Ketukan pintu ruangan Elena terdengar, Elena menoleh dan berjalan ke arah pintu lalu membukanya. Elena tersenyum pada seseorang yang berada di balik pintu tersebut.
“Tan, aku kira siapa,” ucap Elena seraya mempersilahkan Mei masuk. Mei masuk dan menghampiri sebuah sofa yang ada di ruangan Elena. Ia duduk dan kembali menoleh pada Elena yang sedang menutup pintu.
“Tadinya aku mau langsung masuk aja, tapi takut mengganggu,” ucap Mei yang mengawali pembicaraan.
“Apa sih Tan, enggak ko,” kata Elena yang setelahnya terkekeh.
“Ya takutnya kayak waktu itu, siapa tau ada Alva lagi kan di sini.” Mei mengangkat alis beberapa kali dengan senyum miring nya yang tersungging. Elena terbelalak, ia jadi teringat kejadian memalukan itu. Mei yang memergokinya bersama Alva di dalam ruangan.
“Em untuk kejadian itu, aku minta maaf Tan.” Elena menunduk dengan jemari yang meminkan rok yang ia kenakan hari ini.&nb
Elena mengatakan alasan kenapa ia menolak tawaran itu. Senyum Alva terus mengembang ketika Elena menceritakannya, seraya memakan ice cream yang kini sudah berpindah tempat dari tangan Elena ke tangan Alva. Elena melirik Alva dengan ekor matanya, pria itu masih menikmati ice cream yang tinggal setengah.“Kamu sudah makan?” tanya Elena. Gelengan Alva berikan masih dengan senyum yang terus mengembang. Elena memutar bola matanya malas, tersenyum memang baik tapi kalau terus-terusan seperti ini tanpa henti Elena jadi bergidik ngeri.“Va, kamu gak pegel apa senyum terus?” Lagi-lagi gelengan Alva berikan.“Aku terlalu senang mendengar kabar baik ini,” ucap Alva yang kini menyimpan mangkuk ice cream itu di atas meja. Mata Elena mengikuti gerak Alva yang kini bergeser mendekat padanya. Seperti malam kemarin, Alva menjadikan paha Elena bantalan tidurnya.“Va sebaiknya kamu bersih-bersih sana,” ucap Elena yang sudah mu
Pagi itu Elena sudah menyiapkan dua porsi sarapan. Satu porsi lainnya kini sedang ia pandangi seraya tersenyum. Elena menarik nafas panjang dan menghembuskannya pelan seraya melihat ke arah pintu keluar. Kakinya kini mulai melangkah membuka pintu dan memandangi pintu yang ada di seberang sana.Alva udah bangun belum ya? Tanyanya dalam hati. Untuk menjawab pertanyaannya itu, Elena mulai mendekat ke arah pintu unit Alva lalu memencet belnya dan mulai menunggu. Tak butuh waktu lama pintu itu terbuka dan mata Elena terbelalak mendapati Alva bertelanjang dada dengan rambutnya yang basah.“Maaf,” ucap Elena seraya berbalik.“Ada apa?” suara itu membuat Elena bergidik, padahal Alva hanya menanyakan maksud kedatangannya.“Emm, kamu udah sarapan?” tanya Elena masih dengan memunggungi Alva, karena ia malu harus berhadapan dengan Alva yang sedang bertelanjang dada.“Kamu bicara padaku? Tapi yang ku lihat punggungmu, b
Alva menghentikan mobilnya di depan toko kue. Ia mampir sebentar untuk membelikan Elena beberapa makanan manis yang terlihat sangat menggiurkan. Ini adalah toko kue langganan Mei yang menunya sudah Alva nikmati beberapa kali. Alva menunjuk beberapa menu yang ada di etalase untuk dikemas. Setelah selesai memilih Alva bergeser ke arah meja kasir.“Maaf, mas Alva ya?” tanya seorang karyawati yang bertugas sebagai kasir. Alva tersenyum seraya mengangguk. Mata berbinar kasir itu Alva tangkap, terlihat begitu senang bertemu dengannya.“Buat pacarnya ya mas?” tanyanya lagi. Pacar? Alva tersenyum mendengarnya.“Ya, suasana hatinya sedang tidak baik. Semoga makanan manis bisa memperbaiki moodnya,” tuturnya kemudian.“Ah ternyata Mas Alva sudah punya pacar,” ucapnya lagi kini dengan raut wajah terlihat kecewa. Alva hanya tersenyum tipis menanggapinya seraya mengarahkan ponsel pada layar kecil untuk melakukan transaksi
