Ngopi bersama Nathan ternyata jauh lebih menyenangkan daripada yang Katya bayangkan sebelumnya. Suasana yang awalnya canggung perlahan mencair. Meskipun awalnya ketus dan dingin, Ibram akhirnya luluh juga oleh keramahan Nathan, yang dengan sikap supelnya mampu membuat siapa pun merasa nyaman.Ketika jarum jam menunjukkan pukul lima sore, Nathan pun berpamitan. Ia menjabat tangan Ibram dengan penuh hormat, lalu menjabat tangan Katya. Dan durasi jabat tangan itu membuat Ibram menegang. "Baik, saya pamit dulu. Terima kasih, Pak Ibram, Katya." Nathan tersenyum hangat, melambaikan tangan, lalu beranjak pergi.Ibram memperhatikan punggung Nathan yang menjauh dengan mata tajam, sementara Katya masih tersenyum kecil memandangi lelaki itu. Hati Ibram pun langsung memanas saat menyadarinya, dan sebelum Katya menyadari apa yang terjadi, kedua tangan Ibram menutup mata Katya dengan tegas."Ibram! Apa-apaan sih?" protes Katya kesal, matanya gelap tertutup telapak tangan besar kekasihnya."Jan
Rahang Ibram sontak mengeras ketika mendengar ucapan David padanya. Dia bilang... telah mencium Katya?? BRENGSEK!! Raut wajah Ibram berubah menjadi begitu kelam, sorot matanya yang tajam dan menakutkan itu pun hanya tertuju pada satu orang, yaitu David Satria. Ibram melangkahkan kakinya dengan tergesa dan merenggut kerah kemeja David dengan kedua tangannya. "Kenapa kau melakukan itu, David? KENAPA, BRENGSEK?!" Lalu dengan sekuat tenaganya, Ibram menghantam wajah David dengan kepalan tangannya, membuat David terjerembab dan darah segar mengucur deras dari hidungnya. Namun entah setan apa yang telah merasukinya, Ibram malah kembali menarik kerah baju David untuk menyentaknya berdiri, dan kembali memukulinya tanpa ampun. Setelah menerima beberapa pukulan, akhirnya David pun sempat mengelak, menahan tangan Ibram dengan tangannya, tapi kemudian Ibram malah kembali memukulnya dengan tangannya yang lain. Perkelahian ini sangat tidak seimbang. David yang tidak pernah
"Katya, menikahlah denganku," ucap Ibram dengan suaranya yang parau dan sarat akan emosi di dalamnya. Katya benar-benar kaget. Ia tidak menyangka kalau Ibram membawanya ke sini untuk melamarnya! Untuk sesaat ia benar-benar bingung dan tidak tahu harus berkata apa. Katya menyentuh lembut tangan Ibram yang menangkup wajahnya, dan memberikan senyum lembut pada lelaki itu. Katya bisa merasakan ada sesuatu yang mengganggu pikiran Ibram sehingga membuatnya melontarkan pertanyaan itu. "Ibram, kenapa tiba-tiba sekali? Ada apa sebenarnya?" Ibram pun kembali mencium bibir Katya, kali ini penuh kelembutan dan perasaan. "Karena aku ingin memilikimu seutuhnya. Aku ingin membawamu dan juga adikmu masuk ke dalam keluargaku bersama Adel. Aku ingin kamu hanya melihatku, hanya memikirkanku, dan selalu menantikan kehadiranku." Ibram melepaskan tangannya dari wajah Katya, lalu meraih telapak tangan gadis itu dan mengecupnya lembut. "Jadilah milikku selamanya." Katya menghela napas. "Tidak."
