Alexander tidak pernah mengira bahwa pertemuannya kembali dengan Andra akan menjadi awal dari serangkaian kejadian yang mengguncang hidupnya. Hari-hari berikutnya, ia mulai terlibat dalam proyek Andra. Walaupun hatinya masih dipenuhi keraguan, Alexander mencoba memberikan keahliannya untuk membantu Andra memperbaiki rencana yang tampak penuh lubang itu.Namun, seperti biasa, tidak ada yang benar-benar sederhana.---Saat Alexander memeriksa dokumen-dokumen proyek, ia menemukan beberapa hal aneh. Ada anggaran yang terlalu besar untuk kebutuhan kecil, transaksi yang tidak jelas, dan mitra kerja yang namanya bahkan tidak ia kenal. Ia mencoba menahan dirinya untuk tidak langsung menyimpulkan yang terburuk, tetapi naluri bisnisnya berkata ada sesuatu yang salah."Ini terlalu berisiko," pikir Alexander suatu malam. Ia mencoba membahas ini dengan Andra pada pertemuan berikutnya."Andra," katanya sambil menunjuk ke dokumen yang terbuka di depannya, "ini tidak masuk akal. Kenapa kamu menyisihk
“Hidupmu akan hancur, Alya.” Suara berat ayah Alya memecah keheningan di kantor mewah itu. Ayahnya duduk di seberang meja, wajahnya tampak lelah dan penuh keputusasaan. Alya memandangnya dengan tatapan penuh cemas, tidak menyangka mendengar kata-kata tersebut keluar dari mulut ayahnya. "Apa maksud Papa?" tanya Alya dengan suara gemetar. Perasaannya kalut, tetapi ia mencoba tetap tegar. "Perusahaan kita... Mahendra Corp... berada di ambang kebangkrutan," ucap ayahnya dengan berat hati. "Papa sudah mencoba segalanya, tapi tidak ada jalan keluar." Alya menahan napas. Semua kerja keras dan mimpi-mimpi ayahnya kini runtuh di depan matanya. Namun, ia tahu bahwa kepanikan hanya akan memperburuk keadaan. Dia menghela napas panjang dan berusaha mengendalikan ketakutannya. "Jangan khawatir, Pa," katanya pelan. "Kita pasti bisa mencari jalan keluar." Meski hatinya dipenuhi kecemasan, ia tidak ingin memperlihatkan kelemahannya di hadapan ayahnya. Di saat ketegangan menguasai ruangan, ti
Alya melangkah keluar dari kantor ayahnya dengan langkah gontai. Langit Jakarta mulai meredup, sinar matahari yang tersisa tergantung di antara gedung-gedung tinggi, menciptakan bayangan yang terasa semakin panjang. Namun, bayangan di hatinya lebih kelam daripada langit yang mulai beranjak malam. Sejak ia menyetujui tawaran Alexander, setiap keputusan yang ia buat terasa seperti ditimpa oleh berat yang tak kasat mata. Setiap kali Alya mencoba untuk memahami situasinya, semakin sulit rasanya untuk menerima kenyataan. Pernikahan—dengan pria yang hampir tidak ia kenal. Dan semua itu hanya untuk menyelamatkan perusahaan keluarga. "Alya," panggil ayahnya dengan suara serak, mengganggu lamunannya. Alya berhenti, membalikkan tubuhnya dan menemukan ayahnya berdiri di ambang pintu, wajahnya memancarkan kecemasan yang begitu dalam. "Apa kamu benar-benar yakin dengan ini? Papa tahu ini bukan keputusan mudah..." Alya mencoba tersenyum, namun senyum itu terasa rapuh. "Pa, aku melakukannya de
