Alex segera membuat surat pengunduran diri. Pria itu diam di dalam ruangannya. Kemudian, seseorang mengetuk pintu dari luar.
"Masuk!" serunya.Seorang wanita cantik bertubuh tinggi semampai muncul dari balik pintu. Vera kemudian memasuki ruangan rekan kerjanya. "Permisi, Pak Alex," ucapnya."Silakan, Bu Vera," ucap pria itu sembari menggeser kertas pengunduran dirinya dan menutupnya dengan sebuah kamus."Terima kasih, Pak Alex."Vera mengangguk sebelum berjalan mendekati pria tampan itu sembari membawa sebuah kertas undangan. "Ada perlu apa, Bu?" tanya Alex lagi sembari mendongakkan kepalanya.Vera memberikan sebuah senyuman manis. Wanita itu pun membetulkan kacamatanya. Segera saja dia mengulurkan sebuah undangan rapat untuknya. Wanita itu memang sengaja mengantarkannya sendiri untuk sang dosen killer yang tampan."Ini ada undangan rapat untuk besok," jawabnya masih memberikan senyuman.Alex mengangguk dan menerima undangan tersebut. "Terima kasAlex tersenyum. "Iya," jawabnya.Pria itu menurunkan tubuh ramping Dini. Kini gadis itu kembali mendongak untuk menatap wajah pacarnya."Tumben," ucap gadis itu kemudian."Ada yang mau aku bicarakan padamu," ujar Alex sembari memberikan tatapan serius.Dini mengernyitkan dahi. "Kayanya mau bicara serius deh," balasnya."Ya. Ini memang serius." Alex membenarkan ucapan kekasihnya."Kalau gitu kita bicara di kamar Mas aja," ucap gadis itu sembari berjalan hendak memasuki kamar.Akan tetapi, Alex berhasil menghentikannya. Pria itu menahan lengan Dini. Gadis itu pun berhenti dan berbalik menatap heran ke arahnya."Kita bicara di sini saja," cicit Alex sembari kembali memberikan tatapan serius.Dini menelan ludahnya sendiri. Gadis itu seolah merasakan ada hal tidak bagus yang akan terjadi. "Baiklah."Alex masih menggenggam tangan gadis itu. Lalu dirinya menarik napas dan mengembuskannya dengan berat. "Din, aku mau kita putus," ucapnya.Kedua mat
Seorang wanita cantik berdiri tak jauh dari tempatnya. Wanita itu pun berjalan semakin mendekat ke arahnya."Syukurlah saya bisa bertemu Pak Alex di sini," ujarnya dengan sebuah senyuman manis."Bu Vera? Sedang apa Ibu ke sini?" balas Alex dengan pertanyaan."Emmm. Saya ... saya baru saja pulang, Pak. Dan nggak sengaja lihat Pak Alex sedang membeli es di sini," jawabnya. Vera tengah berbohong.Sebenarnya wanita itu memang sedang mencari keberadaan salah satu rekan kerjanya. Dia yang baru saja pulang dari kampus, melihat Alex yang sedang membeli di sebuah kedai minuman seorang diri. Segera saja Vera menghentikan kendaraannya dan menghampiri pria itu."Oh.""Pak Alex. Ada yang mau saya bicarakan sama Pak Alex," tuturnya.Alex menatap heran pada ketua jurusannya. "Soal?"Vera tampak gelisah. "Emmm. Ini soal pengunduran diri Pak Alex," jawabnya."Oh. Itu karena saya memang ingin mengundurkan diri saja."Vera menatap wajah tegas di hadapannya. Sung
Alex memberikan tatapan tajam kepada Vera. "Ya. Aku ayahnya. Orang tua nggak bertanggung jawab yang ninggalin putri kecilnya untuk membelikan boba," ucap pria itu dengan wajah kesal.Vera berdiri mematung di tempatnya. Wanita itu malu tak terkira."Emmm. Maaf, Pak Alex. Saya nggak bermaksud buat anak Bapak nangis," ujarnya."Meski jika dia bukan anakku pun, seharusnya Bu Vera nggak memperlakukan anak kecil sekasar itu. Jika Ibu membenci anak kecil, bagaimana nantinya jika Ibu menikah dan memiliki anak?" Alex bertanya dengan sinisnya. Pria itu sudah tak menggunakan lagi bahasa formal seperti biasanya.Vera terdiam sejenak. Wanita itu kemudian menatap anak kecil yang kini sudah berada di gendongan ayahnya."Maaf, Pak Alex ...." cicitnya.Alex hanya diam dengan wajah garang seperti saat dia mengajar. Tanpa kata lagi, pria itu memilih pergi meninggalkan Vera, sang ketua jurusan yang berwatak angkuh pada orang lain. Kedua kaki jenjangnya pun melangkah mantap menin
