Tyana melipat kedua tangannya sambil berdiri membelakangi ketiga laki-laki yang satu jam lalu baru ia selamatkan. Perasaan gadis itu campur aduk, antara khawatir, takut, kesal, dan kecewa pada semua yang terjadi malam ini. Tak pernah ia duga, rencana mengikuti sang ayah justru berbuntut aksi penyelamatan yang cukup heroik sekaligus membahayakan nyawanya sendiri.
Tyana kecewa karena Sagara tak melibatkan dirinya dalam misi, ya, Tyana sadar bahwa dua sahabatnya tidak ingin dia terluka. Sagara dan Omen juga belum mengetahui bahwa sebenarnya Tyana mengetahui semua rencana balas, penyelidikan terhadap sang ayah, bahkan sampai fakta bahwa jiwa Sagara Wirantama terjebak di Ambarwangi pun Tyana tahu.
Gadis itu ingin melampiaskan amarahnya pada ketiga laki-laki yang duduk berjajar di belakang sana, namun Tyana sadar bahwa ini bukan saatnya untuk saling menyalahkan. Bahkan seharusnya, dia yang disalahkan karena keterlibatan pak Amran dalam kejahatan besar yang terjadi di T
Karena sudah terlalu malam, Sagara membubarkan perkumpulan kawan-kawannya. Meskipun esok hari minggu tapi Sagara tidak ingin merenggut waktu mereka terlalu banyak malam ini. Badar dan Omen juga pasti sangat kelelahan, semua bukti sudah di tangan, mereka hanya tinggal memikirkan langkah berikutnya esok hari. Saga pun belum sempat menceritakan fakta baru tentang identitas Big Boss yang selama ini mereka cari. Mereka sudah sepakat untuk kembali bertemu besok di rumah Sagara.Tyana mengantar tiga laki-laki tadi satu persatu ke depan rumahnya, sebenarnya mereka sempat menolak—apalagi Badar yang masih terlalu gengsi menerima bantuan dari Tyana—musuh bebuyutannya. Namun penolakan hanya tinggal penolakan ketika Tyana bersikeras ingin mengantar. Sekali lagi, gadis itu merasa bertanggung jawab pada keselamatan Sagara, Omen, dan Badar karena musuh yang mereka hadapi adalah ayah kandung Tyana sendiri.Mobil Tyana berhenti di halaman depan rumah Sagara, waktu sudah menu
Keesokan harinya, Sagara sedang membantu Euis mengupas ubi jalar yang akan dibuat camilan ringan sembari menunggu kedatangan teman-temannya yang akan berkunjung siang nanti. “Kamu semalam pulang jam berapa, Ga? Kok Ibu enggak tahu.” “Jam 11 Bu, aku sengaja enggak bangunin Ibu, takut ganggu.” “Maaf ya, Ibu kira kamu jadi menginap di rumah Omen makanya Ibu sama Bapak tidur duluan.” “Iya Bu, enggak apa-apa.” Tok! Tok! Tok! Terdengar ketukan pintu yang memecah percakapan Sagara dan ibunya. Euis hendak membukakan pintu namun Sagara melarang. “Biar aku saja, Bu.” Euis mengangguk dan Sagara pun bergegas pergi ke area depan. Ningsih, gadis itulah orang pertama yang Sagara temukan ketika ia membuka pintu. Sagara cukup rindu pada tetangganya ini karena akhir-akhir ini dia sangat sibuk dengan misinya menangkap Big Boss dan mafia Tribakti lainnya. “Halo Sagara, maaf mengganggu waktumu pagi-pagi,” sapa Ningsih ramah seperti
Sagara mengernyitkan kening, cukup tidak mengerti kenapa Ningsih membawanya ke tempat seperti ini. Sebuah gedung tua yang jaraknya tak jauh dari tempat toko buku. Setelah mendapatkan buku yang dicarinya, Ningsih memang sengaja mengajak Sagara jalan-jalan terlebih dulu. Dia mengatakan mereka sangat jarang bertemu akhir-akhir ini, Ningsih merindukan Sagara dan ingin mengobrol panjang lagi bersama laki-laki itu.Sagara yang memang senang berdiskusi dengan Ningsih tentunya mau-mau saja. Dia juga tidak berpikiran buruk terhadap gadis itu awalnya. Namun semua jadi terasa janggal sekarang, Saga merasa sikap Ningsih sedikit aneh—berbeda dari biasanya. Pikiran-pikiran buruk yang hinggap di kepalanya segera Sagara enyahkan. Ia yakin, Ningsih tidak akan berbuat macam-macam.“Ning, boleh aku tahu apa alasanmu mengajakku ke sini?” tanya Sagara, kembali berbalik menghadap gadis bisu itu.Ningsih bergeming sambil memandang dalam manik Saga. Terpancar jelas ki
