“Hal apa yang ingin kau katakan padaku?” tanya Zayn setelah mereka berada di sebuah café. Di meja lain, terlihat Milly yang menunggu mereka sambil menikmati es latte dan chesse cake. Pembicaraan kali ini, Vivian tidak ingin ada orang yang terlibat selain dirinya dan Zayn.“Kau pasti sudah tahu berita kematian ayahku, Scott Willy, bukan?” Vivian menarik tubuhnya dari sandaran kursi, lantas melipat kedua lengannya di atas meja sambil menatap serius pada Zayn. “Aku ingin kau yang menjadi pengacara kasus ini dan ungkap kebenaran dari kematian ayahku.”Zayn tidak langsung bereaksi saat mendengar permintaan Vivian. Dia menyeruput kopinya, lalu meletakkannya kembali di atas meja, baru menatap wanita itu lagi. “Kenapa harus aku?”“Kedua saudaraku tidak setuju ketika aku mengusulkan untuk naik banding atas keputusan hakim yang menyatakan bahwa ayahku meninggal karena serangan jantung. Itu berarti, mereka tidak bisa meng-klaim warisan seceapatnya jika aku tidak menyerah pada kasus ini.” Vivian
Mobil Zayn baru saja melaju pelan, memasuki area halaman mansion milik Zeus yang telah lama tidak dia kunjungi. Semenjak memutuskan untuk hidup mandiri, dia seolah menghilang dari silsilah keluarga Ducan.Sementara Zayn masih merapikan barang-barangnya di dalam mobil, Milly sudah turun terlebih dahulu. Langkahnya terhenti di depan mansion yang terlihat sangat mewah. Selama ini, dia menganggap penthouse Zayn adalah tempat tinggal termewah yang pernah dia lihat secara langsung, tapi bangunan yang ada di depannya saat ini, jelas sudah di luar klasifikasi mewah dalam taraf logikanya.“Kenapa kau diam di situ? Ayo masuk,” ajak Zayn sambil berlalu, mendahului Milly yang masih mengagumi kemewahan di depan matanya.“Hai, selamat datang di tempat tinggal kami,” sapa Vintari ramah setelah melihat Milly dan Zayn melewati pintu masuk mansion. “Aku akan mengantar Ares untuk membersihkan diri dan ganti baju dulu, tunggu sebentar, ya. Kami akan segera kembali.”Milly tersenyum sambil mengangguk. Jan
Milly menatap resah pada pantulan lampu yang terlihat dari pinggiran piring. Dia pernah merasakan canggung dengan Zayn, tapi berdua saja dengan Zeus di meja makan, terasa berkali-kali lipat canggungnya dibanding saat dia bersama Zayn. Berkali-kali dia menatap gelisah ke arah dapur, berharap Zayn dan Vintari segera kembali.Di depannya, masih dengan wajah datar, Zeus menanyakan satu hal yang membuatnya penasaran dari tadi. “Kau tahu identitas asli Zayn selain pengacara senior di firma kalian?” Milly mengalihkan pandangannya dari pinggirin piring pada Zeus. Alis gadis itu bertaut, suasana canggung yang tadi dia rasakan langsung lenyap. “Memang Zayn memiliki identitas lain apa? Pahlawan super Marvel?”Zeus tersenyum diam-diam dan bergumam, “Sekarang aku tahu alasan Zayn menyukaimu, kau memiliki kesamaan dengan Vintari dalam satu hal.”Milly memiringkan kepalanya karena mendengar satu kata yang menurutnya terdengar sangat aneh. “Zayn menyukaiku? Ck. Baru kali ini aku mendengarnya. Biasa
Kunci mobil yang baru saja dilempar oleh Zayn tergeletak begitu saja di atas meja ruang tamu. Sementara tubuhnya telah terhempas di sandaran sofa dengan kedua mata terpejam. Hatinya mulai resah, apakah Milly pulang dengan selamat?“Buat apa aku memikirkannya. Tidak ada urusannya denganku.” Zayn terus berusaha untuk menampik pikirannya dan berusaha untuk tidak peduli. Lagi pula Milly bukan anak kecil yang tidak bisa pulang sendiri. Dia bisa dengan mudah memesan taksi atau bus. Belum terlalu malam untuk menggunakan transportasi publik.Namun tetap saja hatinya sedikit resah. Berkali-kali dia melirik ponselnya dan berniat untuk menghubungi Milly lagi, tapi berkali-kali juga dia menarik tangannya dan memutuskan untuk tidak melanggar apa yang telah ditetepkan.Selepas mandi, Zayn memilih untuk mulai mempelajari informasi dari kasus Scott Willy yang telah dikirim oleh Vivian. Zayn menghela napasnya sebelum kembali memeriksa dokumen yang berada di iPad-nya. Sekarang dia paham kenapa Vivian b
