Matahari baru saja terbit, menyinari Akademi Evernith, sebuah institusi bergengsi tempat bangsawan muda belajar tentang sihir, taktik perang, dan administrasi kerajaan. Rainer, dengan identitas barunya sebagai seorang siswa dari wilayah terpencil, melangkah memasuki gerbang akademi.Berdiri di depan aula megah, Rainer tidak bisa menahan kekagumannya. Pilar-pilar besar yang menjulang, ukiran simbol-simbol sihir kuno, dan atmosfer yang terasa penuh dengan energi magis membuatnya sadar bahwa tempat ini adalah jantung intelektual kerajaan. Namun, ia juga tahu bahwa keberadaannya di sini adalah ancaman besar bagi status quo."Semua ini hanyalah topeng," gumamnya pelan. "Pendidikan yang diberikan di sini hanyalah alat untuk melanggengkan kekuasaan mereka."Elyse, yang kini menyamar sebagai pelayan pribadi Rainer, berdiri di sampingnya. Dengan suara rendah, ia berkata, "Kau harus berhati-hati, Rainer. Mereka akan mengawasimu."Rainer mengangguk. "Aku tahu. Tapi inilah tempat di mana kita bis
Hari-hari berlalu dengan cepat di Akademi Evernith, tempat pendidikan tidak hanya menjadi ajang belajar teori, tetapi juga permainan politik yang rumit. Bagi Rainer, setiap kelas, setiap interaksi, dan setiap langkah di koridor megah ini adalah bagian dari permainan besar yang sedang ia rancang.Setelah duel melawan Victor, posisi Rainer mulai berubah. Beberapa siswa mulai memandangnya dengan hormat, sementara yang lain, terutama dari kalangan bangsawan, menganggapnya ancaman. Namun, Rainer tetap tenang. Ia tahu bahwa untuk bertahan di dunia ini, ia tidak bisa hanya mengandalkan kemenangan kecil. Ia membutuhkan aliansi.Suatu sore, ketika matahari hampir tenggelam, Rainer dipanggil oleh salah satu instruktur senior, Profesor Calder, ke ruangannya. Calder adalah seorang pria tua dengan rambut memutih dan mata tajam yang seolah bisa menembus pikiran seseorang."Rainer, kau adalah siswa yang menarik," ucap Calder, menyilangkan tangan di meja kayu besar yang dipenuhi buku."Terima kasih,
Rainer tidak pernah membayangkan bahwa hidupnya akan sampai pada titik di mana setiap langkah kecilnya membawa dampak besar. Bergabung dengan "Tangan Bayangan" bukan hanya sebuah keputusan besar, tetapi sebuah titik balik. Kini, ia bukan lagi hanya seorang siswa cerdas dengan mimpi besar—ia adalah bagian dari gerakan yang berupaya mengguncang tatanan lama.Malam itu, dalam pertemuan rahasia di bawah reruntuhan tua yang tersembunyi di bawah Akademi Evernith, Rainer duduk di antara anggota inti Tangan Bayangan. Kael berdiri di depan, memandang setiap orang dengan sorot mata penuh tekad."Kita tahu apa yang kita hadapi," ucap Kael. "Bangsawan mengontrol segalanya—pendidikan, sihir, bahkan hukum. Tapi mereka melupakan satu hal: kekuatan pikiran dan keinginan untuk perubahan."Liora, yang duduk di samping Rainer, mengangguk pelan. "Namun, perubahan bukan hanya soal menyerang sistem. Kita butuh strategi untuk menggoyahkan mereka tanpa mengorbankan terlalu banyak pihak."Rainer mengambil kes
Rainer menyadari bahwa setelah debat publik, hidupnya berubah drastis. Ia tidak lagi menjadi siswa biasa yang bisa bergerak tanpa diperhatikan. Mata-mata Victor dan beberapa bangsawan lainnya terus mengawasi, sementara Dewan Akademi mulai memberlakukan aturan baru untuk memperketat kebebasan berekspresi.Namun, di tengah tekanan itu, Rainer justru merasa semangat juang semakin berkobar. Ia tahu bahwa inilah saatnya untuk menggandakan usahanya. Bersama Elyse, Liora, dan Tangan Bayangan, ia menyusun langkah-langkah strategis yang lebih tajam.Malam itu, di sebuah ruang rahasia di bawah reruntuhan kuil tua dekat Akademi, Rainer berdiri di depan anggota Tangan Bayangan. Di hadapannya ada peta besar yang menunjukkan wilayah-wilayah di bawah pengaruh para bangsawan. Ia menunjuk ke sebuah titik tertentu yang berada di dekat Distrik Selatan."Wilayah ini," ucapnya, "adalah salah satu pusat penyimpanan bahan baku sihir yang dikendalikan oleh keluarga bangsawan Evarion. Mereka menggunakan bahan