Kedua mata beriris gelap itu bergerak membaca satu per satu huruf yang tersusun. Kedua matanya sudah berkaca-kaca. Kini air matanya menggenang pada kedua pelupuk matanya.[Jika kamu sudah membaca surat ini, itu berarti sudah beberapa hari kita tidak bertemu, Dini. Sekarang kamu pasti tengah duduk di balkon kamarku.]Pembukaan surat itu membuat Dini kesal. Seolah Alex memang sengaja melakukan hal tersebut. Pergi menghilang tanpa kabar.[Maaf jika kepergianku mendadak. Aku tahu kamu akan marah jika tahu hal ini. Makanya aku melakukannya supaya kamu tidak menagisi kepergianku.]"Aku udah nangis, Mas," gumam Dini sembari menghapus air matanya yang terjatuh membasahi pipi.[Maaf jika sebagai kekasih aku belum bisa membahagiakan kamu, Dini. Tapi aku sangat menyayangi dan mencintai kamu. Aku tahu hubungan kita tidak direstui oleh kedua orang tuamu. Akan tetapi rasa ini tak akan hilang begitu saja. Meski kita berada di tempat yang berbeda, aku harap kamu selalu tersenyum
Sang dosen wanita kembali mengangguk setuju dengan ucapan Dini."Ya. Kamu benar. Ibu juga sudah mengenal Pak Alex. Beliau itu tipe orang yang dingin dan acuh tak acuh apa lagi pada wanita. Jadi kalau misalnya memang salah satu mahasiswi di sini yang jadi pacar Pak Alex berarti gadis itu adalah orang yang spesial."Dini senang mendengarnya. Dia adalah orang yang spesial bagi Alex, pikirnya. Setelah mengobrol, Dini segera berpamitan. Setidaknya kini dia tahu alasan Alex meninggalkan rumah dan kampus. Pria itu tengah berada dalam kesulitan karena hubungan mereka.'Baiklah. Di sini aku juga harus berjuang. Setidaknya aku harus lulus dengan prestasi supaya Mas Alex juga bangga. Dan akan kubuktikan pada Bapak dan Ibu bahwa cinta tak menghalangi seseorang untuk berprestasi.' Gadis itu meyakinkan dirinya sendiri dengan semangat yang berkobar di dalam dadanya.'Tapi sebenarnya siapa yang menyebarkan berita bohong itu? Kenapa tega memfitnah Mas Alex?' pikirnya lagi.Kini D
Dini terpaku di tempatnya. Gadis itu diam sejenak sebelum menoleh. Masih terkejut dengan pertanyaan Vera. Dia ragu untuk sekedar mengaku. Karena gadis itu yakin kepergian Alex juga karena ingin melindunginya.Dini kemudian menarik napas dan mengembuskannya secara perlahan. Lalu dia menoleh untuk menghadap sang ketua jurusan lagi. Mulutnya terbuka namun belum ada kata yang terucap. Gadis itu kembali diperingatkan dengan siapa yang menyebarkan berita bohong tentang kekasihnya."Maaf, Miss. Saya juga kurang tahu." Gadis itu terpaksa berdusta. Dia tak ingin pengorbanan Alex menjadi sia-sia. Setidaknya sebelum dia bertemu siapa yang menyebarkan dan melaporkan hubungan mereka."Baiklah kalau begitu. Ya sudah, kamu boleh pergi," balas Vera."Makasih, Miss." Dini segera membuka pintu dan keluar meninggalkan ruangan sang ketua jurusan. Gadis itu pun kembali masuk ke kelasnya bersama Sinta."Jadi kenapa kamu lama dari ruangannya Miss Vera, Din?" tanya sang sahabat saat mer
