"Mas hentikan, malam ini kita harus kembali pulang, Siska sedang ulang tahun Mas!" tutur Ayu, yang baru saja teringat ada acara pesta ulang tahun dirumah Ardian. "Memang malam ini?" tanya Ardian. Ayu mengangguk, dengan sangat terpaksa Ardian menyudahi kegiatan mereka. Wajah Ardian berubah menjadi datar, padahal sedang merasa nikmat. "Nanti bisa kita lanjut lagi di rumah Mas!" balas Ayu, sehingga Ardian menghujani wajah Ayu dengan ciuman. Ardian dan Ayu tengah bersiap, mereka akan kembali ke rumah, karena Siska sudah menghubungi Ayu sejak tadi siang. Ayu beringsut manja kepada Ardian, ia terus merangkul lengan Ardian, sampai masuk ke mobil. Cuaca mendung, masih menghiasi walaupun langit terasa gelap, ada kegelisahan di dalam hati Ayu. "Kenapa Sayang?""Hem, aku tidak tahu, kok perasaanku tidak enak seperti ini ya?""Hem, mungkin bawaan Ibu hamil Sayang, jangan terlalu banyak pikiran, kamu dan bayi kita harus sehat!""Iya Mas!"Entah mengapa, Ayu benar-benar merasa gelisah, namun
Sebuah benda kecil keluar dengan kecepatan kilat, menembus hati seseorang pria yang merelakan diri untuk sang perempuan. Warna merah segar keluar dari tubuh Ardian, kebahagiaan berubah menjadi kesedihan, suara teriakan Ayu menggelegar seisi ruangan, kedua matanya fokus meraba tubuh Ardian yang terluka, sementara Siska bergetar melihat pria kesayangannya jatuh tidak berdaya. Kedua tangan Runia bergetar, wajahnya pucat pasi, bisikan jahat menghilang meninggalkan penyesalan. 'Aku membunuhnya!' bisiknya, tidak percaya. Para tamu undangan berseliweran mencari jalan keluar, mereka takut, mereka berlari mengatur napas yang membuat mereka sesak melihat penembakkan terjadi secara langsung. Dewa pun segera mencari keberadaan Runia yang sudah meninggalkan jejak, namun langkahnya terhenti mengingat kondisi Ardian yang parah dan harus mendapatkan pertolongan pertama. Ayu histeris, kejadian itu bagaikan momen yang tidak bisa ia lupakan, Siska menangis mengikuti kemana sang ayah akan dibawa oleh
Runia berlari menuju ke kamarnya, semua barang-barang dan pakaian miliknya ia kemas dan ia masukkan ke dalam koper besar, rasa gugup tengah hadir di hatinya saat ini, ia merasa takut dengan keadaan yang menjadikan dirinya sebagai seorang buronan di kota itu. "Arghhh ...," pekiknya. Runia menangis dengan kesal, ia tidak pernah menyangka jika hidupnya akan sesulit ini, cinta dan kebahagiaan yang ia inginkan semua tidak bisa ia dapatkan. Ia hanya bisa menjerumuskan dirinya dalam masalahnya sendiri karena sebuah dendam, yang sebenarnya hanya sebuah titik kebencian yang timbul di hatinya. Air matanya mengalir deras, dengan dadanya yang terasa sesak, ia ingin sekali menemui Dika, kaka angkat yang selama ini ia cintai dan ia sayangi, pistol yang masih tersimpan di saku jaket miliknya ia lempar ke arah jendela, demi menghilangkan jejak. Tanpa berpikir panjang Runia segera membawa kopernya dan pergi jauh dari kota ini. ***Berita penembakan pun menjadi viral, Ayu dan keluarga tetap harus b
