Menempuh perjalanan kurang lebih lima jam. Romy tak berkeinginan sama sekali untuk berhenti. Tepat pukul sebelas malam. Romy menghentikan mobil di depan rumah Salsa. Beberapa orang laki-laki, sedang duduk-duduk di depan pos kamling yang berada di depan rumah Salsa.
Segera Romy turun dan melihat rumah yang tampak gelap. Hanya lampu luar yang terlihat terang menyala.
"Lho, Mas Romy toh ini?"
Tiba-tiba salah seorang lelaki menghampirinya. Yang tak lain masih kerabat Salsa.
"Iya, Pak. Ehhh ... kayaknya Salsa sudah tidur ya, Pak?"
"Salsa?" Lelaki itu mengernyitkan dahi. Sembari menoleh kiri kanan. "Setahu saya Salsa enggak pernah pulang. Cuman sekali, pas ke makam Ibunya. Itu aja enggak nginep."
"Kapan itu, Pak?"
"Wahhh, yo wes lama Mas."
"Kalau barusan?"
Lelaki itu menggeleng. "Enggak ada Salsa, mungkin belum sampai Mas. Opo enggak barengan?"
"Enggak Pak."
"Ohhh ... kalau gitu Mas Romy masuk rumah saja. Saya pe
"Maafkan saya sebelumnya, Pak. Salsa minggat dari rumah.""A-apa?!""Sekali saya minta maaf, enggak bisa jaga Salsa. Ada pertengkaran kecil antara saya sama dia. Makanya saya minta tolong sama Bapak untuk bantu kami.""Memangnya ada permasalahan apa, antara Mas Romy sama Salsa? Kok bisa sampai dia minggat segala gitu. Enggak baik ini, Mas. Nantinya jadi kebiasaaan, kalau dari awal minggat nantinya kalau ada masalah pasti suka pergi dari rumah.""Ehhh ... bukan salah Salsa sih Pak. Kami ada kesalah pahaman sedikit.""Masih bisa diperbaiki toh?""Semoga masih bisa. Makanya kalau Bapak enggak keberatan. Mau enggak Bapak saya ajak ke Surabaya. Sebagai media antara saya dan Salsa."Tanpa berpikir panjang. Lelaki paruh baya, langsung mengangguk cepat."Kapan kita berangkat?""Besok bagaimana?""Tapi, bisanya saya sorean. Gimana Mas Romy?""Boleh, Pak! Saya akan tunggu.""Sekarang mending Mas Romy bua
"Kamu sudah terlalu baik sama aku, Lind. Bahkan aku juga enggak tahu bagaimana cara membalas kebaikan kamu ini. Hanya sama Allah aku minta kamu selalu diberikan kesehatan, rejeki yang berlimpah dan kebahagiaan." Tanpa membalas kata-kata Salsa. Melinda langsung memeluknya erat. Terdengar isak tangis Melinda. Membuat Salsa jadi serba salah. "Aku bilang ini, bukan untuk berpisah Lind. Bukan! Karena memang ini sudah waktunya aku harus bisa mandiri dengan kehidupan aku. Aku harus bisa tetap survive dengan kenyataan yang tengah aku jalani saat ini." "Kan bisa kamu tetep tinggal di sini." "Linda, aku hanya ingin hidup mandiri tanpa jadi benalu terus meneus. Kamu dan suami kamu, sudah sangat baik ke aku. Sebagai balasannya, aku juga harus tahu diri LInda. Kuharap kamu bisa mengerti keputusan aku ini ya? Aku pasti akan sering nginep di sini kok. Apalagi cuman buatin roti kayak gini. Gampang." "Memang daerah mana?" "Surabaya selatan, Lind.
Tepat pukul lima pagi, Eka membantu Salsa berkemas. Meletakkan semua barang-barangnya dalam satu tarvel bag yang besar. Karena memang Salsa keluar dari apartemen Romy, tak membawa banyak pakaian."Serius kamu pindah?" Tiba-tiba, Melinda sudah berdiri di ambang pintu. Salsa menyambut dengan senyum yang lebar. Dia menarik pergelangan tangan Melinda dan menyuruh untuk duduk di kasur."Harusnya kamu enggak perlu naik ke sini. Itu perut 'kan udah gede, Lind.""Ihh, enggak apa-apa. Aku memang ingin lihat kamu, Sa. Entar kamu langsung pergi aja.""Ya, enggaklah! Kurang ajar banget aku kalau kayak gitu."Melinda terkekeh mendengar. Di saat mereka sedang bercanda. Ponsel Salsa berdering."Sepertinya Adi ini, LInd.""Ya, udah. Angkat aja!""Oke, bentar ya."Segera Salsa mengangkat telepon dari Adi."Assalamualaikum, Sa.""Waalaikumsalam. Kamu di mana Di?""Aku udah di depan. Kamu udah siap belum?""Udah
Adi mengajak Salsa masuk rumah. Sejenak Salsa menghirup udara pagi yang benar-benar terasa segar. "Kenapa?" "Kalau di apartemen, mana bisa kayak gini. Aku selalu merindukan punya rumah. Punya tetangga yang baik, seperti orang tadi." "Ya, udah. Tinggal di sini aja!" "Ya, sementara kan emang tinggal di sini. Kalau lama-lama takut ada yang marah." "Siapa?" "Ya, enggak tahu." Salsa mengangkat kedua bahu. "Mungkiin calon istri kamu." Adi terkekeh. "Calon istri. Pacar aja enggak punya." "Masa sih?" "Udah ahhh. Enggak usah dibahas! Kamu mau nasi goreng buat sarapan enggak?" "Mau lah. Emang jam segini ada yang jual?" "Aku yang bikin. Semalam aku belanja menuhin kulkas. Soalnya ada bumil, yang pasti suka buah. Mulai dari yang asem sampai manis, di kulkas ada semua." Bola mata Salsa berbinar terang. Dia sangat trenyuh dengan perlakuan Adi terhadapnya. Bahkan selama pernikahan dengan Romy, bel