Setelah pernikahan mereka tercatat secara resmi, Alya dan Alexander memasuki kehidupan baru yang terasa asing namun penuh tantangan. Alya masih beradaptasi dengan kehidupan di apartemen Alexander yang megah, namun ia merasa di tempat asing yang penuh aturan. Di saat yang sama, Alexander mencoba menyeimbangkan jarak di antara mereka dengan cara yang membuat Alya sulit membaca pikirannya. --- [Pagi di Apartemen Alexander] Alya terbangun pagi itu dengan suasana yang berbeda. Matahari yang masuk melalui tirai jendela memandikannya dengan cahaya lembut, namun rasa asing masih melingkupinya. Ia merasakan kekosongan meski berada di ruangan yang penuh dengan kemewahan. Setelah beberapa saat mencoba menenangkan diri, Alya berjalan menuju dapur, menemukan Alexander sudah duduk di sana dengan secangkir kopi, tatapan mata yang serius tertuju pada layar laptopnya. Alya membuka lemari dengan hati-hati, sedikit bingung mencari bahan makanan yang biasa ia siapkan di rumah. Alexander yang memp
Hari demi hari, Alya mulai terbiasa dengan kehidupan di apartemen Alexander. Walau jarak di antara mereka masih terasa, Alya berusaha menyesuaikan diri dan mencari celah untuk memahami sosok suaminya itu. Ia mencoba melakukan hal-hal kecil seperti menyeduh kopi setiap pagi atau menyiapkan makan malam sederhana ketika Alexander pulang larut. Meski begitu, sikap Alexander tetap terjaga, penuh kendali dan tanpa ekspresi.Alya merasa seperti berjalan di atas pecahan kaca, berhati-hati agar tidak melanggar batas tak kasat mata yang ditetapkan Alexander. Namun, ia mulai menyadari bahwa Alexander memperhatikan setiap perhatiannya, walaupun dalam diam.Suatu malam, ketika hujan turun deras, Alya tidak bisa tidur. Ia duduk di ruang tamu, termenung memandangi jendela yang diselimuti rintik hujan. Tiba-tiba, Alexander muncul di ruang tamu dengan segelas air di tangannya. Mereka saling berpandangan, dan untuk pertama kalinya sejak pernikahan mereka, Alexander yang memulai pembicaraan.“Ada sesuat
Setelah beberapa bulan menjalani kehidupan pernikahan, Alya mulai memahami ritme sehari-hari di apartemen Alexander. Setiap pagi, ia bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan, sementara Alexander biasanya masih berkutat dengan dokumen-dokumennya atau menerima panggilan telepon yang terdengar serius. Meskipun mereka masih terkesan formal, setiap interaksi membawa sedikit kehangatan, seperti perlahan-lahan es yang mencair.Suatu pagi, saat Alya sedang mengatur piring di meja, ia mendapati Alexander memandanginya dengan tatapan yang berbeda, lebih lembut. Ia mencoba mengabaikan degup jantungnya yang tiba-tiba terasa tak beraturan, namun tak bisa menahan senyum kecil. Alexander, yang biasanya sibuk dengan pekerjaannya, tampak seperti ingin mengatakan sesuatu. Namun, sebelum ia sempat bertanya, Alexander sudah beranjak dari tempat duduknya, meninggalkan Alya dengan rasa penasaran.Hari itu, Alya merasa Alexander sedikit berbeda. Di sela-sela pekerjaan, Alexander lebih sering menghampiri m
Beberapa minggu berlalu sejak malam itu, ketika Alexander dan Alya mulai membuka diri satu sama lain. Setiap hari, perlahan, hubungan mereka semakin erat. Namun, Alya tidak bisa mengabaikan rasa penasaran yang terus mengusiknya, sebuah pertanyaan yang ia pendam sejak pertama kali menyetujui pernikahan ini: alasan di balik keputusan Alexander untuk memilih pernikahan kontrak. Meski hati mereka semakin dekat, Alexander tetap menyembunyikan sesuatu, seolah-olah ada tembok terakhir yang belum sepenuhnya ia hancurkan.Pada suatu malam, setelah seharian menjalani rutinitas mereka, Alya memutuskan untuk menghadapi pertanyaan itu secara langsung. Mereka sedang duduk di sofa ruang tamu, menonton sebuah film lama yang secara tak terduga memancing banyak tawa di antara mereka. Namun, di tengah gelak tawa itu, Alya tiba-tiba merasa bahwa ini adalah momen yang tepat untuk menanyakan sesuatu yang selama ini mengganggunya.“Ada yang ingin kutanyakan padamu, Alexander,” ujar Alya, suaranya terdengar
