Thian Sin menatap Yok Kwi yang terus mengusap pedang racun merah.Tenaga dalam Thian Sin serta Lie Hwa sudah kembali saat si kakek tahu jika Thian Sin adalah cucu murid dari sang istri.“Kami sebenarnya adalah kakak adik seperguruan dan Pedang ini adalah warisan guruku yang aku berikan sebagai mas kawin kepada Kui Bo.“Dahulu Kui Bo marah dan meninggalkan aku, karena aku selalu sibuk mencari obat yang bisa menyembuhkan segala macam penyakit, terkadang sampai berbulan bulan aku tidak pulang.“Tadinya aku tidak peduli, tetapi akhirnya aku sadar kalau perbuatanku salah.“Kui Bo bilang manusia sudah mempunyai garis hidup yang di tetapkan, jika harus mati ya mati, tetapi jika harus hidup ya hidup,” “Di depan Kui Bo aku berhasil menyembuhkan orang yang menurutnya di takdirkan untuk mati, di depan Kui Bo juga aku pernah menghidupkan orang yang sudah mati, walau hanya sebentar.“Kui Bo bilang aku sudah gila, setiap bertemu kami bertengkar dan terakhir kata-kata yang dia ucapkan sebelum pergi
Yok Kwi dan Thian Sin akhirnya berpisah dan Thian Sin melanjutkan perjalanan menuju Cheng Du.Yok Kwi memberi satu catatan kecil kepada Thian Sin sebelum pergi, yaitu catatan tentang titik syarap di tubuh manusia, pesan Yok Kwi sebelum ia pergi.“Pelajari catatanku ini dan letak tempatnya, jadi kau tidak perlu lagi keluarkan banyak tenaga jika ingin membunuh lawan, cukup hantam tempat yang aku tulis, walau bagaimanapun tinggi ilmu serta tenaga dalam orang tersebut, jika titik kematiannya terkena hantaman, bisa di pastikan dia akan tewas.”Thian Sin menyimpan baik-baik catatan tersebut dan akan dia pelajari sambil melakukan perjalanan.Thian Sin bersama putri Lie Hwa sengaja memutar berangkat ke Cheng Du, karena ia tahu pasti banyak mata-mata musuh di perbatasan negara Tayli.Thian Sin dalam perjalanan nya bersama putri Lie Hwa banyak melihat para penduduk yang hidup dalam kekurangan, belum lagi gangguan para perampok yang merajalela akibat kurangnya para prajurit yang berdiam di perba
Penawaran masih terus berlangsung antara orang ber sorban putih dengan pria yang berasal dari pemerintah Yuan di saat Thian Sin mendekat ke arah mereka.“Baik! Kami beri kau 5000 tail perak dan ini harus kau terima, jika tidak!“Jika tidak kenapa tabib Yu? Kami hanyalah pedagang kecil, berdagang dengan mengambil untung sedikit, kemudian kami bisa pulang cepat tidak menjadi masalah buat kami, tetapi jika harus merugi, mohon maaf! Kami tidak bisa menerima tawaran tuan,” pria ber sorban tersebut berkata sambil bungkuk kan badan memberi hormat.“Maaf tuan, kalau boleh tahu barang apa yang tuan jual? Tanya Thian Sin.“Kami menjual Ren Shen tuan,” jawab pria ber sorban sambil tersenyum.“Ren Shen ( ginseng dalam bahasa China ) ucap Thian Sin dengan raut wajah terkejut, karena Thian Sin tahu kalau Ren Shen adalah obat yang sangat berharga dan susah di dapat.Pria tersebut tersenyum melihat raut wajah Thian Sin yang terkejut mendengar nama Ren Shen.Lalu menambahkan.“Ren Shen kami berasal da
