ESme terkejut melihat Darren ada di dalam mobil. Yang membuatnya lebih heran adalah pria itu sedang tidur.
Seperti patung, Esme berdiri di sana memikirkan hal yang tak terpikirkan olehnya selama ini. Kenapa Darren di situ? Di dalam mobil? Bukannya di California?
Benaknya menggaungkan kata-katanya 6 hari lalu yang meminta Darren untuk menolak kenaikan jabatannya. Esme tercengang sendiri. Benarkah Darren menolak?
Entah dia harus merasa senang, atau merasa bersalah.
Lalu, apa pula yang dia lakukan di sini? Kenapa dia ada di dalam mobil dan tertidur? Dia bukan hanya tertidur, tetapi berada di dalam selimut yang hangat. Apakah selama berhari-hari ini suaminya ini menungguinya di dalam mobil seperti ini? Darren tidur di sebelah bakerynya selama ini?
Air mata ESme kembali mengalir mengingat kekesalan hatinya yang sempat membuatnya berburuk sangka pada Darren.
Esme kembali mengintip. Di saat bersamaan, kelopak mata Darren membuk
“Darren!” bisik Esme tepat di telinganya. Pria itu sedang membaca di ponselnya seraya minum segelas kopi panas.Pria itu menoleh pada sang istri. Sebelah tangannya merengkuh pinggang Esme. Segera saja perut besar Esme menempel di pinggang Darren.Dia membelai perut itu dengan tangan satunya, setelah meletakkan ponselnya.“Ada apa?” tanyanya sambil terus membelai.“Kau tidak ada jadwal apa pun kan siang ini?” tanya Esme lagi. Hari itu hari Minggu. Seharusnya Esme tak perlu bertanya lagi. Sudah pasti Darren tidak bekerja. Kecuali, mendadak ada kasus baru dan dia perlu melihat TKP. Nyatanya, Esme tetap bertanya. Ini menandakan dia hendak meminta waktu Darren.“Tidak ada. Ada apa? Kau mau mengajakku makan siang?”Esme tertawa, tetapi menggeleng. “Tidak. Aku hanya ingin mengajakmu berbelanja pakaian bayi. Bayi kita akan lahir bulan depan. Tapi belum selembar pun bajunya yang kita
Enrique baru saja selesai dengan segala persiapan konser setelah merilis album barunya. Sore itu dia senggang dan mengunjungi Esme dengan segala pembahasan yang belum selesai di waktu dulu. Denting lonceng di pintu masuk Emerald berbunyi di saat Esme sedang sibuk membuat milk pie untuk dessert nya malam ini. Semua karyawan Emerald telah pulang. Hanya tinggal Esme yang masih memanggang pie untuk dia nikmati bersama Darren setelah makan malam. Sudah empat minggu terakhir ini mereka tinggal di Emerald. Sejak Esme hamil dan harus bolak balik Emerald dan apartemen Darren, mereka pun akhirnya kewalahan. Mereka akhirnya pindah ke Emerald. Mendengar bunyi lonceng, Esme bergegas ke depan, mengira Darren yang telah pulang. Sampai di pintu, sosok yang membuka pintu adalah Enrique. Kakaknya itu terkejut melihat Esme dalam keadaan hamil besar. “Kau …,” seru Enrique tapi kemudian kehilangan kata-katanya. Dia hanya mampu berkacak pinggang dan memandangi Esme
“Dia cantik sekali. Siapa namanya?”“Aku akan menamai dia Daisy.”“Kenapa Daisy?” tanya Darren seraya masih terus memperhatikan bayi mungilnya menyusu di dada Esme.“Karena Daisy berawalan D, sama seperti daddynya,” jawab Esme asal, membuat Darren memrotesnya.“Masa karena itu?”Esme terkekeh senang. Dia senang jika bisa membuat Darren kesal. Setidaknya untuk membalas kekesalannya tadi karena suaminya itu menginginkan anak yang banyak.“Tentu bukan lah. Daisy diambil dari nama bunga. Bunga Daisy masih dalam family Asteraceae. Ibuku dulu suka menanam bunga Tithonia, yang juga berasal dari family Asteraceae. Tithonia berwarna kuning, oranye, dan ungu. Tapi Daisy berwarna putih. Bagiku, putih adalah lambang keadilan yang kau selalu usahakan untuk ditegakkan. So, isn’t it a lovely name?”Darren takjub mendengar semua ucapan Esme. Sepertinya, istrinya itu sudah s
