"Ada apa Ma?" bisik sang suami.
"Entahlah, Pa! Aku merasa Romy lagi dalam suatu masalah yang berat."
"Bagaimana kalau kepulangan kita ke Semarang tunggu sampai Salsa datang?"
Maya memalingkan muka. Hingga menatap wajah suaminya. Lalu manggut-manggut.
"Sepertinya Papa benar. Kita tunggu sampai Salsa datang. Biar kita enggak was-was melihat mereka berdua."
"Iya, Ma."
Romy berjalan ke arah mereka.
"Ayok, Pa, Ma! Kita sarapan dulu!"
Mereka berdua mengikuti langkah Romy menuju meja makan. Dia menyiapkan piring dan mangkok.
"Telur asinnya yang enggak ada Pa. Tapi, Romy minta tambahan daging empalnya."
"Wahhh, ini kelihatan enak Rom. Baunya sedep banget ya, Pa?"
"Iya, Ma." Hartono langsung menyuapkan nasi ke mulutnya. Dia begitu menikmati makanan favoritnya itu. "Kamu sengaja meliburkan diri atau gimana, Rom?"
"Memang sengaja libur, Pa."
"Apa enggak ada proyek yang lagi jalan?"
"Ada, Pa.
Sekilas Romy melihat ke lantai dua. Dia merasa ada seseorang yang tengah memperhatikan dirinya."Kayak ada yang barusan lihat. Tapi, siapa?"Dalam waktu yang bersamaan. Di dalam rumah. Melinda memanggil Salsa untuk turun."Kamu lihat 'kan?""Iya. Aku lihat, Lind. Tapi, maksud dia apa?""Sepertinya dia mencari kamu. Makanya dia pengen ketemu aku.""Mencari aku?"Melinda manggut-manggut."Dari pada Romy nekat. Aku baiknya temui dia. Kamu sembunyi aja di kamar.""I-iya, Lind."Segera Melinda menyuruh pelayannya untuk membuka pintu."Suruh tamunya masuk, Eka!""Baik, Mbak."Langkah wanita muda itu tergopoh menuju pagar. Lalu dia membuka kunci dan mempersilakan Romy masuk ke rumah."Mari, Mas! Ikuti saya!""Ya, makasih Mbak."Di ruang tamu Melinda sudah duduk menunggu Romy. Sesekali dia mengusap perutnya yang semakin membuncit.Romy yang melangkah masuk langsung te
"Mas Romy," desis Salsa. Ingin hati menemui Romy saat berada di lantai bawah. Namun bila mengingat dan mengenang semua kejadian. Membuat hati Salsa perih dan sakit. "Mas Romy, andai kau datang meminta maaf dan berjanji melupakan Amelia. Mungkin aku akan berpikir ulang lagi."Tok tok tok!"Masuk!"Eka melongok dan tersenyum."Ditunggu Mbak Melinda di bawah, Mbak Salsa.""Makasih, Ka."Salsa menuruni anak tangga, berjalan menuju ruang tengah. Di mana Melinda sudah menunggunya. Dia melihat Mleinda tengah duduk santai di sofa panjang. Kakinya berselonjoran."Ehhh, Sa. Sini duduk dekat aku!"Salsa pun duduk di lantai yang beralaskan permadani yang tebal dan hangat."Kamu dengerin pembicaraan kita enggak?""Enggak, Sa!""Dia lagi cari kamu. Kayaknya nyesel banget gitu. Kenapa kamu sampai pergi dari rumah.""Haahhh!" Salsa menyandarkan kepalanya pada tepian sofa. Hela napas berat yang terdengar.
"Apa alasan yang aku katakan nanti sama Mama terus sama Papa? Biar mereka bisa menerima." Romy memukul setir mobil berulang-ulang. "Aaaaarghhh! Sial kau Salsa!"Mobil melaju membelah jalan kota yang cukup padat di siang yang terik."Aku harus ke rumah Adrian. Mungkin dia juga sudah menemukan Amelia. Kalau memang iya, aku akan menikahi Amel. Itu lebih baik."Hanya butuh waktu tiga puluh menit. Romy sudah berada di depan rumah Adrian. Walau awalnya terlihat gamang. Dia memutuskan untuk menemui Adrian. Menyelesaikan semua permasalahan yang ada di antara mereka."Permisi, Pak Adrian ada?""Ada. Dari mana ya?""Bilang saja dari Romy. Ada hal sangat penting yang ingin dibicarakan."Sejenak penjaga rumah Adrian memandang Romy dengan penuh selidik. Lalu, lelaki paruh baya itu berjalan menuju samping rumah. Terlihat Adrian yang sedang berolah raga."Ada apa, Pak?""Ada Tamu, Mas Adrian.""Tamu?""Iya, Mas. Namanya R
Belum sampai Romy membalas perkataan Adrian. Lelaki tampan itu sudah menutup pintu rumah. Membuat Romy hanya bisa terpaku dalam kebingungan."Silakan Mas Romy pulang! Mas Adrian sudah tidak mau bertemu."Penjaga mengantarkan kepergian Romy sampai menuju mobilnya. Sesaat dia menundukkan kepala. Dan bersandar pada setir mobil."Kenapa aku bisa melakukan ini? Kenapa ...?!"Seolah Romy terus menyalahkan dirinya. Hingga notifikasi pesan terdengar.Ting!"Mama?"{Rom, jangan lupa lontong kikilnya ya. Papa kamu udah lapar nih}{Iya, Ma. Ini perjalanan pulang}"Bagaimana kamu bisa meninggalkan aku seperti ini Salsa? Menyiksa aku sampai seperti ini. Mungkin saat ini kamu baik-baik saja. Sedangkan aku? Aku di sini terpuruk penuh luka."_Rumah Adrian_Sesaat Adrian berdiri menatap pakaian pengantin yang rencana semua hendak dipakai oleh Amelia. Dia mengusap pelan. Sembari meremas pakaian itu."Ke