Ibram memasuki rumahnya yang berada di pinggir pantai sambil tetap membawa Katya di atas bahunya, tidak menghiraukan teriakan gadis itu yang terus saja meminta untuk diturunkan. Katya merasa pusing sekali karena Ibram sama sekali tidak mau mengubah posisi gendongannya itu. Kepala Katya terus menghadap ke bawah, dan ia merasa mau muntah sekarang. "Ibram, tolong turunkan aku. Kepalaku rasanya seperti berputar-putar," keluh Katya dengan suara lirih. "Sabar, sayang. Aku akan menurunkanmu sesampainya di kamar kita," sahut Ibram kemudian. Ibram menaiki tangga menuju ke lantai dua, membuat Katya makin pusing karena terguncang-guncang seiring dengan langkah kaki Ibram yang menaiki setiap anak tangga. Dan seketika penglihatannya pun gelap. Gadis itu tak sadarkan diri. Ibram membuka pintu kamar yang paling besar di lantai dua, dan merebahkan Katya di ranjang besar bernuansa modern. Rumah ini begitu berbeda dengan rumah yang ia tempati bersama Adel. Terlihat sekali perbedaan mencolok
Ibram membalikkan tubuh Katya hingga kembali menghadapnya. Namun berbeda dengan sebelumnya, kali ini lelaki itu hanya diam mematung memandangi Katya.Katya menatap Ibram yang tiba-tiba terdiam seperti melamun. "Kenapa?" tanya Katya heran. Ibram pun menatap mata Katya, dan mencium kelopaknya lembut. "Aku baru menyadari sesuatu," ucapnya sambil kembali mencium kelopak mata Katya yang satunya."Menyadari apa?" tanya Katya lagi dengan suara serak, menikmati sentuhan bibir Ibram di matanya."Menyadari, kalau aku tidak akan sanggup hidup tanpamu, Katya. Jangan pernah pergi dariku, apapun yang terjadi di kemudian hari. Aku siap. Siap untuk mencintaimu seumur hidupku."Katya terperanjat. Perkataan Ibram yang diucapkan dengan nada yang sangat lembut itu telah menembus ke dalam hatinya. Hangat. Hatinya pun seketika menjadi hangat, bagaikan menangkup segelas susu panas di musim penghujan.Perutnya juga terasa aneh. Namun aneh yang menyenangkan, bagaikan ada seribu kepak sayap kupu-kupu beterb
"IBU?" Katya tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Ibunya ada di sini, di rumah sakit? Apakah ia sedang berhalusinasi karena terlalu sedih? Ibram menoleh ke belakangnya, mengikuti tatapan terpaku Katya pada seorang wanita berambut coklat seleher yang tadi dipanggilnya ibu.Warna rambut wanita itu dan matanya begitu mirip dengan Katya. Begitu pun warna kulitnya yang putih. Ibram mengerutkan dahi, bolak-balik menatap Katya dan wanita di depannya. Wanita ini, apa benar ibunya Katya? Yah, memang ada kemiripan wajah antara keduanya. Tapi ada apa tiba-tiba saja ia muncul setelah menghilang sekian lama? Katya pun beranjak berdiri dengan tubuh kaku dan pandangan yang terus melekat pada wanita yang dipanggilnya ibu, diikuti oleh Ibram yang juga berdiri. Wanita itu kemudian berjalan mendekati Katya, dengan satu tangannya terulur ke wajah Katya. "Anakku... Katya," ucapnya lirih penuh damba. Ibram yang dari tadi masih terdiam menyaksikan semuanya, sekarang mulai bersuara. Ia pun b