Naura memperhatikan Elena lebih seksama. Ia cukup terkejut dengan kedatangan putrinya itu, karena begitu tiba-tiba dan tak memberi kabar terlebih dahulu. Apalagi Elena pulang dengan membawa kopernya yang ia bawa dulu ketika akan pergi bekerja di kota orang. Elena bersikap biasa saja dan terlihat baik-baik saja ketika berada di depannya dan berbincang dengannya. Saat Naura menanyakan beberapa hal tentang kepulangannya itu, Elena juga menjawabnya dengan baik dan tak terlihat kekeliruan. Elena bilang bahwa bosnya itu memberikan dia waktu untuk berlibur dan Elena memilih pulang untuk menggunakan waktu libur tersebut. Alasan yang masuk akal memang, tapi sikap Elena saat ini membuat Naura khawatir. Elena menyibukkan dirinya di dapur membantu Naura, ketika Naura berlalu sebentar dan kembali ke dapur ia tak sengaja melihat Elena yang terlihat sedang memikirkan sesuatu.Sambil menunggu ikan itu matang, Elena terdiam dan menatap kosong apa yang ada di depannya. Kedua tangan yang sebelu
Elena memikirkan apa yang baru saja ia dapatkan dari Mei yaitu Mei memberikannya hari libur. Kenapa begitu pas dengan alasan yang ia berikan pada Naura, yang rupanya kini terjadi juga. Mei memberikan waktu untuk Elena menenangkan pikiran, hati dan tubuhnya. Permintaan maaf juga Elena terima dari Mei yang mengatasnamakan Rosie.Apa yang dikatakan Rosie memang menyakiti hatinya, tapi tak perlu juga untuk menyimpan rasa sakit apalagi sampai tak mau memaafkan bukan. Mulai saat ini, ia harus mencoba melupakan masalah itu dan memaafkannya. Memang tak mudah menerima permintaan maaf dan dapat melegakan orang lain, tapi Elena akan berusaha melakukan itu agar hatinya pun ikut tenang. Waktu libur ini harus digunakan dengan baik sebelum kembali dan menjemput kesibukannya, dan yang terpenting akan kembali bertemu dengan mereka. Elena juga harus tahu diri, ia tak boleh terus-menerus merepotkan Alva dalam urusan tempat tinggal. Kalau tahu akan seperti ini, ia akan menuruti kata Naura ketika
Seakan ada petir yang menyambar, perasaan Naura dan Elena campur aduk. Apalagi Naura yang mendengar pengakuan Roy yang telah menghamili sahabatnya sendiri.“Kamu memang laki-laki brengsek Roy!” Naura terisak, ia sangat tersentak dengan berita ini.“Aku sudah menyukaimu sebelum Haris mengenalmu Naura kamu juga tahu itu, aku patah hati ketika melihat Haris diam-diam menyukaimu dan datang melamarmu,” tutur Roy.Elena yang berada diantara kedua orang dewasa itu terbawa suasana. Mata Elena berkaca-kaca mendengar penuturan mereka.“Roy sadar, kamu menyatakan perasaan padaku ketika kamu sudah memiliki kekasih dan wanita itu adalah Rosie dan hari dimana Haris melamarku adalah satu hari sebelum kamu menikah dengan Rosie.” Naura sudah tak bisa menahan emosinya lagi sungguh ia tak mengerti dengan lelaki yang ada di depannya ini. “Aku tidak mengerti dengan pikiranmu Roy,” ucap Naura dengan suara bergetar.&