Sebelum menstater mobil, Romy menoleh pada Pakde. Yang sedang membenarkan letak sabuk pengaman."Kita siap berangkat sekarang?""Monggo Mas Romy."Romy mulai melaju dengan kecepatan sedang. Tepat pukul tiga sore, setelah adzan Ashar mereka berangkat. Tak banyak pembicaraan di antara mereka berdua. Hanya sekali dia melirik ke arah lelaki paru baya, yang telah tertidur.'Aku akan langsung membawanya ke rumah Salsa, saat sampai di Surabaya,' bisik hati Romy.Perjalanan yang memakan waktu lima jam, tak terasa sudah membawa mereka sampai di perbatasan Surabaya dan Gresik."Pak ... Pak! Kita sudah sampai Surabaya."Lelaki geragapan, dan membuka mata pelan. Dia melihat ke samping sembari mata yang menyipit."Mas Romy, udah sampai mana kita?""Ini udah di Surabaya, Pak. Bisa Bapak telpon lagi Salsa?""Bi-bisa, aku ambil HP dulu di tas."Laju mobil sedikit melambat. Sengaja Romy membiarkan agar lelaki yang
Pakde sudah berdiri di depan pintu. Sedang Romy sengaja berdiri agak menjauh. Dia memang tak ingin bila Salsa langsung melihat dirinya. "Assalamualaikum!" "Waalaikumsalam. Ehhh ... Pakde sudah datang toh. Naik apa tadi?" Romy bisa mendengar suara Salsa yang gembira. Tak pernah selama ini dia mendengar suara penuh kebahagiaan seperti itu, dari Salsa. "Masuklah, Pakde!" tegas Salsa. Dia pun berjalan keluar menyambutnya. Saat berdiri di sebelah Pakde, kedua matanya menangkap sebuah bayangan dari sosok yang sangat dikenal. "M-Mas Romy?!" Dua mata Salsa mencelang lebar dengan wajah yang tegang. Sangat tidak menyangka kalau kehadiran lelaki yang selalu dia panggil Pakde datang bersama dengan Romy. "Apa kabar Sa?" Sejurus dengan langkah Romy yang mendekat. Adi keluar rumah berniat menghampiri Salsa. Namun langkahnya tertahan, saat melihat kehadiran Romy yang berjalan ke arah mereka. "Siapa dia?" tanya Romy dengan mimik yang tak suka. "Ohhh ..
"Apa bisa mediasi ini dilanjutkan Mas Romy?" ulang Pakde dengan sabar.Masih saja Romy diam tak menjawab. Dia memilih menundukkan kepala. lalu melempar pandangannya ke arah taman belakang."Kalau dengan amarah, tak akan selesai pembicaraan kita ini. Enggak akan ketemu titiknya di mana! Aku akan lanjutkan lagi, kalau kalian bertiga bisa memendam amarah, benci dan emosi kalian. Bisa?""Bisa, Pakde," jawab Salsa diiringi dengan Adi.Romy tak menjawab. Dia hanya memalingkan muka. Seolah tak setuju dengan pendapat Pakde."Sekarang tujuan Mas Romy mencari Salsa apa? Sampai datang ke rumahnya.""Ke rumah Ibu, Pakde?" tanya Salsa, melirik pada Romy yang masih bungkam."Iya, makanya aku ke sini karena mendengar kalian bertengkar."Salsa memasang wajah dingin sebelum dia bicara."Apa tujuan Mas Romy cari aku di rumah Ibu?""Aku ingin bicara berdua sama kamu. Hanya berdua tanpa pacar kamu itu dan juga Pakde!"
Romy merengkuh bahu Salsa, untuk duduk di sebelahnya. Keduanya saling bersitatap cukup lama. Dengan mata yang sembab, oleh hujan tangis.Tak tahan dengan dada yang semakin sesak. Salsa memeluk erat Romy yang juga membalas pelukannya."Titip anakku, Sa!""Iya, Mas.""Sengaja aku memang tak menawarkan kita untuk bersatu lagi. Karena aku takut, akan menyakiti dirimu lagi dan lagi. Semoga kamu pahami itu," bisik Romy.Salsa tak bisa berkata-kata lagi. Apa yang dikatakan oleh Romy ada benarnya. Mungkin jika mereka akan bersama lagi, sesuatu yang lebih menyakitkan akan terjadi."Mas Romy benar. Mungkin perpisahan, hal terbaik buat kita berdua. Mungkin juga kita bisa lebih menyayangi satu sama yang lain, Mas.""Iya, Sa."Romy membelai lembut rambut Salsa, dengan berurai air mata."Mama sama Papa sudah tahu soal ini. Semoga mereka juga bisa menerima keputusan kita, yang akan tetap berpisah."Tak ada sepatah kata yang kelu