"Aku minta ibu bercerai dengan lelaki itu." Silvia tertegun, tidak menyangka kalau persyaratan yang diminta Katya adalah bercerai dengan suaminya. Wanita itu pun kemudian mengulas senyum tipis. "Katya, ini bukan sesuatu yang bisa dilakukan seperti membalikkan telapak tangan. Ibu tidak mungkin bisa tiba-tiba menceraikan suami ibu," bujuknya. Katya mengangguk pelan dengan raut yang datar. Ia sudah tahu kalau ibunya tidak akan pernah mau bercerai. "Baik, kalau begitu lupakan. Aku minta agar ibu jangan pernah menampakkan diri lagi, terutama di hadapan Sienna. Dia harus konsentrasi untuk penyembuhannya. Jika ia melihat ibu, aku khawatir Sienna tidak fokus dan juga jadi berharap terlalu tinggi pada ibu, padahal kenyataannya hanyalah berharap pada sesuatu yang sia-sia," tegas Katya. Ia merasa lelah dipermainkan seperti ini. Lalu Katya pun kembali ke tempat duduknya, dengan membelakangi Silvia. Sekarang ia merasa tidak bisa menangis lagi karena air matanya terasa kering, sekering
Langkah kaki seorang perawat yang masuk ke dalam kamar, membuat Katya cepat-cepat menjauhkan tangannya yang semula sedang mengelus rahang maskulin Ibram. Ia malu, saat perawat mudah itu menatap Katya dan Ibram sambil mengulas senyum. "Bu Katya Lovina? Bagaimana perasaanmu saat ini, sudah merasa lebih baik?" tanyanya sambil memasangkan alat pengukur tekanan darah dan suhu tubuh pada Katya.Katya mengangguk. "Saya sudah merasa sehat kok suster. Boleh kan, keluar sekarang?" tanyanya penuh harap."Sabar, Sayang. Kurasa lebih baik kalau kamu di sini satu hari lagi, agar tubuhmu lebih fit," tukas Ibram sambil menggenggam erat tangan Katya."Menurut dokter juga begitu, Nona Katya. Anda diminta untuk istirahat dulu sehari." Lalu perawat itu pun melihat hasil tekanan darah dan temperatur tubuh Katya."Oke. Untuk suhu tubuh sudah normal, hanya tekanan darahnya saja yang masih agak rendah. Istirahat yang cukup dan makanlah makanan yang bergizi, Nona," saran perawat tersebut. "Saya permisi dul
"Lebih cepat, Toni!" bentak Ibram gusar. Toni pun semakin mempercepat laju mobilnya, menyelip sana-sini mencari celah di antara lalu-lalang kendaraan yang masih memenuhi jalanan. Alarm dari alat penyadap yang ditempelkan pada anting-anting Katya telah berbunyi. Wanita itu dalam bahaya. Ibram benar-benar kecolongan untuk yang kedua kalinya, saat ia mendapati istri dan keponakannya telah menghilang entah kemana. Polisi sudah bertindak dan dikerahkan untuk mencari Katya dan Adel, dengan mengikuti sinyal yang dipancarkan alat penyadap itu. "BRENGSEK! BAJINGAN! LELAKI BIADAB!" Ibram terus memaki sambil memukul dasbor di depannya. "Kali ini kau benar-benar akan kubunuh!" "Pak, orang-orang kita sudah berada dekat dengan Kean, mungkin mereka akan sampai duluan di tempat itu," lapor Toni setelah ia mendapatkan info dari wireless earphone di telinganya. "Serang dia jika Katya dan Adel berada dalam bahaya," perintah Ibram. Beberapa belas menit kemudian, Ibram dan Toni telah s
Ibram, David dan Toni duduk di depan meja bar, sementara Katya, Brissa dan Zizi berada di meja restoran di seberang mereka. "Halo, temanku ini baru saja menikah, tolong berikan minuman yang terbaik dan termahal di sini," ucap David pada bartender yang menghampiri mereka. "Tidak, Dave," tolak Ibram tegas. "Aku harus menyetir pulang nanti." David berdecak kesal. "Ibram, kamu benar-benar tidak menyenangkan! Bukankah Toni yang akan mengantarmu pulang nanti?" "Tidak. Toni akan mengantarmu, Brie dan Zizi. Aku hanya ingin menjaga Katya," tegasnya. David mendesah dan tertawa pelan sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kamu benar-benar telah berubah, Ibram. Apa itu karena Katya?" Ibram tersenyum. "Aku sekarang seorang suami, Dave. Akulah yang bertanggung jawab atas keselamatan istriku," tukasnya. David mengangkat gelas berisi minuman keras untuk bersulang pada Ibram. "Untuk suami paling beruntung di dunia," ucap David, ada rasa bangga atas perubahan positif pada sahabatnya itu, nam
