Kutakbisa berkitty-kitty lagi melihat sikapmu, Kintan đđ
Kintan sedang tiduran telungkup di atas tubuh Iqbal, bermain-main di wajah lelaki itu setelah mereka bercinta dengan sangat panas dan dahsyat sebelumnya. Iqbal pun hanya memejamkan matanya. Menikmati jemari lentik Kintan yang sedang menyusuri kening, alis, mata, hidung, kemudian turun ke bibir dan dagunya. Menyenangkan sekali merasakan tubuh Kintan yang lembut sedang menekan tubuhnya yang keras. "Hmm... aku sangat menyukai Kintan yang amnesia," guman Iqbal tanpa sadar sambil tetap memejamkan matanya. Kintan mengerutkan alisnya dengan pandangan bertanya, namun beberapa saat kemudian ia malah terkikik geli. "Maksudnya apa tuh?" Tanya wanita itu di sela tawa. Iqbal membuka mata dan melihat Kintan yang terlihat geli. Sambil mengulum senyum, Iqbal menyelipkan rambut yang jatuh di wajah Kintan ke balik telinganya. "Kintan, boleh jujur?" tanya Iqbal sambil menatap Kintan lekat. Wanita itu pun menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. âSebelum amnesia dan sesudah amnesia,
"Kamu mau gambar apa?" tanya Iqbal penasaran, ketika melihat Kintan mulai mencorat-coret scrapbook-nya dengan pensil."Sebuah danau," jawab Kintan sambil tetap fokus pada coretannya. "Juga Kemal yang sedang berada di sana."Iqbal tidak bisa menahan tikaman rasa cemburu mendengar ucapan Kintan. âKemal? Kintan ingin melukis Kemal? Tapi kenapa??âKintan pun menolehkan wajahnya pada Iqbal yang tiba-tiba saja terdiam. "Aku baru saja memimpikan Kemal, dan psikiaterku mengatakan bahwa aku harus coba mencatat atau melukis mimpi-mimpi yang membuatku terbangun," jelasnya, seakan bisa mendengar pertanyaan lelaki itu meski hanya diucapkan dalam hatinya. "Ini mungkin bisa menjadi self-healing bagiku."Iqbal berusaha untuk mengerti, namun ia tetap tidak bisa mengesampingkan rasa cemburunya. "Apa tadi kamu memimpikan Kemal?"Kintan mengangguk. Tangannya masih saja terus menggambar, dan Iqbal pun memutuskan untuk tidak bertanya-tanya lagi, meskipun sangat penasaran dengan mimpi itu. Ia hanya men
Saat Kintan telah selesai berbicara dengan Bimo serta mengobati luka-lukanya, wanita itu pun segera keluar dari rumah bercat putih dan berlantai dua itu. Fiuuh... syukurlah ternyata belum sampai 30 menit.Iqbal hanya memberinya waktu setengah jam untuk berbicara dengan Bimo, dan mengultimatum akan memporak-porandakan rumah lelaki itu jika Kintan melewati batas waktunya.Haahhh... sangat meresahkan.Kintan melihat Iqbal yang sedang berdiri sambil menyenderkan tubuhnya di mobil wanita itu. Mobil second yang baru ia beli, karena mobil lamanya ringsek akibat kecelakaan.Dengan tangan yang terlipat di dada, Iqbal menatap Kintan datar dan dingin, membuat wanita itu berdecak pelan."Hei, Tuan pemarah! Aku sudah menuruti perintahmu," cetus Kintan sambil mengetuk-ngetuk jam tangannya. "30 menit! Puas?" tukasnya sambil memegang handle pintu mobil. Namun tubuh Iqbal yang sedang menyender di pintu itu, membuat Kintan tidak bisa membukanya. "Bisa geser? Aku nggak bisa masuk!"Iqbal berdecak kes
