Bahkan meski semalam telah terjadi suasana menegangkan di antara kami, Carissa tetap tersenyum dan bersikap seperti biasanya di pagi ini.
“Selamat pagi, Adrian.”
Dan seperti yang kuduga, dia telah wangi. Rambutnya terlihat setengah basah yang berarti bahwa dia baru saja selesai mandi.
Wangi parfumnya yang menguar di udara menjadi satu-satunya kesegaran yang membuat pagiku terkesan baik.
“Oh, pagi, Carissa.”
Segera aku bangkit dan merapikan tempat tidur.
“Pagi ini, masak bareng, yuk.”
Mulutku ternganga karena mendengar ajakan tersebut. Tak biasanya seorang perempuan mengajak laki-laki sepertiku untuk masak bersama.
Yah, lagi pula, aku tidak pandai memasak. Menggoreng telur saja bisa berserakan di mana-mana dan aku terlalu takut terkena percikan minyak dari penggorengan.
“Tidak mau?”
“Mau, kok. Siapa bilang nggak mau.”
“Habisnya, kamu tidak lan
“Kamu pasti capek, Adrian. Biar saya bantu saja, ya.”Carissa berusaha mengambil satu kertas plastik berisi bahan makanan. Sebenarnya, aku tak ingin membiarkan dirinya membantu.Sebab, isinya penuh dan cukup berat.“Nggak usah. Gue bisa sendiri. Lo siapkan aja peralatan dapurnya sana.”“Sudah. Jangan ngeyel. Sini, saya bantu.”Seperti yang terlihat, wanita ini memang keras kepala dan membuatku menyerah. Kuberikan saja padanya satu untuk dibawa masuk.Akan tetapi, saat membuka pintu, Carissa tiba-tiba sempoyongan. Tangannya bertumpu pada daun pintu.Aku segera berlari menggapai tubuhnya.“Carissa?!” Suaraku bernada panik. “Lo nggak apa-apa?”Digerak-gerakkannya kepala seperti orang yang tengah pusing.“Udah gue bilang. Gue aja yang bawa semuanya. Ya, ampun. Lo ngeyel banget, deh.”Kini, Carissa kembali berdiri. Namun, masih jelas kulihat
“Adrian.”Diriku terpukau, terkesiap, terkagum, dan entah kata apa lagi yang bisa mendeskripsikan keterkejutanku atas penampilan Carissa malam ini.Dia mengenakan Maxi Dress. Sebuah gaun panjang yang hampir menyapu tanah, didominasi warna merah dengan motif bunga.Hal yang paling membuatku terkejut ialah bahwa dua gundukannya yang terlihat sangat terbuka, sempat membuat kedua pipiku menimbulkan rona kemerahan.Apalagi melihat gaya rambutnya yang diikat dengan model Beehive. Itu semakin membuatnya terlihat sangat dewasa.Tidak, tidak. Ini penampilan yang jauh berbeda dari saat dia mengajakku ke resepsi pernikahan waktu itu.“Saya sudah siap.”Dia berdiri beberapa jarak dariku sambil membawa dompet besar menggunakan kedua tangan.Kuanggukkan kepala, sebab mulut masih terkatup bungkam.Sekarang, dia malah tertawa melihat ekspresiku.“Kamu kenapa, sih, Adrian?”“Eh? Ngg
Aku dan Carissa berjalan-jalan di sekitar taman setelah selesai makan bersama di restoran. Wanita ini menggandeng tanganku dengan mesra, lalu membaringkan kepala di bahuku. Tentu saja, sambil berjalan seperti itu.“Saya baru kali ini merasa sangat nyaman bersama seseorang, Adrian. Selain kamu, tidak ada lagi yang membuat saya begitu nyaman.”Memang benar bahwa Carissa memiliki raut wajah yang begitu dewasa. Hanya saja, kadang dia terlihat sangat manja dan childish.Bukan apa-apa, sih.Aku pun begitu senang ketika dia memasrahkan seluruh hidupnya untukku. Kurasa, diriku begitu berharga baginya dan itu kerap kali membuat suasana hatiku sangat baik.Kuhentikan langkah di bawah pohon yang cukup besar dan tinggi.“Lo ternyata bisa kelihatan kekanak-kanakan juga, ya.”Carissa mengangkat kepala dan menatapku.“Memangnya salah kalau saya bertindak kekanak-kanakan?”“Nggak salah, kok. Gue