Ma Kinta menatap tajam wanita bercaping jerami di depannya.“Jadi….jadi nyonya adalah?“Benar! Aku adalah putri Lie Hwa.“Tetapi jika kau memberitahu identitasku kepada orang lain, aku akan melenyapkan kelompok Phoenik suci.”Ma Kinta diam tak menjawab, ia tahu perkataan putri Lie Hwa tidak main-main.Melihat Ma Kinta diam, Thian Sin bertanya.“Apa tuan Ma ketua Phoenik Suci? Tanya Thian Sin.“Maaf tuan, saya bukan ketua Phoenik Suci, hanya kepala bagian hukum di Phoenik Suci,” jawab Ma Kinta.Thian Sin anggukan kepala, mau menanyakan ketua mereka, pasti tidak akan di beritahu pikir Thian Sin.“Selain barang, apa yang Phoenik suci punya? Tanya Thian Sin.“Kami bisa mengawal dan menjual informasi tuan,” jawab Ma Kinta.“Tetapi informasi yang kami punya sangat mahal harganya,” lanjut perkataan anggota Phoenik suci tersebut.Thian Sin dan putri Lie Hwa saling pandang mendengar perkataan Phoenik Suci.“Bagaimana kalau kita bekerja sama? Tanya putri Lie Hwa.“Maksud tuan putri? Tanya Ma Ki
Walau berat untuk berpisah tapi hal tersebut harus terjadi dan putri Lie Hwa tidak kuasa menahan air matanya agar tidak jatuh membasahi pipi.Thian Sin mengusap air mata sang istri dengan jari sambil berkata.“Kenapa Cici menangis? Seperti tidak akan bertemu lagi dengan ku? Tanya Thian Sin.“Thian Sin Gege! Kita baru saja menikah dan belum merasakan suka duka sebagai suami istri, itu sebabnya Lie Hwa merasa perpisahan ini sangat berat walau Thian Sin gege janji akan kembali,” jawab Putri Lie Hwa sambil menangis di dada Thian Sin.“Seharusnya aku yang sedih karena Cici berjuang tanpa aku, Cici yang harus berhati hati walau berada di dalam istana Tayli, karena musuh yang kita hadapi kali ini adalah musuh yang sangat berbahaya.“Cici tidak perlu mengkhawatirkan kan diriku, musuh tidak akan mudah membunuh suami mu.”Putri Lie Hwa anggukan kepala mendengar perkataan sang suami, kini hatinya sudah mulai tenang.Ma Kinta tersenyum sambil membuang muka, ia tahu perkataan Thian Sin hanya untuk
Tabib Yu setelah gagal membeli Ren Shen dari Ma Kinta langsung pulang dan menghubungi seorang perwira di rumah tugas kota lama yang memang di sediakan untuk tabib Yu.“Belum ada bahan obat yang di beli tuan tabib? Tanya Tao Tu nama perwira Yuan yang bertugas mengawal tabib Yu.Tabib Yu pagi-pagi sudah pergi meninggalkan Tao Tu, karena jika Tao Tu ikut bersamanya dan tahu harga obat yang ia beli, tabib Yu harus membagi keuntungan dengan Tao Tu.“Harusnya ada, tetapi di berikan ke orang lain,” jawab Tabib Yu.“Siapa yang berani menolak menjual kepada Tabib Yu? Tanya Tao Tu.“Siapa lagi kalau bukan Phoenik suci, si Ma Kinta keparat,” jawab Tabib Yu dengan nada kesal.“Memangnya obat apa yang mereka punya? Tanya Tao Tu.“3 gerobak Ren Shen, seharga 10000 tail perak,” jawab Yu Kan.“Apa….” Balas Tao Tu terkejut mendengar perkataan Tabib Yu Kan.“Kenapa tabib Yu tidak segera memberitahu aku,” lanjut perkataan Tao Tu.“Kerjaan mu tidur terus jadi selalu ketinggalan,” bentak tabib Yu dengan n
Tao Tu angkat tangannya saat melihat jalan yang membelah Padang rumput.Rombongan berhenti melihat isyarat tangan Tao Tu.“Kenapa berhenti? Tanya Tabib Yu.“Kita harus cepat melewati Padang ilalang ini, firasatku tidak enak,” jawab Tao Tu.“Kalau terus berhenti kita tidak bisa mengejar mereka,” balas Tabib Yu.Sejak melihat sinar merah dari mata Thian Sin, hati Tao Tu selalu tidak tenang.Tao Tu merasa rombongan mereka seperti ada yang mengawasi.Mendengar suara dengusan dari tabib Yu, Tao Tu langsung menggebrak kudanya.Kuda melesat di jalan yang membelah ilalang di ikuti oleh 20 orang prajurit.Thian Sin yang masih berdiri di atas pohon bibirnya tersenyum melihat rombongan prajurit anak buah tabib Yu.Karena tidak mau lama menghabisi lawan, Thian Sin cabut pedang racun merahSring!Setelah mencabut pedang, Thian Sin lompat ke arah ilalang, di saat kakinya menyentuh ujung ilalang, tubuh Thian Sin melesat kembali.Thian Sin dengan ilmu meringankan tubuh setan tanpa bayangan melesat be
