Home / Urban / EUFORIA / Sampah Masyarakat

Share

Sampah Masyarakat

Author: Marion D'rossi
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Dengan hanya menggunakan dalaman berwarna merah, Elaine menumpu tubuh dengan kedua tangan di masing-masing sisi kepalaku, dia berada di atas. Rambut lurus panjangnya yang wangi menyentuh sebagian wajahku. Mata wanita itu lamat, tentu dengan senyuman tipis yang mengiringi.

Aku rasa, itu bukan senyuman yang dapat dikategorikan positif. Dia seolah-olah sedang mengintimidasi dengan perlakuannya saat ini. Apalagi, aku bisa melihat dua gundukan yang tidak jauh lebih besar dari milik Siska. Namun, itu sangat menggoda. Ya, sepertinya dia telah mulai membuatku berkhayal.

Matanya menyugesti diriku atau justru aku yang salah di sini karena menyugesti diri sendiri.

"Pelajaran pertama, kamu tidak boleh merasa diintimidasi oleh pasanganmu saat sedang berada di frame kamera. Kamu berperan sebagai lelaki yang keren, Adrian. Sebisa mungkin, kamu tidak boleh kalah dan terbuai oleh kenikmatan yang akan kamu dapatkan."

Seperti yang wanita itu katakan. Jika menyangkut profesionalisme, tentu saja kenikmatan itu seharusnya tidak terjadi bagiku dan Siska. Kami hanya sedang bekerja dan jika terlalu menikmatinya, skenario yang telah dibangun oleh si penulis naskah itu tidak ada artinya.

"Lo bilang gue boleh berperan secara alami. Dan sekarang lo bilang gue nggak boleh menikmatinya."

"Berperan secara alami bukan berarti kamu harus menikmati setiap gerakan yang dihasilkan pasanganmu saat syuting. Akan saya ajarkan bagaimana cara untuk menahan hasrat pribadimu."

Senyuman yang bertambah lebar itu membuatku merasa tidak enak. Mungkin dia akan melakukan sesuatu yang sangat ekstrim sampai-sampai membuatku kencing di celana.

Dan tentu saja, tak menunggu lama, Elaine mengangkat tangan kanan dan memasukkannya ke dalam kausku. Kulit lembutnya bermain-main di dada bidangku, begitu pelan dan kembali membangkitkan gairah tersebut.

"Jangan terlalu memikirkannya. Ini hanya sentuhan kecil."

Bayangkan saja, apa yang akan kalian lakukan jika seorang wanita dewasa hanya mengenakan dalaman dan mengelus-elus tubuh kalian? Bagian sialnya, kalian tidak boleh melakukan apa pun selain menahan diri.

Namun, tidak dapat dipungkiri, senjata kelelakianku telah tidak dapat ditahan untuk selalu tunduk dan bersikap kalem. Ini hal yang wajar karena aku merupakan manusia biasa yang dilahirkan dengan nafsu di dalam diri.

"Kamu berhasil melewati ujian level satu. Selanjutnya, ini akan lebih nikmat dari yang kamu bayangkan."

Tiada yang dapat kukatakan. Dia seorang direktur yang telah berpengalaman dan tahu bagaimana mengajarkan orang lain untuk bersikap profesional.

"Sialan!" umpatku karena merasa sangat kesal tidak bisa merasakan lebih dari kenikmatan yang dihasilkan tangan wanita itu.

Mungkin inilah sifat alami manusia, selain dari bernafsu yang sangat tinggi, demikian serakah selalu menginginkan hal yang lebih dari yang didapatkan. Ah, aku ingin sekali menggapai dua tonjolan yang terpampang jelas di mata.

Kali ini, tangan Elaine berpindah ke leherku, bagian paling geli sekaligus dapat memicu hasrat hingga 50 persen lebih meningkat.

"Wajahmu sudah merah, Adrian. Apa mesinmu sudah cukup panas?" bisik Elaine tajam yang semakin menambah ketidaksabaranku untuk mengoyak seluruh bagian tubuhnya.