Malam itu, protes yang terjadi di aula akademi menjadi pembicaraan di seluruh ibu kota. Selebaran yang dilemparkan Tangan Bayangan telah menyebarkan kebenaran seperti api yang melahap semak kering. Para bangsawan mulai memperketat pengawasan mereka, tetapi di sisi lain, para rakyat biasa semakin menyadari ketidakadilan yang selama ini tersembunyi di balik dinding megah para penguasa.Namun, dampak terbesar dari aksi itu adalah tumbuhnya rasa percaya diri di kalangan siswa biasa. Mereka mulai memahami bahwa perubahan hanya dapat diraih melalui perlawanan, dan sosok Rainer kini menjadi simbol dari harapan baru.Sementara itu, Rainer, Elyse, dan anggota inti Tangan Bayangan bersembunyi di sebuah rumah tua yang terlantar di pinggiran kota. Mereka sedang membahas langkah berikutnya setelah aksi besar di aula."Kita berhasil menyampaikan pesan kita," ujar Elyse sambil melipat selebaran terakhir yang mereka miliki. "Tapi, mereka pasti akan merespons dengan lebih keras."Kael, pemimpin lapang
Pagi hari di ibu kota, udara terasa lebih berat dari biasanya. Di seluruh kota, pasukan penjaga semakin sering terlihat berpatroli, sementara warga biasa yang sebelumnya bergembira atas keberhasilan Rainer dan Tangan Bayangan kini mulai merasakan ketegangan yang meningkat. Apa yang dimulai sebagai gerakan untuk menggulingkan ketidakadilan kini telah berubah menjadi perang terbuka, dan kedamaian yang rapuh itu mulai pecah di antara mereka yang berusaha mempertahankan status quo dan mereka yang ingin melihat dunia baru yang lebih adil.Rainer berdiri di depan jendela kecil di markas Tangan Bayangan yang tersembunyi, menatap keluar ke arah kota yang gelisah. Hujan tipis mulai turun, menciptakan suasana murung yang mencerminkan ketegangan yang tengah melanda dunia ini. Elyse duduk di meja di belakangnya, sibuk dengan dokumen-dokumen yang telah mereka ambil dari bank Helvar."Jadi, ini yang harus kita hadapi sekarang," kata Elyse dengan suara pelan. "Pemerintah mulai bergerak lebih cepat,
Malam itu, angin bertiup kencang, membawa kabut tipis yang menutupi jalan-jalan ibu kota. Kota yang dulu tenang kini dipenuhi hiruk-pikuk, sementara perubahan besar sedang terjadi di dalamnya. Setelah penampilan mengejutkan Rainer di ruang pertemuan para bangsawan, dunia yang dulu terbelah oleh kekuasaan dan ketidakadilan kini berada di ambang perubahan. Namun, setiap kemenangan kecil selalu diiringi oleh tantangan baru yang lebih besar.Rainer berdiri di atas balkon markas Tangan Bayangan yang tersembunyi, memandangi kota yang kini dipenuhi dengan suara langkah kaki yang gelisah. Pasukan kerajaan semakin terdesak, dan para bangsawan yang berkuasa mulai menyadari betapa rapuhnya mereka. Tapi Rainer tahu, ini bukanlah akhir. Ini baru permulaan dari perjalanan panjang yang penuh dengan ketidakpastian."Apakah kita siap?" tanya Elyse, yang kini berdiri di samping Rainer. Wajahnya memantulkan kecemasan yang tidak bisa disembunyikan meski ia berusaha keras tetap tenang.Rainer mengangguk.
