"Adikmu sudah mendapatkan pekerjaan di Jogja. Mulai minggu depan dia akan bekerja di sana. Mengenai hubunganmu dengan Aisyah, ibu nggak bisa membantu. Wanita itu terlalu baik untuk lelaki nggak tahu diri sepertimu. Cari cara sendiri jika kamu ingin berbaikan dengannya. Tapi jika kamu berpisah dan kembali bersama Mahika, pergilah dari sini. Ibu nggak sudi punya menantu yang tega merusak rumah tangga wanita lain. Ibu dan Nur nggak akan menerima barang dari perempuan itu." Selesai bicara Bu Yekti langsung bangkit dan melangkah ke belakang. Yuda masih duduk membeku di sofa sambil mengusap wajah. Ibu dan adiknya puas memakinya tanpa memberi kesempatan untuk dirinya membela diri dan mengakui kesalahan.Ya, memang beberapa kali ia bertemu Mahika karena wanita itu tiba-tiba saja sudah menunggunya di depan kantor. Ia mendengarkan penyesalan dan penderitaan Mahika ketika harus berpisah dengan bayinya. Mahika diasingkan di Jakarta hingga dua tahun lamanya. Wanita itu juga cerita padanya kalau p
[Apa kabar, Aisyah?][Alhamdulillah, kabar baik, Mbak.][Aku sudah membicarakan dengan Mas Yuda kalau ingin memindahkan Jelita ke sekolah unggulan. Dan Mas Yuda sepertinya nggak keberatan. Ini demi Jelita, kan? Dia layak mendapatkan yang terbaik. Aku nanti yang akan mengurusi semuanya termasuk orang yang bisa ngantar jemput Jelita ke sekolah.][Aku ingin menebus kesalahanku. Aku menyesal telah meninggalkan mereka. Kuharap kamu paham.][Ya, saya terpaksa harus memahami jika kalian sering bertemu diam-diam dan membicarakan Jelita tanpa melibatkan saya. Saya sadar kok kalau saya hanya ibu sambung yang mungkin nggak penting, makanya nggak dihargai.][Hei, jangan marah, Aisyah. Aku lakukan semua ini juga atas persetujuan Mas Yuda. Bukankah sejak kecil Jelita di rawat sama ibu dan Nur? Kamu juga baru lima bulanan menikah dengan Mas Yuda, kan?][Maaf, saya nggak ingin berdebat atau menunjukkan siapa saya dan apa yang telah saya lakukan selama ini. Saya hanya ingin bertanya tentang satu hal s
Yuda masih berdiri di depan rumah sambil memandang bulan sabit di angkasa raya. Perasaannya sangat perih saat ingat kata perpisahan yang diucapkan oleh Aisyah. Apalagi ketika sampai di rumah, Jelita menangis minta di antarkan ke rumah bundanya. "Jelita mau bunda," teriaknya sambil marah. Untungnya berhasil dibujuk lalu anak itu bisa tidur.Ibu dan adiknya sama sekali tidak ingin bicara padanya. Hanya tatap kekecewaan yang tampak dari pandangannya. Sedangkan Aisyah sendiri sepertinya sudah mati rasa. Kehadirannya hanya dianggap sebagai pelarian saja. Tentu keluarga besarnya juga membenci pria pecundang seperti dirinya.Yuda duduk di luar hingga larut malam. Kenapa Mahika hadir lagi dalam hidupnya. Memporakporandakan rasa cintanya yang hampir ia kubur dalam-dalam. Kenapa rasa sakit itu sirna setelah mendengar penyesalannya? * * *"Tante, kenapa Bunda nggak pulang ke rumah kita lagi?" tanya Jelita ketika tengah dipakaikan sepatu oleh Nur pagi itu."Tanyakan ke Ayah, Lita. Tante Nur ngga
Dua bulan kemudian ....Setiap sentuhan itu mendapatkan balasan dari dalam. Tiap ia menekan pelan perut istrinya, bayi di dalam ganti memberikan tendangan. Bermain dengan permukaan perut Jingga yang membuncit telah menjadi kesenangan tersendiri bagi Fariq. Seolah segala rasa lelahnya seharian kerja di kantor hilang seketika.Kekacauan yang disebabkan oleh pesan-pesan Karina bisa ia lupakan setelah pulang ke rumah dan bertemu istrinya. Fariq tidak tahu sudah berapa nomer baru yang dipakai wanita itu untuk meneror dirinya. Setiap di blokir muncul nomer baru lagi, begitu seterusnya.Saat ini ia ingin menghabiskan malam bercanda dengan putranya sambil menghibur Jingga yang terlihat sebal karena dia baru pulang dari Surabaya. Fariq bilang akan pergi cuma satu hari, ternyata Fariq mesti menginap beberapa hari karena ada urusan penting dan baru bisa pulang hari ini.Kalau dia tidak di rumah, kasihan Jingga. Sang istri makin susah tidur semenjak kehamilannya masuk usia sembilan bulan. Ia kesu
