“Nggak tau,” jawab Naya ragu.Dirinya tidak tahu harus bagaimana, semuanya begitu membingungkan untuknya. Mau marah dengan ayahnya pun rasanya sudah percuma, semuanya sudah terjadi dan sekarang dirinya juga sudah menikah dengan Dewa.Naya menatap laki-laki yang sudah tiga bulan ini bersamanya, sudah banyak sekali merubah hidupnya. “Kenapa?” tanya Dewa.“Kalau kamu jadi aku, kamu akan gimana, Mas?” tanyanya menatap Dewa serius.“Gimana apanya?” tanya Dewa dengan wajah bingungnya.Hal itu membuat Naya berdecak kesal, sepertinya dirinya salah meminta pendapat suaminya. Karena Dewa tidak akan pernah mau mengutarakan isi hatinya dan akan memilih untuk diam.Hal itu membuat Naya selalu penasaran dengan isi pikiran suaminya yang sangat susah untuk dirinya tebak, bahkan suaminya selalu terlihat tenang seolah tidak pernah memiliki masalah dan hebatnya selalu terlihat baik-baik saja.“Sudah malam, kamu butuh istirahat.”Naya menatap suaminya kesal. Namun tetap menuruti perintah suaminya untuk
Naya terdiam, semuanya memang terasa rumit bahkan membingungkan. Laki-laki yang berdiri di depannya ini adalah laki-laki yang pernah menjadi alasannya dirinya bahagia empat tahun lalu.Dengan pria itu Naya merasakan bagaimana rasanya dicintai oleh seorang pria. Karena Rian adalah cinta pertamanya, sebelumnya Naya tidak pernah dekat dan tertarik untuk menjalin hubungan dengan seorang laki-laki. Semuanya berbeda ketika dirinya bertemu dengan Rian. Bahkan mereka menjalin hubungan sudah sangat lama sejak dirinya masuk bangku perkuliahan hingga satu tahun lalu, sekitar 4 tahunan mereka dekat. Namun satu tahun lalu hubungan mereka kadas, Rian datang untuk membatalkan pernikahan mereka.Dan saat itu Naya sangat hancur, apalagi setelah mengetahui kenapa Rian meninggalkannya dirinya semakin kecewa. Rian mungkin tidak sepenuhnya salah, karena kadasnya hubungan mereka karena ada campur tangan ayahnya. Namun sekarang semuanya sudah berubah bukan? Dirinya sudah menikah dan sudah membuka buku baru
Ini sudah hari ketiga dimana suaminya pergi keluar kota, dan malam ini harusnya suaminya sudah pulang. Naya berjalan mondar-mandir untuk menunggu suaminya pulang, dirinya cemas karena diluar sedang hujan deras. Naya melirik jam dinding sudah menunjukan pukul 23.00, namun belum ada tanda-tanda suaminya akan pulang.“Po, papa kamu kok belum pulang, ya?” tanyanya pada pipo, ikan peliharaan suaminya. Karena kakinya sudah pegal karena mondar-mandir akhirnya Naya berjalan ke kamar mencoba untuk tidur. Namun tetap saja dirinya tidak bisa. Apalagi Naya melihat story mantan istri suaminya itu juga ada di surabaya kemarin, entahlah Naya memang mencari penyakit karena masih kepo dengan mantan istri suaminya itu hingga membuat second account hanya untuk memantaunya.Tidak. Tidak. Naya menggelengkan kepalanya mengusir prasangka buruk itu dari sana. Dia tidak ingin berpikiran buruk, namun melihat story mantan istri Dewa itu kemungkinan mereka bertemu. Apalagi jika wanita itu memposting foto pem
