Keringat bersimbah di seluruh tubuh, napas menderu hebat dengan ritme yang kacau. Veramita membelalak menatapku tengah berada di atas tubuhnya.
Sedangkan diriku menyeringai meski demikian juga bergelimang rasa lelah.
“K-kamu … hebat,” katanya dengan napas yang berusaha diatur sedemikian rupa. Tangannya bergerak menyapu peluh yang berkumpul di kening, lalu menarik selimut hingga menutupi tubuh hingga leher.
“Gue udah bilang ‘kan kalau gue yang jadi pemenang dari pertempuran ranjang ini.”
Sekarang terbentuk sebuah kurva yang sangat tipis. Mungkin itu suatu bentuk ketidakinginannya untuk mengakui kehebatanku.
Padahal, beberapa waktu lalu, dia benar-benar menjerit, meronta, memohon, dan meremas begitu lamat seprai polos berwarna putih tanpa motif itu.
“Lo udah kalah, Veramita. Dan lo harus mengakui kalau gue yang terkuat.”
Sambil tertawa, dia berkata, “Okay, okay. Ak
Aku telah mengalami sial bertubi-tubi sejak bekerja di agensi CatHub. Seperti yang kalian ketahui, aku sudah melakukan hal panas dengan banyak perempuan, sebagiannya memang tak kuceritakan karena tak terlalu penting.Aku cenderung menikmati sebagiannya, tetapi menolak keras sebagiannya lagi. Sebab, hal-hal tak waras dan menyimpang dalam hal seksual membuatku agak merinding.Aku hanya tidak ingin menjadi babu sebuah nafsu menjijikkan para perempuan seperti itu. Yah, aku tahu mereka telah kecanduan dengan segala macam jenis percintaan palsu.Memang, bagi kami, ranjang adalah singgasana yang kedudukannya paling tinggi. Berada di ranjang, artinya kami menjadi raja atau ratu.Di luar sana, telah banyak orang yang memuja-muja kami, berkomentar dan memberikan ulasan positif tentang seberapa bergairahnya mereka dengan pasangan masing-masing karena menonton film yang kami perankan.Pada dasarnya, bekerja di bidang seperti ini tidak membutuhkan keahlian khus
Biar kuberitahu kalian satu hal, aku begitu jarang mengandalkan orang lain dan tidak pernah mengharapkan orang lain untuk membantuku dalam segala hal.Di agensi, satu-satunya orang yang tidak memiliki tim manajemen seperti kebanyakan artis dan aktor lainnya mungkin hanya aku.Elaine pernah memintaku untuk merekrut seseorang yang bisa memanajemen waktu dan jadwalku bekerja. Namun, aku menolak dengan keras usulan itu.Aku lebih senang melakukan semuanya sendirian. Aku bisa bebas dan tidak terikat pada aturan yang diterapkan orang lain. Lagi pula, aku begitu malas diatur-atur orang lain. Itu salah satu hal yang aku benci dari sekian hal lainnya.Namun, Elaine membuat keputusan sepihak lagi. Tanpa persetujuan dariku, dia memperkenalkan padaku seorang perempuan berambut sebahu.Aku menatap perempuan dengan jas abu-abu dan rok selutut tersebut.“Kenalkan, dia Susanti. Dan dia yang akan menjadi manajermu mulai sekarang.”Tatapank
Bangun tidur hanya mengenakan sebuah dalaman, aku seketika tercengang ketika berjalan ke kamar mandi dan melihat Susanti telah duduk di ruang tamu sambil menyilangkan kedua tangan.Padahal, nyawaku belum pulih sepenuhnya. Namun, akibat itu, mataku jadi melek dan tubuhku bergeming.Ini bukan masalah malu atau tidak karena aku hanya mengenakan dalaman. Namun, aku tidak habis pikir mengapa perempuan itu bisa masuk ke rumah orang.Aku sama sekali tak lupa telah mengunci pintu. Bahkan gerbangnya sudah kugembok dan lilit dengan rantai. Jadi, apa sebenarnya aku melewatkan hal penting?“K-kenapa lo bisa ada di sini?”Karena aku hanya mengenakan dalaman, Susanti tidak menatap ke arahku. Dia lantas menatap lurus ke depan dan mulai membuka mulut.“Karena saya memiliki kunci rumah ini.”Aku rasa itu tidak perlu dipikirkan terlalu keras. Satu-satunya orang yang memiliki kunci cadangan rumahku ialah Elaine. Ya, pasti wanita