Kemenangan atas pasukan kerajaan bukanlah akhir dari perjalanan Rainer. Sebaliknya, itu adalah awal dari tantangan yang lebih besar—memimpin dunia yang hancur dan membangun kembali fondasi dari masyarakat yang sudah terlalu lama terpecah. Setelah pertempuran itu, Rainer dan Elyse berdiri di ambang gerbang baru, dan mereka tahu bahwa tujuan mereka belum tercapai sepenuhnya. Mereka harus menghadapi kenyataan pahit bahwa meskipun mereka telah menggulingkan penguasa lama, dunia yang baru ini tetap harus diperbaiki dan dipimpin dengan bijaksana.Pagi setelah pertempuran terasa tenang namun tegang. Suasana di markas Tangan Bayangan yang kini telah dijadikan pusat pemerintahan sementara dipenuhi dengan kesibukan yang sangat kontras dengan kekacauan yang terjadi beberapa jam lalu. Di ruang utama yang luas, Rainer berdiri di depan peta dunia yang kini telah berubah drastis. Kota-kota yang sebelumnya berada di bawah kekuasaan kerajaan besar kini telah jatuh ke tangan pasukannya. Namun, ada satu
Denting langkah mereka bergema di lorong sempit yang menuju ke dalam Benteng Ardentia.Udara di dalam terasa lebih dingin dibandingkan di luar. Cahaya obor yang berkedip-kedip di sepanjang dinding batu menciptakan bayangan yang bergerak seperti sosok-sosok hantu. Rainer dan Elyse berjalan pelan, memastikan setiap langkah mereka tidak menimbulkan suara berlebihan.Di depan, lorong bercabang menjadi dua.Elyse menoleh ke arah Rainer. "Ke mana?" bisiknya.Rainer mengamati ukiran kecil di sudut tembok. Sebuah tanda, samar tapi jelas bagi yang tahu cara membacanya. Itu adalah simbol navigasi kuno yang digunakan oleh para arsitek istana di masa lalu."Ke kanan," katanya pelan.Mereka bergerak mengikuti lorong itu, mendekati jantung benteng tempat arsip rahasia Ordo Maledicta kemungkinan besar disimpan.Di pusat Benteng Ardentia, sebuah ruangan tersembunyi menyimpan dokumen yang telah ada selama berabad-abad.Rainer menempelkan telinganya ke pintu kayu besar di hadapannya. Tidak ada suara da
Gema pertempuran masih tersisa di udara, meski keheningan kini menyelimuti gua bawah tanah.Rainer berdiri di tengah ruangan, napasnya sedikit berat. Jejak sihir yang baru saja ia gunakan masih berkilauan di lantai, menghilang sedikit demi sedikit seperti embun yang menguap. Di sekelilingnya, tubuh-tubuh penyihir bertopeng telah lenyap, terbakar oleh kekuatan ritual pemurnian yang ia ciptakan.Elyse mengamati simbol-simbol kuno yang terpahat di dinding gua. Matanya menyipit. "Ini bukan sekadar tempat pertemuan biasa, Rainer. Tempat ini… lebih tua dari yang kita duga."Rainer melangkah mendekat, menyentuh salah satu ukiran di dinding. Goresan-goresan itu bukan hanya sekadar tulisan sihir biasa. Ada sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang terasa seperti bagian dari sebuah teka-teki yang lebih besar."Lambang ini…" Rainer bergumam. "Aku pernah melihatnya sebelumnya."Elyse menoleh. "Di mana?""Di perpustakaan bawah tanah di Akademi Arcadia," jawab Rainer, suaranya penuh pertimbangan. "Itu