"Tidak. Kali ini laparku hanya bisa dipuaskan dengan tubuhmu. Masuk," perintah Iqbal sambil membuka pintu apartemennya dan menyuruh Kintan untuk masuk ke dalam.Kintan pun bergidik mendengarnya seraya menatap pria itu tak percaya. "Iqbal, ada Yessi yang sedang sedih dan merasa hancur di apartemen sebelah. Kok kamu malah sempat-sempatnya sih minta jatah??"Iqbal berdecak kesal dan menarik tangan Kintan masuk. Saat ini ia tidak peduli dengan Yessi, ia hanya butuh bukti bahwa Kintan benar-benar miliknya. Bukan milik Kemal, Yessi atau milik imajinasi Bimo!Iqbal menarik dan menghempaskan tubuh Kintan hingga punggung wanita itu menabrak dinding. Lalu menindih Kintan dan melumat bibirnya dengan keras. Lidahnya yang basah menerobos masuk ke dalam mulut Kintan untuk saling membelit lidah lembut wanita itu.Setelah puas menguasai mulut Kintan, ia pun menarik bibirnya untuk mengangkat jaket hoodie ungu yang dikenakan Kintan. Dengan cepat ia meloloskan jaket itu dari kepala, bahkan Kintan pu
Mereka semua pun seketika terdiam mendengar ucapan maaf dan penyesalan Bimo yang terdengar tulus itu. Meskipun nasi telah menjadi bubur dan segalanya tak ada yang bisa ditarik kembali seperti semula, namun bukankah dengan memaafkan maka paling tidak akan sedikit meringankan langkah kita? Kintan dan Iqbal tampak saling melemparkan pandangan penuh arti, sementara Yessi masih tetap diam dan menunduk. "Iya, aku sudah maafin kok, Bim," sahut Yessi kemudian. "Lagian ini juga bukan salahmu semua, aku juga ada andilnya." "Hm... lalu apa kalian tidak berniat untuk melanjutkan ini?" Tiba-tiba Kintan mengusulkan. "Yessi, Bimo, kalian kan sudah lama saling mengenal, sama-sama jomblo, kenapa tidak mencoba untuk saling mengenal lebih dalam? Yah... tapi aku cuma mengusulkan sih," ucapnya cepat-cepat karena takut Yessi tersinggung. "Ngaku deh Bim, sebenarnya kamu juga memiliki perasaan kan untuk Yessi?? Nggak mungkin kamu jadi sekalut dan sebingung itu waktu aku bilang Yessi nggak berh
Iqbal baru saja keluar dari kamar kecil di saat melihat Kintan sedang bercakap-cakap dengan seorang lelaki di samping kolam renang dewasa. âSiapa lagi sih itu? Baru juga ditinggal sebentar, sudah ada aja kutu kupret yang deketin calon istrikuâ, rutuk Iqbal dalam hati. Namun saat ia mendekati Kintan, lelaki asing itu pun tiba-tiba saja pergi menjauh, membuat Iqbal tak pelak bertanya-tanya. "Siapa dia?" tanyanya kepada Kintan, dengan masih mengamati lelaki yang sekarang sudah masuk ke dalam kolam dan berenang perlahan. Kintan yang masih terdiam, membuat Iqbal pun seketika menoleh dan menatapnya heran. "Kintan?" tanya Iqbal lagi. Wanita itu lalu menolehkan wajahnya pada Iqbal, namun tetap saja terdiam membisu tanpa kata. "Kintan... Hei, kamu kenapa, Sayang?" lelaki itu mulai khawatir melihat tatapan Kintan yang kosong. "Mama kaget, Pa. Tadi Om itu bilang notnot," sahut Khafi yang ada di dalam gendongan Kintan. "Notnot?" tanya Iqbal bingung. Apa itu? "Iqbal..." tiba
Ada yang berbeda. Iqbal merasa ada yang tak sama dengan percintaannya bersama Kintan kali ini, meskipun tetap panas dan bergelora seperti sebelumnya. Dengan napas yang tersengal-sengal dan tubuh yang berkilau karena keringat, Iqbal memeluk Kintan yang berada di atasnya, yang telah terjatuh lemas tak berdaya. Rambut sebahunya yang berhamburan di dada Iqbal terasa menggelitik, namun sekaligus juga menenangkan lelaki itu, karena itu adalah rambut Kintan. Saat napas mereka mulai teratur, Kintan pun hendak bergerak turun dari tubuh Iqbal, namun lelaki itu mencegahnya. "Di sini saja," pinta Iqbal sambil mengecup ujung hidung bangir Kintan yang masih merona akibat pelepasan yang dahsyat. "Nggak berat?" tanya Kintan sambil menaikkan alisnya, mengingat sepanjang percintaan panas mereka kali ini, Kintan selalu berada di atas karena Iqbal yang memintanya. Iqbal menggeleng. Ia sangat menyukai bobot tubuh Kintan yang berada di atasnya seperti ini. "Apa ingatanmu sudah kembali?" ta