Katya terlihat sangat cantik dalam balutan gaun panjang putih dan sederhana. Gaun itu berlengan panjang dengan deretan kancing berlian di sepanjang siku hingga pergelangan tangan, menutup hingga batas bawah lehernya, dan terulur jauh menutupi kaki. Meskipun terkesan sopan dan menutup, namun karena jatuh mengikuti bentuk tubuh Katya, tetap saja terlihat sangat sangat seksi. Ibram bolak-balik menatap Katya sambil menggeleng-gelengkan kepala, tidak rela jika garis tubuh kekasihnya itu dinikmati oleh beberapa pasang mata pria brengsek dan dijadikan fantasi liar mereka. "Nggak ada gaun yang lebih sopan?" tanya Ibram sambil mengerutkan wajah tidak suka pada stylist yang bertugas mengatur kostum pengantin mereka. Wanita berambut bob berkacamata itu hanya bisa menggaruk-garuk kepala bingung. Katya telah bergonta-ganti baju lima kali, dan ini adalah pakaian tersopan yang mereka punya. "Maafkan saya, Pak Ibram... tapi kami tidak memiliki gaun yang lebih tertutup lagi. Masalahnya adalah
Ibram melepaskan ciumannya dan memeluk tubuh Katya, untuk memberikan kesempatan pada gadis itu agar bisa mengatur napasnya. "Katya, menikahlah denganku," ucap Ibram lembut. "Dulu aku pernah melamarmu dan kamu menolaknya karena merasa belum ada cinta di hatiku, bukan?" Ibram mengingat saat-saat dirinya dan Katya berada di rumah pantai miliknya. "Apa sekarang kamu masih juga belum yakin jika aku mencintaimu?" ada nada murung di suara Ibram. "Diriku yang sekarang dan diriku yang dulu sudah jatuh begitu dalam padamu, Katya." lelaki itu pun melepaskan pelukannya untuk menatap lekat Katya yang terdiam membisu. "Jadilah istriku, pendamping hidupku, dan pelindungmu seumur hidup," ucapnya dengan suara parau, sarat akan emosi yang membuncah di dalam dada. "Aku mencintaimu, Katya Lovina. Wanita tercantik di dunia yang beraroma vanilla." Dan Katya pun merasa dadanya meledak dalam kebahagiaan. Tentu saja ia sangat yakin sekarang kalau Ibram benar-benar mencintainya, bukan karena obs
Ibram terbaring di sebelah Katya, berusaha meredakan rasa sakit hebat yang menyerang kepala dan membuatnya kesulitan untuk bernafas. Ingatan-ingatan yang datang padanya bagai ribuan paku yang menghujam deras ke dalam otaknya, membuatnya gemetar menahan rasa sakit yang hampir tak tertahankan. Namun Ibram berusaha untuk menerima dan tidak menolak seluruh pesan dari pikirannya itu, meskipun acak dan berupa kilasan-kilasan cepat bagaikan kilat yang menyambar-nyambar dirinya. Jessi yang menyelingkuhi Gamal. Gamal yang meninggal akibat kanker nasofaring. Kuliahnya yang sempat kacau karena ia sangat berduka. Adel yang masih kecil namun sudah ditinggalkan ayahnya selamanya dan ibunya yang entah kemana. Mengasuh Adel. Mendirikan One Million. Mengakuisisi beberapa perusahaan. Menemukan Katya Lovina. Dan jatuh cinta padanya. Dengan napas yang masih memburu, ia pun menatap ke arah samping. Katya. Gadis itu berbaring di sisinya, dan membalas tatapannya dengan wajah bingung. "Pak Ibram