Alya merapikan gaunnya di depan cermin besar yang berdiri di kamar mereka. Gaun berwarna biru laut itu melekat indah di tubuhnya, memberikan aura elegan dan mempesona. Malam ini, ia akan menemani Alexander dalam acara keluarga besar, momen yang telah ia persiapkan sebaik mungkin. Namun, di balik semua penampilan sempurna itu, hatinya bergemuruh dengan perasaan yang tak menentu. Bagaimana mungkin ia harus berpura-pura mencintai seseorang yang diam-diam telah menguasai hatinya, meski hanya sebagai bagian dari sandiwara?Pintu kamar terbuka, dan Alexander masuk, mengenakan setelan jas hitam yang membuatnya terlihat luar biasa gagah. Ia berhenti sesaat, menatap Alya dengan mata yang sulit diartikan. "Kamu... terlihat cantik," katanya, seolah-olah kata-kata itu keluar tanpa disadarinya.Alya tersenyum tipis. "Terima kasih. Kamu juga terlihat... berbeda." Hati mereka berdua berdebar, meskipun mereka berusaha keras menyembunyikannya.Setibanya di acara, suasana langsung terasa megah dan form
Alexander tidak pernah mengira bahwa pertemuannya kembali dengan Andra akan menjadi awal dari serangkaian kejadian yang mengguncang hidupnya. Hari-hari berikutnya, ia mulai terlibat dalam proyek Andra. Walaupun hatinya masih dipenuhi keraguan, Alexander mencoba memberikan keahliannya untuk membantu Andra memperbaiki rencana yang tampak penuh lubang itu.Namun, seperti biasa, tidak ada yang benar-benar sederhana.---Saat Alexander memeriksa dokumen-dokumen proyek, ia menemukan beberapa hal aneh. Ada anggaran yang terlalu besar untuk kebutuhan kecil, transaksi yang tidak jelas, dan mitra kerja yang namanya bahkan tidak ia kenal. Ia mencoba menahan dirinya untuk tidak langsung menyimpulkan yang terburuk, tetapi naluri bisnisnya berkata ada sesuatu yang salah."Ini terlalu berisiko," pikir Alexander suatu malam. Ia mencoba membahas ini dengan Andra pada pertemuan berikutnya."Andra," katanya sambil menunjuk ke dokumen yang terbuka di depannya, "ini tidak masuk akal. Kenapa kamu menyisihk
Seminggu setelah pertemuan yang emosional itu, Alexander mulai merasa hidupnya sedikit lebih ringan. Ia tidak lagi dihantui oleh rasa bersalah yang menyesakkan. Walaupun hubungannya dengan Raka belum sepenuhnya pulih, mereka setidaknya telah membuka pintu untuk dialog. Itu cukup untuk membuat Alexander merasa ada harapan.Namun, seperti biasa, hidup tidak pernah berjalan lurus. Pada pagi yang tampak tenang, Alexander menerima panggilan dari nomor tak dikenal. Ia ragu sejenak, tetapi akhirnya menjawab."Hallo, ini Alexander," katanya."Alex, ini aku, Andra." Suara di seberang terdengar berat, hampir seperti orang yang menahan emosi.Alexander terdiam. Andra adalah mantan rekan kerjanya yang dulu pernah terlibat dalam proyek besar yang akhirnya gagal total. Hubungan mereka tidak berakhir baik, terutama karena Alexander merasa Andra mengkhianatinya."Ada apa, Andra?" tanya Alexander dingin.Andra menghela napas. "Aku butuh bicara denganmu. Aku tahu ini tiba-tiba, tapi aku benar-benar mem