Sebenarnya ini sama saja seperti aku tidak lagi memiliki hidupku sendiri. Pekerjaan secara penuh telah merampasnya. Yah, kupikir awalnya ini sangat menyenangkan.Bagaimanapun, Elaine memintaku harus memahami keadaan karena aku perlahan-lahan telah menjadi seorang bintang yang semakin banyak diinginkan media.Terlepas dari semua itu, aku tetaplah harus menyingkirkan Susanti, bagaimanapun caranya.Setelah beberapa waktu lalu memberiku tamparan yang sangat menyakitkan, bukan berarti aku harus menyerah. Coba saja pikirkan, orang lain tidak berhak mengatur kehidupan kalian.“Woy! Buatkan gue kopi.”Aku langsung duduk di sofa.“Maaf, itu bukan bagian dari pekerjaan saya. Saya bukan pembantu, tapi manajer Anda.”Aku terbelalak dengan jawabannya. Lalu, untuk apa dia ada di rumah ini jika pada akhirnya hanya berguna dalam mengatur jadwalku?Buang-buang uang dan tidak efisien. Sebuah perangkat lunak bahkan jauh le
Susanti menggeliat saat aku mencoba mengelus leher dan tengkuknya. Aku pikir ini suatu pertanda bahwa dirinya benar-benar ingin aku gerayangi.Walau begitu, aku masih ragu untuk membobol gawang pertahanannya. Bagaimana jika Elaine marah?Aku yakin Susanti ditugaskan dengan diberi bekal beberapa hal yang tidak boleh ia lakukan denganku. Namun, dia bisa saja beralasan bahwa aku melakukannya secara paksa.Ah, menurutku itu juga tidak akan membuat kemarahan Elaine urung.Mengesampingkan hal itu, aku demikian menelan saliva karena desau yang keluar dari mulut Susanti.Apalagi saat ini matanya tengah terpejam. Apakah sebegitu pasrahnya ia atas tindakan senonoh yang aku lakukan padanya?Tak lama berpikir, kaki Susanti telah menendang keras selangkanganku.“Aw! S-sialan!” kataku sambil menjauh darinya.Senyuman keji itu kembali terlihat di wajah Susanti. Dia masih berbaring di ranjang.“Anda pikir saya akan dia
Sangat mengesankan! Bahkan Susanti memanggilku dengan sebutan tuan? Hal gila macam apa lagi ini? Dugaanku seratus persen benar.Untung saja aku banyak belajar dari pengalaman di masa lalu. Mereka yang marah hanya karena bersentuhan dengan para lelaki, ternyata betul-betul menginginkan aktivitas panas. Meski aku tidak berpikir semua perempuan seperti itu.Kuhentikan gerakan tangan. Susanti membuka mata dan bertanya, “K-kenapa Anda berhenti?”Aku hanya mengangkat satu sudut bibir, lalu menjauh darinya.“Gue nanya beberapa hal sama lo.”Perempuan itu sebenarnya sudah terlihat sangat berantakan. Mulai dari pakaian yang compang-camping, beberapa kancing kemejanya terbuka dan memperlihatkan dalaman berwarna putih miliknya.Meski aku sangat penasaran untuk membuktikan virgin atau tidaknya dia, ada hal yang harus aku pastikan lebih dulu padanya.Tidak seperti sebelumnya, entah pergi ke mana keberaniannya itu. Dia telah