Naura mengajak Elena untuk beranjak dari duduknya. Namun Alva menahan tangan Elena meminta agar tetap di sisinya.“Alva, kamu perlu berbicara berdua saja dengan Papa kamu, ini masalah keluarga kalian dan kami tak perlu ikut campur.” Naura melepaskan cekalan Alva dari tangan putrinya. Elena tak menolak, ia juga menghindari tatapan mata Alva yang sedari tadi mengarah ke arahnya.“Elena akan menjadi bagian dari hidupku,” ungkapan Alva menghentikan gerak Naura maupun Elena. Sontak Naura menoleh ke arah laki-laki yang keras kepala itu. “Aku tak masalah kalau dia mengetahui semuanya,” ucap Alva bersikukuh dan hendak kembali meraih tangan Elena. Namun, Naura mencegahnya.“Kita tunggu di dalam, ceritakan semuanya pada anakmu ini Roy. Setelah itu kalian bisa pergi.” Nada dingin Naura sungguh menyayat perasaan Alva begitu juga dengan Roy.Elena tak tahu harus melakukan apa, ia pun hanya mengikuti perintah Mamanya yang
Alva membantu Elena untuk berdiri, setelah kakinya berpijak dengan sempurna Elena melepaskan tangan Alva dan bergeser memberi jarak.“Masuk El,” pinta Naura. Elena menunduk lalu mengangguk. Ia melangkah tapi Alva mencekal pergelangan tangannya.“Tan, Alva mau bicara,” ucap Alva mensejajarkan posisinya dengan Elena. Naura melirik bergantian kedua anak muda yang ada di depannya itu. Matanya kini berfokus pada genggaman Alva di pergelangan tangan putrinya.Naura membuang muka, lalu lebih dulu masuk meninggalkan keduanya. Elena menghempaskan tangan Alva, dan mengikuti Naura masuk. Rupanya Naura sudah duduk lebih dulu di kursi ruang tamu, ini artinya Naura menunggu Alva yang akan mengutarakan maksudnya.Setelah keduanya ikut bergabung menempati sofa. Alva mulai membuka obrolan. “Alva tak menyangka, ibu kandungku adalah sahabat Tante Naura.”“Walaupun Alva belum tahu dia sekarang ada di mana, tapi Alva akan terus
“Nunduk sedikit Va.”Alva menunduk mengikuti arahan Andres. Apalagi urusannya dengan Andres kalau bukan perihal pemotretan. Ya, Alva sedang melakukan pemotretan koleksi terbaru butik Meisie yang mengeluarkan rancangan terbaru edisi pria. Mei sendiri yang meminta Alva untuk menjadi modelnya dan Alva tak keberatan karena memang ia masih menjalani karirnya sebagai model. Walaupun profesi ini adalah profesi yang sempat Rosie paksakan padanya tapi seiring berjalannya waktu Alva pun mulai menikmatinya. Profesi ini sudah menjadikan namanya dikenal banyak orang, tak lupa Alva juga sudah berterima kasih sekaligus meminta maaf pada Rosie karena pernah ada perselisihan di antara mereka. Dengan senang Rosie menerima maaf dan terima kasih itu, dan terjadilah moment haru di antara mereka. Alva tersenyum tipis mengingat semua itu, ia bersyukur kini hubungannya dengan keluarga sudah membaik apalagi dilengkapi dengan seseorang yang sudah ia ikat beberapa bulan lalu.Waktu b
Elena menoleh ke arah samping, dimana Alva yang sedang mengemudikan mobilnya. Ia pun melirik ke bawah, dimana tangannya yang sejak tadi terus saja digenggam oleh Alva. Elena sudah beberapa kali melepaskan genggaman tangan itu karena ia takut Alva tak leluasa mengemudi. Tapi, Alva sendiri yang tak membiarkan itu. Ia kembali menarik tangan Elena ketika genggaman tangan itu terlepas. Ia menyimpan tangan Elena di pangkuannya saat perlu mengemudi dengan dua tangan dan selebihnya ia kembali menggenggam tangan Elena.“Va, lepas dulu ya, biar kamu leluasa,” ucap Elena yang masih membujuk Alva agar tak terus menggenggam tangannya.“Gak apa-apa, masih bisa ko. Tenang aja,” jawabnya yang selalu mengatakan tidak apa-apa saat Elena membujuknya.“Tapi Va-““Stttt, kamu ngantuk hm? Tidur aja nanti aku bangunin kalau udah sampe.” Alva malah mengalihkan pembicaraan.“Sebentar lagi juga sampe, tangg
