Ardian menggendong Ayu masuk ke rumah sakit, dengan sigap beberapa tenaga medis datang membantu. Ayu tersadar, rasa sakit untuk melahirkan membuatnya terus merintih, Ardian mengenggam tangan Ayu, mencoba memberi kekuatan agar Ayu dapat bertahan. Senyum Ayu merekah melihat jelas jika Ardian berada disisinya. Kekhawatiran nampak di wajah Ardian, ia pun berusaha menenangkan dirinya karena ini kelahiran anak pertamanya bersama Ayu. Dokter dan perawat segera mengambil tindakan, suara jeritan Ayu terdengar, tanpa ragu Ardian masuk ke dalam menemani Ayu yang tengah berjuang melahirkan. "Bapak suaminya?" tanya si perawat. "Iya, saya suaminya!" jawab Ardian cepat. Tidak lama suara bayi menangis menggugah hati Ardian, bayi laki-laki, wajahnya mirip dengan dirinya. Ayu dihujani ciuman oleh Ardian, hatinya merasa senang menyambut kehadiran putra pertama mereka.Ayu mengenggam tangan Ardian. "Jangan tinggalkan aku lagi!" pinta Ayu. Ardian mengangguk tersenyum, ia melangkahkan kakinya menuju
Malam itu, Dika menjebak Runia yang datang mengendap-ngendap ke kamarnya, setelah Runia didakwa menjadi buronan oleh polisi. Runia sama sekali tidak mengetahui jika pistol yang dibawanya adalah pistol mainan, Dika mengetahui rencana Runia, sehingga dirinya harus melepas perbannya dengan wajahnya yang masih cacat dan terluka. Runia menembakkan arah pistolnya pada Ayu, sayangnya ia tidak berani menarik pegas pistolnya, namun suara benda itu berbunyi dan mengenai Ardian, Dika, Dika menembak Ardian dan dengan cepat ia melarikan diri. Runia tidak pernah tahu jika Dika, adalah tersangka utamanya. Runia mengunjungi Dika di rumah sakit, hatinya teriris melihat Dika yang tengah berbaring di atas dipan. "Maafkan aku Kak, aku hanya bisa mencintaimu lebih dari segalanya, aku pun tidak ingin kehilanganmu, aku sudah membunuh orang lain yang tidak bersalah, dan hari ini aku tersadar dendamku membawaku menuju masalah, Aku akan pergi, jaga diri Kakak, sampai kapanpun aku tetap mencintai Kakak!" uca
Ardian dan Ayu kembali ke rumah lama mereka. Ayu sudah diperbolehkan pulang, karena kondisinya sudah membaik. Dewi dan Sandi merasa senang, sebab mereka sangat antusias sekali memiliki cucu jagoan dari Ayu dan Ardian. Tidak lama, Saka datang membawa beberapa buah tangan untuk keponakan barunya. Saka terpaksa menyalami Ardian, tatapannya masih seperti dulu selalu sinis jika melihat Ardian. "Kau, kemana saja? Menghilang sesuka hati!" tanya Saka gemas. "Kenapa Abang merindukan aku?" goda Ardian. "Jangan panggil aku Abang, aku tidak sudi memiliki adik sepertimu!" pungkasnya. Ardian hanya bisa tersenyum, ia pun tidak tahu apa yang membuat Saka bisa tidak menyukainya. Saka berjalan menghampiri kedua orang tuanya yang terlihat asik bermain dengan Arkana. "Hai, siapa namanya Bu?" tanya Saka. "Arkana Paramayoga!""Siapa yang memberi nama?" tanya Saka lagi."Ya Ardian, kamu mau memberikan dia nama? Makannya nikah!" ucap Sandi. "Bagaimana mau menikah, kalau dia sibuk bekerja terus, cepat