Thian Sin kembali ke kota lama, kuda di tinggalkan di luar.Thian Sin masuk kembali ke dalam kamar penginapan lewat jendela yang masih terbuka.Perlahan topeng hitam di buka, Thian Sin langsung pergi ke tempat tidur untuk istirahat.Mata Thian Sin terbuka ketika mendengar suara ketukan pintu.Thian Sin membuka pintu kamar, dua orang pelayan berdiri dan salah seorang sambil membawa sebaskom air.Thian Sin mengambil kain pembersih muka dan membasuh wajahnya dengan air hangat.“Tuan sudah dengar kabar buruk yang menimpa rombongan Tabib Yu? Tanya si pelayan.“Mana aku tahu, aku baru saja bangun.“Bukannya kemarin kau bilang tabib Yuan pulang ke Cheng Du,” jawab Thian Sin.“Ternyata rombongan tabib Yu tidak ke Cheng Du, mereka semua di temukan tewas oleh rombongan pedagang yang hendak ke kota lama, di Padang ilalang wilayah Tayli,” si pelayan memberi tahu. Thian Sin menatap si pelayan, kemudian gelengkan kepala sambil berkata.“Susah payah aku kesini ingin menjual bahan obat, tabib Yu mal
Thian Sin terus berusaha menggerakkan pedang pusaka racun merah yang membeku di udara, tetapi walau sudah mengerahkan sebagian tenaga dalamnya, pedang pusaka racun merah tetap tak bergerak.Sementara di sisi lain, Qin Qin bersama anggota topeng merah langsung pergi menjauh dari tempat pertempuran setelah melihat keganasan jurus Iblis Putih, begitu pula dengan prajurit Yuan, mereka tidak mau mati konyol terkena imbas dari jurus sang pemimpin.Setelah tahu pedang pusaka racun merah terkunci oleh bongkahan es, Thian Sin kibaskan tangan ke arah Iblis Putih, lalu melesat ke arah pedang pusaka racun merah.Sinar merah dari jurus Ban Tok Ciang melesat cepat menyerang Iblis putih.Bibir Iblis putih tersenyum penuh ejekan melihat jurus lawan menyerang dirinya, sambil lalu sang Iblis kerahkan tangan untuk menahan pukulan sambil lompat, berusaha menghalangi niat Thian Sin.Iblis Putih tahu jika Thian Sin ingin menghancurkan bongkahan es yang membekukan pedang agar bisa ia gunakan, karena jurus s
“Sungguh hebat nama jurus mu, apa jurus itu mampu membunuhku? Tanya Thian Sin dengan nada penuh ejekan.“Jangan sombong anak muda, aku tahu racun Raja ular merah tidak tahan terhadap hawa dingin, itu sebanya waktu itu kau hampir mampus di tangan Ong Thian,” Iblis putih membalas perkataan Thian Sin, kemudian tertawa.Ha Ha Ha“Memang ku akui kalau pukulan beracun serta racun di dalam tubuhku mempunyai kelemahan terhadap tenaga dalam berhawa dingin, itu sebabnya aku mempelajari jurus selain pukulan beracun untuk menghadapi orang-orang sepertimu,” Thian Sin menanggapi perkataan Iblis putih, kemudian lanjut berkata.“Kau mau coba?”Raut wajah Iblis putih tampak kelam mendengar perkataan Thian Sin, tetapi dalam hati sang Iblis ragu, apa benar perkataan pemuda yang sudah membunuh saudaranya tersebut.“Kalian mundur dan beritahu Panglima Arkun agar bergegas karena musuh sudah berada tidak jauh,” Iblis Putih beri perintah kepada prajurit Yuan yang ikut bersamanya.Seorang perwira anggukan kep