Aku tidak akan membiarkanmu terlepas darikuAku akan membuatmu tak sanggup untuk pergiKarena aku membutuhkanmu dan ingin memilikimu seutuhnyaBisakah kamu menyukaiku , bersamalah dengankuKamu bilang tak mau bertemu lagi jika aku masih menahanmu seperti iniJustru dengan ini aku tak akan membiarkanmu pergiSepertinya banyak hal yang aku tak tahu tentangmumenolak karena takut dicampakkan setelah didapatkanApa kamu perlu waktu untuk memikirkan jawabannyaTolong jaga hati kamu untukku selama aku dalam proses meyakinkan kamuAku tak pernah main-main tentang perasaan, yang hanya bisa dirasakan tanpa alasan. Aku menyukaimu bahkan menyayangimu, entah kenapa dan bagaimanaIzinkan aku untuk berjalan bersamamuAkan aku kendalikan apa yang bisa ku kendalikanBerhara
Ini pertama kalinya Elena memasuki ruang kerja Rosie, ia mengagumi ruangan yang didesain sangat cantik dengan perpaduan warna putih dan gold yang memang merupakan tema warna butik Rosie. Namun, hal itu bukan yang menjadi fokusnya saat ini, tetapi tujuan Rosie melibatkan dirinya atas pertemuannya dengan Alva memberikan tanda tanda tanya besar untuknya. Ada apa ini, tidak seperti biasanya.“Jangan khawatir, ada aku disini,” ucap Alva tiba-tiba. Sepertinya ia mengetahui kekhawatiran dari raut wajah Elena.Elena tersenyum tipis, ia menunduk seraya mengulum bibirnya. Sungguh ini menegangkan baginya. Rasa penasaran membuatnya semakin tegang, apa kabar nanti? Elena berharap masih dapat bernafas dengan lancar.Pintu ruangan terbuka. Rosie yang tadi izin keluar sebentar kini sudah kembali. Elena semakin menunduk, rasanya ia segan untuk mengangkat wajahnya. Berbeda dengan Alva yang duduk santai dan terlihat biasa saja.“Maaf menunggu lama,”
Punggungnya terasa pegal, padahal sudah diganjal oleh bantal. Elena mulai membuka matanya, ia menunduk melihat Alva yang begitu pulas dipelukannya. Lengannya yang Alva tindih ingin sekali Elena gerakan tapi takut Alva terbangun. Elena mengedarkan pandangannya, mencari keberadaan jam dinding. Pukul dua dini hari, waktu saat ini. Rupanya sudah beberapa jam mereka dalam posisi seperti ini. Sebelumnya Elena meminta Alva untuk tidur di kamar, tapi Alva ingin Elena menemaninya. Karena enggan dan tak enak jika harus berduaan di dalam kamar Elena pun menolak. Bersikukuh tak ingin tidur tanpa Elena, Alva pun mengatur posisi tidur dan hasil akhirnya seperti ini. Elena pikir Alva hanya akan bertahan sebentar saja dengan posisi tidur itu, tapi nyatanya tidak. Ia begitu pulas tidur di lengan Elena dengan tangan yang melingkar di pinggang Elena. Sungguh, Elena merasa memiliki bayi besar.Bagaimana tidak pulas, kalau di lihat-lihat Alva tidur dengan posisi cukup nyaman. Kakinya ia selonjork