Saat mata kubuka, kepala Elaine telah bergerak mendekat dengan mulut yang sedikit terbuka. Itu seolah-olah dia akan memberikanku kenikmatan yang benar-benar aku inginkan. Ya, kurasa aku tidak akan menyesalinya jika melakukan hal tersebut dengannya. Aku pasrah dan menerimanya asalkan bisa terpuaskan dan lega kembali setelahnya.

Namun, persepsiku telah salah. Tawa yang bergelak renyah itu membantah harapan yang kusebut dalam angan.

"Apa yang lucu?! Lo menertawakan gue!"

"Wajahmu benar-benar lucu, Adrian. Apa kamu sangat mengharapkan saya melakukannya bersamamu? Tidak, Adrian. Ini hanya pemanasan dan pelatihan untukmu. Jangan mudah tergoda oleh perempuan mana pun."

Elaine beranjak bangkit dan menyudahi aktivitasnya.

Tubuhku terasa hangat, jauh lebih panas di bagian kepala, tepatnya di telinga. Menahan adalah hal yang cukup melelahkan dan aku hanya bisa mengembuskan napas panjang sambil bergulir ke samping kanan.

Wanita itu melemparkan sebuah botol kecil padaku yang suaranya seperti ada beberapa barang kecil di dalamnya.

"Ambillah. Itu adalah pil yang biasa kami berikan ke aktor maupun artis sebelum melakukan syuting. Tanpa itu, kamu hanya akan terlihat sebagai lelaki lemah di kamera. Jadi, pastikan kamu mengonsumsinya satu jam sebelum syuting dimulai besok malam."

Setelah mengenakan pakaian kembali, Elaine bergerak menuju pintu. "Saya tunggu di meja."

Aku sangat membenci keadaan saat tidak bisa mendapatkan apa yang diinginkan. Aku benci menahan semuanya dan benci berakhir di kamar mandi setelah semua ini usai.

Bukankah aku benar-benar menjijikkan?

Meskipun tampan dengan tubuh yang proporsional, aku sama sekali tidak memiliki jiwa lelaki sejati. Aku terlihat konyol di hadapan diri sendiri karena memiliki pikiran kotor dan terlampau menjijikkan.

Takdir hidupku mungkin telah ditentukan menjadi seperti ini. Dulu, saat ayahku masih hidup dan belum benar-benar semiskin ini, aku selalu menghabiskan uang dengan hal yang tidak berguna. Mataku telah terlampau sering menikmati penampilan para perempuan tanpa busana.

Aku pikir begitu enak menjadi seorang pemain di film-film yang pernah aku tonton dengan hanya bermodalkan paket internet dan sebuah perangkat. Namun, kini aku merasakan penderitaan mereka. Dan mungkin akan jauh lebih menderita saat aku telah muncul di balik layar. Orang-orang akan menyaksikan wajahku dengan jelas.

Orang-orang akan menyaksikan betapa menjijikkan diriku dan itu sungguh hal yang memalukan.

"Ini bayaranmu. Tenang saja, itu hanya uang muka. Kamu akan mendapatkan lebih dari itu dan hidupmu selamanya akan enak bergelimang uang."

Elaine menyodorkan amplop berwarna cokelat padaku yang berisi setumpuk uang di dalamnya. Entah berapa jumlahnya. Namun, itu sudah cukup bisa mengatasi masalah kelaparan dan membayar biaya rumah sakit ibuku.

"Dan ini adalah ponsel. Kamu akan menggunakannya untuk berkomunikasi dengan saya. Setelah kamu tiba di rumah, segera hubungi saya dan akan saya kirimkan naskah untuk kamu perankan besok malam."

Aku menunduk sambil sesekali mengembuskan napas panjang.

"Nah, Elaine. Apakah lo pikir gue orang yang menjijikkan?"

"Menjijikkan? Saya tidak peduli bagaimana penilaianmu pada dirimu sendiri. Tapi, bagi saya, setiap orang punya kekurangan. Orang lain tidak berhak menilaimu. Jika kamu butuh melanjutkannya, lakukan sendiri karena itu adalah risiko yang harus kamu tanggung selama bekerja di sini."