'APAA??? Dia mengira ada sesuatu antara aku dan Toni??' Katya menepis kasar tangan Ibram dari bahunya. "Pak Ibram, apa maksudmu bertanya seperti itu?" "Kau selingkuh dengan Toni, kan? Mengakulah! Toni memang jauh lebih muda dariku dan kau pasti merasa lebih cocok dengan lelaki yang tidak terlalu jauh perbedaan usianya denganmu!" ucap Ibram ketus. "Hah! Entah apa yang sudah kalian berdua lakukan di belakangku, menjijikkan sekali." "Apa anda sudah puas menghinaku? Sepertinya memang percuma, apa pun yang kukatakan, anda pasti tidak akan pernah percaya bukan? Aku akan selalu jelek di matamu," tukas Katya pelan. Ia sudah benar-benar lelah sekarang. "Anda sudah menuduhku hanya mengincar uangmu, dan kini menuduhku selingkuh dengan orang kepercayaanmu? Selanjutnya apa lagi? Apa lagi yang anda tuduhkan? Begitu sulitkah bagimu menerima bahwa aku benar-benar mencintaimu dengan tulus tanpa ada maksud apa pun?" tanya Katya dengan suara yang mulai parau karena menahan tangis. "Jika memang
Ibram terdiam, namun tubuhnya tetap saja memunggungi Katya. 'Hahh... gadis ini benar-benar keras kepala! Sepertinya dia hanya ingin menggangguku saja.''Meskipun... yah, tidak bisa disalahkan juga karena diriku yang dulu sangat bodoh karena telah memberikan harapan pada gadis ini.' Seketika ada setitik rasa kasihan terbit di dada Ibram saat mengingat ekspresi wajahnya pada acara pertunangan melalui Youtube tadi. Pantas saja gadis ini salah paham, karena Ibram memang bersikap seakan benar-benar mencintainya! 'Apa itu benar? Apa aku pernah mencintainya? AKU?? IBRAM MAHESA??' Perlahan Ibram pun membalikkan badannya menatap Katya. "Apa kau yakin dengan semua ucapanmu itu?" cetus Ibram. "Tidak akan ikut campur urusanku, tidak mengharapkan apa pun dariku, dan hanya merawatku hingga sembuh lalu pergi dari hadapanku?" Ibram mengulang ucapan Katya tadi. Katya mengangguk mantap. "Ya. Aku sangat yakin dengan semua ucapanku, Ibram." Hmm... menarik. "Baiklah. Kau boleh melakukannya. Tapi
Katya menangis dalam kesendirian di teras rumah sakit yang sepi. Ia ingin sekali menjerit kuat-kuat, memuntahkan segala kesedihan yang terus menimpanya bertubi-tubi. Setelah ayahnya, Sienna, dan sekarang Ibram pun juga telah meninggalkannya. Bukan meninggalkan secara harfiah karena tubuhnya masih berada di dunia fana ini, hanya saja ingatannya pada Katya yang telah pergi. Ibram mengalami amnesia retrograde karena cedera akibat benturan keras di kepalanya, dan ingatannya hanya sampai saat ia kuliah di Amerika bersama David... Ia tidak mengingat apa pun setelah itu. Bahkan saat ia diberitahu bahwa Gamal, kakaknya yang telah meninggal, Ibram pun sangat terkejut dan masih tidak percaya. Lalu ketika Katya mengatakan bahwa mereka telah bertunangan, Ibram hanya terdiam dan menatap gadis itu dengan tatapan kosong. Seketika itu juga Katya mengerti, bahwa lelaki itu telah hilang. Lelaki yang ia cintai dan mencintainya. Ibram yang Katya cintai telah pergi, tergantikan oleh Ibram lai
Katya berada di dalam ambulans yang membawa Ibram menuju rumah sakit. Sejak tadi air matanya tidak dapat berhenti mengalir, melihat tubuh kekasihnya yang diam tak bergerak serta darah segar yang terus mengalir dari kepalanya. Wajah dan tubuh Katya telah penuh bersimbah darah, namun ia sudah tidak peduli lagi. Ia hanya ingin Ibram selamat. Katya sangat takut kehilangan lelaki yang begitu dicintainya. Ia telah kehilangan ayahnya dan juga adiknya Sienna, dan ia tidak akan sanggup untuk bernafas lagi jika ia juga kehilangan Ibram. Tidak! Lebih baik ia ikut ke alam yang sama dengan mereka, karena di dunia ini sudah tidak akan ada cinta lagi untuknya. Katya segera menelepon Zizi, Toni, dan David dari ponsel Ibram. Namun hanya ponsel David yang sulit dihubungi. Lagipula, ini semua karena David! Karena pesan dari David yang membingungkan itu, membuat Katya terperangkap sebagai umpan untuk menjebak Ibram. Apakah ponsel David telah di hack? Ibram harus segera dioperasi, kare