Dika berjalan masuk dan melangkah cepat menuju ke kamarnya, ia merasa kesal melihat rona wajah Ayu yang begitu bahagia bersama Ardian. Impiannya dulu melamar Ayu kini menjadi sirna, sudah sangat lama ia menyukai Ayu, saat Ayu menjadi murid dan belajar dengannya. Semuanya telah ia lakukan untuk Ayu, membantu Ayu, mengikuti kemana Ayu pergi, tanpa sepengetahuan Ayu. Dika berniat untuk melamar Ayu sebagai istrinya, setelah lulus sekokah, namun semua itu gagal karena Ardian sudah menodainya dan memilih untuk menikah dengan Ardian, bukan dengannya. Hatinya hancur, cinta yang semula untuknya kini sudah sirna. Tidak mudah melupakan Ayu, Dika berjuang semuanya hanya untuk membahagiakan Ayu. Hatinya tidak bisa menerima, ia masih menginginkan Ayu, karena ia merasa yakin jika masih ada perasaan cinta di hati Ayu untuknya. "Maaf Ayu, siapapun suamimu, aku harus merebut kamu kembali, aku tidak bisa hidup tanpa kamu!" tuturnya. Dika merebahkan tubuhnya, ia memejamkan matanya berharap masih ada
Ayu membaca isi pesan dari Dika, ia sudah tidak ingin menyembunyikan semuanya dari Ardian, sehingga ia meminta izin kepada Ardian. "Mas, bagaimana boleh aku bertemu dengan Kak Dika?" tanya Ayu. Ayu hanya akan menuruti perkataan Ardian, jika Ardian mengatakan tidak, maka ia tidak akan menemui Dika. "Temui saja!" jawab Ardian cepat, Ayu menoleh ke arah Ardian, pria disampingnya itu memang tidak menyuakai Dika, namun jawaban Ardian barusan membuat Ayu bertanya-tanya di dalam hati. "Tumben, biasanya Mas akan marah, jika aku bertemu dengan dia!""Kali ini aku mencoba menjaga egoku, tapi kamu tetap dalam pengawasanku!" ucapnya dengan tegas. Ayu mengangguk, ia terus memandangi suaminya yang terlihat tampan di pagi hari ini. "Setelah ini Mas akan apa?" tanya Ayu. "Aku harus pergi Sayang, ada sesuatu yang harus kuselesaikan!""Apa itu?" tanya Ayu heran, karena melihat Ardian seperti buru-buru. "Nanti aku ceritakan, saat ini waktunya sudah mendesak, aku harus pergi, kalau kau ingin pergi
Ayu sudah tiba di sebuah apartemen, Dika mengajaknya untuk bertemu disana. "Ada apa ya? Sampai-sampai harus bertemu disini?" tanyanya yang ragu. Sebelum Ayu melangkah masuk, Ardian menghubunginya. "Sayang? Kamu dimana?" tanya Ardian. "Aku di apartemen, Kak Dika mengajak aku untuk bertemu disini!"'Apa, apartemen?' bisik Ardian. "Kamu kirim alamatnya ya Sayang, aku ingin menyusul!" pungkasnya. Ayu menuruti permintaan Ardian, ia mengirim alamat tempat dimana Dika mengajaknya bertemu. Ayu melangkah masuk dengan ragu, nyatanya apartemen seluas ini begitu sepi dan sunyi, hanya beberapa lalu lalang, penghuni apartemen pergi. Dika tersenyum melihat Ayu datang sendirian, ia menyambut Ayu dengan hangat, dan mencium punggung tangan Ayu. "Selamat datang Ayu, ini apartemen milikku, mari aku antar kamu untuk berkeliling!" ajaknya. Ayu hanya menurut, perangai Dika membuatnya curiga, sikap dan tatapannya membuat Ayu takut dan was-was."Bagaimana Arkana?" tanya Dika, mencoba mengusir rasa ta
Ayu berlari ke luar gedung, disana ia mencoba menghubungi polisi sesuai perintah Ardian, namun seseorang menepuk pundaknya dan membuat Ayu terpaku melihatnya. "Senang bertemu denganmu!" ucap Runia, seketika melebarkan senyumnya. Ayu tidak habis pikir, mengapa Runia dapat bebas padahal pemberitaan salah satu stasiun televisi pada tiga minggu yang lalu Runia terkena kurungan penjara dengan waktu yang cukup lama. "Runia? Ke ... kenapa kau ada disini?" tanya Ayu tidak percaya. "Aku bebas Ayu, aku bebas karena seseorang membebaskan aku!" jawab Runia santai. Gadis berambut panjang dan memakai jas panjang berwarna hitam itu masuk ke dalam sebuah apartemen. "Kamu mau kemana?" tanya Ayu cepat. "Aku ingin pulang, ini tempat tinggalku sebelum aku diangkat oleh kedua orang tua Kak Dika!" jawab Runia. Ayu terdiam, ia sendiri merasa tidak asing setelah mengamati sekeliling luar apartemen. Ayu kehilangan jejak Runia, sepertinya Runia masuk ke dalam. Tidak lama, Saka pun tiba dan panik melihat