Kami telah sama-sama berada di puncak hasrat yang segera ingin diledakkan. Namun, ketika aku menyadari sebuah kehadiran dan bau asap rokok, pandanganku teralihkan ke pintu kamar.Aku tercengang dengan saliva yang sulit dicerna. Elaine berdiri sambil menyandarkan punggungnya di kusen pintu. Sesekali, dia memicingkan mata ke arah kami yang tengah melakukan aktivitas panas.Padahal, sedikit lagi kelelakianku menembus gawang pertahanan Susanti. Sayangnya, aku urung dan segera menjauh.Aku mengambil handuk yang terletak di nakas dan menutupi amunisi kerasku.“Tidak selamanya keras itu kelam, kan? Kalau kehidupan yang keras, itu sangat tidak menyenangkan. Tapi, kalau barangmu yang keras, itu terasa sangat nikmat.”Entah apa maksud perkataan Elaine barusan. Aku belum bisa mencernanya dengan baik. Yang jelas, Susanti pun segera menutupi setiap bagian tubuhnya dengan selimut.Ada rasa malu yang terlihat di wajahnya dan ia tidak berani men
“Ada bingkisan untukmu, Adrian.”Elaine meletakkan sebuah kotak yang dibalut kertas kado warna-warni bermotif bunga dan simbol cinta di atas meja. Meski mengatakan bingkisan tersebut untukku, dia tidak mengatakan siapa yang memberikannya.Jadi, aku cukup heran. Biasanya, jika Elaine memberikanku sebuah hadiah, pasti tidak akan dibungkus secantik kado tersebut.“Dari siapa?” tanyaku kemudian sambil memperhatikan kado itu dengan lamat, meraba-raba dan memperkirakan beratnya.“Saya tidak tahu. Security berkata dari seorang perempuan yang bukan salah satu artis di agensi ini.”Ini menambah kesan misteri. Terlalu sulit untuk dipecahkan karena aku sama sekali tidak memiliki teman di luar sana.Atau mungkin dari Kiana?Tidak mungkin. Dia mana tahu aku bekerja di CatHub. Aku sudah berkali-kali menyelidikinya dan dia benar-benar tidak mengetahuinya. Maksudku, tidak ada tanda-tanda bahwa dia mengenalku sebelu
“Aku udah bilang sama kamu, kan?”Sepasang tangan memelukku dari belakang. Sementara diriku masih saja tak bisa berpaling dari bayangan Carissa yang telah meninggalkanku dengan lelaki bernama Alex. Dia tak lagi terlihat di kedua mataku.Perempuan ini melepaskan dekapannya, lalu berdiri di hadapanku dengan sebuah senyuman. Sesekali, dia membenarkan kacamatanya yang sempat melorot.“Kita pulang, yuk.”Entah mengapa aku menurut begitu saja, lalu berjalan sambil bergandengan tangan dengannya. Kami masuk ke dalam mobilku. Namun, aku kembali bergeming.“Udah, nggak apa-apa. Sini, aku masih sama kamu.”Aku mengangguk pelan, lalu perempuan berkacamata ini membenamkan kepalaku dalam dekapannya. Sungguh hangat. Sungguh nyaman dan aku terbuai akan sebuah perasaan.“Kenapa semua harus terjadi sama gue? Kenapa orang-orang yang gue cintai nggak pernah bisa menetap dan menemani gue?”“Aku
“Kenapa, Carissa? L-lo bilang kalau kita akan selalu bersama. Tapi, kenapa sekarang kamu bilang kita nggak bisa bersama?”Begitulah aku bertanya pada Carissa yang sedang tertunduk di depanku. Mungkin aku sudah tidak bisa mengeluarkan air mata kesedihan. Sebab, ini terlalu sulit untuk dipercaya. Hanya karena sebuah kesalahan, kenangan yang telah kami jalani bersama akan sirna begitu saja.“Adrian, saya sudah memikirkan ini cukup lama. Atau tepatnya ketika saya jatuh cinta padamu. Saya merasa sangat mencintaimu, tapi rasanya sangat sulit jika kamu terus-menerus nggak bisa mengendalikan dirimu sendiri.”“B-bukannya semua gangguan yang aku alami atas Skizo ini udah perlahan-lahan berkurang? Maksudku, aku udah nggak mengalami Skizo lagi dalam beberapa bulan terakhir. Aku nggak mengalami ilusi dan delusi lagi,” jelasku.Terdengar bahwa napas Carissa begitu berat saat mengembus. Aku menduga bahwa dia pun begitu sulit untuk men