Ayu berlari kecil sambil memegangi perutnya, ia benar-benar tidak sabar untuk melihat keadaan Ardian saat ini. Napasnya tersengal-sengal, begitu pula Saka yang lebih khawatir dengan sikap Ayu saat ini. "Ay, jangan berlari, kasihan bayimu nanti!" tegur Saka. Ayu tidak memperdulikan ucapan Kakaknya, tangannya bergerak membuka pintu kamar Ardian. Kedua matanya mengerjap tidak percaya. "Kemana Mas Ardian? Di mana suamiku?" teriak Ayu, sehingga membuat beberapa tenaga medis mendekatinya."Ada apa? Tolong jangan berteriak Nyonya!" seru seorang perawat tua yang mendekati Ayu. "Bu, katakan di mana suamiku? Pria yang terbaring di tempat ini? Di mana saat ini?" tanya Ayu histeris.Perawat tersebut memeluk Ayu, ia mengerti dengan perasaan Ayu, ia juga sering melihat Ayu datang menjenguk pasien di kamar itu. "Tenanglah, akan kuberitahu jika kamu tenang dan tidak berteriak lagi!" jawab si Perawat. "Di mana suamiku, Bu?" tanya Ayu yang menangis terisak, sementara Saka tidak ingin mendekati Ayu
Tiga bulan kemudian masih sangat sulit untuk dihadapi Ayu, pasalnya sebentar lagi waktunya Ayu melahirkan anaknya bersama Ardian. Sosok yang dirindukannya itu tetap belum muncul untuk menemuinya. Sebisa mungkin ia meminta bantuan kepada teman-temannya yang mengetahui keberadaan Siska dan Daddynya. Saka terus memperhatikan kesehatan sang adik, yang sebentar lagi akan menjadi seorang ibu. "Kapan Kakak akan menikah?" tanya Ayu disela-sela saat Saka menyuapinya. "Aku tidak tahu, sebagai Kakak yang baik aku ingin memastikan kamu bahagia lebih dulu, daripada harus memikirkan nasibku yang masih menjomblo!""Oh ya? Mau tidak aku kenalkan Kakak dengan seorang wanita, dia temanku pasti Kakak langsung suka dan jatuh cinta pada pandangan pertama!""Memangnya kamu punya teman?""Punya, dia temanku dari Amerika, bagaimana?""Heh, Ayu, pikirkan saja dirimu, lima hari lagi kamu akan melahirkan, itu kata Ibu bidan!" sergah Saka, yang tidak ingin membahas keinginannya untuk menikah. "Kak, kalau ana
"Aku tidak ingin memaksamu Ayu, tetapi jika aku di izinkan untuk membahagiakanmu, aku siap untuk itu!" tutur Dika tulus. Ayu hanya tersenyum simpul, melupakan seseorang sangat berat untuknya, dahulu ia berusaha melupakan Dika, karena dirinya sudah menjadi milik Ardian seutuhnya. Namun situasi saat ini berbeda, entah mengapa hatinya terus mengatakan jika Ardian selalu merindukannya. "Bagaimana kalau aku ajak kamu jalan-jalan? Mumpung cuaca masih cerah!" ajak Dika. Ayu memang sudah sangat bosan selama ia dirumah, terkadang Saka dan Dewi melarangnya untuk pergi jauh dari rumah, walau hanya sekedar mencari angin ke taman. Dika yang datang menawarkan Ayu untuk pergi bersamanya. "Baiklah, aku siap-siap, Kak Dika mau menunggu kan?" tanya Ayu. Dika tersenyum mengangguk, ia pun berkeliling melihat seisi tanaman yang sangat asri dan indah. "Yuk, aku sudah siap!" tutur Ayu. Ayu hanya mengganti pakaiannya, dan memoles kembali wajahnya. Lagi Dika merasa terpukau dengan Ayu, sampai Ayu melam
Ardian menggendong Ayu masuk ke rumah sakit, dengan sigap beberapa tenaga medis datang membantu. Ayu tersadar, rasa sakit untuk melahirkan membuatnya terus merintih, Ardian mengenggam tangan Ayu, mencoba memberi kekuatan agar Ayu dapat bertahan. Senyum Ayu merekah melihat jelas jika Ardian berada disisinya. Kekhawatiran nampak di wajah Ardian, ia pun berusaha menenangkan dirinya karena ini kelahiran anak pertamanya bersama Ayu. Dokter dan perawat segera mengambil tindakan, suara jeritan Ayu terdengar, tanpa ragu Ardian masuk ke dalam menemani Ayu yang tengah berjuang melahirkan. "Bapak suaminya?" tanya si perawat. "Iya, saya suaminya!" jawab Ardian cepat. Tidak lama suara bayi menangis menggugah hati Ardian, bayi laki-laki, wajahnya mirip dengan dirinya. Ayu dihujani ciuman oleh Ardian, hatinya merasa senang menyambut kehadiran putra pertama mereka.Ayu mengenggam tangan Ardian. "Jangan tinggalkan aku lagi!" pinta Ayu. Ardian mengangguk tersenyum, ia melangkahkan kakinya menuju