Suara ledakan menggema di dalam gua bawah tanah.Rainer mundur selangkah saat debu berhamburan di udara. Cahaya biru dari perangkap sihir yang ia aktifkan membentuk pola rumit di tanah, mengurung sosok bertopeng emas dalam lingkaran bercahaya.Namun, bukannya panik, sosok itu justru tertawa pelan. “Kau cukup cerdas. Tapi apakah kau benar-benar berpikir perangkap seperti ini cukup untuk menahan kami?”Rainer tak menjawab. Matanya menyipit, memerhatikan pergerakan lawannya. Terlalu tenang. Ini bukan sekadar penyihir biasa.Elyse bergerak cepat ke sisinya, belatinya sudah siap. “Kita habisi dia sekarang.”Namun sebelum mereka bisa bergerak, kabut semakin menebal. Udara berubah berat, seolah ada sesuatu yang menarik energi dari sekitar mereka.Sosok itu mengangkat tangannya. “Jika kau ingin menantang kami, maka bersiaplah menghadapi kekuatan yang telah menjaga dunia ini selama berabad-abad.”Rainer hanya tersenyum kecil. “Sudah kuduga.”Dengan satu gerakan tangan, lingkaran sihir di lanta
Di dalam aula yang penuh dengan kemewahan, Rainer tetap menjaga ekspresi tenangnya saat Duke Marquez menatapnya dengan tajam. Elyse, yang berdiri di sampingnya, tetap siaga, tangannya hampir selalu berada di dekat belatinya, bersiap menghadapi kemungkinan ancaman.Duke Marquez tersenyum tipis, meski matanya penuh dengan ketegangan. “Kita bisa saling menguntungkan, Rainer. Kau ingin meruntuhkan sistem ini, bukan? Aku bisa membantumu.”Rainer menyilangkan tangannya di depan dada. “Setelah kau mengirim pembunuh untuk membunuhku? Itu cara yang aneh untuk mengundang kerja sama.”Duke Marquez tertawa kecil. “Kau lebih cerdas dari yang kukira. Tapi aku tidak punya pilihan lain. Aku perlu tahu seberapa besar ancaman yang kau bawa.”Elyse menatapnya tajam. “Dan sekarang kau takut?”Duke Marquez menghela napas. “Aku realistis. Apa yang kau lakukan terhadap kota perdaganganku—itu adalah pukulan yang menghancurkan. Aku kehilangan kendali atas para pedagangku. Sekutuku mulai meragukanku. Jika aku
Langit di atas desa yang hancur mulai memudar menjadi merah keemasan saat matahari terbit. Rainer berdiri di tengah reruntuhan, memandangi tubuh para pembunuh yang dikirim untuk menghabisinya. Simbol keluarga Duke Marquez di salah satu tubuh mereka menjadi bukti tak terbantahkan bahwa serangan ini bukan kebetulan.Elyse berjalan mendekat, matanya tajam menatap luka di lengannya yang masih mengeluarkan sedikit darah. “Kita tidak bisa membiarkan ini berlalu begitu saja, Rainer.”Rainer mengangguk. “Tentu saja tidak. Tapi kita juga tidak bisa menyerang balik tanpa perhitungan. Jika kita gegabah, kita bisa kehilangan legitimasi yang telah kita bangun.”Lord Gaillard, yang telah menyusul mereka bersama pasukan tambahan, menatap mayat-mayat di tanah dengan ekspresi serius. “Jika Duke Marquez benar-benar di balik ini, berarti dia sudah siap untuk mengumumkan permusuhan terbuka.”Rainer tersenyum tipis, tetapi matanya dingin. “Belum. Jika dia benar-benar siap, dia tidak akan mengirim tentara
Setelah pertemuan besar di istana, ketegangan yang semula menggantung di udara mulai berubah menjadi rasa penasaran dan perhitungan. Beberapa bangsawan tampak mulai mempertimbangkan tawaran Rainer, sementara yang lain masih bersikeras mempertahankan sistem lama. Namun, yang paling berbahaya bukanlah mereka yang berbicara secara terang-terangan—melainkan mereka yang tetap diam.Di dalam ruang pribadinya, Rainer duduk di hadapan Elyse dan Lord Gaillard, mengamati laporan-laporan terbaru dari para mata-matanya.“Ada pergerakan mencurigakan dari kubu Duke Marquez,” ujar Elyse, menunjuk ke sebuah dokumen di meja. “Mereka mengadakan pertemuan rahasia dengan beberapa bangsawan yang tidak menghadiri pertemuan kita.”Rainer mengangguk pelan, ekspresinya tetap tenang. “Sudah kuduga. Mereka yang terlalu diam justru yang paling harus kita waspadai.”Lord Gaillard menatap peta kerajaan. “Sepertinya mereka tidak akan langsung melawan kita secara terbuka. Tapi jika mereka berhasil membentuk aliansi