Hari ini, aku berada di agensi. Setelah cukup lama tak berkunjung, ternyata tak ada perubahan sama sekali.Aku menatap ke setiap ruangan yang terbuka. Ada sesi syuting dan pemotretan yang dilakukan oleh para artis.Semenjak kepergianku, kurasa agensi ini baik-baik saja. Nyatanya, Carissa mengatakan hal yang berbeda tentang semuanya.Oleh sebab itulah aku berniat menemui Elaine. Yah, itung-itung untuk menyapa dan melihat aktivitas yang dia lakukan setelah aku benar-benar tidak pernah berkunjung ke tempat ini.Kuketuk pintu ruangan Elaine. Seperti biasa, dia selalu cepat menanggapi.“Masuk!”Kuputar kenop dan mendorong pintu. Elaine cukup terkejut melihat diriku yang menunjukkan batang hidup kembali ke ruangannya atau bahkan agensi ini.Tak lama, dia tersenyum kecut dan mulai membakar rokoknya.“Ternyata kamu.”Segera aku masuk dan memberikan wanita ini sebuah senyuman lebar. Lebih tepatnya hanya te
Tak habis pikir diriku dengan jalan pikiran Elaine. Dia mengetahui hubunganku dengan adiknya sendiri, tetapi mengizinkan seorang artis di agensi untuk melakukan percobaan hubungan seksual.Gila!Yah, benar-benar gila. Oleh sebab itulah aku segera kabur dari agensi. Mana mungkin aku mau meladeni perempuan asing yang bisa saja membuat hati Carissa terluka.“Adrian? Saya pikir kamu belum pulang.”Carissa menghampiri diriku yang tengah duduk di sofa.“Oh, iya. Gue baru aja nyampe rumah, kok.”“Oh, begitu.”Wanita ini duduk di sebelahku, lalu menumpu dagu dengan tangan.“Lalu, bagaimana? Kamu bertemu Elaine di agensi?Sebenarnya, aku tidak ingin membahas soal Elaine dan agensi. Kedua hal itu membuatku sudah benar-benar muak di tingkat paling tinggi.Memang benar, sih, yang Elaine katakan. Jika aku sampai tidak menurut pada prosedur yang telah tercantum pada kontrak, lalu memutu
Laras semakin menempel pada tubuhku, matanya menatap lurus seolah-olah ada sesuatu yang ia tengah lihat.“Lo keras kepala banget!”Dia tak memedulikan perkataanku. Justru, tangannya semakin mencengkeram senjata kelelakianku.Sebab penasaran, aku menoleh ke belakang. Carissa berdiri, tepat di tengah-tengah tangga. Menatap diriku yang tengah diperlakukan semena-mena oleh Laras.Tak sempat aku terbelalak. Kontan saja kusingkirkan Laras dan berjalan menemui Carissa.Sayang. Dia berjalan naik dengan langkah buru-buru.“Carissa, tunggu!”Wanita ini tak memedulikan diriku. Lantas, kuraih saja tangannya ketika tiba di ujung tangga.“Tunggu, Carissa!”Dia berbalik badan, tetapi pandangan tertunduk. Yah, aku tahu bahwa dia sangat sedih melihat diriku tengah melakukan hal panas dengan Laras.Hanya saja, aku tidak sedang dalam posisi melawan saat itu. Seharusnya, Carissa bisa melihat bahwa