Dini terdiam mendengar ucapan dari Ridho. Memang benar bahwa Alex pergi tanpa pamit bahkan hanya meninggalkan sebuah surat saja. Kini sebagai mahasiswa di semester akhir yang sebentar lagi harus mengurus skripsi, Dini dihadapkan dengan beban kerinduan pada kekasih yang merupakan dosennya sendiri.Gadis itu menunduk setelah mendengar penuturan sang sahabat. Ridho yang baru saja berdebat dengan Sinta pun berhenti berargumen dan beralih menatap Dini."Din ...." panggil Sinta. Gadis itu memberikan tatapan tajam pada laki-laki di sebelahnya. Seolah memberi tahu bahwa dialah yang salah. Sedangkan Ridho membalas dengan tak kalah tajam."Sorry, Din. Bukan maksudku mau nyakitin kamu, tapi ini karena aku juga sayang sama kamu," timpal laki-laki itu mencoba menenangkan Dini yang sedih.Gadis di hadapan mereka berdua menggeleng cepat. "Nggak, kok. Kamu nggak perlu minta maaf. Kamu nggak salah, kamu bener, Dho. Memang Mas Alex pergi tanpa pamit dulu. Tapi ... setidaknya dia menin
Sontak saja Ridho dan Sinta saling berpandangan. Keduanya dapat melihat wajah masing-masing yang memerah. Terutama Ridho yang memiliki kulit putih bersih bak idol Korea. Sinta pun secara tiba-tiba merasakan degupan jantung yang tak seperti biasanya."Gimana? Katanya yang penting aku bahagia," ucap Dini lagi dengan entengnya."Ya nggak jadian juga kali, Din," protes Ridho kembali menatap wajah Dini. Samar-samar tampak kekecewaan di wajah Sinta."A-aku sih juga nggak mau jadian apa pacaran sama Ridho. Bapak kan melarangku buat pacaran," cicit Sinta membela dirinya agar tidak kalah dengan laki-laki yang duduk bersamanya."Maksudmu langsung nikah, Sin?" tanya Ridho kembali menatap Sinta. Dini yang hendak menanyakan hal yang sama pun memilih diam."Iya. Kenapa? Udah deh, ah! Dini juga mintanya aneh-aneh. Ogah aku sama oppa-oppa gadungan ini," ejek Sinta lagi sembari menjulurkan lidahnya."Gadungan-gadungan. Ngomong sama orang sinting memang nggak pernah nyambung,"
Setelah beberapa hari, Dini kembali bermanja pada suaminya. Kasihan juga Alex setiap malam harus tidur di sofa karena sang istri yang tiba-tiba jengah melihatnya.Pria itu kini berbaring di samping Dini di atas kasurnya yang empuk. Lalu dia memiringkan badannya agar bisa menatap sang istri yang tengah tidur telentang menatap langit-langit kamar."Sayang," panggil Alex."Hm?" Dini menoleh sembari tersenyum lembut.Alex kemudian mengangkat tangannya dan mengelus lembut perut rata sang istri. "Kamu sudah nggak males lagi denganku, kan?" tanya pria itu.Dini tersenyum memperlihatkan gigi-giginya. "Hehe. Enggak, kok.""Syukur deh. Kemarin juga kenapa sih bawaan bayi malah nggak mau lihat aku?" protes Alex yang masih mengusap lembut perut istrinya.Dini terkekeh mendengar penuturan sang suami. "Maaf, ya, Mas. Aku kemarin-kemarin nggak tahu bawaannya pengen marah gitu kalau lihat Mas Alex," ucapnya.Sang suami menghela napas. "Hahhh. Bisa-bisanya benci suami sendiri. Tapi nggak papa. Aku pah
Dokter segera melakukan beberapa pemeriksaan untuk pasiennya. Seorang dokter wanita pun kembali duduk di hadapan Alex dan Dini. Wanita itu tersenyum sembari menatap bergantian dua orang di hadapannya."Gimana istri saya, Dok?" tanya Alex."Selamat, ya, Pak. Bu Dini tengah mengandung dan usia kandungannya sudah menginjak empat minggu," jawab sang dokter masih dengan senyumannya."Alhamdulillah ... Dini. Akhirnya kamu hamil," ujar Alex dengan raut kebahagiaan yang tak dapat dia sembunyikan."Iya, Mas. Makasih, Bu Dokter," ucap Dini ikut bahagia."Sama-sama. Saya hanya membantu meriksa saja, kok."Alex pun memeluk sang istri. Pria itu kemudian mengecup lembut kening Dini dengan penuh kasih sayang.Setelah mendapatkan obat dan vitamin, Dini bersama suaminya yang menuntun dirinya keluar dari ruang periksa. Kini gadis cantik itu sudah menjelma menjadi seorang wanita yang sebentar lagi akan menjadi ibu."Gimana pemeriksaannya, Nduk?" tanya Minarti sembari me