Tanpa berkata apa pun lagi, aku berdiri dan keluar dari ruangan Elaine. Jangan tanya sesedih apa aku malam ini. Aku telah biasa dikoyak masalah dan kesedihan, tetapi tak pernah merasa sesedih ini. Seperti yang kuduga, hidupku tidak lagi berarti. Aku hanya berakhir menjadi sampah masyarakat yang ditimpa kebahagiaan dan tawa orang lain.

Melewati beberapa koridor gedung yang cukup panjang tersebut, aku tak sengaja menabrak seorang perempuan karena terlalu menunduk.

"Sorry, sorry. Gue nggak sengaja."

Ah, ternyata dia salah satu idolaku. Tak dapat dielak bahwa mata ini pernah melihatnya tanpa busana dan mendengar suara menjijikkannya melalui headphone.

Rosemary Ananda.

-II-

Related chapters

  • EUFORIA   Gadis yang Tegar

    Rosemary Ananda, perempuan manis dengan bibir tipis yang sangat menggoda. Ditambah lagi rambut bergelombangnya memberikan kesan keanggunan yang tiada tara. Aku selalu bisa terpesona oleh wajah tirusnya yang kadang merona saat berada di frame. Apa pun yang berhubungan dengannya, bahkan iklan sekalipun yang bisa menipu di media internet selalu saja membuatku langsung mengunjunginya.Namun, kini dia nyata berada di hadapanku. Sudah kuduga dari awal, berada di gedung agensi ini akan selalu membuatku menelan saliva dan menahan hasrat yang telah membludak.Sedari tadi, karena telah berhasil tersihir wajah manis gadis itu, aku bergeming. Sedangkan Ananda perlahan-lahan bangkit.“Kamu nggak apa-apa?” tanya gadis manis mengenakan pita berwarna merah muda itu yang seketika membuatku sadar dari imaji.Sudah tak diragukan lagi. Bahkan meski dia hanya berada di layar ponsel, Ananda selalu sukses menjadikanku manusia imajinatif dengan seribu pikiran kotor n

  • EUFORIA   Kenikmatan Hanya Angan-Angan

    Jika ini yang terjadi, maka tak ada bedanya dengan tidak melakukan apa-apa. Aku bertanya-tanya, apakah usaha yang telah kulakukan sia-sia? Terlebih lagi, aku telah terlanjur melangkah ke jalan yang penuh kegelapan. Aku akan banyak menghabiskan waktu dengan para perempuan baru, tidur dengan mereka, melakukan hal yang nikmat, tapi penuh kekosongan.Sebentar, ada yang aneh denganku. Mengapa air mataku tak dapat dikeluarkan bahkan setelah mengetahui kabar bahwa ibuku telah tak lagi bernyawa? Hati hitamku terlampau jahat, menutupi segala rasa yang awalnya biasa-biasa saja.Ada sebuah kelegaan yang terasa. Senangkah aku dengan kematian ibuku?Setidaknya, aku telah berjuang sekuat tenaga, bahkan hingga mengabaikan setiap rasa lapar yang hadir.“Saya turut berduka cita atas meninggalnya ibumu, Adrian,” ucap Elaine yang tengah menikmati rokok dan kopi di sebelahku. “Apa kamu sangat terpukul?”Tanpa berat hati, aku menatap wanita ters

  • EUFORIA   Puncak Hasrat

    Sesi syuting pertama telah berakhir dan bagiku cukup melelahkan. Untungnya, adegan dalam naskah film itu dibagi-bagi menjadi beberapa bagian. Walau begitu, ketidaknikmatan ini harus aku tanggung dan menjadi risiko paling besar. Padahal, Siska telah menawarkan agar kami melakukannya setelah sesi syuting."Hai, Adrian! Gue suka cara main lo!" ucap Siska setelah selesai membersihkan keringat yang bercucur di wajah dan leher. "Gimana sama perjanjian kita? Apakah kita akan ..."