Sebelum benar-benar mencapai puncak kenikmatan, kuhentikan gerakan tangan. Laras menatapku nanar. Sementara itu, aku menyeringai.“Gue nggak akan melakukannya lebih jauh.”“Kenapa, Adrian?!” Dia terkejut.Terdengar napasnya telah menderu hebat karena mendapatkan serangan bertubi-tubi dari kedua tanganku.“Karena gue nggak akan memberikan tubuh gue secara gratis sama lo!”Kulempar gaun yang berserakan di lantai ke tubuh Laras.“Pasang pakaian lo! Lo terlihat sangat memalukan!”Sudah tentu Laras tak menyerah. Dia menarikku lagi saat berjalan untuk menaiki tangga.“Lo nggak bakalan bisa lolos dari gue!”Segera kutepis tangannya secara kasar.Jika menjadi lelaki yang kejam adalah kunci untuk membuat wanita ini membenci diriku, maka itulah yang akan kulakukan.Benar saja, kudorong dirinya hingga terjungkal ke belakang. Untung saja dia tak kehilangan kes
“Jadi, mulai hari ini, kamu kembali akan menandatangani kontrak untuk syuting, Adrian.Saya rasa, kamu sudah cukup bisa dikatakan sehat secara mental. Meskipun saya melihat dirimu sesekali masih melongo tidak jelas.Tapi, sebelum itu, kamu akan check up dulu.”Elaine menyodorkan sebuah perangkat Tablet yang layarnya telah menampakkan sebuah dokumen kontrak untuk aku tandatangani.Sesekali, diriku melirik ke arah Carissa yang tengah duduk di sofa. Begitu pun dengan Elaine yang juga memberikan tatapan sinis pada kekasihku itu.Tak lama, Carissa mengangguk pelan dan melemparkan senyuman padaku. Itu tanda bahwa dirinya tidak keberatan sama sekali.“Okay.”Maka, aku pun mengambil touch pen di sebelah Tablet, lalu menandatangani kontrak tersebut.Elaine tersenyum puas sambil menatapku dengan lamat.“Akhirnya, ya, Adrian yang sangat legendaris telah kembali lagi ke agensi ini.”Sambil
“Aku udah bilang sama kamu, kan?”Sepasang tangan memelukku dari belakang. Sementara diriku masih saja tak bisa berpaling dari bayangan Carissa yang telah meninggalkanku dengan lelaki bernama Alex. Dia tak lagi terlihat di kedua mataku.Perempuan ini melepaskan dekapannya, lalu berdiri di hadapanku dengan sebuah senyuman. Sesekali, dia membenarkan kacamatanya yang sempat melorot.“Kita pulang, yuk.”Entah mengapa aku menurut begitu saja, lalu berjalan sambil bergandengan tangan dengannya. Kami masuk ke dalam mobilku. Namun, aku kembali bergeming.“Udah, nggak apa-apa. Sini, aku masih sama kamu.”Aku mengangguk pelan, lalu perempuan berkacamata ini membenamkan kepalaku dalam dekapannya. Sungguh hangat. Sungguh nyaman dan aku terbuai akan sebuah perasaan.“Kenapa semua harus terjadi sama gue? Kenapa orang-orang yang gue cintai nggak pernah bisa menetap dan menemani gue?”“Aku
“Kenapa, Carissa? L-lo bilang kalau kita akan selalu bersama. Tapi, kenapa sekarang kamu bilang kita nggak bisa bersama?”Begitulah aku bertanya pada Carissa yang sedang tertunduk di depanku. Mungkin aku sudah tidak bisa mengeluarkan air mata kesedihan. Sebab, ini terlalu sulit untuk dipercaya. Hanya karena sebuah kesalahan, kenangan yang telah kami jalani bersama akan sirna begitu saja.“Adrian, saya sudah memikirkan ini cukup lama. Atau tepatnya ketika saya jatuh cinta padamu. Saya merasa sangat mencintaimu, tapi rasanya sangat sulit jika kamu terus-menerus nggak bisa mengendalikan dirimu sendiri.”“B-bukannya semua gangguan yang aku alami atas Skizo ini udah perlahan-lahan berkurang? Maksudku, aku udah nggak mengalami Skizo lagi dalam beberapa bulan terakhir. Aku nggak mengalami ilusi dan delusi lagi,” jelasku.Terdengar bahwa napas Carissa begitu berat saat mengembus. Aku menduga bahwa dia pun begitu sulit untuk men
