobalah sedikit lebih rileks!” serunya. “Jika kamu tegang begitu, justru aku takut kamu akan semakin berlebihan nanti melakukannya.” Tanpa menyahut Mansa berusaha untuk serileks mungkin. Dia tahu untuk memaksa mengeluarkan tenaga dalam dengan teknik pernafasn itu, pada suatu titik dia memang harus sedikit memaksa tubuhnya dan kondisi menegangnya otot-otot adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari. Tapi sepertinya dengan menjaga pikirannya untuk tetap tenang mungkin bisa sedikit membantu agar dia tidak lagi melakukannya secara berlebihan. Di teras itu Mike duduk mengawasi Mansa. Dia tahu kondisinya tidak sedang prima, tapi dia ingin memahami apa yang salah dengan teknik pernafasan yang dilakukan Mansa. Dia terpaksa harus memaksimalkan fungsi matanya, bukan kemampuan untuk melihat dikegelapan, tapi