Malam itu, Dika menjebak Runia yang datang mengendap-ngendap ke kamarnya, setelah Runia didakwa menjadi buronan oleh polisi. Runia sama sekali tidak mengetahui jika pistol yang dibawanya adalah pistol mainan, Dika mengetahui rencana Runia, sehingga dirinya harus melepas perbannya dengan wajahnya yang masih cacat dan terluka. Runia menembakkan arah pistolnya pada Ayu, sayangnya ia tidak berani menarik pegas pistolnya, namun suara benda itu berbunyi dan mengenai Ardian, Dika, Dika menembak Ardian dan dengan cepat ia melarikan diri. Runia tidak pernah tahu jika Dika, adalah tersangka utamanya. Runia mengunjungi Dika di rumah sakit, hatinya teriris melihat Dika yang tengah berbaring di atas dipan. "Maafkan aku Kak, aku hanya bisa mencintaimu lebih dari segalanya, aku pun tidak ingin kehilanganmu, aku sudah membunuh orang lain yang tidak bersalah, dan hari ini aku tersadar dendamku membawaku menuju masalah, Aku akan pergi, jaga diri Kakak, sampai kapanpun aku tetap mencintai Kakak!" uca
Satya tersenyum saat Sekar sudah kembali sadar. Wanita itu menjadi bingung melihat keberadaanya di rumah sakit. "Aku di mana?" Selang darahnya masih terpasang pada lengannya. "Kau, mengapa kau malah menolongku! Asal kamu tahu, aku ingin mati! Aku tidak ingin hidup, tidak ada yang mengharapkanku! Kenapa lagi-lagi kau membantuku!"Wanita itu meronta-ronta kepada Satya, berusaha mencabut selang transfusinya. "Sadar Sekar! Apa bagusnya kamu menginginkan kematian? Nyatanya Tuhan memberimu kesempatan, semua manusia di takdirkan mati Sekar!""Tapi kenapa Tuhan tidak mengabulkan doaku, jika semua manusia di takdirkan mati!""Belum waktumu! Tuhan menyayangimu, dia ingin kamu bertaubat!""Untuk apa? Semua yang menyayangiku sudah pergi dan melupakan aku!""Kita tidak pernah tahu rencana Tuhan, hari ini kamu harus bisa membuktikan akan ada kebahagiaan untukmu!"Sekar terdiam, Satya menghapus air matanya perlahan. "Kenapa? Kenapa kau mau menolongku?""Karena aku peduli kepadamu!"Satya terseny
Langkah Sekar berhenti di kediaman Ardian, ia hanya bisa melihat betapa mewahnya rumah Ardian. Sungguh banyak sekali dosa yang telah ia lakukan pada pria itu. Dosa besar, menghianati cinta dan pernikahannya, juga mengandung anak perempuan yang nyatanya bukan anak biologis Ardian. Dadanya terasa sesak, ia melepas rompi yang di pakainya, jika dilihat semua yang pernah hadir dalam hidupnya kini perlahan meninggalkannya. Wanita ini menangis tersedu, ia mengingat semua memori cinta dan kasih sayang Ardian. Sikap acuh tak acuhnya kepada Siska, dan bodohnya lagi, ia tertipu akan investasi bodong yang sudah mengkuras seluruh aset miliknya. Hanya mobil ini satu-satunya harta Sekar untuk menghidupi kebutuhannya sehari-hari sebagai supir ojek online. "Ya Tuhan, aku kehilangan semua yang menyayangiku, aku terlalu tergiur harta dan kehidupan mewah yang tidak ada artinya, harus dengan siapa lagi aku mengadu! Aku sudah tidak bisa mengharapkan Ardian, apalagi Siska dia sudah bahagia dengan keluarga