Tanpa pikir panjang setelah melihat bahwa lelaki bernama Alex ini melakukan hal yang tidak seharusnya pada Carissa, aku berlari dengan penuh amarah. Kemudian, tanganku yang terkepal melayang begitu saja hingga menghantam wajahnya.“Sialan lo! Berani-beraninya lo ngelakuin hal nggak pantes sama cewek gue!”Amarahku tidak terkendali. Aku menjadi orang yang sangat brutal dan emosi itu semakin lama semakin bergejolak.“Adrian! Jangan, Adrian!”Aku tahu aku mendengar suara Carissa yang berusaha menyabarkan hatiku. Hanya saja, aku sudah tidak terkendali lagi. Begitu lelaki bertubuh tinggi ini terjatuh, aku segera meraih kerah pakaiannya, lalu menghantamnya lagi dan lagi.“Lo cowok sialan! Lo nggak tahu kalau Carissa udah punya pacar?! Sialan lo! Goblok!”Secara terus-menerus kuhujani Alex dengan tinjuku. Sesekali, kakiku menendangnya tak tanggung-tanggung. Bagiku, dia sangat pantas mendapatkan perlakuan seperti
Aku tak tahu siapa laki-laki berambut pirang dan berbola mata kuning yang menyerukan nama Carissa barusan. Namun, dari gelagatnya, kurasa dia sangat mengenal Carissa.“Hai, Carissa! Kita bisa berjumpa lagi!” ucap laki-laki berambut pirang yang telah tiba di hadapanku dan Carissa.Sementara itu, perempuan ini terlihat cukup tegang dan khawatir.“A-Alex ….”“Yup! Ini saya. Alex. Apa kabar? Sudah cukup lama kita tidak bertemu.”Sembari mengalihkan pandangan padaku, Carissa menjawab, “B-baik. Saya baik. B-bagaimana denganmu?”Sepertinya, Carissa memang agak gugup berbicara dengan laki-laki bernama Alex ini. Entah, dia mungkin teman kekasihku yang telah lama tidak bertemu.Aku, sih, mengerti mengapa Carissa begitu khawatir dan terlihat gugup. Bisa saja dia sungkan berbicara karena ada diriku di tengah-tengah mereka.“Carissa, gue tunggu lo di mobil aja, ya,” ucapku k
Diana menjauhkanku dari Carissa.“Aku nggak akan menyerahkan Adrian sama kamu!”Mendengar nada tegas perempuan yang tengah mencengkeram erat lenganku ini, Carissa tersentak. Seketika, dia kembali naik pitam.“Apa maksudmu? Adrian itu kekasih saya!”“Kalian cuma sepasang kekasih, bukan suami dan istri. Saya masih punya hak merebut Adrian dari kamu!”Tentu saja, aku tidak bisa tinggal diam atas apa yang Diana lakukan. Dia sudah benar-benar kurang ajar dan tak tahu diri.“Lepasin gue, Diana!” Kutarik tangan dengan segera dan menatap perempuan ini penuh intimidasi.“Adrian! Kamu sebenarnya nggak sayang sama Carissa! Apa kamu yakin dengan perasaanmu? Gimana kalau perasaanmu cuma ilusi?!”Senyuman yang lebar terpahat di wajah Diana. Ini seolah-olah dia berusaha untuk melumpuhkan kepercayaan diriku.Bagaimana mungkin dia mengatakan bahwa perasaanku terhadap Carissa mer