Yuda mempercepat laju kendaraannya menuju sekolahan tempat Aisyah mengajar siang itu. Semoga saja dia belum pulang. Kabar yang disampaikan salah seorang temannya membuat pria itu terkejut sekaligus bingung. Padahal kemarin dia baru saja menerima akta cerainya dengan Aisyah. Tapi hari ini dia mendapati kenyataan lain yang membuat detak jantungnya berdetak sangat kencang. Mobil berhenti tidak jauh dari sekolahan yang sudah sepi. Emperan sebelah barat tempat biasa murid-murid menaruh sepeda sudah kosong. Beberapa ruangan kelas juga sudah di tutup. Hanya ruang guru yang masih terbuka. Tapi apa Aisyah yang kini sudah menjadi mantan istrinya itu masih di sana?Di tengah kegelisahannya, ia melihat Aisyah keluar dari kantor. Wanita itu memakai seragam korpri yang tampak sangat ketat di bagian pinggang. Bodohnya, beberapa kali bertemu di pengadilan kenapa ia tidak menyadari perubahan bentuk badan mantan istrinya.Yuda turun dari mobil lantas tergesa menghampiri Aisyah yang masih berdiri di s
"Aisyah, aku bawain seblak. Katanya kemarin kamu pengen makan seblak," kata Mbak Iin -anak perempuan Budhe Maryam- pada Aisyah yang baru saja keluar kamar habis shalat zhuhur siang itu. Sedangkan Mbak Iin masuk rumah lewat pintu samping."Makasih, Mbak. Bikin sendiri apa beli?" tanya Aisyah sambil menerima sebungkus seblak yang masih panas."Bikin sendiri, sekalian untuk takjil orang-orang yang kerja di sawah."Kedua perempuan itu melangkah ke ruang makan. Suasana rumah Aisyah masih sepi. Bu Khodijah habis shalat zhuhur tadi langsung ke sawah untuk mengirim makanan pada beberapa orang yang sedang menanam padi. Azam juga belum pulang dari kuliah.Mbak Iin memandang adik sepupunya yang tengah menikmati seblak dengan lahap. Hatinya nelangsa pada Aisyah. Wanita yang sedang hamil biasanya ingin dimanja, ada suami yang mendampingi dan selalu ada untuknya. Terlebih pada trimester pertama ketika sedang mabuk-mabuknya. Namun Aisyah menjalani kehamilannya sendirian, menghadapi perceraian, dikhi
Yuda masih berdiri di dekat jendela kamarnya. Memandang area persawahan yang gelap tanpa ada sinar rembulan. Di kejauhan tampak kelap-kelip lampu dari rumah warga desa. Di bagian sanalah rumah Aisyah berada. Mantan istri yang telah ditemuinya tadi siang. Sikap Aisyah tetap sopan meski terlihat sangat dingin. Dia juga tidak berniat memberitahu kehamilan itu padanya. Bahkan seperti tidak peduli ketika Yuda bertanya mengenai kandungannya. Apakah Aisyah memang sudah mati rasa terhadapnya?Dulu Jelita tidak pernah mendapatkan perhatian dari ibu kandungnya semenjak lahir. Dan sekarang, apa anak keduanya juga akan mengalami nasib yang sama? Lahir ketika dirinya dan Aisyah sudah bercerai. Jangankan untuk menemaninya bersalin, menyentuh perutnya saja sudah tidak diperbolehkan lagi.Semilir angin malam menyapanya dalam keheningan. Ada perasaan kehilangan yang menyusup demikian dalam. Bayangan Aisyah dalam balutan baju korpri yang ketat dibagian pinggang tak mau sirna dalam ingatannya. Wajahnya
"O, ada Nak Yuda. Mari masuk, Nak!" Bu Khodijah yang tiba-tiba muncul di tengah ketegangan mantan ipar mempersilakan Yuda dengan ramah. Namun laki-laki itu sungkan karena Aisyah yang ingin ditemuinya diam saja. Apalagi ada Azam yang menatapnya dengan bengis."Zam, kamu ke dalam sana!" perintah Bu Khodijah pada anak lelakinya. Azam segera pergi, meski hatinya sangat dongkol. Namun ia tidak akan membantah ibunya. Tidak ada ibu yang tidak kecewa putrinya disakiti. Namun sebagai orang tua yang juga memiliki anak laki-laki, wanita itu tetap berusaha bersikap ramah dan menepikan semua emosi dan egonya. Apalagin beliau mengenal baik Bu Yekti. Dan wanita itu pun tidak henti-hentinya memohon maaf atas kelakuan putranya."Nak Yuda, ayo masuk!" kata Bu Khodijah lagi sambil menghampiri Yuda di depan pintu.Yuda mencium tangan mantan mertuanya. "Saya minta maaf, Bu. Saya hanya ingin mengantarkan susu dan buah untuk Aisyah.""O, iya!""Uty ...!" teriak Jelita yang baru turun dari bocengan motor b