Setelah Ban Tok Kui Bo bersama Tabib Yok pergi, Thian Sin langsung mengambil alih pimpinan anggota topeng merah yang menunggu pasukan Panglima Arkun di pintu masuk hutan Liu.Tidak ada satu pun dari anggota topeng merah yang menolak kepemimpinan Thian Sin, karena mereka tahu kapasitas dari anak Pek I Siancu.Maling sakti di perintahkan oleh Thian Sin pergi ke telaga Liu dan memberitahu kalau mereka akan menyerang Pasukan Panglima Arkun, Thian Sin juga menyampaikan pesan agar semua pasukan berkumpul untuk menghabisi pasukan Yuan dan membebaskan Tayli dari ancaman.Maling sakti bersama Mi Xue tanpa banyak bicara langsung bergerak menuju telaga dimana sang ketua berada untuk menyampaikan pesan Thian Sin.Setelah Maling sakti serta cucunya pergi, Qin Qin tidak mau jauh dari Thian Sin sehingga membuat Jendral Zhou Chu bertanya tanya siapa sebenarnya Qin Qin dan ada hubungan apa antara gadis itu dengan suami dari putri Lie Hwa, untuk bertanya Jendral Zhou Chu tidak berani, akhirnya sang Jen
Thian Sin hentikan larinya ketika melihat dan mendengar suara yang ia kenal.“Nek! Mana ibuku? Tanya Thian Sin ketika sudah berhadapan dengan Ban Tok Kui Bo.“Ibumu sedang berada di telaga Liu bersama kedua orang istri mu,” jawab Ban Tok Kui Bo.Thian Sin tersenyum mendengar perkataan sang nenek.“Apa kau tahu dimana Yok Kwi gege? Tanya Ban Tok Kui Bo.Thian Sin menjawab dengan gelengkan kepala.“Sesudah menewaskan Sepasang Badai Utara aku langsung pergi mengambil jalan lain agar tidak di ketahui oleh pasukan Panglima Arkun, jadi aku tidak tahu dimana kakek Yok, karena beliau berangkat lebih dulu bersama pasukan Tayli,” jawab Thian Sin.“Aku tahu itu dari cerita salah seorang istrimu, tetapi menurut mertua mu, Yok Kwi gege pergi bersama Jendral Zhou Chu mengawasi pergerakan pasukan Panglima Arkun,” balas Ban Tok Kui Bo.“Rupanya begitu,” ucap Thian Sin mendengar perkataan Ban Tok Kui Bo, kemudian lanjut berkata.“Apa di telaga Liu, Ibu bersama anggota Topeng merah?“Tidak, hanya aku
“Tidak peduli kau Dewi berbaju putih, hitam atau merah, kau harus mati karena telah membunuh prajurit Tayli,” Lie Hwa berkata dengan raut wajah penuh nafsu membunuh.“Kurang ajar! Anak masih ingusan berani memaki, kau ingin mati dengan cara apa? Tanya Ban Tok Kui Bo dengan nada gusar sambil melotot ke arah Lie Hwa.“Nenek peot! Aku lihat wajah serta penampilan mu seram, tetapi apa ilmu yang kau miliki sama menyeramkan? Balas Lie Hwa sambil tersenyum mengejek.Raut wajah Ban Tok Kui Bo berubah kelam mendengar ejekan Lie Hwa, tongkat kepala setan di tangan kanan terangkat naik dan siap menyerang.Kim Hwa yang diam karena berusaha mengingat tokoh bergelar Pek I Siancu, ketika teringat kembali kalau anak buahnya sering berkata bahwa ketua kelompok topeng merah adalah wanita yang selalu memakai pakaian putih, langsung bergerak maju dan berkata.“Anak Lie, jaga bahasamu!“Maaf kan kami yang tidak tahu tingginya gunung dan dalamnya lautan,” ucap Kim Hwa sambil memberi hormat, kemudian lanjut
Lie Hwa, Yok Kwi, Kim Mi serta sang ibu langsung bergegas ketika mendengar laporan dari perwira yang berjaga di atas bukit.Mereka tidak sabar menunggu kedatangan kelompok topeng merah, apalagi Lie Hwa serta Kim Mi, karena mereka tahu kalau ketua kelompok topeng merah adalah ibu dari sang suami.“Apa kau yakin itu kelompok topeng merah? Tanya Kim Hwa dengan raut wajah cemas, karena orang yang mereka tunggu dan harapkan masih juga belum datang.“Hamba hanya di beritahu mereka memakai topeng merah, jadi hamba menyimpulkan bahwa mereka adalah kelompok merah,” balas si Perwira.Ketika sedang bercakap cakap, datang seorang prajurit yang di kirim untuk melihat pertempuran.“Bagaimana? Siapa yang bertempur, apa mereka dari kelompok topeng merah? Tanya si Perwira kepada anak buahnya.“Tanya satu-satu biar dia tidak bingung,” Yok Kwi berkata mendengar rentetan pertanyaan dari perwira tersebut.“Cepat ceritakan apa yang kau lihat! Seru Putri Lie Hwa yang sudah tidak sabar.“Mereka memang sepert
