Sagara sudah mendapat beberapa hal yang ia perlukan untuk melakukan penyerangan pertama. Langkah awal yang harus ia ambil untuk memancing dalang yang sialnya masih betah bersembunyi di balik pion-pion yang malang. Dari hasil temuan Badar, kini Saga telah mengantungi nama-nama pengedar Garuda Pustaka yang bisa membawanya pada villain sesungguhnya. Berkat bantuan Omen dan segala kecanggihan alat yang dimiliki anak itu, tempat persembunyian para pengedar pun berhasil terdeteksi.
Ketiga remaja itu sedang berada di atap sebuah gedung, memantau pergerakan orang-orang yang lalu lalang di bawah sana. Para penjaga gerbang depan sedang berjaga-jaga, tak lama setelah itu sebuah mobil mewah memasuki area itu dan mendapat penyambutan yang luar biasa. Sepertinya orang yang ada di dalam mobil itu adalah petinggi dalam organisasi mereka. Entah itu sang atasan atau klien penting yang menjadi tombak kesejahteraan para pelaku bisnis obat-obatan terlarang itu. Sagara akan mengetahuinya tak lama
Beberapa penjaga sudah memeriksa tempat asal suara mencurigakan yang muncul dari atas. Mereka mengamati keadaan sekitar dengan saksama. Senjata laras panjang sudah di tangan, bentuk waspada jika ada musuh yang tiba-tiba muncul mereka bisa langsung menghabisinya di tempat.“Kalian menemukan sesuatu?” tanya salah seorang penjaga pada rekannya.“Tidak ada apa-apa di sini.”Pria yang bertanya itu bergeming sesaat, matanya menyipit dan terus berkeliling. Belum puas dengan proses pencarian yang tak menghasilkan apa-apa. pemindaiannya membuahkan hasil, dia melihat penutup ventilasi udara tidak berada pada posisi yang tepat. Cepat pria itu melangkah maju menuju pipa ventilasi diikuti teman-temannya.“Kenapa penutup ventilasi ini tidak terpasang dengan benar?” tanya sang penjaga curiga. Dia berjongkok sambil memperhatikan setiap sudut penutup ventilasi.“Sudah satu minggu penutupnya memang rusak, Pak, kami belum sem
Pak Amran tampak tertarik dengan embel-embel produk unggulan yang disebutkan sang pimpinan pengedar.“Aku ingin melihat barangnya sekarang,” ujar pak Amran.“Tentu, silakan Tuan, lewat sini!”Mereka beranjak dari sana menuju tempat penyimpanan narkoba jenis baru yang dibuat sang pengedar. Sagara dan kedua temannya tidak ingin ketinggalan untuk mengabadikan momen ini sebagai bukti kejahatan Amran. Mereka cepat-cepat mencapai ujung dan mengikuti langkah Amran dari lantai atas. Meskipun Sagara sudah tidak bisa melihat pergerakan orang-orang di bawah sana, tapi ia masih bisa mendengar jelas percakapan pak Amran berkat alat khusus rakitan Omen.Walau masih diliputi perasaan ngeri, Omen memimpin perjalanan kali ini. Dia tahu titik mana saja yang bisa mereka lewati tanpa terekam cctv. Sagara beruntung, begitu orang-orang di bawah sana memasuki laboratorium, ternyata Saga masih bisa memantaunya dari lantai atas. Perasaan berdebar takut ket
“Gue kira dia cuma jago pidato di lapangan, ternyata transaksi narkoba juga andal. Enggak ada lawannya bapak si Tyana, bejat!”Badar selesai merekam video percakapan pak Amran dengan sang bandar narkoba. Mereka sudah memiliki bukti yang cukup kuat untuk menjebloskan pak Amran ke penjara. Dengan begitu, mafia sekolah lain yang masih bersembunyi bisa keluar satu persatu.“Eh, jangan ngatain temen saya atuh, Dar!” omel Omen, keberatan mengira Badar mengatai Tyana.“Yang ngatain temen lu siapa? Gue ngatain bokapnya!”“Tetap saja saya merasa kamu mengatai Tyana. Aduh, pak Amran ngapain sih mesti terlibat kasus model begini, Tyana pasti sedih banget.”Badar membeliak, tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.“Sadar, woi! Bokap Tyana yang udah bikin Bastian meninggal. Lu niat balas dendam enggak sih sebenarnya?”“Niat banget tapi ...”“Alah bacot!&r
Sagara menempelkan punggung ke dinding, dua orang penjaga melintas di depan sana. Terus melangkah menuju ke arah lelaki itu. Nuansa ruangan itu memang cukup gelap, namun persembunyian Saga terlalu kentara untuk membebaskannya dari intaian dua pengawal tadi. Lelaki itu mendecih lantas bergumam pelan.“Braga bantu aku.”Wiuss!Mantra pemanggil Braga berhasil memunculkan kabut putih di depan Sagara, tak lama kemudian muncul sosok kucing berbulu lebat yang sangat lucu di mata manusia normal.“Apa lagi kali ini, Gara?”“Mereka berjalan ke arahku, tolong lindungi aku.”“Hh, kau ini menyusahkan terus, pendekar macam apa yang melawan manusia biasa saja sampai kelimpungan dan melibatkanku berulang kali?”“Tidak usah banyak bicara, cepat lindungi aku agar mereka tak bisa melihatku!” tegas Sagara, tidak minat bersilat lidah dengan pelindungnya yang emosian itu.Braga lalu memejam
