"Tenang. Jangan terpancing emosi," ucap Panca, memperingatkan. Matanya terus bersiaga. Saat itu dia mulai merasakan banyaknya eksistensi energi yang cukup kuat, tengah mengepung posisi mereka.SIUUF FIUF FIUFDan benar saja. Puluhan sosok hitam serupa lantas melesat ke arah mereka, membuat Wira dan Huzen terkejut, kemudian segera bersiap. Sementara Panca, lekas dia mengentakkan kaki kanannya, yang lalu membuat angin terhempas hebat ke berbagai arah, hingga berhasil menggetak eksistensi di sekitarnya. Setelahnya, dengan tenang Panca mengayunkan pedangnya, yang tampak percikan petir membungkus badan pedang.SLING SLINGSLING SLINGSLINGSekejap cahaya putih kebiruan melintas zig-zag, menyapu puluhan sosok hitam tersebut hingga tak dapat berkutik sama sekali. SLINGSetelah itu, terlihat Panca yang telah berjarak beberapa meter dari Wira serta Huzen sekilas menghempaskan pedangnya ke samping, yang langsung memperlihatkan kilau keperakan pedang tersebut dan sedikit percikan petir. Di beber
Dia merasakan ada eksistensi energi yang cukup kuat di sekitar gunung, tetapi bukan energi siluman kadal ekor kalajengking. Terlebih lagi energi tersebut terasa mengancam, membuat Panca segera bergegas ke arah yang berlawanan dengan suara ledakan.Saat di perjalanan. Panca beberapa kali dihadang oleh sejumlah siluman kadal ekor kalajengking. Namun, kekuatan Panca masih cukup untuk menaklukan para siluman tersebut. ...Tidak lama. Panca yang melompati pohon demi pohon, lantas terhenti setelah menabrak sebuah dinding transparan, yang ternyata area tersebut telah dilindungi oleh segel."Segel penghalang? Sebenarnya apa yang sedang direncanakan para siluman ini?" batin Panca, seiring menempelkan telapak tangannya pada segel penghalang tersebut. Dia mencoba memahami bagaimana segel itu terbentuk.Begitu penasaran. Panca lalu melompat ke bawah dan berpijak di tanah."Tidak mencobanya, maka tidak akan pernah tahu."Panca lantas melakukan beberapa kali gerakan tangan, dengan jemari tengah da
Melihat itu, Panca juga tidak tinggal diam. Dia menghunuskan pedang Guntur Naga Langitnya yang bertengger di punggung, yang sekejap memperlihatkan kilau keperakan.SLINGPanca lalu menghempaskannya ke samping dan pada waktu yang bersamaan, pedang tersebut lekas dibaluti percikan petir."Tahan!" Tetua Patri melayang ke depan, menghentikan bawahannya itu."Anak ini memiliki beberapa kemampuan. Aku penasaran, apa yang bisa dia lakukan di hadapanku," imbuhnya.Segera Tetua Patri merentangkan tangan kanannya, yang pada waktu bersamaan, sebuah tombak emas tercipta pada seiring cahaya merah berjalan."Tombak Mata Gila?" celetuk Panca dalam hati. Dia mengenal pusaka itu, yang merupakan salah satu senjata kuno yang sangat terkenal. Tidak menyangka jika dia akan berhadapan dengan pengguna pusaka itu secepat ini.Meski demikian. Pemandangan di depan tidak menciutkan nyali Panca. Tetua Patri yang melesat memulai serangan, membuat Panca juga segera bergerak tanpa ragu.TING TINGTING SIUF TING TING
Lantas tidak berapa lama mereka saling bertukar serang. Masing-masing terhempas ke belakang, dengan Panca yang terhempas ke bawah dan Tetua Patri yang terhempas makin ke atas."Bocah sialan! Ambil ini!" tekan Tetua Patri.Dengan cepat dia melakukan gerakan tangan setelah memutar sejenak tombaknya, lalu melemparnya ke arah Panca.[Tombak Ular Merah Penelan Gunung]FIUFSontak saja, cahaya merah yang terpancar menyelimuti badan tombak, membentuk seekor ular besar dengan taring menyeramkan. Di bawah, Panca sesaat mendelik dan sejenak mengayunkan pedangnya juga, yang setelah itu, terlihat cahaya kekuatan pedang membentuk seekor naga biru yang dibaluti eksistensi petir.[Tebasan Naga Penghancur]DUARRRLedakan energi terdengar begitu dahsyat, sampai cahaya antara kedua kekuatan itu terpancar memenuhi area sekitar. Hempasan anginnya juga saat itu sangat hebat, hingga membuat debu-debu tak ayal menutupi pandangan mereka."Huh. Kau pikir kau bisa kabur ke mana?"Lalu sesaat debu itu mulai me