“BAgaimana kau bisa sudah keluar dari penjara?”“Kakakku mengeluarkanku.”“Oh!” sahut Catherine tercengang. Mendengar itu, hati kecilnya seakan memiliki secercah harapan lagi bahwa ayahnya pun tidak akan terlalu lama di penjara.Tanpa sadar dia menghela napas panjang dan tersenyum lembut, penuh harapan. “Syukurlah kalau begitu.”Martinez melihat ekspresinya itu dan merasa aneh. Dikiranya, Catherine merasa lega dengan melihatnya sudah terbebas dari hukuman penjarannya jauh lebih singkat dari seharusnya. Jantungnya berdebar riang dan penuh gelora.Catherine meletakkan bungkus rokok di alat scan, kemudian menyebutkan harganya. Martinez memberikan uangnya dan menerima rokok itu dari tangan Catherine. Sentuhan tangan mereka tampaknya telah membuat dia merasa tersengat. Sedangkan Catherine pun cepat-cepat menarik kembali tangannya.Wajah gadis itu terlihat merona, membuat Martinez semakin gemas. Hasr
Cahterine berada di atas Martinez. Dia jatuh tepat di dekapan pria itu. Dan bibirnya menempel di atas bibir pria itu. Dalam keterkejutannya, Catherine tak mampu bergerak. Pun Martinez tidak terlihat berusaha untuk bergerak. Mereka berdua seakan mematung. Semua terasa aneh. Aroma napas Martinez yang segar merasuk di hidung Esme. Kehangatan bibir pria itu pun menempel lembut di dagunya. Serta tatapan Martinez begitu mengikatnya, membuatnya seakan lupa bagaimana harus bersikap. Berdetik-detik kemudian, saat Catherine akhirnya mampu meraih pikirannya kembali dan siap untuk menegakkan tubuhnya, secara tak terduga, tangan Martinez malah menarik tubuhnya hingga lebih merapat pada tubuh kekar pria itu. Masih dalam keterkejutan Catherine, sedetik kemudian, Martinez malah melumat bibirnya. “Huummptt! Apa yang kau lakukan?!” bentak Catherine sambil berdiri. Martinez memandanginya tak percaya. Beberapa saat yang lalu, Catherine tera
“Aku pun bukan pria sempurna. Kita sama-sama benahi hidup kita. Tapi, aku ingin bersamamu. Setiap hariku di penjara aku tak bisa berhenti memikirkanmu, Cath. Bayangan dirimulah yang membuatku bertahan hingga detik ini aku bisa bebas.”Catherine mulai kesal. Dia pergi dari hadapan Martinez. “Kita baru bertemu, tidak perlu bahas tentang asmara. Ada banyak hal di dunia ini yang lebih penting dari urusan asmara.” ***Catherine selesai menyuapi baby Rod. Semakin hari takaran makan anaknya itu semakin banyak. Ada rasa puas di wajah Catherine melihat bayinya makan dengan lahap dan menghabiskan semangkuk bubur yellow pumpkin sampai bersih tak bersisa setetes pun. Meski begitu, baby Rod masih menangis. Biasanya, dia ingin minum jus, atau susu.Catherine menuju dapur untuk membuatkan baby Rod jus jeruk. Tetapi, dia baru melih
“SEkalian yang ini,” kata Martinez lagi pada kasir seraya dia mengangsurkan 3 kotak alat kontrasepsi yang baru dibelinya dari gadis SPG tadi.Dan untuk menutupi malunya, Martinez berkata pada Catherine, “Apa kau lapar, Babe? Kita makan dulu sebelum pulang?”Apa? Babe?Catherine kini memicingkan matanya menatap Martinez. Di saat yang sama, kasir mengulurkan kembalian dan struk pada Martinez. Pria itu langsung menyimpannya dalam dompet tanpa memeriksanya.Kemudian, tangannya merangkul pinggang Catherine dan membawa wanita itu, beserta baby Rod yang anteng di gendongan, dari sana.Mereka bertiga keluar dari supermarket dan langsung menuju mobil. Catherine masih menahan dirinya untuk tidak berkomentar sedikitpun. Tapi kata ‘babe’ yang diucapkan Martinez terus bergema di benaknya.Mobil melaju di jalan raya, Catherine memilih untuk melihat ke luar jendela. Dia sembari menyusun-
BAgi Catherine, bukan kata-kata indah dari bibir Martinez yang membuatnya terpana dan tak menyangka. Meskipun sangat aneh melihat pria itu bisa mengucapkan kata-kata cinta, tetapi fakta bahwa Martinez sudah mengatakan semua itu di saat mereka baru bertemu sekitar 2 minggu lamanya.Rasanya terlalu cepat untuk mengungkapkan cinta. Belum ada yang terjadi di antara mereka selain saling pandang.Pikiran Catherine terdiam lagi.Oh, yeah, they kissed. Dua ciuman sudah terjadi.Huh!Catherine membanting tubuhnya ke ranjang dan memilih menghentikan semua pikirannya itu. Dipandanginya Rodney yang tertidur nyenyak di dalam baby crib. Urgh! Bisa tidur seperti Rodney pastilah menyenangkan. Jadi, lebih baik dia tidur daripada memikirkan semua itu.Namun yang terjadi, begitu dia memejamkan matanya, adegan ciumannya bersama Martinez tertayang ulang di benaknya.Aaarrgggh! Menyebalkan!&