  • EUFORIA   Popularitas

    "Ini kunci mobil dan ini kunci rumah baru untukmu."Aku cukup tercengang ketika Elaine menyodorkan dua kunci untukku. Sambil mengangkat sebelah alis, aku bertanya, "Kunci? Buat apa?""Itu fasilitas dari agensi. Kamu mendapatkannya jauh lebih cepat dari yang lain. Kamu tahu kenapa?"Elaine menyesap rokok putihnya sambil menyelonjorkan kaki di atas meja. "Itu karena kamu sudah sangat berprestasi. Penjualan film pertama yang diluncurkan eksklusif di website resmi telah mencapai 500 ribu pembeli. Grafik yang sangat bagus dan luar biasa sepanjang sejarah agensi ini berdiri."Mulutku menganga mendengar penjelasan Elaine. Mungkin bagiku sendiri saja, itu sudah cukup luar biasa. Aku tidak pernah menyangka bahwa film perdana yang aku perankan bersama Siska akan begitu laris bagi mereka pencinta film-film dewasa."S-sebanyak itu? Lo bercanda?!"Elaine justru menertawakan keterkejutanku."Bercanda? Saya tidak pernah bercanda. Itu a

  • EUFORIA   Melakukannya dengan Elaine

    Entah mengapa, ketika aku meremas bemper belakang Elaine, ada riak yang menandakan kemarahan di wajahnya. Elusan-elusan lembut yang dihasilkan tangan wanita itu berganti menjadi cengkeraman di kausku.“Ups! Lo marah?” tanyaku merasa tak enak pada Elaine.Dia tak menjawab, tetapi kemudian mengembuskan napas pasrah.Tidak ada komunikasi antara kami dalam beberapa menit. Elaine hanya menatapku dengan lamat dengan dada yang kembang kempis, menandakan napasnya mulai tak teratur.“Kamu pikir sudah berapa banyak saya tidur dengan laki-laki?”Tentu, pertanyaan itu tidak dapat kujawab sebab kurang mengetahui tentang sang wanita. Aku ingat dia pernah berkata memiliki hasrat seksual yang menyimpang. Melakukan hal yang panas denganku tidak akan menjadi hal yang membuatnya demikian merasakan nafsu.“Gue … nggak tahu.” Aku menggeleng pelan.“Saya sudah tidur dengan ratusan laki-laki. Dari mereka semu

  • EUFORIA   Kenikmatan yang Didamba

    Akhirnya, aku bisa merasakan sentuhan kulit yang kuinginkan, bisa merasakan kenikmatan yang menyelimuti seluruh tubuhku. Hasrat yang keluar bahkan melebihi kehebatan saat melakukannya bersama Siska. Inikah keahlian seorang pro?“Bagaimana, Adrian? Apa kamu sudah merasa ingin menyerah?”Elaine seolah-olah mengejek diriku, berharap aku menyerah dengan kemampuan yang dia miliki. Aku memang seorang pemula, tetapi aku sudah banyak belajar hanya melalui mata. Semua yang kulihat telah kuingat dan simpan di dalam kepala.“Jangan meremehkan gue!”Malam itu terasa begitu panjang, kenikmatan seolah-olah telah akrab denganku. Namun, aku merasa kosong kesekian kalinya. Ada ketakutan dan perasaan jijik yang hadir di benakku.“Kenapa kamu berhenti, Adrian?”Kuhapus peluh yang bercucur di wajah. Elaine tentu saja terlihat menikmati semuanya. Dia sangat bersemangat. Sesuai yang ia katakan, dia punya tipe tersendiri untuk s

  • EUFORIA   Rosemary Ananda

    Rosemary Ananda berdiri di depan pintu rumah baruku dengan pakaiannya yang serba minim. Rok mini, baju berwarna merah muda tanpa lengan yang cukup ketat sehingga dengan mudah diriku bisa melihat tonjolan miliknya.Seperti biasa, dia selalu menggoda di mataku dengan lipstik merah muda di bibir tipisnya. Rosemary Ananda, sesungguhnya aku ingin dia merasakan kenikmatan bersamaku.“Lo?”“Hai, Adrian. Kita bertemu lagi.” Dia bergerak masuk tanpa kupersilakan, kemudian mengedarkan mata ke sekeliling ruangan utama. “Rumah yang bagus. Kamu beruntung sekali. Syuting perdana sudah mendapatkan rumah ini.”“Ya, gue juga nggak menyangka.”Ananda berbalik badan dengan memahat senyuman yang lebar. “Kamu harus bersyukur.”“Tentu. Gue akan bersyukur atas pencapaian ini.”Gadis manis berlesung pipit itu mendekatiku dan merapikan kerah kemejaku yang agak berantakan.“Ak

