Sret!“Ah!” ringis Gara yang tiba-tiba mendapat luka sayatan di tangannya. Bayangan itu pelakunya, kejadian tersebut berlangsung dalam hitungan detik hingga tidak sempat dihadang.Darah mengucur dari tangan kanan Gara, Kumbara dan Larasati panik, “Kau baik-baik saja, Gara?” tanya Larasati.“Aku tak apa,” jawab Gara lalu dia melihat gerakan bayangan hitam yang sangat cepat dari arah belakang Larasati, “Laras awas!” teriak Laras, gadis itu berbalik dan langsung melesatkan satu anak panahnya dengan tepat sasaran. Bayangan yang hendak menyerangnya buyar bersama angin.Dari sana, bayangan-bayangan lain pun masif menyerang ketiga pemuda itu. Larasati, Gara, dan Kumbara kini aktif melawan para bayangan hitam. Tanpa memedulikan kucuran darah yang masih mengucur segara dari pergelangan tangan, Gara menumpas musuh secara membabi buta. Seketika pria itu lupa akan segala rasa takut yang sebelumnya dirasa, yang ada di kepala Gara saat ini adalah bagaimana caranya agar mereka bisa mengalahkan para
Pusat bayangan itu masih terbang tepat di depan Gara, kian lama ukurannya kian bertambah. Menghitamkan langit yang semula terang karena sinaran purnama yang menyepuhnya. Pusat bayangan setan itu seakan sedang menunjukkan pada Gara sehebat apa kemampuannya dan kondisi macam apa yang sedang pria itu hadapi.Agaknya pemilik bayangan setan ini murka pada Gara dan teman-temannya. Mereka cukup kuat untuk dikalahkan, hingga proses pengambilan jantung untuk ritual berlangsung alot. Selama ini bayangan setan tidak pernah kepayahan dalam mencari tumbal. Hanya dalam sekali serang maka para manusia bisa berjatuhan dengan kondisi tak berjantung.Makhluk inilah yang sebenarnya menjadikan lembah Sawer menjadi tempat angker yang terlarang untuk dilewati saat malam hari. Apalagi di waktu bulan purnama. Manusia memang makhluk paling keji, dia bisa menghalalkan segala cara untuk mewujudkan tujuannya. Tidak peduli jika itu merugikan orang lain bahkan sampai merenggut nyawa orang.“Menyerahlah manusia, k
Bisa selamat dari ancaman berbahaya bayangan setan seperti sebuah anugerah bagi Gara, Larasati, dan Kumbara. Mereka nyaris membusuk tanpa diketahui di zona merah Lembah Sawer kalau saja Gara tidak berhasil menghancurkan pusat bayangan setan. Semalam, tak berapa lama setelah Gara berhasil mengalahkan pusat bayangan setan, Larasati dan Kumbara menghampirinya. Mereka memberikan pujian besar atas kehebatan Gara mengalahkan makhluk menyeramkan itu.Jujur saja, Larasati dan Kumbara sempat meremehkan Gara dalam perjalanan uji kehebatan ini. namun sepertinya, sekarang mereka harus belajar menaruh kepercayaan penuh pada Sagara. Meskipun sering mengeluh dan rewel, anak ini menyimpan kekuatan misterius. Memang tidak salah guru Mada memilih anak ini. Dia pasti tahu bahwa Sagara adalah anak yang berpotensi.Dan tentu saja Larasati dan Kumbara juga harus meyakini rencana takdir. Bukan tanpa alasan Tuhan membuat jiwa pendekar Gara dan Sagara Wirantama tertukar. Pasti ada tujuan di ba
Di dalam kedai, Larasati memilih meja makan tepat di selasar, selain masih kosong, area itu juga sangat strategis jika ingin menikmati pemandangan pasar Kentamani. Melihat orang hilir mudik melakukan transaksi ternyata lumayan menyenangkan. Mungkin ini juga salah satu dampak karena Larasati sudah cukup lama tidak belanja di pasar Ambarwangi. Ah, semua hal menyenangkan yang terjadi di tempat itu selalu membawa kenangan indah Ambarwangi di masa lalu. Ini sungguh menyesakkan.“Pesanan datang, selamat menikmati,” ungkap bibi penjaga kedai usai menyajikan sebakul nasi dan seekor ayam bakar disertai lalapan di atas meja.Kumbara menelan air liurnya melihat ayam bakar berwarna kecokelatan yang benar-benar menggugah selera. Belum lagi aroma sedap yang menguap, membuat pria itu semakin ngiler. Setelah baca doa yang dipimpin Gara, ketiga orang itu pun mulai menikmati makanan mereka. Tampak jelas jika ketiganya memang sudah lama tidak makan enak dengan tenang. Kumbara
Gara, Larasati, dan Kumbara sudah berada di tempat pertarungan. Mereka sedang dalam antrean untuk mendaftarkan Sagara sebagai peserta uji kehebatan. Sepanjang penantian kurang lebih 15 menit itu, Larasati sama sekali tidak buka suara. Wajahnya terus ditekuk, dia tampak masih kesal gara-gara kejadian di kedai makan tadi. Kumbara sudah berusaha menghiburnya dengan melayangkan berbagai lelucon. Nihil, tak ada satu pun lelucon pria itu yang bisa mengembalikan suasana hati Larasati yang telanjur amburadul. “Laras serem ya Bar, kalau sedang cemberut begitu,” bisik Gara pada Kumbara yang kebetulan berdiri di sampingnya sedangkan Larasati berada di tepat di depan mereka. “Beuh, jangan ditanya, Gar. Asal kau tahu Larasati ini kalau sudah ngamuk, banteng pun takut padanya.” “Hah, serius?” Kumbara memejam jengkel, kadang dia sebal kalau Gara sedang polos setengah oon begini. “Itu perumpamaan, Gara. Tapi serius deh kalau Larasati ngamuk itu seram sekali.