Kesepian? mungkin awal-awal pernikahan Naya selalu merasakan kesepian, apalagi setelah menikah Naya tidak di perbolehkan bekerja oleh Dewa dan menjadi pengangguran sukses.Dan makin kesini Naya sudah terbiasa dengan sifat Dewa yang dingin dan kaku itu. Kalau Dewa diam artinya Naya harus berisik, bukankah pasangan harus saling melengkapi?“Nggak kok, buk. Naya sudah terbiasa sekarang dan sudah bisa memaklumi sifat Mas Dewa yang sedikit irit kalau bicara itu.” ujar Naya terkekeh.“Iya, ibu aja sering kesal, Nay. Kalau ngomong sama suami kamu jawabannya cuma ham hem doang,” ujar Aida dengan wajah kesalnya.Ternyata sifat Dewa yang dingin, kaku dan irit bicara tidak tidak hanya kepadanya namun kepada semua orang bahkan dengan ibunya sendiri pun begitu.Aida menatap menantunya kemudian mengelus wajah Naya dengan sayang.”Ternyata pilihan Dewa memang tidak salah,” “Maksud ibu?” tanya Naya terkejut.Ibu mertuanya menarik nafas, sepertinya ragu untuk menceritakannya. Namun jiwa kepo Naya meng
“Beneran, aku cantik?” tanya Naya mendekat kearah suaminya.Dewa hanya mengangguk, seketika senyum Naya semakin lebar. Bagaimana tidak, selama menikah dengan Dewangga baru ini laki-laki itu memuji dirinya cantik, walaupun dengan wajah datarnya.Walaupun begitu, Naya tetap senang karena di puji suaminya untuk pertama kalinya, bahkan yang awalnya Naya kesal, jengkel dan marah dengan suaminya seketika hilang begitu saja.Dewa kembali menunggu Naya dengan duduk di pinggiran ranjang dengan wajah datarnya, hal itu membuat Naya tersenyum mendekat kearah Dewa dan mendekat menempelkan keningnya untuk mendorong kening Dewa. Awalnya Naya hanya iseng karena gemas dengan tingkah suaminya yang terkadang sangat lucu, padahal mulutnya memuji dirinya cantik tapi wajahnya tetap datar, berasa di puji seorang robot bukan?Keisengan Naya ternyata membuat Dewa terpancing dan mencium bibir istrinya.“Ish jangan cium-cium, lipstiku jelek nanti.” Naya mendorong dada suaminya. Padahal di dalam hatinya senang k
Ayah nggak mungkin melakukan sesuatu tanpa alasan, Nay.” ujar Riski.Mungkin yang di bilang kakaknya benar, tapi tetap saja yang dilakukan ayahnya bukan hal yang benar, karena dengan masalah itu semuanya kembali rumit.Apalagi Rian yang terus-terusan mendekatinya kembali, dan selalu menyalahkan ayahnya karena kejadian 1 tahun lalu. “Rian bukan laki-laki yang baik buat kamu.” ujar Riski dengan wajah seriusnya.“Nggak baik gimana?” tanya Naya.“Ayah kerjasama dengan Om Wira untuk mengirim Rian ke luar negeri?” “Om Wira?” tanya Naya dengan wajah tidak percayanya.Wira adalah ayah kandung Rian, tapi bagaimana bisa, bahkan Wira datang kerumah Naya untuk meminta maaf setelah Rian berangkat ke luar negeri, kenapa semuanya membingungkan.“Iya, coba kamu pikir lagi, Nay. Ayah mana punya teman yang memiliki perusahaan di luar negeri, kita bukan konglomerat seperti Om Wira.” Sial, Naya baru tersadar bagaimana bisa dirinya melupakan hal itu, tidak mungkin juga Om Wira memperbolehkan putra tung
“Dari mana?” Naya menghentikan langkah kakinya saat baru saja masuk kedalam rumah. Dirinya lupa jika pergi tanpa izin suaminya, apalagi tadi pagi Naya sudah membuat janji agar Dewa pulang lebih awal tapi justru dirinya melupakan hal itu.“Dari ketemu temen, Mas." 'Maaf, Mas. kali ini aku berbohong, tapi ini demi kebaikan kita berdua.'Naya tau tidak ada bohong demi kebaikan, kalau sudah berbohong ya tetap saja bohong. Tapi kali ini Naya tetap memilih berbohong. Rasanya tidak mungkin dirinya berkata jujur sekarang, karena bisa saja nanti suaminya ikut keseret kedalam masalahnya. Jadi Naya memilih untuk menyelesaikannya dulu, dan jika waktunya sudah tepat Naya akan menceritakannya.“Kamu minta saya pulang awal, tapi kamu pergi hingga petang.” Suara Dewa datar, tetapi terdengar lebih dingin dari biasanya.Naya gelapan, “M–maaf, Mas.” Naya benar-benar kesulitan untuk menjawab, dirinya tidak berani untuk jujur jika menemui Wira, papa Rian.'Maaf mas, aku janji setelah semuanya selesai