  • EUFORIA   Ketagihan

    “Nah, Ananda. Apa lo punya pacar?” tanyaku setelah sesi kenikmatan itu berakhir dengan puncak jerit yang tiada batas.Sambil bermain-main dengan hidungku yang lancip, Ananda menjawab, “Aku nggak punya pacar. Kenapa kamu tanya seperti itu?”“Gue selalu membayangkan apa jadinya kalau gue punya satu dan dia tahu profesi yang gue jalani.”Senyuman yang menenangkan seperti biasanya, selalu dapat mengubah pace degup jantung yang berontak dengan segala kegelisahan.“Aku yakin, pasti ada yang bisa menerima kamu apa adanya. Satu banding satu juta cewek di dunia ini, dialah yang memiliki hati mulia dan selalu terbuka dengan segala kenyataan.”Ini agak aneh sebenarnya. Kami membicarakan tentang gadis yang memiliki hati mulia, yang tidak memandang status apa pun seseorang yang ia cinta, ibarat membicarakan Rosemary Ananda itu sendiri.Bahwa bagiku, Rosemary Ananda memang sosok mulia yang sangat langka di d

Latest chapter

  • EUFORIA   Not The End

    “Aku udah bilang sama kamu, kan?”Sepasang tangan memelukku dari belakang. Sementara diriku masih saja tak bisa berpaling dari bayangan Carissa yang telah meninggalkanku dengan lelaki bernama Alex. Dia tak lagi terlihat di kedua mataku.Perempuan ini melepaskan dekapannya, lalu berdiri di hadapanku dengan sebuah senyuman. Sesekali, dia membenarkan kacamatanya yang sempat melorot.“Kita pulang, yuk.”Entah mengapa aku menurut begitu saja, lalu berjalan sambil bergandengan tangan dengannya. Kami masuk ke dalam mobilku. Namun, aku kembali bergeming.“Udah, nggak apa-apa. Sini, aku masih sama kamu.”Aku mengangguk pelan, lalu perempuan berkacamata ini membenamkan kepalaku dalam dekapannya. Sungguh hangat. Sungguh nyaman dan aku terbuai akan sebuah perasaan.“Kenapa semua harus terjadi sama gue? Kenapa orang-orang yang gue cintai nggak pernah bisa menetap dan menemani gue?”“Aku

  • EUFORIA   Goodbye Again

    “Kenapa, Carissa? L-lo bilang kalau kita akan selalu bersama. Tapi, kenapa sekarang kamu bilang kita nggak bisa bersama?”Begitulah aku bertanya pada Carissa yang sedang tertunduk di depanku. Mungkin aku sudah tidak bisa mengeluarkan air mata kesedihan. Sebab, ini terlalu sulit untuk dipercaya. Hanya karena sebuah kesalahan, kenangan yang telah kami jalani bersama akan sirna begitu saja.“Adrian, saya sudah memikirkan ini cukup lama. Atau tepatnya ketika saya jatuh cinta padamu. Saya merasa sangat mencintaimu, tapi rasanya sangat sulit jika kamu terus-menerus nggak bisa mengendalikan dirimu sendiri.”“B-bukannya semua gangguan yang aku alami atas Skizo ini udah perlahan-lahan berkurang? Maksudku, aku udah nggak mengalami Skizo lagi dalam beberapa bulan terakhir. Aku nggak mengalami ilusi dan delusi lagi,” jelasku.Terdengar bahwa napas Carissa begitu berat saat mengembus. Aku menduga bahwa dia pun begitu sulit untuk men