Dini baru saja membuka kedua matanya. Gadis itu pun merasakan hawa hangat yang mengitari seluruh tubuhnya. Ketika kesadarannya sudah penuh, sebuah senyuman terpasang di wajah bangun tidurnya.Kini setiap kali dia membuka mata, sosok tampan berwajah blasteran Amerika yang menjadi pemandangan pertama yang ia lihat. Dini tak pernah melewatkan untuk menatapi betapa tampannya suaminya itu. Jemarinya pun bergerak mengelus lembut rahang tegas Alex yang ditumbuhi dengan bulu-bulu halus."Belum puas menatapku?" tanya pria itu masih dengan kedua mata terpejam.Dini terkekeh. "Ih. Mas udah bangun ternyata."Alex pun membuka kedua matanya. Pria itu tersenyum. Lalu dia mengeratkan kembali dekapannya pada tubuh ramping sang istri."Hahhh. Setiap bangun lihat kamu rasanya adem," gumam pria itu."Hihi. Mas Alex mulai deh suka gombal," balas Dini sembari mencubit pelan dagu suaminya."Ya sudah. Ayo kita mandi!" ajak pria itu yang kini mulai mengendurkan pelukannya."I
Hari membahagiakan bagi Sinta dan Ridho pun tiba. Kini keduanya sudah sah menjadi suami istri. Alex, Dini, dan Xena pun hadir pada acara pernikahan mereka berdua."Selamat, ya, Sinta, Ridho. Aku benar-benar ikut bahagia atas pernikahan kalian," ucap Dini sembari memeluk dua sahabatnya.Tindakan Dini membuat Alex membelalakkan kedua matanya. Pasalnya pria itu tahu bahwa Ridho merupakan mantan pacar istrinya. Pria yang pernah menemani Dini saat Alex masih mengabaikan perasaannya."Makasih, Din. Makasih juga saran dan doanya," balas Sinta sembari membalas pelukan sahabatnya itu.Ridho pun ikut membalas pelukan Dini. Namun, pria itu sadar tengah ditatap tajam oleh suami sahabatnya. Segera saja Ridho menjauhkan diri dan membiarkan Dini berpelukan dengan Sinta. Meski sudah tak ada perasaan apa-apa terhadap Dini, Ridho tetap menghargai Alex sebagai suami sah sahabatnya."Pak Alex," sapa Ridho sembari menyalami pria tampan dan gagah yang kini sudah berdiri tepat di hadap
Dua minggu telah berlalu bagi kedua pengantin baru itu. Dini sudah mulai ikut mengelola butik milik suaminya. Keduanya kini seolah tak dapat dipisahkan. Ke mana pun Alex berada, di situ bisa dipastikan ada Dini juga. Begitu pula sebaliknya.Hingga sore tiba, keduanya sudah kembali beristirahat di rumah. Saat itu juga, anak perempuan mereka berjalan mendekati kedua orang tuanya sembari membawa sebuah kertas berwarna merah muda yang dibungkus dengan plastik."Mami," panggil Xena pada sang ibu."Ya, Sayang. Ada apa?"Xena duduk di samping sang ibu. "Ini tadi ada titipan buat Mami sama Papi," jawabnya sembari menyerahkan kertas yang ternyata sebuah undangan."Undangan? Dari siapa?" tanya Dini sembari mengernyitkan dahinya. Wanita itu pun menerima kertas undangan tersebut.Belum sempat dia membaca siapa gerangan yang mengirim undangan, tiba-tiba saja ponselnya berdering. Dengan segera Dini menerima panggilan terlebih dahulu sembari kedua matanya membaca tulisan na