Runia sudah selesai dimakamkan, sementara Dika menyerahkan diri kepada Polisi, keluarga Dika benar-benar kecewa dengan sikap Dika. Wajah Dika muram saat melihat Ayu dengan Ardian, ia hanya memandang Ayu dengan tatapan penuh makna.Ardian mengajak Ayu pulang, ia sudah merindukan Arkana, kini kehidupannya sudah kembali seperti semula. Ayu hanya bisa berdoa semoga Runia bisa tenang disisi-NYA, sementara ia berdoa agar Dika bisa menjadi manusia yang baik setelah semuanya terjadi.Arkana sudah dijemput oleh Ayu dan Ardian, Ayu tidak ingin berlama-lama, ia ingin merebahkan tubuhnya di atas ranjang bersama dua jagoan hidupnya. ***Arkana tertidur lelap, sementara Ardian menyisir rambut Ayu yang panjang, wajah tampan Ardian membuat Ayu tidak bosan memandangnya. "Kamu, kok melihat aku begitu?" tanya Ardian. "Semakin tua, Mas semakin ganteng!" ucap Ayu. Ardian tersenyum, dan membuat hati Ayu terus meleleh melihat pesona sang suami yang hanya bertelanjang dada dan memakai celana pendek. "Bag
Satya tersenyum saat Sekar sudah kembali sadar. Wanita itu menjadi bingung melihat keberadaanya di rumah sakit. "Aku di mana?" Selang darahnya masih terpasang pada lengannya. "Kau, mengapa kau malah menolongku! Asal kamu tahu, aku ingin mati! Aku tidak ingin hidup, tidak ada yang mengharapkanku! Kenapa lagi-lagi kau membantuku!"Wanita itu meronta-ronta kepada Satya, berusaha mencabut selang transfusinya. "Sadar Sekar! Apa bagusnya kamu menginginkan kematian? Nyatanya Tuhan memberimu kesempatan, semua manusia di takdirkan mati Sekar!""Tapi kenapa Tuhan tidak mengabulkan doaku, jika semua manusia di takdirkan mati!""Belum waktumu! Tuhan menyayangimu, dia ingin kamu bertaubat!""Untuk apa? Semua yang menyayangiku sudah pergi dan melupakan aku!""Kita tidak pernah tahu rencana Tuhan, hari ini kamu harus bisa membuktikan akan ada kebahagiaan untukmu!"Sekar terdiam, Satya menghapus air matanya perlahan. "Kenapa? Kenapa kau mau menolongku?""Karena aku peduli kepadamu!"Satya terseny
Langkah Sekar berhenti di kediaman Ardian, ia hanya bisa melihat betapa mewahnya rumah Ardian. Sungguh banyak sekali dosa yang telah ia lakukan pada pria itu. Dosa besar, menghianati cinta dan pernikahannya, juga mengandung anak perempuan yang nyatanya bukan anak biologis Ardian. Dadanya terasa sesak, ia melepas rompi yang di pakainya, jika dilihat semua yang pernah hadir dalam hidupnya kini perlahan meninggalkannya. Wanita ini menangis tersedu, ia mengingat semua memori cinta dan kasih sayang Ardian. Sikap acuh tak acuhnya kepada Siska, dan bodohnya lagi, ia tertipu akan investasi bodong yang sudah mengkuras seluruh aset miliknya. Hanya mobil ini satu-satunya harta Sekar untuk menghidupi kebutuhannya sehari-hari sebagai supir ojek online. "Ya Tuhan, aku kehilangan semua yang menyayangiku, aku terlalu tergiur harta dan kehidupan mewah yang tidak ada artinya, harus dengan siapa lagi aku mengadu! Aku sudah tidak bisa mengharapkan Ardian, apalagi Siska dia sudah bahagia dengan keluarga