Bruk!Orang itu menggebrak meja keras sampai barang-barang di atasnya beterbangan sedetik.“Itu orang emang sialan! Selalu berbuat sesuka hatinya tanpa berdiskusi apa pun dengan kita.”“Namanya juga bos besar, siapa yang berani melawan dia?”“Bos besar bau kencur! Umurnya bahkan jauh lebih muda dari gue tapi congkaknya luar biasa. Gue kadang mikir, kok bisa orang kayak dia dikasih kepercayaan buat jadi Big Boss di bisnis ini.”“Jangan sembarangan ngomong lu, kalau kedengaran sama orangnya bisa tamat riwayat lu. Walau bagaimana pun Big Boss itu pimpinan kita.”“Pimpinan yang selalu bertindak suka-suka. Sampai saat ini gue masih gedeg banget sama itu orang, bisa-bisanya dia ngangkat si Johan sebagai ketua Bandar padahal kinerjanya enggak seberapa bagus dibanding gue. Dia juga baru dua tahun gabung di bisnis ini, sedangkan gue? Gue yang udah lumutan ada di sini kagak pernah dianggap sama sek
Damian meninggalkan ranjang yang sudah berantakan dalam keadaan telanjang. Ia mengambil kimono sutra warna hitam yang tersampir di pinggir ranjang. Gadis yang baru saja dipaksa melepas harga dirinya tengah meringkuk mengenaskan di balik selimut. Air kesedihan mengalir deras dari pelupuk matanya. tak ada isak sedikit pun dari tangis menyakitkan itu. Membuat keheningan membalut ruangan dengan sempurna.Damian memegang segelas wine, dia berdiri di depan dinding kaca sebuah Penthouse mewah yang ada di tengah kota. Tentu itu milik keluarganya atau mungkin bisa dibilang kediaman megah itu adalah miliknya. Sebuah hunian yang mustahil dimiliki remaja biasa. Damian meneguk wine-nya dengan khidmat, ia alihkan menyapu pandangan di luar sana dengan perasaan menang telak.Senyum iblis yang selama ini tak pernah dilihat penduduk Tribakti muncul. Betapa melegakannya jika Damian bisa bertindak sesuai keinginannya seperti ini. Tidak perlu ada sandiwara. Tidak perlu ada citra yang harus
Ningsih terdiam, beberapa waktu lalu, tepatnya selepas waktu magrib seorang gadis mendatangi Ningsih. Dia mengaku sebagai teman Sagara yang menginformasikan bahwa Sagara sedang menunggu Ningsih di sebuah kafe. Awalnya Ningsih tidak percaya dengan ajak gadis itu. Namun gadis itu menunjukkan pesan singkat atas nama Sagara, isi pesan itu menyebutkan bahwa Sagara akan menunggu Ningsih di kafe sampai jam tujuh malam.Ningsih ingin memastikan keberadaan Sagara pada kedua orang tua lelaki itu, sayangnya kediaman Sagara masih gelap dan tampak sepi. Seperti tidak ada orang di dalam sana. Ningsih pun tidak tahu betul apakah nomor pengirim itu benar-benar milik Sagara atau bukan karena dia tidak punya kontak Sagara. Selama ini mereka hanya sering mengobrol langsung, tidak pernah bertukar mengirim pesan atau hal sejenisnya.Polosnya Ningsih, dia mengiyakan ajakan gadis itu yang ternyata sudah merencanakan hal jahat. Ningsih pergi tanpa pamit pada sang ayah, dia dibawa menggunakan
“Hei, ngapain lo di situ?” seseorang yang baru masuk ke ruangan rahasia berujar dari belakang Sagara yang tengah bersembunyi.Saking asyiknya mendengarkan cerita tentang Big Boss alias Damian, lelaki itu sampai tak menyadari bahwa ada orang lain yang masuk ke ruangan itu. Sagara bangkit, dia bersikap santai dan posisinya masih membelakangi orang yang menyapanya. Lima orang yang tadi mengobrol di tengah ruangan pun mengalihkan pandangan pada Sagara. Mereka mengernyit—tak mengenal pria bermasker yang tidak familier di mata mereka.Bugh!Sagara meninju perut orang di belakangnya saat ia berbalik. Sontak saja aksi itu mendapat atensi semua orang. Mereka berlarian menghampiri kawannya dan kompak menyerang Sagara.“Bangsat, siapa lo, hah?!”Tinju dari berbagai arah menyerang Sagara, gerakan lelaki itu cepat menghindar. Alih-alih kena pukul justru orang-orang itu yang harus menahan nyeri di sekujur tubuhnya akibat serangan Sa