Pagi itu Alex akan membawa sang istri menuju ke tempat kerjanya. Dini pun dengan semangat empat limanya sudah berdandan rapi. Alex kini melihat tampilan cantik istrinya."Kenapa? Apa ada yang aneh?" tanya gadis itu sembari menatap kedua mata abu suaminya.Alex melipat kedua tangannya di depan dada. Pria itu kemudian mengusap bibir Dini dengan lembut."Nggak usah pakai gincu!" ujarnya.Kini lipstik yang tadinya menempel rapi pada bibir Dini menjadi belepotan ke mana-mana. Gadis itu pun memundurkan tubuhnya."Ih. Kenapa nggak boleh? Nanti jadi pucet dong," protesnya.Alex kembali mendekat ke arah istrinya. Pria itu menghapus lipstik sang istri lagi dengan ibu jarinya. Kedua alis tebalnya pun saling bertautan."Nggak usah kubilang! Kamu itu udah cantik. Nggak perlu pakai gincu-gincu beginian kalau ke luar rumah!" tegasnya ikut kesal.Dini kini diam saat suaminya menghapus lipstik merah pada bibirnya dengan usapan lembut. Sebuah senyuman muncul di wajahny
Siang hari di hari berikutnya Alex dan Dini sudah kembali ke rumah. Mereka langsung disambut oleh keluarga mereka terutama Xena. Gadis itu langsung berlari setelah mendengar suara taksi yang berhenti tepat di depan rumahnya. Dengan segera Xena menghampiri sang ibu saat Dini baru saja turun dari mobil."Mamiiiii!" seru gadis kecil itu sembari berlari-lari kecil. Xena memeluk Dini dan dibalas olehnya. "Ya ampun. Saking kangennya kamu sama Mami?" tanya Dini kemudian."Iya. Xena kangen banget sama Mami," jawab gadis kecil itu sembari mengerucutkan bibirnya."Kangen banget, ya? Mami juga kangen sama kamu, Sayang." Dini membalas dengan tersenyum. Gadis yang kini resmi menjadi wanita sang duda tampan pun berjongkok agar sejajar dengan putri kecilnya."Iya. Xena kangen banget.""Nggak kangen sama Papi?" tanya sang ibu kemudian."Ya kangen. Tapi lebih kangen sama Mami," jawab gadis kecil itu sembari ter menampakkan gigi-giginya.Keluarga kecil itu kembali ke
"Mas Alex keren, deh," puji Dini saat dia berjalan dengan salah satu tangannya digenggam erat oleh sang suami."Kamu seharusnya langsung mendatangiku! Gimana kalau mereka sampai berbuat yang tidak-tidak, coba?" hardik pria itu tanpa menoleh.Dini merasa bersalah. Namun, gadis itu tetap saja tak bisa berhenti memikirkan betapa keren sang suami."Iya, Mas. Maaf.""Duh. Anak jaman sekarang kok ya ada yang model begitu! Kasihan kalau sampai ada cewek yang diganggu lagi," sambung pria itu.Dini merasa takjub dengan sang suami. Mungkin karen memiliki seorang anak perempuan yang masih kecil makanya Alex tak terima jika ada yang mengganggu perempuan. Apa lagi perempuan-perempuan yang hidup bersamanya. Alex terus melangkah sembari membawa istrinya berjalan kembali menuju hotel. Keduanya diam selama dalam perjalanan pulang dan kini sudah sampai di dalam kamar mereka yang mewah."Sekarang kamu mandi! Bajumu kotor itu," ucap Alex sembari menunjuk ke arah rok sang is
Mentari sudah menyapa langit pulau Dewata. Alex dan Dini segera bersiap untuk jalan-jalan mengelilingi tempat wisata yang telah pria itu janjikan. Keduanya menikmati saat-saat bersama.Seperti janji Alex, pria itu akan mengajak sang istri untuk bermain air di tepi pantai. Dini kini mengenakan dress putih bermotif bunga dengan kedua lengannya yang pendek hampir memperlihatkan kedua ketiaknya. Alex sendiri tak mau kalah. Pria itu mengenakan kaos yang dipadankan dengan kemeja berwarna putih tanpa dibenarkan semua kancingnya.Kini pasangan berbeda usia itu menikmati berjalan di pantai yang sudah ramai. Alex terus menggandeng istrinya saat berjalan. Mereka membiarkan kedua kaki mereka basah terkena gulungan ombak yang tenang."Hahaha. Mas Alex, lihatlah di sana ada kerang!" seru Dini dengan antusias.Gadis itu pun berjalan mendekat untuk mengambil kerang yang dimaksud. Benar saja, dia menemukan sebuah kerang yang indah dengan corak kecokelatan."Lihatlah, Mas! Cantik