Tanpa peduli dengan apa pun, Iqbal tiba-tiba saja merobek baju Kintan dengan beringas. Ia hanya ingin menikmati Kintan saat ini, ingin merekam tiap jengkal tubuh indah yang selalu membuatnya tergila-gila. Lalu memangnya kenapa jika Kintan lebih mencintai Kemal? Lelaki itu sudah mati! Sedangkan dia masih hidup, bernafas dan berhasrat pada pada Kintan.Iqbal mencium Kintan penuh gairah, dan wanita itu pun tidak menolaknya. Meskipun Kintan mengatakan ingin putus dengannya, namun ia tahu jika wanita itu tidak akan pernah bisa menolak sentuhannya. Iqbal pun terus menerus memancing gairah Kintan hingga wanita itu berulang kali merasakan ledakan pelepasan yang dahsyat.Entah sudah beberapa kali Iqbal membuatnya meledak, hingga Kintan merasa sudah tidak sanggup lagi. Saat Iqbal akhirnya memasuki dirinya, Kintan bahkan sudah berada di ambang batas kesadarannya.Dan Kintan pun baru sadar sepenuhnya dan membuka mata, saat Iqbal sedang memandikannya.Pria itu tersenyum menatapnya. "Hai, Saya
"Lebih cepat, Toni!" bentak Ibram gusar. Toni pun semakin mempercepat laju mobilnya, menyelip sana-sini mencari celah di antara lalu-lalang kendaraan yang masih memenuhi jalanan. Alarm dari alat penyadap yang ditempelkan pada anting-anting Katya telah berbunyi. Wanita itu dalam bahaya. Ibram benar-benar kecolongan untuk yang kedua kalinya, saat ia mendapati istri dan keponakannya telah menghilang entah kemana. Polisi sudah bertindak dan dikerahkan untuk mencari Katya dan Adel, dengan mengikuti sinyal yang dipancarkan alat penyadap itu. "BRENGSEK! BAJINGAN! LELAKI BIADAB!" Ibram terus memaki sambil memukul dasbor di depannya. "Kali ini kau benar-benar akan kubunuh!" "Pak, orang-orang kita sudah berada dekat dengan Kean, mungkin mereka akan sampai duluan di tempat itu," lapor Toni setelah ia mendapatkan info dari wireless earphone di telinganya. "Serang dia jika Katya dan Adel berada dalam bahaya," perintah Ibram. Beberapa belas menit kemudian, Ibram dan Toni telah s
Ibram, David dan Toni duduk di depan meja bar, sementara Katya, Brissa dan Zizi berada di meja restoran di seberang mereka. "Halo, temanku ini baru saja menikah, tolong berikan minuman yang terbaik dan termahal di sini," ucap David pada bartender yang menghampiri mereka. "Tidak, Dave," tolak Ibram tegas. "Aku harus menyetir pulang nanti." David berdecak kesal. "Ibram, kamu benar-benar tidak menyenangkan! Bukankah Toni yang akan mengantarmu pulang nanti?" "Tidak. Toni akan mengantarmu, Brie dan Zizi. Aku hanya ingin menjaga Katya," tegasnya. David mendesah dan tertawa pelan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kamu benar-benar telah berubah, Ibram. Apa itu karena Katya?" Ibram tersenyum. "Aku sekarang seorang suami, Dave. Akulah yang bertanggung jawab atas keselamatan istriku," tukasnya. David mengangkat gelas berisi minuman keras untuk bersulang pada Ibram. "Untuk suami paling beruntung di dunia," ucap David, ada rasa bangga atas perubahan positif pada sahabatnya itu, nam