Ardian berjalan tergesa-gesa mencari ruangan di mana Ayu di rawat. Siska melihat Roman tengah duduk menatap lurus dinding putih yang ada dihadapannya. Senyum Siska merekah setelah melihat pria itu. "Bagaimana keadaan istriku?" "Dokter belum keluar, tolong tunggu sebentar Bang!" Roman melirik ke arah Siska, yang terlihat terdiam. Ardian menjadi resah, kenapa begitu lama sekali Dokter memeriksa istrinya. "Kau sudah kembali? Bagaimana kabarmu? Roman memberanikan diri untuk bertanya kepada Siska, hatinya sungguh tidak karuan sedari tadi, ragu untuk mulai berbicara dengan Siska. "Aku baik Paman, Oh ya, aku ada sesuatu untuk Paman!" Roman mengerutkan keningnya, melihat Siska tengah sibuk mencari sesuatu yang berada di dalam tasnya. "Ini Paman, oleh-oleh dariku!" "Sarung?" "Ya, itu sarung batik dari Pekalongan, aku pas melihat itu teringat Paman, jadi aku beli saja!" Roman menjadi salah tingkah saat Siska mengatakan mengingat dirinya. Dan di saat yang bersamaan Ardia
"Jadi, bisa kau ceraikan Ayu? Aku ingin kita kembali" pinta Sekar. Ardian menggeleng, ia menatap Sekar dan membuang pandangannya. Ingatan masa-masa saat Sekar menghianatinya terulang kembali di memori ingatannya. Ardian sudah melupakan itu semua, dan berharap jika Sekar dapat mengerti perasaannya. "Tidak Sekar, aku bukanlah pria yang jahat, dulu sekali aku mengharapkan kamu kembali. Nyatanya tidak! Sekarang yang harus kau perjuangankan adalah Siska! Putrimu harus tahu jika ayah kandungnya berada di negara ini!""Aku tidak mau kembali pada laki-laki itu! Dia penghianat, aku tidak bisa!" jawab Sekar. "Pilihan ada dirimu Sekar! Setidaknya saat Siska menikah nanti, aku tidak berkewajiban untuk menjadi wali nikahnya!"Sekar kembali terdiam, yang dikatakan Ardian ada benarnya. Seharusnya ia berjuang untuk mendapatkan hak Siska sebagai seorang anak perempuan dari Aldi. "Hilangkan rasa nafsumu itu! Siska membutuhkan kasih sayang kedua orang tuanya!"Tidak ada jawaban dari bibir Sekar, seb
Sekar, wanita itu tampak geram, dari awal ia sudah membenci Ayu, dan tidak menyukai pernikahan Ardian bersama Ayu, ia menyesal tidak melanjutkan rencananya untuk mengambil Ardian dari Ayu, kesibukannya sebagai seorang pengusaha membuatnya buta harta dan tidak peduli lagi kepada Siska, putri kandungnya. Saat ini nasibnya berubah drastis, ia sudah tidak dikelilingi oleh kemewahan yang ia miliki, ia pun sudah menjadi seorang sopir taksi online yang harus menafkahi diri sendiri. Ingin sekali ia bertemu dengan Siska, putri yang sangat ia rindukan selama menjadi Sekar yang memulai hidup sederhana. Hati dan pikirannya kini tengah beradu, ia ingin memulainya kembali bersama Ardian, pria yang pernah mencintainya dengan tulus dan ikhlas. Setelah sekian lama ia mencari sosok Aldi, pria yang menghianatinya dan meninggalkannya saat ia tengah mengandung Siska. Sekar sudah tidak mau mencari sosok pria tersebut, baginya saat ini Ardian adalah pria terbaik yang pernah hadir di dalam hidupnya, kenang
Pagi ini Ayu merasakan tubuhnya begitu lelah, setiap pagi ia merasa malas untuk melakukan apapun. Ardian tengah bersiap untuk pergi ke kantor, ia pun melangkahkan kakinya menuju ranjang mereka, dan mendekati Ayu yang masih meringkuk dan tubuhnya tertutupi oleh selimut. "Sayang, kamu sakit?" tanya Ardian. "Hem, aku merasa mual, aku sedang malas, huekk ...!" jawab Ayu. Ardian terjengkit, suhu tubuh Ayu begitu hangat, wajahnya sedikit pucat. "Kita periksa saja ya!" ajak Ardian. "Tidak perlu, aku istirahat saja Mas, kamu kan harus bekerja!" jawab Ayu. Ardian tidak bisa memaksa istrinya itu, hari ini ia begitu sibuk sekali dengan urusan pekerjaannya di kantor. "Baiklah, tetapi jika kamu benar-benar ingin periksa, hubungi aku!" tukas Ardian. "Iya Sayang," jawab AyuArdian bergegas untuk pergi, ada rasa khawatir di benaknya karena harus meninggalkan Ayu. Siska saat ini sedang menjalani KKN di luar kota, sementara Arkana sedang berada di rumah neneknya. Ardian berlari menuruni anak
