"Belum. Aku belum hamil lagi. Aku ke dokter hanya untuk konsultasi, karena selama ini haidku nggak lancar.""Terus ....""Sudah dilakukan pemeriksaan tadi. Alhamdulillah, semuanya baik-baik saja. Aku pikir bakal ada kejutan. Tapi waktu USG dokter bilang belum ada tanda-tanda kehamilan.""Apa mungkin belum terdeteksi?""Dua mingguan setelah berhubungan, sudah bisa mendeteksi hamil apa nggak. Mungkin tanda-tanda awal kehamilan belum muncul. Hanya saja setelah terjadi pembuahan dan implantasi embrio, kehamilan sudah bisa diketahui."Nency diam sejenak, lantas kembali memandang suaminya. "Kamu ingin kita segera punya anak, kan? Umur kita hampir 34 tahun."Roy tersenyum. "Tentu saja.""Aku ingin memiliki anak perempuan yang cantik. Rambutnya bisa kukepang, bisa kupakein model baju yang cantik-cantik. Jangan khawatir, aku akan memakaikan gamis lucu untuknya."Roy tertawa lirih mendengar ucapan istrinya. Perempuan pasti memimpikan lahirnya generasi penerus yang akan mewarisi kecantikannya. A
Fariq bercerita sekilas tentang percakapan dengan kakaknya Karina. Dan hal itu membuat Bu Salim makin merasa bersalah. Seandainya saja dulu tidak menyuruh Fariq menikah lagi, tentu keadaan tidak seburuk ini. Dan cobaan seperti ini datang dikala ia menunggu kelahiran cucu pertamanya."Aku hanya khawatir dengan ucapan Karina yang bilang tidak menyukai Jingga hamil anakku, Ma. Ucapannya bisa seperti ancaman. Dia perempuan yang nekat berbuat apa saja mengikutkan kata hatinya.""Sekarang kalau nggak penting, jangan ajak istrimu keluar rumah.""Ya. Nanti kalau Jingga terbangun, mama kasih tahu dia kabar ini.""Iya. Nanti Mama akan cerita padanya. Kamu hati-hati di jalan.""Makasih, Ma."Tepat setelah ponsel di matikan. Ada panggilan masuk dari nomer asing. Beberapa saat dibiarkan oleh Fariq. Namun akhirnya memutuskan untuk menjawabnya."Kenapa Mas Fariq menemui Mas Angga?" Suara terdengar melengking di seberang. Sebentar kemudian terdengar pintu di banting. Karina sedang marah. "Kalian piki
Aisyah hanya tersenyum sambil memandang Azam yang terlihat keheranan. Azam mengambil tas kakaknya dan menaruhnya di sela kakinya. "Zam, kamu letakkan tas Mbak di kamar ya. Jangan ketahuan siapa-siapa. Mbak mau pergi sebentar. Nggak lama kok, nanti Mbak langsung ke rumah ibu. Oh ya, di sana ada siapa saja?""Budhe sama bulek. Para tetangga juga pada bantuin sejak habis subuh tadi, Mbak."Aisyah lega. Ibunya tidak akan kerepotan, jika ia datang agak siangan."Mbak, mau ke mana sih?" Azam bingung dengan sikap sang kakak. "Terus Mas Yuda dan Jelita mana?""Oh, mereka sedang keluar. Nanti pulangnya langsung ke rumah ibu. Mbak ada urusan sebentar, Zam. Kamu pulang dulu aja, nanti Mbak kasih tahu kenapa Mbak bawa tas ini pulang. Masukkan tas Mbak ke kamar dan jangan sampai ada yang tahu!"Pemuda berusia dua puluh tahun itu mengangguk meski kebingungan. Kemudian ia melaju pergi dengan motor matic-nya. Sementara Aisyah kembali ke rumah untuk mengambil masker, motor sekalian helm dan jaket. Se
Namun ternyata Yuda berubah. Semula ia berpikir kalau itu hanya perasaannya saja yang terlalu sensitif dan curiga. Ternyata semakin hari, sikap Yuda memang tak lagi seperti biasanya. Dia tak lagi mengenali Yuda seperti yang sebelumnya."Nduk, kamu tinggal dulu kerjaanmu. Shalat Zhuhur, habis itu makan siang." Bu Khodijah mengingatkan sang putri yang termenung sambil membuat kue.Aisyah mengangguk. Tak terasa telah tengah hari. Wanita itu memandang ke arah jam dinding. Pukul 12.30. Tapi Yuda dan Jelita belum datang juga. Apakah mereka pulang ke rumah lebih dulu atau memang masih belum kembali dari bertemu Mahika?Dalam doanya sehabis shalat, Aisyah memasrahkan diri tentang rumah tangganya pada Allah. Dzat yang membolak-balikan hati manusia. Jika masih ada jodoh, semoga hubungan mereka membaik. Namun jika semua harus selesai, Aisyah ikhlas. Mungkin jodohnya dengan Yuda memang sesingkat itu.Menjelang jam dua sore Yuda dan Jelita baru datang. Bocah perempuan itu berlari ke dapur untuk me