Katya terlihat sangat cantik dalam balutan gaun panjang putih dan sederhana. Gaun itu berlengan panjang dengan deretan kancing berlian di sepanjang siku hingga pergelangan tangan, menutup hingga batas bawah lehernya, dan terulur jauh menutupi kaki. Meskipun terkesan sopan dan menutup, namun karena jatuh mengikuti bentuk tubuh Katya, tetap saja terlihat sangat sangat seksi. Ibram bolak-balik menatap Katya sambil menggeleng-gelengkan kepala, tidak rela jika garis tubuh kekasihnya itu dinikmati oleh beberapa pasang mata pria brengsek dan dijadikan fantasi liar mereka. "Nggak ada gaun yang lebih sopan?" tanya Ibram sambil mengerutkan wajah tidak suka pada stylist yang bertugas mengatur kostum pengantin mereka. Wanita berambut bob berkacamata itu hanya bisa menggaruk-garuk kepala bingung. Katya telah bergonta-ganti baju lima kali, dan ini adalah pakaian tersopan yang mereka punya. "Maafkan saya, Pak Ibram... tapi kami tidak memiliki gaun yang lebih tertutup lagi. Masalahnya adalah
Ibram melepaskan ciumannya dan memeluk tubuh Katya, untuk memberikan kesempatan pada gadis itu agar bisa mengatur napasnya. "Katya, menikahlah denganku," ucap Ibram lembut. "Dulu aku pernah melamarmu dan kamu menolaknya karena merasa belum ada cinta di hatiku, bukan?" Ibram mengingat saat-saat dirinya dan Katya berada di rumah pantai miliknya. "Apa sekarang kamu masih juga belum yakin jika aku mencintaimu?" ada nada murung di suara Ibram. "Diriku yang sekarang dan diriku yang dulu sudah jatuh begitu dalam padamu, Katya." lelaki itu pun melepaskan pelukannya untuk menatap lekat Katya yang terdiam membisu. "Jadilah istriku, pendamping hidupku, dan pelindungmu seumur hidup," ucapnya dengan suara parau, sarat akan emosi yang membuncah di dalam dada. "Aku mencintaimu, Katya Lovina. Wanita tercantik di dunia yang beraroma vanilla." Dan Katya pun merasa dadanya meledak dalam kebahagiaan. Tentu saja ia sangat yakin sekarang kalau Ibram benar-benar mencintainya, bukan karena obs
Ibram terbaring di sebelah Katya, berusaha meredakan rasa sakit hebat yang menyerang kepala dan membuatnya kesulitan untuk bernafas. Ingatan-ingatan yang datang padanya bagai ribuan paku yang menghujam deras ke dalam otaknya, membuatnya gemetar menahan rasa sakit yang hampir tak tertahankan. Namun Ibram berusaha untuk menerima dan tidak menolak seluruh pesan dari pikirannya itu, meskipun acak dan berupa kilasan-kilasan cepat bagaikan kilat yang menyambar-nyambar dirinya. Jessi yang menyelingkuhi Gamal. Gamal yang meninggal akibat kanker nasofaring. Kuliahnya yang sempat kacau karena ia sangat berduka. Adel yang masih kecil namun sudah ditinggalkan ayahnya selamanya dan ibunya yang entah kemana. Mengasuh Adel. Mendirikan One Million. Mengakuisisi beberapa perusahaan. Menemukan Katya Lovina. Dan jatuh cinta padanya. Dengan napas yang masih memburu, ia pun menatap ke arah samping. Katya. Gadis itu berbaring di sisinya, dan membalas tatapannya dengan wajah bingung. "Pak Ibram
'APAA??? Dia mengira ada sesuatu antara aku dan Toni??' Katya menepis kasar tangan Ibram dari bahunya. "Pak Ibram, apa maksudmu bertanya seperti itu?" "Kau selingkuh dengan Toni, kan? Mengakulah! Toni memang jauh lebih muda dariku dan kau pasti merasa lebih cocok dengan lelaki yang tidak terlalu jauh perbedaan usianya denganmu!" ucap Ibram ketus. "Hah! Entah apa yang sudah kalian berdua lakukan di belakangku, menjijikkan sekali." "Apa anda sudah puas menghinaku? Sepertinya memang percuma, apa pun yang kukatakan, anda pasti tidak akan pernah percaya bukan? Aku akan selalu jelek di matamu," tukas Katya pelan. Ia sudah benar-benar lelah sekarang. "Anda sudah menuduhku hanya mengincar uangmu, dan kini menuduhku selingkuh dengan orang kepercayaanmu? Selanjutnya apa lagi? Apa lagi yang anda tuduhkan? Begitu sulitkah bagimu menerima bahwa aku benar-benar mencintaimu dengan tulus tanpa ada maksud apa pun?" tanya Katya dengan suara yang mulai parau karena menahan tangis. "Jika memang