Bab : 144 Hancurnya Pasukan PenyergapJendral Gurma sudah tidak ada pilihan, sebagian besar anak buahnya menjadi bulan bulanan kelompok topeng merah serta kumpulan kuda yang mengamuk, melarikan diri juga tidak mungkin, karena ruang geraknya semakin di persempit oleh Bu Ceng Kui yang terus menyerang tanpa memberi kesempatan kepada Jendral Gurma untuk berpikir lebih jauh.Wu Chen serta Dewa Tongkat Merah terus memburu satu persatu prajurit Yuan.Tombak Jendral Gurma terus menyerang ke arah Bu Ceng Kui, jurus tombak pencakar langit kian gencar menyerang.Plak....plak!Tangan kanan Bu Ceng Kui menahan tombak, setelah menahan tombak, jari tangan kanan Bu Ceng Kui bergerak menuju batang dan langsung mencengkeram tombak lawan.Jendral Gurma melihat Bu Ceng Kui mencengkeram tombak, tangannya langsung menarik tombak sekuat tenaga, berusaha melukai jari lawannya.Bu Ceng Kui tahu maksud dari Gurma dan mengerahkan tenaga dalamnya menahan tombak agar tidak tertarik.Asap mengepul keluar dari ba
Jendral Gurma ketika mendengar suara Bu Ceng Kui langsung bergegas menyusul anak buahnya ke tempat penyimpanan kuda.Langkahnya semakin di percepat saat mendengar suara teriakan dan beradunya senjata“Apa yang terjadi? Apa mungkin pasukan Tayli sudah tahu rencana kami?” Batin Jendral Gurma sambil memerintahkan anak buahnya untuk bergegas.“Walau rencanaku sudah di ketahui, tetapi itu tidak jadi masalah karena mereka tidak akan menang melawan pasukan Panglima Arkun,” kembali Jendral Gurma berkata dalam hati.Sementara itu Wu Chen, Bu Ceng Kui serta kelompok Topeng merah bersiap menghadapi prajurit Yuan yang di pimpin oleh Jendral Gurma, mereka bersembunyi di antara 500 ekor kuda.Sesampainya di depan pagar yang menjadi tempat persembunyian kuda, Jendral Gurma menatap ke arah kuda-kuda yang berada di dalam kandang sementara tersebut.“Aneh! Ke mana Mogu bersama anak buahnya? Batin Jendral Gurma tidak melihat anak buahnya tersebut di tempat persembunyian kuda. “Coba periksa kuda-kuda d
“Aneh! Kenapa di dalam hutan bisa ada bau tembakau,” batin Mogu.Merasa ada hal yang tidak wajar, Mogu memberi isyarat kepada anak buahnya untuk menyebar.Prajurit Yuan yang bersama Mogu ketika melihat isyarat sang pemimpin, mereka langsung menyebar dan berusaha mencari asal bau tembakau yang mereka cium.Ketika para prajurit mulai mencari, tiba-tiba Mogu mendengar suara ringkik kuda.Raut wajah Mogu berubah ketika teringat dengan 500 ekor kuda yang baru saja mereka sembunyikan.Tanpa banyak bicara Mogu langsung mencabut golok dari punggung dan melesat ke tempat dimana mereka menyembunyikan kuda.Benar saja perkiraan Mogu, di tempat mereka menyembunyikan kuda, Mogu melihat seorang kakek tengah memegang tali kekang seekor kuda di kelilingi oleh anak buahnya.“Kurang ajar! Berani sekali kau mencuri kuda, kau tahu kuda milik siapa yang kau curi? Tanya Mogu sambil acungkan golok ke arah si kakek.“Kalian yang hendak mencuri, kuda-kuda ini adalah milikku karena aku yang menemukan kuda-kud