“Bajingan siah setan! Boga salah naon anak aing ka sia, hah? Biadab, paeh we sia paeh!” amuk mang Asep—ayah Ningsih ketika mendapat kabar bahwa putrinya menjadi korban pemerkosan tetangganya sendiri. “Aing teu pernah jahat ka sia! Aing teu pernah neang gara-gara ka sia, naha sia bisa kitu ka anak aing? Modar we anjing!” Saya tidak pernah menjahati kamu! Saya tidak pernah cari gara-gara denganmu, tapi kenapa kamu bertindak seperti itu pada anak saya? Mati saja kamu! Kurang lebih begitulah arti dari makian mang Asep yang menggunakan bahasa Sunda. Seumur-umur menjadi tetangga Mang Asep, ini kali pertama Euis dan Wira mendengar orang tua itu mengucap sumpah serapah yang sangat mengerikan pada anak mereka. Padahal Euis dan Wira sudah menganggap mang Asep seperti keluarga sendiri, lantas kenapa masalahnya jadi seperti ini? Euis tak berhenti menangis ketika amukan mang Asep meledak begitu dipertemukan dengan Sagara yang kini sudah diamankan
“Sagara, lu tuh ya! Bajingan emang, bisa-bisanya bikin ulah enggak mutu kayak gini padahal kita sedang dalam misi menangkap Big Boss.”Badar melayangkan serangan verbal yang cukup menyakitkan ketika hinggap di telinga Tyana dan Omen. Mereka tahu itu adalah ekspresi kekhawatiran Badar tapi tidak seharusnya dia berkata sekasar itu, terlebih di kantor polisi.“Ampun ... saya mah enggak ngerti kenapa kamu bisa terlibat kasus pemerkosaan, Ga. Ini beneran atau Cuma fitnah?”“Menurutmu bagaimana, Men? Tampang sepertiku ada aura pemerkosa tidak?”“Ck, jangan bercanda atuh, Saga! Saya serius yeuh.”“Sudahlah, waktu bercengkerama kita tidak banyak. Aku ingin mengatakan sesuatu yang penting pada kalian.”“Apa?” sahut Tyana yang fokus dengan apa yang akan Sagara sampaikan.“Big Boss yang selama ini kita cari ada di Tribakti. Dia sangat populer, kalian
“Bagaimana dengan hasil kerjaku, kamu puas Sayang?”Mona berbisik pada Damian sembari memeluk lelaki itu dari belakang. Mereka sedang berada di ruang OSIS yang sepi.“Mona, sudah kubilang jangan seperti ini di sekolah.”Damian segera melepaskan kedua tangan Mona, gadis itu cemberut lantas duduk di kursi samping Damian.“Ayolah, kamu tidak perlu separno itu. Di ruangan ini sedang tidak ada siapa-siapa.”“Tetap saja, kita harus berhati-hati. Ingat ya Mon, aku tidak ingin ada yang tahu tentang hubungan kita. Apalagi sampai menyinggung masalah itu.”Mona menatap Damian sebal, matanya mulai menyelidik. Akhir-akhir ini Damian sedikit menjaga jarak darinya. Padahal beberapa waktu lalu, lelaki ini lengket sekali pada Mona sampai sering menginap di apartemen Mona beberapa malam. Sejak misi menjebloskan Sagara ke penjara sukses telak, sepertinya Damian mulai berperan bak kacang yang lupa kulitnya.
Tyana tersenyum sinis usai mendengar percakapan Damian dan Mona di ruangan OSIS. Gadis itu dan kedua temannya sedang berada di ruang rahasia milik Omen. Tanpa sepengetahuan siapa pun, Omen berhasil menyimpan alat penyadap suara di ruangan OSIS sehingga dia bisa mendengar seluruh isi percakapan yang terjadi di sana antara Damian dan Mona.“Geblek emang si Damian! Ternyata selama ini dialah iblis sebenarnya yang ada di Tribakti. Kita harus segera bertindak, ayo sebarkan rekaman ini dan buat Damian malu di depan umum. Men, cepet upload rekaman itu di sosial media biar seluruh dunia tahu kalau dia itu iblis bertopeng malaikat.”“Saya rasa itu bukan cara yang tepat untuk melumpuhkan pergerakan Damian, Dar,” tukas Omen setelah melepas head phone yang tadi dikenakannya.“Kalau enggak begitu terus kita harus apa? Bukannya Sagara udah nyuruh kita buat mengungkap keburukan si iblis itu?” Badar tampak berapi-api, setiap
Keesokan harinya setelah Omen dan Tyana menyadap percakapan Mona dan Damian, mereka bersikap seperti tidak terjadi apa-apa. Keduanya tetap masuk sekolah seperti biasa sedangkan Badar ada di pengadilan. Dia menghadiri sidang perdana kasus Sagara yang diduga telah memerkosa Ningsih. Perempuan itu pun datang untuk dimintai keterangan sebagai saksi sekaligus korban.Perasaan Ningsih berkecamuk sejak ia nekat menjebloskan orang yang tak berdosa ke dalam penjara. Ningsih tidak paham dengan dirinya yang sekarang, dia rela melakukan kejahatan hanya karena dibutakan oleh cemburu. Hidup gadis itu telanjur hancur karena terlibat dengan Sagara maka dia tak punya pilihan lain untuk mengajak laki-laki itu hancur bersamanya. Walaupun sakit, Ningsih akan tetap teguh pada rencana awal yaitu bersaksi bahwa Sagara adalah pemerkosanya.Wira dan Euis hadir di bangku tamu dari pihak Sagara, mereka mengerahkan segala daya dan upaya untuk membebaskan putra semata wayangnya. Walaupun pengacara