Tanpa pikir panjang setelah melihat bahwa lelaki bernama Alex ini melakukan hal yang tidak seharusnya pada Carissa, aku berlari dengan penuh amarah. Kemudian, tanganku yang terkepal melayang begitu saja hingga menghantam wajahnya.“Sialan lo! Berani-beraninya lo ngelakuin hal nggak pantes sama cewek gue!”Amarahku tidak terkendali. Aku menjadi orang yang sangat brutal dan emosi itu semakin lama semakin bergejolak.“Adrian! Jangan, Adrian!”Aku tahu aku mendengar suara Carissa yang berusaha menyabarkan hatiku. Hanya saja, aku sudah tidak terkendali lagi. Begitu lelaki bertubuh tinggi ini terjatuh, aku segera meraih kerah pakaiannya, lalu menghantamnya lagi dan lagi.“Lo cowok sialan! Lo nggak tahu kalau Carissa udah punya pacar?! Sialan lo! Goblok!”Secara terus-menerus kuhujani Alex dengan tinjuku. Sesekali, kakiku menendangnya tak tanggung-tanggung. Bagiku, dia sangat pantas mendapatkan perlakuan seperti
Aku tak tahu siapa laki-laki berambut pirang dan berbola mata kuning yang menyerukan nama Carissa barusan. Namun, dari gelagatnya, kurasa dia sangat mengenal Carissa.“Hai, Carissa! Kita bisa berjumpa lagi!” ucap laki-laki berambut pirang yang telah tiba di hadapanku dan Carissa.Sementara itu, perempuan ini terlihat cukup tegang dan khawatir.“A-Alex ….”“Yup! Ini saya. Alex. Apa kabar? Sudah cukup lama kita tidak bertemu.”Sembari mengalihkan pandangan padaku, Carissa menjawab, “B-baik. Saya baik. B-bagaimana denganmu?”Sepertinya, Carissa memang agak gugup berbicara dengan laki-laki bernama Alex ini. Entah, dia mungkin teman kekasihku yang telah lama tidak bertemu.Aku, sih, mengerti mengapa Carissa begitu khawatir dan terlihat gugup. Bisa saja dia sungkan berbicara karena ada diriku di tengah-tengah mereka.“Carissa, gue tunggu lo di mobil aja, ya,” ucapku k
Diana menjauhkanku dari Carissa.“Aku nggak akan menyerahkan Adrian sama kamu!”Mendengar nada tegas perempuan yang tengah mencengkeram erat lenganku ini, Carissa tersentak. Seketika, dia kembali naik pitam.“Apa maksudmu? Adrian itu kekasih saya!”“Kalian cuma sepasang kekasih, bukan suami dan istri. Saya masih punya hak merebut Adrian dari kamu!”Tentu saja, aku tidak bisa tinggal diam atas apa yang Diana lakukan. Dia sudah benar-benar kurang ajar dan tak tahu diri.“Lepasin gue, Diana!” Kutarik tangan dengan segera dan menatap perempuan ini penuh intimidasi.“Adrian! Kamu sebenarnya nggak sayang sama Carissa! Apa kamu yakin dengan perasaanmu? Gimana kalau perasaanmu cuma ilusi?!”Senyuman yang lebar terpahat di wajah Diana. Ini seolah-olah dia berusaha untuk melumpuhkan kepercayaan diriku.Bagaimana mungkin dia mengatakan bahwa perasaanku terhadap Carissa mer