Naya menghela nafas berat, melihat Dewa yang tengah sibuk menghubungi seluruh anggota keluarga besarnya hanya untuk memberi tahu kabar kehamilannya. Bahkan keluarga besar Naya juga. Pasti mereka semua terkejut karena di hubungi oleh Dewa, manusia yang sangat jarang berinteraksi itu, sekarang menelfon lebih dulu hanya untuk mengabarkan kehamilannya.Setelah mereka mendengar dokter yang memeriksa kehamilannya tadi pagi, Dewa hanya diam namun Naya tau jika Dewa mendengarkan dan menyimak perkataan dokter sambil menggenggam tangannya.Dan saat mereka sampai rumah hingga sekarang suaminya itu masih sibuk menelfon satu persatu keluarganya, mulai dari orang tuanya dan adik-adiknya. Tentu mereka sangat senang bahkan terdengar memberikan ucapan selamat dan memberikan nasihat kepadanya dan Dewa.“Cieee bentar lagi jadi papa,” ujar Naya menggoda suaminya.Dewa tidak menyahut, masih sibuk dengan ponselnya membuat Naya mengerucutkan bibirnya kesal. Dan merebut handphone dari tangan suaminya.Dewa la
Spesial Kanaya. Kanaya berdiri di depan jendela besar ruang tamu, menatap hujan yang turun perlahan di luar. Mengingat bagaimana perjuangannya untuk bertahan di pernikahannya, Pernikahan mereka dimulai dengan cara yang tidak pernah dia inginkan. Terpaksa, mungkin itulah kata yang paling tepat. Pernikahan yang bukan atas dasar cinta, tetapi lebih karena tuntutan keluarga dan kewajiban yang tidak bisa dielakkan. Dewa, suaminya adalah mantan atasan yang dirinya benci dan dirinya benci waktu saat itu. Namun tuhan justru mempersatukannya dengan Dewa dalam ikatan pernikahan. Dewa adalah pria yang dingin, tertutup, dan jauh dari kata romantis. Dulu, Kanaya sering bertanya-tanya, apakah perasaan suaminya itu benar-benar ada, atau apakah dia hanya seorang pria yang terperangkap dalam rutinitas hidup yang membuatnya sulit untuk mengungkapkan apa pun—termasuk cinta. Namun, ketika Kanaya pertama kali bertemu dengan Dewa, hatinya sempat ragu, bahkan takut. Bagaimana bisa ia menikahi seorang
POV Dewangga Dewa duduk di ruang kerjanya, memandang keluar jendela besar yang menghadap ke kota. Senja mulai turun, dan langit yang tadinya biru cerah kini berubah menjadi jingga yang hangat. Ia menarik napas panjang, berusaha menenangkan pikirannya yang mulai dipenuhi berbagai macam perasaan. Rasanya, hidupnya memang tidak pernah berjalan semulus yang ia inginkan. Ada selalu saja masalah yang datang silih berganti, dan seakan tidak pernah habis. Namun, di balik semua itu, satu hal yang selalu menjadi pegangan Dewa adalah keberadaan Kanaya di sampingnya. Jika ia harus mengakui satu hal yang paling berharga dalam hidupnya, itu adalah Kanaya. Istrinya yang setia, sabar, dan penuh kasih, meskipun mereka sering kali terjebak dalam konflik-konflik yang tak terduga. Kanaya, yang selalu merasa cemas dan khawatir dengan segala yang terjadi, selalu berdiri teguh di sampingnya, mendukungnya dengan sepenuh hati. Dewa tahu, ia tidak selalu menjadi suami yang sempurna. Ada kalanya ia terlalu