Di mulut pintu gudang, telah berdiri Carissa yang menyaksikan Diana memeluk diriku. Hal ini tentu saja tidak bisa aku biarkan. Walau demikian, telah terjadi kesalahpahaman di antara kami. Tak diragukan lagi.“Carissa?!”Perempuan itu menggeleng-geleng seolah tak percaya dengan yang ia saksikan.“Gue … gue … nggak kayak yang lo lihat, Carissa!”Aku berusaha menjelaskan padanya. Entah mengapa, tak ada yang dapat aku ucapkan, sebab Diana semakin erat memeluk diriku.Segera kudorong Diana agar terlepas dari tubuhku. Tahu-tahu, pakaiannya telah compang-camping. Entah sejak kapan itu terjadi. Aku yakin bahwa dia sengaja melakukannya sendiri agar terkesan bahwa akulah yang telah melakukannya lebih dulu atas keinginan sendiri.“Jangan percaya apa yang lo lihat, Carissa!”Segera aku berlari untuk menggapai Carissa yang masih berdiri dengan tatapan nanar di mulut pintu. Dia tak bergerak sedikit
Ketika aku berjalan untuk menuju ruang syuting, seseorang mendorong tubuhku hingga masuk ke sebuah gudang penyimpanan alat dan barang-barang bekas.“Woi! Apa-apaan ini?!”Aku tak melihat apa pun di ruangan tersebut karena sangat gelap. Tubuhku didorongnya hingga mentok pada dinding. Sedangkan, mataku ditutup oleh sehelai kain. Sempurna sudah, aku tidak bisa melihat apa pun.“Siapa lo?! Apa-apaan, sih, ini?!”Tanganku berusaha meraba-raba, tetapi tak mendapatkan apa pun. Kudengar embusan napas dari orang yang menyekapku ke gudang ini.Sepasang tangan melingkar di pinggangku. Dari kelembutan kulit yang aku rasakan, kurasa pelakunya adalah seorang perempuan.“Siapa lo? Kenapa lo ngelakuin ini?”Masih tak ada jawaban. Kini, terasa bahwa tangannya meraba-raba dadaku, menelusup ke balik kemeja yang aku kenakan. Segera aku tepis dan berhasil menggenggam tangannya.Meskipun tak bisa melihat apa pun,
Aku membuka pintu ruangan Elaine dengan kasar.“Apa-apaan, sih, lo?! Kenapa si Diana cewek gila itu harus jadi partner gue?!” protesku sambil mendengkus kasar, lalu mengempaskan pantat di sofa.Elaine terlihat sedang bersantai sambil menikmati rokok putih kesukaannya. Dia menatapku sejenak dan tersenyum kecut. Ini seolah-olah dia melihat seorang lelaki bodoh.“Kenapa, Adrian? Kamu tiba-tiba datang dan berteriak seperti itu. Memangnya dia merepotkanmu selama ini?”“Udah jelas! Dia ngerepotin banget! Hubungan gue sama Carissa hampir aja berakhir gara-gara dia! Udah gila itu cewek. Bisa-bisanya lo … ahhh!”Kuembuskan napas panjang untuk sedikit meredakan kekesalan yang menyelimuti.Walau demikian, aku memang tak habis pikir dengan perempuan bernama Diana itu. Mulai dari sikapnya yang riang, lalu berubah jadi sangat licik dan merepotkan. Benar-benar tipe perempuan yang tidak pernah aku inginkan ada di d
Dengan langkah cepat, aku masuk dan mengunci pintu rumah. Tak lama kemudian, pintu diketuk-ketuk dengan keras oleh Diana dari luar.“ADRIAN! AKU NGGAK MAU PULANG! AKU MAU TETAP DI SINI!”Begitulah dia berteriak sambil membentur-benturkan tangannya di pintu, kurasa. Aku tak menanggapi semua yang dia ucapkan dengan teriakan pekak.Ini benar-benar tidak bagus. Semestinya aku sudah bermesra-mesraan sekarang dengan Carissa setelah selesai makan siang. Namun, kedatangan Diana menjadi sebuah malapetaka bagi kami.“Adrian! Please! Bukan pintunya! Aku nggak akan pulang sebelum kamu menerima aku jadi yang kedua!”Salahkah jika aku mengatakan perempuan ini murahan? Sebab, dia terlalu menuntut hati seseorang yang tidak memiliki perasaan padanya.Baru kali ini aku bertemu perempuan keras kepala seperti Diana. Ia bahkan tidak ragu mempermalukan dirinya di hadapanku. Jika benar dia mencintai dengan setulus hati, mengapa tidak memiki