Di mulut pintu gudang, telah berdiri Carissa yang menyaksikan Diana memeluk diriku. Hal ini tentu saja tidak bisa aku biarkan. Walau demikian, telah terjadi kesalahpahaman di antara kami. Tak diragukan lagi.“Carissa?!”Perempuan itu menggeleng-geleng seolah tak percaya dengan yang ia saksikan.“Gue … gue … nggak kayak yang lo lihat, Carissa!”Aku berusaha menjelaskan padanya. Entah mengapa, tak ada yang dapat aku ucapkan, sebab Diana semakin erat memeluk diriku.Segera kudorong Diana agar terlepas dari tubuhku. Tahu-tahu, pakaiannya telah compang-camping. Entah sejak kapan itu terjadi. Aku yakin bahwa dia sengaja melakukannya sendiri agar terkesan bahwa akulah yang telah melakukannya lebih dulu atas keinginan sendiri.“Jangan percaya apa yang lo lihat, Carissa!”Segera aku berlari untuk menggapai Carissa yang masih berdiri dengan tatapan nanar di mulut pintu. Dia tak bergerak sedikit
Ketika aku berjalan untuk menuju ruang syuting, seseorang mendorong tubuhku hingga masuk ke sebuah gudang penyimpanan alat dan barang-barang bekas.“Woi! Apa-apaan ini?!”Aku tak melihat apa pun di ruangan tersebut karena sangat gelap. Tubuhku didorongnya hingga mentok pada dinding. Sedangkan, mataku ditutup oleh sehelai kain. Sempurna sudah, aku tidak bisa melihat apa pun.“Siapa lo?! Apa-apaan, sih, ini?!”Tanganku berusaha meraba-raba, tetapi tak mendapatkan apa pun. Kudengar embusan napas dari orang yang menyekapku ke gudang ini.Sepasang tangan melingkar di pinggangku. Dari kelembutan kulit yang aku rasakan, kurasa pelakunya adalah seorang perempuan.“Siapa lo? Kenapa lo ngelakuin ini?”Masih tak ada jawaban. Kini, terasa bahwa tangannya meraba-raba dadaku, menelusup ke balik kemeja yang aku kenakan. Segera aku tepis dan berhasil menggenggam tangannya.Meskipun tak bisa melihat apa pun,
Aku membuka pintu ruangan Elaine dengan kasar.“Apa-apaan, sih, lo?! Kenapa si Diana cewek gila itu harus jadi partner gue?!” protesku sambil mendengkus kasar, lalu mengempaskan pantat di sofa.Elaine terlihat sedang bersantai sambil menikmati rokok putih kesukaannya. Dia menatapku sejenak dan tersenyum kecut. Ini seolah-olah dia melihat seorang lelaki bodoh.“Kenapa, Adrian? Kamu tiba-tiba datang dan berteriak seperti itu. Memangnya dia merepotkanmu selama ini?”“Udah jelas! Dia ngerepotin banget! Hubungan gue sama Carissa hampir aja berakhir gara-gara dia! Udah gila itu cewek. Bisa-bisanya lo … ahhh!”Kuembuskan napas panjang untuk sedikit meredakan kekesalan yang menyelimuti.Walau demikian, aku memang tak habis pikir dengan perempuan bernama Diana itu. Mulai dari sikapnya yang riang, lalu berubah jadi sangat licik dan merepotkan. Benar-benar tipe perempuan yang tidak pernah aku inginkan ada di d
Dengan langkah cepat, aku masuk dan mengunci pintu rumah. Tak lama kemudian, pintu diketuk-ketuk dengan keras oleh Diana dari luar.“ADRIAN! AKU NGGAK MAU PULANG! AKU MAU TETAP DI SINI!”Begitulah dia berteriak sambil membentur-benturkan tangannya di pintu, kurasa. Aku tak menanggapi semua yang dia ucapkan dengan teriakan pekak.Ini benar-benar tidak bagus. Semestinya aku sudah bermesra-mesraan sekarang dengan Carissa setelah selesai makan siang. Namun, kedatangan Diana menjadi sebuah malapetaka bagi kami.“Adrian! Please! Bukan pintunya! Aku nggak akan pulang sebelum kamu menerima aku jadi yang kedua!”Salahkah jika aku mengatakan perempuan ini murahan? Sebab, dia terlalu menuntut hati seseorang yang tidak memiliki perasaan padanya.Baru kali ini aku bertemu perempuan keras kepala seperti Diana. Ia bahkan tidak ragu mempermalukan dirinya di hadapanku. Jika benar dia mencintai dengan setulus hati, mengapa tidak memiki