Dewa dan Kanaya duduk di balkon rumah mereka, menikmati udara sore yang sejuk. Angin berhembus perlahan, membawa ketenangan setelah melalui hari-hari yang penuh ketegangan. Mereka baru saja menyelesaikan permasalahan besar dengan Soedrajat, dan meskipun situasi masih terbilang sensitif, rasa lega mulai mengalir pelan-pelan. Dewa memandangi istrinya dengan penuh perhatian, senyumnya sedikit lebih lebar dari biasanya. Hari ini adalah hari yang berbeda, hari di mana mereka bisa melangkah tanpa rasa takut, tanpa ancaman yang menggantung di atas kepala mereka.Kanaya menyandarkan kepalanya di bahu Dewa, merasa nyaman dalam pelukan suaminya. Setelah semua drama dan kekacauan yang mereka hadapi, kini mereka bisa menikmati kebersamaan dalam ketenangan. Semua yang terjadi dengan Soedrajat dan permasalahan yang mengikutinya seolah-olah menghilang begitu saja dari benaknya, meskipun ia tahu itu mungkin hanya sementara."Kamu baik-baik saja?" Dewa bertanya, tangannya melingkari tubuh Kanaya denga
Hari ini setelah meraka sama-sama tenang, Dewa mengajak Kanaya untuk datang kediaman Seodrajat, dia ingin segera menyelesaikan. Dewa memarkir mobil di depan rumah besar yang tampak megah namun suram. Rumah Soedrajat, dengan taman yang luas dan pagar tinggi, mencerminkan kekuasaan dan kontrol yang selama ini dia pegang. Namun, malam ini, rumah itu tampak berbeda bagi Dewa. Tidak ada lagi rasa hormat yang dia rasakan untuk pria itu. Yang ada hanya kebencian yang memuncak dan keinginan untuk mengakhiri semua permainan kotor yang sudah terlalu lama berlangsung.Di sebelahnya, Kanaya duduk dengan diam, tangannya menggenggam erat tangan Dewa. Wajahnya terlihat tegang, namun ia tahu bahwa ini adalah langkah yang harus diambil. Pasti semuanya tidak akan mudah karena yang dirinya hadapi adalah Seodrajat, apalagi setelah semua yang telah terjadi antara mereka."Ini keputusan yang tepat, kan, Mas?" tanya Kanaya dengan suara lembut, meskipun ada keraguan yang terbesit dalam kata-katanya. Apala
Ruangan kantor yang luas itu kini terasa dingin penuh dengan ketegangan. Dewa duduk di sofa kulit hitam, ekspresinya datar, hampir tidak menunjukkan perasaan apapun, tetapi matanya yang tajam memancarkan kekecewaan yang dalam. Di sebelahnya, Kanaya duduk dengan wajah menunduk tidak berani menatap suaminya. Hanya suara detak jam dinding yang berulang-ulang terdengar jelas dalam keheningan yang mencekam ini.“Kenapa nggak bilang sama saya?” Dewa akhirnya memecah keheningan, suaranya terdengar lebih berat dari biasanya, penuh ketegangan.Kanaya menarik napas dalam-dalam dan berusaha untuk tidak meneteskan air mata lagi. Dia tahu, dia telah melakukan kesalahan besar. Tidak hanya menyembunyikan pertemuan itu, tetapi juga melibatkan dirinya dalam urusan yang seharusnya tidak ia ambil. Biasanya, dia selalu bisa berbicara dengan Dewa tentang apapun, tidak ada yang disembunyikan. Tapi kali ini, rasa takut telah menahannya untuk tidak berkata apa-apa.“Biasanya kamu selalu membicarakan semuany
"Kamu tau kenapa saya mengajak kamu bertemu,"Kanaya menatap pria tua yang baru saja datang itu. "Silahkan duduk," "Saya pikir kamu tidak akan seberani ini untuk menemui saya," ujarnya sebelum mendudukan dirinya. "Saya heran kenapa kedua cucu saya memilih kamu sebagai pasangan hidup, padahal masih banyak wanita di luaran sana yang lebih daripada kamu." Ujarnya dengan wajah mengejeknua.Naya menarik minumannya untuk membasahi tenggorokan nya yang mendadak kering."Sebenarnya apa tujuan anda mengajak saya bertem?" tanya Naya langsung.Rasanya sudah tidak bisa jika harus berbasa-basi dengan pria di depannya ini. Seodrajat melipat tangannya di depan dada, menatap Kanaya kemudian tersenyum tipis."Ceraikan Dewangga." Sudah ia duga, jika laki-laki tua di depannya itu meminta dirinya untuk bercerai dengan Dewa. Naya terdiam sejenak berusaha tenang, agar tidak mudah terpengaruh."Saya tidak akan menceraikan suami saya." ucap Kanaya tenang."Saya tidak akan membiarkan cucu saya di pengaruhi