Ibram terdiam, namun tubuhnya tetap saja memunggungi Katya. 'Hahh... gadis ini benar-benar keras kepala! Sepertinya dia hanya ingin menggangguku saja.''Meskipun... yah, tidak bisa disalahkan juga karena diriku yang dulu sangat bodoh karena telah memberikan harapan pada gadis ini.' Seketika ada setitik rasa kasihan terbit di dada Ibram saat mengingat ekspresi wajahnya pada acara pertunangan melalui Youtube tadi. Pantas saja gadis ini salah paham, karena Ibram memang bersikap seakan benar-benar mencintainya! 'Apa itu benar? Apa aku pernah mencintainya? AKU?? IBRAM MAHESA??' Perlahan Ibram pun membalikkan badannya menatap Katya. "Apa kau yakin dengan semua ucapanmu itu?" cetus Ibram. "Tidak akan ikut campur urusanku, tidak mengharapkan apa pun dariku, dan hanya merawatku hingga sembuh lalu pergi dari hadapanku?" Ibram mengulang ucapan Katya tadi. Katya mengangguk mantap. "Ya. Aku sangat yakin dengan semua ucapanku, Ibram." Hmm... menarik. "Baiklah. Kau boleh melakukannya. Tapi
Katya menangis dalam kesendirian di teras rumah sakit yang sepi. Ia ingin sekali menjerit kuat-kuat, memuntahkan segala kesedihan yang terus menimpanya bertubi-tubi. Setelah ayahnya, Sienna, dan sekarang Ibram pun juga telah meninggalkannya. Bukan meninggalkan secara harfiah karena tubuhnya masih berada di dunia fana ini, hanya saja ingatannya pada Katya yang telah pergi. Ibram mengalami amnesia retrograde karena cedera akibat benturan keras di kepalanya, dan ingatannya hanya sampai saat ia kuliah di Amerika bersama David... Ia tidak mengingat apa pun setelah itu. Bahkan saat ia diberitahu bahwa Gamal, kakaknya yang telah meninggal, Ibram pun sangat terkejut dan masih tidak percaya. Lalu ketika Katya mengatakan bahwa mereka telah bertunangan, Ibram hanya terdiam dan menatap gadis itu dengan tatapan kosong. Seketika itu juga Katya mengerti, bahwa lelaki itu telah hilang. Lelaki yang ia cintai dan mencintainya. Ibram yang Katya cintai telah pergi, tergantikan oleh Ibram lai
Katya berada di dalam ambulans yang membawa Ibram menuju rumah sakit. Sejak tadi air matanya tidak dapat berhenti mengalir, melihat tubuh kekasihnya yang diam tak bergerak serta darah segar yang terus mengalir dari kepalanya. Wajah dan tubuh Katya telah penuh bersimbah darah, namun ia sudah tidak peduli lagi. Ia hanya ingin Ibram selamat. Katya sangat takut kehilangan lelaki yang begitu dicintainya. Ia telah kehilangan ayahnya dan juga adiknya Sienna, dan ia tidak akan sanggup untuk bernafas lagi jika ia juga kehilangan Ibram. Tidak! Lebih baik ia ikut ke alam yang sama dengan mereka, karena di dunia ini sudah tidak akan ada cinta lagi untuknya. Katya segera menelepon Zizi, Toni, dan David dari ponsel Ibram. Namun hanya ponsel David yang sulit dihubungi. Lagipula, ini semua karena David! Karena pesan dari David yang membingungkan itu, membuat Katya terperangkap sebagai umpan untuk menjebak Ibram. Apakah ponsel David telah di hack? Ibram harus segera dioperasi, kare