  • EUFORIA   Dia Membenci

    Tanpa pikir panjang setelah melihat bahwa lelaki bernama Alex ini melakukan hal yang tidak seharusnya pada Carissa, aku berlari dengan penuh amarah. Kemudian, tanganku yang terkepal melayang begitu saja hingga menghantam wajahnya.“Sialan lo! Berani-beraninya lo ngelakuin hal nggak pantes sama cewek gue!”Amarahku tidak terkendali. Aku menjadi orang yang sangat brutal dan emosi itu semakin lama semakin bergejolak.“Adrian! Jangan, Adrian!”Aku tahu aku mendengar suara Carissa yang berusaha menyabarkan hatiku. Hanya saja, aku sudah tidak terkendali lagi. Begitu lelaki bertubuh tinggi ini terjatuh, aku segera meraih kerah pakaiannya, lalu menghantamnya lagi dan lagi.“Lo cowok sialan! Lo nggak tahu kalau Carissa udah punya pacar?! Sialan lo! Goblok!”Secara terus-menerus kuhujani Alex dengan tinjuku. Sesekali, kakiku menendangnya tak tanggung-tanggung. Bagiku, dia sangat pantas mendapatkan perlakuan seperti

  • EUFORIA   Marah

    Aku tak tahu siapa laki-laki berambut pirang dan berbola mata kuning yang menyerukan nama Carissa barusan. Namun, dari gelagatnya, kurasa dia sangat mengenal Carissa.“Hai, Carissa! Kita bisa berjumpa lagi!” ucap laki-laki berambut pirang yang telah tiba di hadapanku dan Carissa.Sementara itu, perempuan ini terlihat cukup tegang dan khawatir.“A-Alex ….”“Yup! Ini saya. Alex. Apa kabar? Sudah cukup lama kita tidak bertemu.”Sembari mengalihkan pandangan padaku, Carissa menjawab, “B-baik. Saya baik. B-bagaimana denganmu?”Sepertinya, Carissa memang agak gugup berbicara dengan laki-laki bernama Alex ini. Entah, dia mungkin teman kekasihku yang telah lama tidak bertemu.Aku, sih, mengerti mengapa Carissa begitu khawatir dan terlihat gugup. Bisa saja dia sungkan berbicara karena ada diriku di tengah-tengah mereka.“Carissa, gue tunggu lo di mobil aja, ya,” ucapku k

  • EUFORIA   Memanas

    Diana menjauhkanku dari Carissa.“Aku nggak akan menyerahkan Adrian sama kamu!”Mendengar nada tegas perempuan yang tengah mencengkeram erat lenganku ini, Carissa tersentak. Seketika, dia kembali naik pitam.“Apa maksudmu? Adrian itu kekasih saya!”“Kalian cuma sepasang kekasih, bukan suami dan istri. Saya masih punya hak merebut Adrian dari kamu!”Tentu saja, aku tidak bisa tinggal diam atas apa yang Diana lakukan. Dia sudah benar-benar kurang ajar dan tak tahu diri.“Lepasin gue, Diana!” Kutarik tangan dengan segera dan menatap perempuan ini penuh intimidasi.“Adrian! Kamu sebenarnya nggak sayang sama Carissa! Apa kamu yakin dengan perasaanmu? Gimana kalau perasaanmu cuma ilusi?!”Senyuman yang lebar terpahat di wajah Diana. Ini seolah-olah dia berusaha untuk melumpuhkan kepercayaan diriku.Bagaimana mungkin dia mengatakan bahwa perasaanku terhadap Carissa mer

  • EUFORIA   Khayal

    Di mulut pintu gudang, telah berdiri Carissa yang menyaksikan Diana memeluk diriku. Hal ini tentu saja tidak bisa aku biarkan. Walau demikian, telah terjadi kesalahpahaman di antara kami. Tak diragukan lagi.“Carissa?!”Perempuan itu menggeleng-geleng seolah tak percaya dengan yang ia saksikan.“Gue … gue … nggak kayak yang lo lihat, Carissa!”Aku berusaha menjelaskan padanya. Entah mengapa, tak ada yang dapat aku ucapkan, sebab Diana semakin erat memeluk diriku.Segera kudorong Diana agar terlepas dari tubuhku. Tahu-tahu, pakaiannya telah compang-camping. Entah sejak kapan itu terjadi. Aku yakin bahwa dia sengaja melakukannya sendiri agar terkesan bahwa akulah yang telah melakukannya lebih dulu atas keinginan sendiri.“Jangan percaya apa yang lo lihat, Carissa!”Segera aku berlari untuk menggapai Carissa yang masih berdiri dengan tatapan nanar di mulut pintu. Dia tak bergerak sedikit