Ardian berjalan tergesa-gesa mencari ruangan di mana Ayu di rawat. Siska melihat Roman tengah duduk menatap lurus dinding putih yang ada dihadapannya. Senyum Siska merekah setelah melihat pria itu. "Bagaimana keadaan istriku?" "Dokter belum keluar, tolong tunggu sebentar Bang!" Roman melirik ke arah Siska, yang terlihat terdiam. Ardian menjadi resah, kenapa begitu lama sekali Dokter memeriksa istrinya. "Kau sudah kembali? Bagaimana kabarmu? Roman memberanikan diri untuk bertanya kepada Siska, hatinya sungguh tidak karuan sedari tadi, ragu untuk mulai berbicara dengan Siska. "Aku baik Paman, Oh ya, aku ada sesuatu untuk Paman!" Roman mengerutkan keningnya, melihat Siska tengah sibuk mencari sesuatu yang berada di dalam tasnya. "Ini Paman, oleh-oleh dariku!" "Sarung?" "Ya, itu sarung batik dari Pekalongan, aku pas melihat itu teringat Paman, jadi aku beli saja!" Roman menjadi salah tingkah saat Siska mengatakan mengingat dirinya. Dan di saat yang bersamaan Ardia
"Jadi, bisa kau ceraikan Ayu? Aku ingin kita kembali" pinta Sekar. Ardian menggeleng, ia menatap Sekar dan membuang pandangannya. Ingatan masa-masa saat Sekar menghianatinya terulang kembali di memori ingatannya. Ardian sudah melupakan itu semua, dan berharap jika Sekar dapat mengerti perasaannya. "Tidak Sekar, aku bukanlah pria yang jahat, dulu sekali aku mengharapkan kamu kembali. Nyatanya tidak! Sekarang yang harus kau perjuangankan adalah Siska! Putrimu harus tahu jika ayah kandungnya berada di negara ini!""Aku tidak mau kembali pada laki-laki itu! Dia penghianat, aku tidak bisa!" jawab Sekar. "Pilihan ada dirimu Sekar! Setidaknya saat Siska menikah nanti, aku tidak berkewajiban untuk menjadi wali nikahnya!"Sekar kembali terdiam, yang dikatakan Ardian ada benarnya. Seharusnya ia berjuang untuk mendapatkan hak Siska sebagai seorang anak perempuan dari Aldi. "Hilangkan rasa nafsumu itu! Siska membutuhkan kasih sayang kedua orang tuanya!"Tidak ada jawaban dari bibir Sekar, seb
Sekar, wanita itu tampak geram, dari awal ia sudah membenci Ayu, dan tidak menyukai pernikahan Ardian bersama Ayu, ia menyesal tidak melanjutkan rencananya untuk mengambil Ardian dari Ayu, kesibukannya sebagai seorang pengusaha membuatnya buta harta dan tidak peduli lagi kepada Siska, putri kandungnya. Saat ini nasibnya berubah drastis, ia sudah tidak dikelilingi oleh kemewahan yang ia miliki, ia pun sudah menjadi seorang sopir taksi online yang harus menafkahi diri sendiri. Ingin sekali ia bertemu dengan Siska, putri yang sangat ia rindukan selama menjadi Sekar yang memulai hidup sederhana. Hati dan pikirannya kini tengah beradu, ia ingin memulainya kembali bersama Ardian, pria yang pernah mencintainya dengan tulus dan ikhlas. Setelah sekian lama ia mencari sosok Aldi, pria yang menghianatinya dan meninggalkannya saat ia tengah mengandung Siska. Sekar sudah tidak mau mencari sosok pria tersebut, baginya saat ini Ardian adalah pria terbaik yang pernah hadir di dalam hidupnya, kenang
Pagi ini Ayu merasakan tubuhnya begitu lelah, setiap pagi ia merasa malas untuk melakukan apapun. Ardian tengah bersiap untuk pergi ke kantor, ia pun melangkahkan kakinya menuju ranjang mereka, dan mendekati Ayu yang masih meringkuk dan tubuhnya tertutupi oleh selimut. "Sayang, kamu sakit?" tanya Ardian. "Hem, aku merasa mual, aku sedang malas, huekk ...!" jawab Ayu. Ardian terjengkit, suhu tubuh Ayu begitu hangat, wajahnya sedikit pucat. "Kita periksa saja ya!" ajak Ardian. "Tidak perlu, aku istirahat saja Mas, kamu kan harus bekerja!" jawab Ayu. Ardian tidak bisa memaksa istrinya itu, hari ini ia begitu sibuk sekali dengan urusan pekerjaannya di kantor. "Baiklah, tetapi jika kamu benar-benar ingin periksa, hubungi aku!" tukas Ardian. "Iya Sayang," jawab AyuArdian bergegas untuk pergi, ada rasa khawatir di benaknya karena harus meninggalkan Ayu. Siska saat ini sedang menjalani KKN di luar kota, sementara Arkana sedang berada di rumah neneknya. Ardian berlari menuruni anak