"Sekarang tunduklah!"Tetua Patri lantas memutar tombaknya, melemparnya ke atas, dan kemudian melancarkan teknik Hujan Darah Penghancur Bumi.Puluhan tombak cahaya merah tampak melesat ke arah Panca. Panca yang merasa terpojok, terpaksa harus menggunakan teknik yang baru saja dia kuasai, yaitu Ajian Naga Guntur.JEDARSangat cepat petir menyambar tubuh Panca dan menghempaskan angin dahsyat ke berbagai arah. Terlihat tanah di sekitar Panca retak hebat dan pada waktu yang bersamaan, seekor naga cahaya biru menampakkan dirinya, terbang mengitari tubuh Panca."Ajian Naga Guntur!" tandas Panca."Huh. Sudah kuduga. Kau adalah murid tua bangka itu." Tetua Patri, berucap lirih. Dia menghempaskan tangannya ke depan, mempercepat lesatan puluhan tombak yang menggempur Panca.JEDARPanca menancapkan pedangnya, dan petir menggelar seiring itu. Naga cahaya biru yang mengitari tubuh Panca, segera bergerak maju dan menyemburkan napas api birunya.Sesaat kedua kekuatan itu saling menekan, mempertahank
"Ampun, Tuan. Ampun." Pengawal itu segera menyimpuh dan beberapa kali bersujud."Apa yang membuatku tergesa? Aku tidak ingin mendengar sesuatu yang buruk karena kelalaian kalian!""Tidak, Tuan. Tidak ada kelalaian yang kami buat. Hanya saja, ada berita buruk. Saat jalan pulang, kami mendengar suara ledakan tidak jauh dari tempat ritual. Setelah mengeceknya, tempat itu porak-poranda. Kami menemukan mayat Tetua Patri dan dua pengawal dengan kondisi mengenaskan.""Apa?" Galuh Primuja berceletuk dengan sangat keras."Ampun, Tuan. Tetua Hugeng bersama yang lainnya sedang menuju ke sini."Betapa terkejutnya Galuh mendengar kabar tersebut. Dapat dibayangkan bagaimana perasaan seorang Galuh yang harus melihat mayat adiknya, ketika Tetua Hugeng dan lainnya sampai di kediaman Jelak Hitam. Terlebih lagi berapa hari kemarin, dia telah berduka atas kematian putra bungsunya.Selain Galuh, seluruh keluarga juga terguncang atas hal itu. Mereka menangis dan berniat untuk menyelidikinya. Mereka akan me
"Aku tidak mengerti. Hanya berharap dia tidak apa-apa," balas Huzen. "Hm. Dilihat dari lukanya, seharusnya sudah merusak dantiannya. Namun, ketika tadi kuperiksa. Ternyata dantiannya baik-baik saja. Ini cukup aneh. Atau sebuah kejaiban? Entahlah."Huzen hanya bisa mendengar pernyataan itu tanpa memberi komentar. Pengetahuannya tentang medis sangatlah minim....Sementara di ruangan lain. Tiga orang biksu tengah menangani masing-masing satu pasien yang dibawa Huzen."Tuan!" Satu orang biksu tampak mengalirkan tenaga dalamnya kepada Wira, setelah beberapa saat tadi memberikannya ramuan. Namun, tanpa diduga Wira seketika bangkit, yang membuat sang biksu terlonjak hingga terdorong dua langkah ke belakang."Tuan? Tuan? Di mana tuanku?"Keagresifan Wira saat itu membuat sang biksu tidak bisa melakukan apa pun. Dia menggeleng sambil menunjukkan raut linglung."Di mana tuanku?" Wira lalu menoleh ke belakang, pada dua biksu yang tengah mengobati Yati dan Hanum. Namun, sontak saja Wira terdia
Mereka tidak menjawab dan tetap melanjutkan langkah. Beberapa saat, mereka pun tiba. Dari luar, terdengar suara jerita yang sangat keras seorang wanita.KREKSuara pintu terdengar. Di dalam, Yati yang jongkok bersandar di sudut ruangan dengan rambutnya yang sudah awut-awutan, lekas menyorot tatapannya ke arah pintu. SIUUFTetua Kalingga yang lebih dulu masuk, sontak dikejutkan dengan sebuah vas berwarna hijau pudar yang melesat ke arahnya. Untung saja Tetua Kalingga sangat gesit, sehingga dapat menangkap vas itu dengan mudah."Pergil kalian! Pergi! Jangan! Jangan lakukan itu! Pergi kalian! Tidak. Aku tidak mau! Jangan!" Yati melantangkan suaranya."Apa yang terjadi?" Master Hubalang Luda menepuk pundak satu biksu di sana, lalu bertanya."Izin, Tuan Master. Beberapa saat tadi wanita itu sudah sadar. Namun, dia langsung berontak dan seolah-olah kami akan melakukan sesuatu padanya. Kami sudah berusaha menangkan, tapi dia tetap seperti itu. Sepertinya ada yang salah dengan mentalnya," ja