Yuda merasa aneh dengan sikap Aisyah. Dia menyadari istrinya memang sedang kecewa. Namun tidak ada banyak waktu untuk mengajaknya bicara, karena Aisyah sendiri juga tergesa-gesa berganti pakaian seragam. Itu pun sambil sibuk menjawab pertanyaan Jelita."Pulang dari Nganjuk jam berapa nanti?""Belum tahu, Mas," jawab Aisyah sambil mengenakan jilbabnya.Jika belum pasti jam berapa istrinya pulang, ia terpaksa harus izin kerja setengah hari. Sebab Jelita tidak ada yang menemaninya di rumah."Ya udah, aku pulang dulu ya!" pamit Yuda sambil mengecup kening istrinya.Jelita mencium tangan bundanya kemudian Aisyah memeluknya cukup lama. Menciumi pipi lembut gadis kecil itu dengan perasaan sebak, lalu mengantarkan mereka hingga ke teras depan.Sampai di rumah, Yuda sangat sibuk mengurus Jelita. Gadis kecilnya juga mengomel karena Yuda tidak bisa memakaikan baju seragamnya dengan rapi seperti yang dilakukan Aisyah atau Nur. "Yah, rambutku berantakan lagi kan? Ayah, nggak pelan-pelan makein ba
"Aku juga melihat ada paper bag di mobilmu kemarin. Banyak sekali baju yang dibelikan Mbak Mahika, mungkin untukmu, untuk ibu, Jelita, dan bisa saja untuk Nur. Banyak sekali yang kamu rahasiakan dariku, Mas. Akhir-akhir ini Mas juga banyak berubah setelah hubungan kalian membaik." Aisyah mengeluarkan ponsel dari saku bajunya. Kemudian memperlihatkan sejumlah foto dan satu video yang sempat diambilnya waktu di rumah makan kemarin dan sukses membuat Yuda kaget. "Aku minta maaf jika aku selancang itu. Aku hanya ingin memastikan sebelum mengambil keputusan. Aku tahu kalian juga jalan-jalan dan berenang. Padahal Mas tahu kalau di rumah ibuku ada acara keluarga. Mas, memang nggak bisa bantuin di dapur, tapi setidaknya Mas ada di sini, karena kerabatku pada kumpul semua. Sengaja acara kirim doa ini sekalian untuk mengumpulkan para kerabat. Makanya sengaja dilaksanakan pada hari Minggu, supaya yang kerja kantoran bisa datang. Bukankah Mas sudah diajak bicara oleh ibu mengenai rencana ini seb
Bu Yekti dan Nur sudah pulang. Padahal mereka bilang akan pulang hari Sabtu nanti. Mereka juga tidak menelepon supaya di jemput di stasiun.Yuda termangu sejenak, kemudian membuka pintu mobil dan bergegas masuk rumah. "Assalamualaikum," sapa Yuda."Wa'alaikumsalam," jawab dua wanita dari dalam.Bu Yekti duduk di kursi ruang tengah, sedangkan Nur sedang menyapu lantai. Tangan wanita itu hendak diraih Yuda untuk dicium. Namun Bu Yekti menolak. Bahkan wajahnya yang lelah terlihat menyimpan amarah pada putranya. "Duduk!" perintah wanita berhijab cokelat itu pada Yuda."Mana Aisyah?""Dia ... ada di rumah ibunya, Bu.""Aisyah nggak akan kembali ke rumah ini. Ibu sudah tahu semuanya. Minggu pagi dia sudah menelepon ibu dan minta maaf kalau terpaksa harus meninggalkan rumah ini, termasuk meninggalkan kamu."Yuda terperanjat sambil menatap ibunya yang dikuasai emosi. Jadi hal inilah yang membuat sang ibu pulang lebih cepat dari rencana sebelumnya. Rupanya Aisyah sudah cerita pada mertuanya.
"Adikmu sudah mendapatkan pekerjaan di Jogja. Mulai minggu depan dia akan bekerja di sana. Mengenai hubunganmu dengan Aisyah, ibu nggak bisa membantu. Wanita itu terlalu baik untuk lelaki nggak tahu diri sepertimu. Cari cara sendiri jika kamu ingin berbaikan dengannya. Tapi jika kamu berpisah dan kembali bersama Mahika, pergilah dari sini. Ibu nggak sudi punya menantu yang tega merusak rumah tangga wanita lain. Ibu dan Nur nggak akan menerima barang dari perempuan itu." Selesai bicara Bu Yekti langsung bangkit dan melangkah ke belakang. Yuda masih duduk membeku di sofa sambil mengusap wajah. Ibu dan adiknya puas memakinya tanpa memberi kesempatan untuk dirinya membela diri dan mengakui kesalahan.Ya, memang beberapa kali ia bertemu Mahika karena wanita itu tiba-tiba saja sudah menunggunya di depan kantor. Ia mendengarkan penyesalan dan penderitaan Mahika ketika harus berpisah dengan bayinya. Mahika diasingkan di Jakarta hingga dua tahun lamanya. Wanita itu juga cerita padanya kalau p