Roman hanya bisa pasrah, namun hidupnya harus terus berjalan sesuai keinginannya, usianya sudah begitu matang untuk memiliki sebuah keluarga. Namun, cintanya kepada Nafa tidak akan pernah pudar sampai detik ini, wajah cantik Nafa terus terbayang di ingatannya, dan sekilas wajah Nafa terlihat sama dengan Ayu di bagian mata, dan senyumnya yang begitu khas. "Ayu, wanita itu yang kemarin mencoba menolongku!" ucapnya. Roman tengah berdiri di balkon ruang tengah, ia tersenyum melihat pemandangan di sekitar teras rumah. "Keluarga yang sempurna!" celetuknya, yang ikut bahagia melihat kebahagiaan sang kakak. Ardian, Arkana dan Ayu tengah asik bermain di taman, mereka begitu ceria dan gembira, sangat serasi ketika Ardian memeluk Ayu dari belakang dan memberikan sebuket bunga mawar merah kesukaan Ayu. "Aku ikut bahagia, jika kau bahagia Bang!" ucap Roman. Roman berjalan menuju dapur, tadi pagi Ayu sudah mengajaknya untuk makan bersama, namun Roman belum merasakan lapar. Beranjak siang, Rom
Ardian dan keluarga kecilnya sudah sampai di rumah mereka, Roman begitu gembira, ia pun masuk lebih dulu dan terpesona melihat seisi rumah mewah sang kakak. "Maaf Roman, kau baru ku ajak ke rumahku!" ucap Ardian, walaupun Roman tidak menanggapi ungkapannya. Ayu mengusap pundak Ardian, ia sendiri merasa iba melihat sang suami yang harus bersabar merawat adik satu-satunya. "Daddy, Mommy, aku bawa Arkana ke kamar ya!" tutur Siska, yang terlihat sudah rindu dengan suasana rumahnya. "Baiklah, hati-hati menggendong Arkana!" timpal Ardian. Ayu pergi menuju dapur, ia mencoba membuat minuman untuk Ardian dan Roman. Ardian terlihat lelah, ia menyandarkan pundaknya di sofa. Sementara Roman sudah berlari ke kolam renang. "Hati-hati Roman, di sana licin!" teriak Ardian. Roman hanya mengangguk, ia merasa senang melihat kolam renang yang luas, tidak lama ia merendamkan kedua kakinya dan bermain air di kolam renang. Ardian melihat ke arah Ayu, ia tersenyum dan berjalan mendekati pujaan hatiny
Roman frustasi, wajah Ardian saat ini sungguh menakutkan, di dalam bayangannya Ardian adalah sosok monster yang menyeramkan, namun itu semua berada di dalam benak pikiran Roman yang sudah kacau. Ardian menghela napasnya, sungguh ia tidak bisa membayangkan jika ibu dan bapak begitu lelah menghadapi adiknya yang tiba-tiba memiliki kelainan. "Tenanglah Roman, aku tidak akan menyakitimu, ikuti aku ya, astagfirullah ..., astagfirullah."Roman menggeleng, ia beringsut menaiki kasur lantai dan memeluk dua kakinya dalam posisi duduk. Lagi, Ardian mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. Ia pun membuka lemari yang tidak terlalu besar, namun warna catnya sudah terlihat pudar. "Pakai bajumu, aku berjanji akan membawamu pergi dari rumah ini!" ucap Ardian, membuat Roman menatap kedua matanya lekat-lekat. "Benarkah?" tanya Roman. Ardian mengangguk, memberikan kepastian pada Roman, seperti anak kecil, wajah Roman kembali ceria, ia memakai baju dan celananya lalu menghadap cermin sambil bersiul.