Pagi itu, cuaca mendung dan sepi. Alexander duduk di ruang tamu rumahnya, menatap ke luar jendela dengan pandangan kosong. Setelah pertemuan dengan Raka kemarin, semuanya terasa begitu berat. Ia merasa seolah-olah tak ada jalan keluar dari labirin emosi yang mengikatnya. Setiap percakapan dengan Raka hanya menambah luka lama yang belum sembuh, dan perasaan bersalah itu semakin menekan dirinya.Alya yang baru saja keluar dari kamar tidur, mendekat dengan langkah ringan, menyadari betapa dalamnya pikiran suaminya. Tanpa berkata apa-apa, ia duduk di samping Alexander dan memeluknya dengan lembut. Keheningan itu berbicara lebih banyak daripada kata-kata apapun.“Alya…” kata Alexander pelan, suaranya penuh penyesalan. “Aku merasa aku sudah kehilangan segalanya. Raka, persahabatan kita, bahkan diri kita sendiri. Semua yang pernah kita bangun bersama terasa seperti pecahan kaca yang tak bisa disatukan lagi.”Alya menggenggam tangan Alexander, merasakan getaran ketegangan yang ada di tubuhnya
Alexander sudah berada di ruang kerjanya sejak pagi, berkomunikasi intens dengan Pak Arif yang memberi laporan terbaru tentang pencarian Raka. Pak Arif telah berusaha melacak keberadaan Raka melalui jaringan kenalannya, namun setiap kali mereka merasa sudah menemukan jejak, seolah-olah Raka tahu dan menghilang lagi.Alya, yang biasanya menunggu Alexander di luar ruang kerjanya saat dia sedang sibuk, kali ini memutuskan untuk masuk. Ia tahu betul bahwa suaminya sedang berada di bawah tekanan besar, dan ia ingin menjadi tempat sandaran meskipun Alexander terus menutup dirinya.“Sudah ada kabar?” tanya Alya pelan, berdiri di ambang pintu.Alexander mengangkat pandangannya dari ponsel dan menatapnya dengan lelah. “Belum,” jawabnya singkat. “Raka pintar. Dia tidak meninggalkan jejak yang mudah diikuti.”Alya berjalan mendekat, duduk di kursi di hadapan Alexander. “Apa menurutmu Raka benar-benar ingin membuat semuanya hancur? Bukankah kalian dulu sahabat?” tanyanya hati-hati.Alexander terd
Setelah percakapan dengan Ethan, Alya dan Alexander semakin serius memikirkan langkah selanjutnya. Pesan misterius yang terus menghantui Alya kini tak bisa lagi mereka abaikan. Malam itu, Alexander menghubungi seorang detektif pribadi yang dikenal dapat menyelidiki tanpa banyak menimbulkan kecurigaan.Keesokan harinya, saat Alexander bersiap pergi ke kantor, Alya menemuinya di ruang tamu.“Alex, boleh aku ikut? Mungkin, kalau aku ikut, kita bisa menemukan petunjuk lebih cepat,” ucap Alya, mencoba meyakinkan.Alexander memandang Alya dengan ragu. “Aku nggak mau kamu terlibat lebih jauh dalam masalah ini, Alya. Aku bisa mengatasinya sendiri.”Alya mendesah, menahan frustrasi yang mulai muncul. “Alex, ini juga menyangkut aku. Lagi pula, kalau kita ingin ini berhasil, aku harus tahu semua yang terjadi. Aku nggak mau terus dalam ketidaktahuan.”Melihat keteguhan Alya, Alexander akhirnya mengangguk. “Baiklah, tapi kamu harus janji tetap berada di belakangku.”Saat mereka tiba di kantor, Ale
Pagi itu, Alya merasa ada ketenangan yang berbeda. Meskipun masalah besar menunggu di depan mata, langkahnya terasa lebih pasti. Keputusan untuk mulai menyelidiki siapa yang mengirimkan pesan-pesan misterius itu membawa semangat baru, meski hati kecilnya masih dipenuhi kekhawatiran. Setelah percakapan semalam dengan Alexander, ia tahu bahwa mereka tidak akan bisa menghindari kenyataan selamanya.Alya berdiri di depan cermin, merapikan rambutnya sebelum berangkat. Ia tahu hari ini bukanlah hari biasa. Hari ini, ia dan Alexander akan menggali lebih dalam, menyelami masa lalu yang selama ini disembunyikan. "Semoga saja kita bisa menemukan apa yang sebenarnya terjadi," gumam Alya pada dirinya sendiri.Saat ia keluar dari kamar, Alexander sudah berada di ruang tamu, mengenakan jas hitam yang membuatnya terlihat semakin tegas. Tapi, meski penampilannya rapi dan penuh percaya diri, Alya bisa melihat kelelahan di wajahnya. Perjalanan mereka untuk menemukan kebenaran jelas tidak akan mudah, da