"Apa kamu dengar kabar terbaru tentang istri Romy?" "Enggak! Kenapa memangnya?" Sella mengembuskan napasnya perlahan. "Salsa pergi dari apartemen Adrian. Dan dia dalam keadaan hamil." "Haaaahhh ...?!" Adrian tak percaya yang baru dikatakan oleh Sella. "Jadi dia juga hamil si Sella?" "Yes." "Ta-tapi si Romy barusan datang ke rumah aku. Dia ingin tahu tentang Amelia. Bahkan ngajak aku bareng cari dia." "Romy sebelumnya datang ke rumah Tante Santi. Katanya dia minta alamat Melinda." "Siapa Melinda?" "Istri Papa yang baru. Kata si Romy, Melinda ini satu-satunya teman Salsa di Surabaya." "Ohhh, aku tau si Melinda ini. Teman dekat Papa kamu. Jadi sekarang sudah menikah sama Om?" "Sudah lagi nunggu lahiran aja." Hemmm ...!" Adrian termangu. Dia mencoba mengingat kembali kejadian malam saat dia mengamuk. "Mungkin saja Salsa pergi setelah kejadian malam itu. Aku mengamuk di sana, dan menghajar Rom
"Amel ... di mana kamu sekarang? Tak bisakah kamu merasakan bahwa aku ini sangat mencintai kamu. Bisa-bisanya kamu pergi seperti ini. Kenapa tak memberikan aku ruang untuk berpikir sejenak? Kamu egois, Mel!"Cinta, apakah selalu menyakitkan seperti ini? Bukankah kamu pernah bilang. Bukan cinta kalau menyakiti seperti ini.***"Mamaaaa ...!""Hemmm, apa Dita?""Sampai kapan kita di sini? Dita enggak suka. Enggak betah, Ma! Mending kita balik aja, ke rumah Om Adrian, Maaaa ...!" rengek Dita sepanjang hari."Tenang, Dita sayang. Lama-lama pasti kamu betah main di sini. Tuh kan banyak anak kecil main.""Mereka enggak suka main sama Dita!" teriak gadis kecil itu berlari masuk. Saat Rini ingin mengejarnya. Tangan Amelia direntangkan. "Biarkan saja Rin. Aku akan ngomong sama dia."Amelia pun melangkah masuk rumah. Mengikuti Dita yang duduk di tepian kasur. Sejenak dia mengambil napas dalam-dalam."Dita ... mau ikut Mam
Senyum lebar langsung mengembang di kedua sudut bibir Amelia. Lalu dia geleng-geleng."Ternyata udah rencana nih?""Iya, Ma. Habis Dita kangen sama mereka. Di rumah baru sama rumah Om Adrian, Dita 'kan enggak punya teman.""Baiklah, tapi enggak pake lama!""Beres, Maaaa ...!"Sekilas Amelia melirik arloji yang masih menunjukkan pukul sembilan pagi. Mobil pun melaju ke pemakaman umum, di mana Faiz di kuburkan. Tak lama berselanga. Mobil sudah berhenti di parkiran makam.Salah seorang juru parkir yang mengenalnya, tersenyum lebar."Mbak Amelia?""Iya, Pak Husni. Lama juga enggak ketemu.""Iya ... ya, Mbak. Sekarang tinggal di mana?""Di Malang aja kok, Pak.""Monggo kalau mau nyekar!" (Nyekar = menaburkan bunga di makam)"Makasih, Pak Husni. Saya ke dalam dulu."Amelia menggandeng tangan mungil anaknya. Tampak Dita terus menggoyang tangan Amelia. Seraya berbisik,"Siapa itu, Ma?""
Bergegas Maya berjalan ke samping rumah. Dia melihat papan yang bertuliskan KETUA RT. Segera dia menekan bel rumah yang berada di tembok pagar.Ting tong!Dengan raut wajah resah. Berkali-kali Maya menoleh pada Romy yang masih juga duduk di dalam mobil."Rom! Gimana ini? Kok enggak ada orang gini?""Mungkin pergi Ma. Udahlah kita cabut aja!""Enggak! Wong Mama datang ke Surabaya itu, juga mau ngomong sama Amelia. Kok bisa pernikahan dia itu batal. Kamu ini kok kayaknya malah seneng, kalau Tante kamu itu gagal menikah.""Mama jadi merembet ke mana-mana 'kan," tukas Romy kesal.Dari kejauhan Maya melihat seorang penjaga keamanan yang tengah berkeliling naik sepeda onthel."Nah itu ada satpam keliling. Mama mau tanya ahhh."Belum sampai Maya memanggil. Si satpam sudah menuju arah mereka."Permisi, Bu. Lagi cari siapa ya?""Pak Satpam, saya ini mau mertamu ke adik saya. Tapi kok kayaknya rumah ini kosong ya."