“Pengumuman-pengumuman, para peserta uji kehebatan silakan berkumpul ke sumber suara. Ada informasi penting yang harus kalian perhatikan sebelum pertarungan uji kehebatan dimulai beberapa saat lagi,” seorang pria berpangsi hitam berteriak di atas sebuah dipan—tepat di depan arena pertarungan.Seluruh peserta uji kehebatan yang sebelumnya tercecer di beberapa titik serempak berkumpul di sana, tanpa terkecuali Gara. Pria ini cukup siap untuk menghadapi babak penyisihan pertama. Dia tampak tenang dan santai, berbeda dengan Larasati dan Kumbara yang lebih panik dan gusar. Sejak tadi mereka terus menjejali Gara dengan arahan mengenai teknik bertarung, model tangkisan, dan cara bertahan yang baik. meskipun sebenarnya Gara sudah menguasai itu semua berkat proses latihannya bersama Larasati dan Kumbara, tapi tak lantas menyurutkan rasa khawatir kedua orang itu.Baiklah, Larasati dan Kumbara akui bahwa sejak kali pertama belajar bela diri sampai detik ini Gara
Saat Larasati mengatakan bahwa pertarungan ini mempertaruhkan nyawa, gadis itu sama sekali tidak main-main dengan ucapannya. Sepanjang pertarungan uji kehebatan dimulai, puluhan kandidat berjatuhan menjadi korban kebengisan lawan mereka. Larasati dan Kumbara sempat mengucap syukur dan bernapas lega saat mengetahui Gara masih baik-baik saja ketika babak pertama usai. Ketegangan mereka kembali meningkat begitu babak kedua kembali bergulir. Ini akan menjadi penentu, dari 50 petarung yang tersisa kemudian akan dipilih 2 orang saja untuk lanjut ke babak final. Pemenang di babak finallah yang kemudian akan berhadapan dengan pendekar Galasakti di keesokan harinya. Pendekar pertama yang harus dihadapi jika para petarung ingin mendapat gelar pendekar terhebat ke-8 yang ada di bumi Parahyangan.“Gara awas ... di belakangmu!” teriak Kumbara, jantungnya nyaris copot ketika melihat ada orang yang hendak menyabet punggung Gara dengan cerulit.Berbeda dengan pertarungan babak pertama yang tidak dipe
Plak!Larasati menampar punggung Gara keras sampai bunyinya membuat Kumbara ngilu. Dan tentu saja Gara meringis karena itu namun ia tidak berani membentak pelakunya.“Jangan bercanda! Selepas ini kau akan kembali bertanding, jangan jadi lengah terhadap lawanmu. Kau tahu, lawan yang akan kau hadapi adalah si pria berengsek yang katanya akan mencongkel matamu itu. Kau tidak boleh kalah darinya!”“Oh, ya? Orang itu lawanku?”“Iya, rupanya dia lawan yang sangat kuat. Pantas saja dia berani menantangmu bertarung. Rasa percaya dirinya memang beralasan.”“Hmm ... jadi selain pertarungan memperebutkan posisi pendekar terhebat rupanya babak final ini juga akan menjadi penentuan apakah bola matamu masih bisa utuh atau hilang sebelah,” kata Kumbara membuat Gara bergidik. Kumbara mengatakannya dengan nada intimidatif dan menekan. Sungguh menyebalkan.“Walaupun ini akan terlihat berat tapi aku sama sekali tidak takut pada pria itu. Akan kubuktikan pada kalian bahwa aku bisa menjadi pendekar terheb