Roman hanya bisa pasrah, namun hidupnya harus terus berjalan sesuai keinginannya, usianya sudah begitu matang untuk memiliki sebuah keluarga. Namun, cintanya kepada Nafa tidak akan pernah pudar sampai detik ini, wajah cantik Nafa terus terbayang di ingatannya, dan sekilas wajah Nafa terlihat sama dengan Ayu di bagian mata, dan senyumnya yang begitu khas. "Ayu, wanita itu yang kemarin mencoba menolongku!" ucapnya. Roman tengah berdiri di balkon ruang tengah, ia tersenyum melihat pemandangan di sekitar teras rumah. "Keluarga yang sempurna!" celetuknya, yang ikut bahagia melihat kebahagiaan sang kakak. Ardian, Arkana dan Ayu tengah asik bermain di taman, mereka begitu ceria dan gembira, sangat serasi ketika Ardian memeluk Ayu dari belakang dan memberikan sebuket bunga mawar merah kesukaan Ayu. "Aku ikut bahagia, jika kau bahagia Bang!" ucap Roman. Roman berjalan menuju dapur, tadi pagi Ayu sudah mengajaknya untuk makan bersama, namun Roman belum merasakan lapar. Beranjak siang, Rom
Ardian dan keluarga kecilnya sudah sampai di rumah mereka, Roman begitu gembira, ia pun masuk lebih dulu dan terpesona melihat seisi rumah mewah sang kakak. "Maaf Roman, kau baru ku ajak ke rumahku!" ucap Ardian, walaupun Roman tidak menanggapi ungkapannya. Ayu mengusap pundak Ardian, ia sendiri merasa iba melihat sang suami yang harus bersabar merawat adik satu-satunya. "Daddy, Mommy, aku bawa Arkana ke kamar ya!" tutur Siska, yang terlihat sudah rindu dengan suasana rumahnya. "Baiklah, hati-hati menggendong Arkana!" timpal Ardian. Ayu pergi menuju dapur, ia mencoba membuat minuman untuk Ardian dan Roman. Ardian terlihat lelah, ia menyandarkan pundaknya di sofa. Sementara Roman sudah berlari ke kolam renang. "Hati-hati Roman, di sana licin!" teriak Ardian. Roman hanya mengangguk, ia merasa senang melihat kolam renang yang luas, tidak lama ia merendamkan kedua kakinya dan bermain air di kolam renang. Ardian melihat ke arah Ayu, ia tersenyum dan berjalan mendekati pujaan hatiny
Roman frustasi, wajah Ardian saat ini sungguh menakutkan, di dalam bayangannya Ardian adalah sosok monster yang menyeramkan, namun itu semua berada di dalam benak pikiran Roman yang sudah kacau. Ardian menghela napasnya, sungguh ia tidak bisa membayangkan jika ibu dan bapak begitu lelah menghadapi adiknya yang tiba-tiba memiliki kelainan. "Tenanglah Roman, aku tidak akan menyakitimu, ikuti aku ya, astagfirullah ..., astagfirullah."Roman menggeleng, ia beringsut menaiki kasur lantai dan memeluk dua kakinya dalam posisi duduk. Lagi, Ardian mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. Ia pun membuka lemari yang tidak terlalu besar, namun warna catnya sudah terlihat pudar. "Pakai bajumu, aku berjanji akan membawamu pergi dari rumah ini!" ucap Ardian, membuat Roman menatap kedua matanya lekat-lekat. "Benarkah?" tanya Roman. Ardian mengangguk, memberikan kepastian pada Roman, seperti anak kecil, wajah Roman kembali ceria, ia memakai baju dan celananya lalu menghadap cermin sambil bersiul.