Setelah percakapan yang berat itu, Alya dan Alexander memutuskan untuk mengambil langkah yang berbeda. Mereka sepakat untuk memberikan ruang satu sama lain untuk merenung, terutama setelah banyaknya ketegangan yang muncul karena masa lalu Alexander. Mereka menyadari bahwa mereka membutuhkan waktu untuk berpikir dan menemukan kembali fondasi yang kuat dalam hubungan mereka.Beberapa hari kemudian, Alya memutuskan untuk pergi mengunjungi keluarganya di desa, jauh dari hiruk-pikuk kota. Ia merasa bahwa suasana yang tenang akan membantunya merenung dan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi pikirannya. Di sana, Alya berharap bisa menemukan ketenangan, sambil menyusun kembali perasaannya terhadap Alexander dan memahami seberapa kuat cintanya bisa bertahan dalam menghadapi tantangan ini.Di desa, Alya menghabiskan hari-hari dengan berjalan-jalan di alam terbuka, berbincang dengan keluarga, dan merenung. Namun, Alexander tetap ada di benaknya. Kenangan mereka bersama, ca
Beberapa hari setelah percakapan yang intens itu, Alya dan Alexander mulai merasa hubungan mereka memasuki tahap yang lebih kuat dan dewasa. Namun, bayangan masa lalu yang baru saja terungkap belum sepenuhnya hilang. Alya menyadari bahwa Alexander masih membawa beban yang berat di dalam dirinya, meskipun ia telah berusaha sekuat mungkin untuk melangkah ke depan bersama Alya.Suatu malam, Alya kembali menerima pesan dari nomor tak dikenal, kali ini hanya berisi satu kalimat singkat: "Berhati-hatilah, Alya. Masa lalu Alexander bisa lebih gelap daripada yang kau kira."Kali ini, peringatan itu membuat Alya tidak hanya merasa was-was, tetapi juga marah. Ia merasa bahwa ada seseorang di luar sana yang berusaha mengganggu hubungannya dengan Alexander dan menimbulkan ketakutan dalam dirinya. Alya memutuskan untuk mengabaikan pesan itu, percaya pada Alexander dan semua yang telah ia ceritakan.Namun, rasa penasaran tetap ada. Mengapa masa lalu Alexander begitu dipenuhi teka-teki? Siapa yang b
Beberapa hari setelah perbincangan mereka, Alya merasa hubungan dengan Alexander semakin kuat. Mereka mulai menghabiskan lebih banyak waktu bersama, membicarakan harapan, impian, dan rencana masa depan. Walaupun ada ketakutan tersembunyi, Alya tetap percaya bahwa mereka bisa mengatasi apa pun yang datang. Namun, di balik keyakinannya, Alya masih belum bisa mengabaikan surat misterius yang ia terima.Suatu hari, saat Alya sedang membereskan dokumen di kantor, ia menemukan sebuah catatan tua yang ditinggalkan di salah satu berkas yang ditugaskan Alexander kepadanya. Tulisan di catatan itu menarik perhatiannya. Di situ tertulis nama "Evelyn" dengan beberapa alamat dan nomor telepon yang tampaknya sudah usang.Hati Alya berdebar. Apakah ini catatan yang sengaja disimpan Alexander? Apa ada sesuatu yang ingin ia simpan dari masa lalunya? Setelah beberapa saat ragu, Alya memutuskan untuk menyimpan catatan itu. Ia tahu bahwa ini mungkin akan menimbulkan pertanyaan di benaknya, tetapi ada sisi