"Terus lo mau gimana, Nay?" tanya Citra yang sejak tadi hanya menyimak cerita sahabatnya itu.Citra hari ini memang sengaja berkunjung kerumah sahabatnya setelah mendengar sedikit tentang masalah yang menimpa sahabatnya itu.Naya hanya bisa menggeleng pelan, tidak tau harus menjawab bagaimana karena Dewa selalu mengatakan padanya untuk tidak terlalu memikirkan permasalahannya dengan Seodrajat. Bahkan pria itu berkali-kali menekankan semuanya akan baik-baik saja.Tapi bagaimana bisa, karena Seodrajat juga menganggunya lewat pesan singkat dengan berisi ancaman.Banyak sekali yang tengah Naya pikiran, yang paling mengganggu pikirannya mengenai keluarga Soedrajat yang tidak pernah lelah menganggu keluarga kecilnya. Apakah dia belum puas dengan apa yang mereka lakukan kepada suaminya, bahkan hingga membuat suaminya trauma dan menjalani hidup berat selama ini."Gue nggak tau,""Percaya sama Pak Dewa, Nay." "Gue selalu percaya sama suami gue, Cit. Tapi gue tetap saja khawatir, selama ini Ma
"Mas kamu nggak seneng kencan sama aku?" Naya mendekat kearah suaminya yang sejak tadi hanya menampilkan wajah datarnya saja, sangat terlihat tidak senang dengan kencan mereka bukan.Dewa menoleh menatap istrinya, "Senang."Jawaban singkat, padat dan tidak ikhlas itu membuat Naya menatap suaminya kesal, dan yang semakin membuat Naya semakin kesal suaminya itu justru asik berbalas pesan dengan Naufal. Walaupun mereka membahas pekerjaan tapi rasanya Naya tidak terima karena harusnya hari ini mereka Quality time.Kanaya sangat tau pekerjaan adalah istri kedua suaminya itu, tapi tidak bisakah suaminya itu bersikap adil?"Katanya hari ini kita kecan?" Naya mengambil ponsel suaminya dan menyembunyikan di belakang tubuhnya."Kanaya," panggil Dewangga pelan sembari meraih ponselnya namun gagal karena Naya sudah lebih dulu memasukan kedalam tasnya."Kamu nggak ikhlas kecan sama aku," ujar Naya sok ngambek, padahal mah biasa saja. Karena sejak awal niatnya hanya untuk mengerjai suaminya saja,
"Papa!" teriak Kai saat melihat papanya baru saja pulang.Naya tersenyum melihat Kai yang berlari dengan senyum merekah di wajahnya kemudian memeluk kaki papanya."Jangan lari, Nanti kalau jatuh gimana?" tanya Dewa sembari mengangkat Kai kegendongannya."Kai hati-hati kok, pa. Kata mama kalau jatuh sakit jadi harus hati-hati." jawabnya dengan suara khas anak kecil yang mengemaskan."Pah, tadi Kai berkebun di belakang rumah." seperti biasa Kai akan menceritakan semua aktivitasnya seharian ini ketika papanya pulang."Oh ya? sama siapa?""Mama." jawab Kai membuat Dewa menatap istrinya yang masih duduk di ruang tengah memperhatikan mereka berdua."Tadi nanam apa?" "Bunga, bunganya warna warni tau, Pah." jawabnya tertawa kecil, menampakkan daratan giginya."Kai sudah berkebun?" Kai mengangguk cepat dengan senyum merekah di wajahnya."Aku bosan, Mas. Jadi nanam beberapa jenis bunga di halaman belakang." sahut Naya yang sedari tadi hanya diam memperhatikan interaksi antara papa dan anak itu