Setelah kejatuhan Duke Alvaric, suasana di istana mulai berubah. Para bangsawan yang sebelumnya merasa aman di balik status mereka kini mulai berhati-hati. Kekuatan Rainer sudah terbukti tidak hanya dalam kecerdasannya, tetapi juga dalam cara ia menggulingkan musuhnya tanpa mengangkat pedang sendiri.Namun, Rainer tahu ini hanyalah awal.Di ruang pertemuan rahasia, ia duduk bersama Elyse, Lord Gaillard, dan beberapa sekutu terdekatnya. Di depan mereka terbentang peta kerajaan dengan berbagai wilayah yang menandakan pengaruh para bangsawan.“Kejatuhan Alvaric menciptakan kekosongan kekuasaan,” Rainer memulai. “Beberapa bangsawan akan mencoba mengisi tempatnya, dan yang lainnya akan menunggu dalam bayang-bayang, mencari kesempatan untuk menyerang kita.”Lord Gaillard mengangguk. “Beberapa dari mereka mungkin mulai membentuk aliansi untuk melawan kita.”Elyse menambahkan, “Tapi kita bisa menggunakan ini untuk keuntungan kita. Jika kita bisa mendekati beberapa bangsawan sebelum mereka ber
Rainer berdiri di balkon istananya, menatap langit malam yang berhiaskan bintang-bintang. Angin malam yang dingin berhembus pelan, tetapi pikirannya jauh lebih dingin.Veltan telah tersingkir, tetapi kata-katanya sebelum diseret keluar masih terngiang di benaknya. "Aku hanya mengikuti perintah..."Jika Veltan hanyalah boneka, maka siapa dalang sebenarnya?Elyse berjalan mendekat, membawa segelas anggur. “Kau tampak lebih murung dari biasanya.”Rainer menerima gelas itu dan menyesapnya sedikit sebelum berkata, “Veltan hanya permulaan. Masih ada sosok yang lebih besar di balik semua ini.”Elyse menyandarkan punggungnya ke pagar balkon. “Aku setuju. Kita harus mencari tahu siapa yang menarik tali di balik layar.”Rainer mengangguk. “Aku ingin tahu siapa saja yang menjalin hubungan dengan Veltan sebelum semua ini terjadi. Jika kita bisa menemukan pola, kita mungkin bisa menemukan dalangnya.”Elyse tersenyum tipis. “Kau sudah punya sesuatu dalam pikiran?”Rainer menatap gelasnya sejenak se
Malam menyelimuti istana, tetapi pikiran Rainer tetap bekerja tanpa henti. Pengkhianatan bukan lagi sekadar kemungkinan—itu adalah kepastian. Namun, ia masih belum mengetahui siapa pengkhianatnya, kapan mereka akan bergerak, atau bagaimana mereka berencana untuk menghancurkan semuanya.Elyse duduk di seberangnya, tangannya menopang dagu, matanya terfokus pada peta kerajaan yang terbentang di atas meja kayu besar. "Kita tidak bisa terus dalam keadaan defensif, Rainer. Jika kita hanya menunggu dan berjaga-jaga, kita akan kehilangan inisiatif. Kita harus mencari tahu siapa yang berkhianat sebelum mereka menyerang lebih dulu."Rainer mengangguk pelan, matanya menyipit, menganalisis berbagai kemungkinan. "Kita harus memancing mereka keluar. Membuat mereka merasa cukup percaya diri untuk mengungkap niat mereka."Elyse mengangkat alis. "Bagaimana caranya?"Rainer tersenyum kecil, meskipun ada ketegangan di baliknya. "Kita akan menyebarkan kabar bahwa aku berencana bertemu dengan seorang bang