  • EUFORIA   Klimaks

    Ketika aku berjalan untuk menuju ruang syuting, seseorang mendorong tubuhku hingga masuk ke sebuah gudang penyimpanan alat dan barang-barang bekas.“Woi! Apa-apaan ini?!”Aku tak melihat apa pun di ruangan tersebut karena sangat gelap. Tubuhku didorongnya hingga mentok pada dinding. Sedangkan, mataku ditutup oleh sehelai kain. Sempurna sudah, aku tidak bisa melihat apa pun.“Siapa lo?! Apa-apaan, sih, ini?!”Tanganku berusaha meraba-raba, tetapi tak mendapatkan apa pun. Kudengar embusan napas dari orang yang menyekapku ke gudang ini.Sepasang tangan melingkar di pinggangku. Dari kelembutan kulit yang aku rasakan, kurasa pelakunya adalah seorang perempuan.“Siapa lo? Kenapa lo ngelakuin ini?”Masih tak ada jawaban. Kini, terasa bahwa tangannya meraba-raba dadaku, menelusup ke balik kemeja yang aku kenakan. Segera aku tepis dan berhasil menggenggam tangannya.Meskipun tak bisa melihat apa pun,

  • EUFORIA   Evil

    Aku membuka pintu ruangan Elaine dengan kasar.“Apa-apaan, sih, lo?! Kenapa si Diana cewek gila itu harus jadi partner gue?!” protesku sambil mendengkus kasar, lalu mengempaskan pantat di sofa.Elaine terlihat sedang bersantai sambil menikmati rokok putih kesukaannya. Dia menatapku sejenak dan tersenyum kecut. Ini seolah-olah dia melihat seorang lelaki bodoh.“Kenapa, Adrian? Kamu tiba-tiba datang dan berteriak seperti itu. Memangnya dia merepotkanmu selama ini?”“Udah jelas! Dia ngerepotin banget! Hubungan gue sama Carissa hampir aja berakhir gara-gara dia! Udah gila itu cewek. Bisa-bisanya lo … ahhh!”Kuembuskan napas panjang untuk sedikit meredakan kekesalan yang menyelimuti.Walau demikian, aku memang tak habis pikir dengan perempuan bernama Diana itu. Mulai dari sikapnya yang riang, lalu berubah jadi sangat licik dan merepotkan. Benar-benar tipe perempuan yang tidak pernah aku inginkan ada di d

  • EUFORIA   Terancam

    Dengan langkah cepat, aku masuk dan mengunci pintu rumah. Tak lama kemudian, pintu diketuk-ketuk dengan keras oleh Diana dari luar.“ADRIAN! AKU NGGAK MAU PULANG! AKU MAU TETAP DI SINI!”Begitulah dia berteriak sambil membentur-benturkan tangannya di pintu, kurasa. Aku tak menanggapi semua yang dia ucapkan dengan teriakan pekak.Ini benar-benar tidak bagus. Semestinya aku sudah bermesra-mesraan sekarang dengan Carissa setelah selesai makan siang. Namun, kedatangan Diana menjadi sebuah malapetaka bagi kami.“Adrian! Please! Bukan pintunya! Aku nggak akan pulang sebelum kamu menerima aku jadi yang kedua!”Salahkah jika aku mengatakan perempuan ini murahan? Sebab, dia terlalu menuntut hati seseorang yang tidak memiliki perasaan padanya.Baru kali ini aku bertemu perempuan keras kepala seperti Diana. Ia bahkan tidak ragu mempermalukan dirinya di hadapanku. Jika benar dia mencintai dengan setulus hati, mengapa tidak memiki

DMCA.com Protection Status