Perasaan apa ini? Kenapa begitu sakit? Seharusnya aku tak merasa kecewa, kenapa malah sebaliknya, batin Elena dengan tangan yang terus menggenggam erat pegangan pintu. Emosi yang ia rasakan sedang tak dapat bekerja sama. Tangan Elena menutup pintu dengan kasar, gerakan di luar kendalinya membuat ia sendiri terkejut.Takut ketahuan, Elena pun bergegas menjauhi pintu dan masuk ke kamar mandi. Berharap kedua orang yang ada di luar tak mendengar suara itu. Tenang El, mereka pasti gak denger, batin Elena menenangkan diri sendiri.Elena menghadapkan tubuhnya ke arah cermin wastafel yang ada di kamar mandi. Ia mengusap wajahnya, memejamkan mata sebentar seraya menarik nafas panjang dan menghembuskannya kasar.“Kenapa sesakit ini sih liat mereka pelukan.”“Gak boleh El, kamu gak boleh kayak gini. Mereka saudara, tapi kenapa tatapan Rachel…” Elena menggelengkan kepalanya, ia membuang pikiran buruknya terhadap Rachel. Bayangan akan Al
Roy mengusap bahu Rosie beberapa kali, ia mencoba menenangkan Rosie yang tak tenang semenjak penyampaian Alva pada media. Ponselnya berdering sejak tadi, beberapa pesan sempat Rosie terima tak lain mereka menanyakan kebenaran atas apa yang Alva sampaikan dan beberapa lainnya kembali mengulang masa lalu. Hal yang sangat Rosie khawatirkan saat ini, mereka yang tahu kembali mengungkit apa yang telah terjadi. Keterpurukan yang sudah Rosie kubur dalam-dalam dan menggantikannya dengan gemerlap yang merubah segalanya. Sungguh ia tak ingin masa itu kembali datang.Suara pintu terbuka membuat keduanya menoleh. Terlihat Reno yang hanya datang seorang diri tidak bersama seseorang yang ingin mereka temui saat ini.“Mana Alva?” tanya Rosie yang tak melihat keberadaan Alva memasuki ruang tunggu agensi musik itu.“Dia masih di studio, baru bisa ditemui 15 menit lagi. Maaf membuat Tuan dan Nyonya menunggu lama.” Reno menunduk memperlihatkan rasa hormatny
“Ya, aku memiliki hubungan yang cukup dekat dengannya.”“Apa kalian pacaran? Kamu terlihat memasuki rumah Rachel Aditya malam tadi. Apakah itu benar kamu Alva?”Alva tersenyum tipis, ia menunduk sebentar dan kembali memperlihatkan wajahnya pada kamera. “Dia adikku,” jawaban itu mengejutkan semua awak media.“Adik? Bukannya adikmu adalah Felicia?” tanya salah satu reporter yang ada di sana. Alva tak langsung menjawab, ia hanya menampilkan senyumnya di sana membuat semuanya penasaran akan apa yang Alva katakan selanjutnya.“Aku baru mengetahui kenyataan yang cukup mengejutkan.” Apa yang Alva utarakan begitu membuat riuh.“Nyonya Rosie, pemilik Rosie boutique yang cukup terkenal dikalangan para selebriti itu adalah ibumu, bukan begitu?” Alva menoleh pada reporter yang baru saja bertanya dan kembali menampilkan senyum tipisnya di sana.“Ibu kandungku bernama Kalina,&rd
Dua orang yang menempati meja dekat jendela itu masih saling diam. Rosie yang memandang keluar jendela memperhatikan keadaan di luar sana, sedangkan Rachel yang menunduk seraya mengaduk minumannya. Mulai tak nyaman dengan keadaan ini, Rachel pun menghembuskan nafas pelan seraya menempelkan punggungnya pada sandaran kursi. Ia mulai memandang lurus ke arah Rosie yang belum mengatakan alasannya kenapa mengajak bertemu pagi ini juga.“Apa yang anda ingin sampaikan Nyonya Rosie?” tanya Rachel yang sudah tak tahan dengan keadaan saling diam.Helaan nafas Rosie terdengar, masih dengan memandang keluar ia pun menjawab, “Aku penasaran kenapa kamu dan Alva bisa ada di pemakaman itu?” akhirnya Rosie mengatakan maksudnya.Hal yang sudah Rachel duga sebelumnya, dan dugaan itu benar rupanya. Beberapa saat Rachel terdiam, sampai Rosie mulai menoleh ke arahnya karena gadis itu yang tak langsung menjawab.“Kenyataan ini sangat mengejutkan, ha