“Tidak!”Tanpa basa-basi, Zayn menolak permintaan Milly untuk tidur di apartemennya. Namun jawabannya itu tidak membuat Milly putus asa. Dia terus mendekat pada Zayn dan memohon agar keinginannya dikabulkan.“Please, untuk malam ini saja. Aku akan tidur dengan tenang di sofamu. Ya?” pinta Milly penuh permohonan.Zayn semakin menjauhkan dirinya dari Milly. “Tidak akan. Tidur saja dengan tenang di sini. Kau bisa menyalakan lampu senter dari ponselmu, dan anggaplah tidak terjadi apa-apa dengan listrikmu, kemudian tidur yang nyenyak. Aku pergi.”Milly menarik tangan Zayn, dan kembali menunjukkan wajah memelas. “Kau boleh mengatakan aku takut, terserah, aku tidak peduli, tapi izinkan aku untuk menumpang di tempatmu sekali ini saja, please…”“Berarti kau mengakui kalau takut?” seringai tipis tergambar di wajah tampannya.Meskipun Milly kesal melihat ekspresi menyebalkan itu, tapi dia harus bertahan karena sejujurnya dia memang tidak bisa tidur sendirian di tempat gelap. “Seperti yang sudah
Kedua mata Milly membulat saat mendengar ucapan Zayn. Bagaimana bisa dia tidak terganggu dengan kejadian semalam sedangkan itu adalah ciuman pertama Milly yang terenggut dengan oleh Zayn. Bayangannya tentang sebuah ciuman pertama yang harus dalam kondisi romantis bersama dengan orang yang dicintainya pada akhirnya melayang begitu saja.Melihat wajah Milly yang masih menatapnya dengan garang, membuat Zayn semakin tergerak untuk terus mendesak Milly, “Jangan bilang kau terbawa perasaan hanya karena ciuman itu?” tuduhnya.Milly semakin mendelik mendengar tuduhan dari Zayn. Kata ciuman pertama mendadak menjadi topik pembicaraan yang terasa sangat sensitif baginya. “Siapa bilang? Aku bahkan tidak terpengaruh sedikit pun dengan hal itu!”Milly berhasil meloloskan diri dari Zayn setelah mengelak. Sementra Zayn yang membiarkannya untuk lolos hanya menatapnya tajam dan masih merasa kesal karena respon dari Milly. Langkah gadis itu terlihat buru-buru saat menjangkau pintu ruangan. Situasi ini m
Rey menoleh sekilas pada Milly yang bahkan tidak menyadari kehadirannya. “Kenapa? Kau cemburu melihat kedekatan mereka?”Sontak, Milly menoleh cepat dan melotot mendengar pertanyaan Rey. “Aku? Cemburu? Omong kosong! Memikirkan hal seperti itu tidak pernah terlintas di dalam pikiranku!”Mendengar elakan Milly yang bernada satu tingkat lebih tinggi dari biasanya, membuat Rey terkekeh. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana, kemudian dia melihat ke arah yang sama dengan Milly.“Tidak perlu ditutupi. Jika suka katakan saja suka, tidak perlu gengsi. Kalaupun kau suka juga tidak apa-apa. Zayn sepertinya juga tertarik padamu. Terlihat dari cara dia memperlakukanmu. Masuklah, Zayn akan marah jika kita tidak fokus pada penyelidikan.” Rey berbalik, dan kembali masuk ke dalam rumah.Milly masih termenung sambil menatap pada Rey yang telah menjauh. Sejauh ini sudah ada dua orang yang mengatakan kalau Zayn tertarik padanya. Pertama Zeus, lalu kini Rey juga mengatakan hal yang sama. Namun,
Milly berhasil membuat Zayn terlonjak. Meskipun dia sedikit terkejut karena teriakan tiba-tiba dari Milly, tapi pria itu bisa dengan cepat mengontrol kesadarannya dan langsung mendekat pada Milly.“Apa yang kau temukan?” tanya Zayn cepat dan tidak sabar.Milly menoleh pada Zayn dengan wajah antusiasnya, lalu menunjuk pada layar laptop. “Lihat ini, di jam yang jaraknya tidak jauh dari jam kematian Scott, ada seorang pria yang keluar dari rumahnya. Gerak-geriknya terlihat sangat mencurigakan, bukan?”Zayn lebih mendekat untuk melihat rekaman pria itu.“Aku juga telah mengikuti jejaknya dari rekaman CCTV yang lain,” imbuh Milly lagi. “Lihat, dia naik taksi di depan rumah yang berjarak tiga sampai empat rumah dari kediaman Scott. Kemungkinan besar dia bukan warga kompleks. Selain itu, rekaman CCTV yang berada di titik itu juga menangkap nomor plat taksi yang ditumpangi pria itu.” Kemudian Milly membiarkan Zayn untuk memeriksa rekaman itu sampai selesai. Letih yang tadi sempat dia rasakan
“Are you ready?” Zayn bertanya setelah membukakan pintu mobil untuk Milly.Milly menghela napasnya panjang, kemudian tersenyum sambil menatap Zayn penuh cinta. “Aku gugup, tapi aku siap untuk hari pertamaku lagi.”Zayn tersenyum sambil menggenggam tangan Milly. Keduanya berjalan menuju ke gedung firma milik Zayn. Dada Milly berdebar kencang, sensasi awal kerja dulu kembali dia rasakan. Hanya saja, kali ini dia mendapatkan kekuatan besar yang terus menggenggamnya samapai kapan pun, Zayn.“Selamat datang Nyonya Ducan!” Rey berseru kencang begitu Milly dan Zayn masuk ke dalam lobi firma.Milly sampai berjingkat dan mundur selangkah karena terkejut dengan ledakan confetti yang sekarang telah berterbangan di depannya. Rasanya seperti dejavu, saat berada di firma lama, ketika dia selamat dari kematian.“Akhirnya Nyonya dari firma ini telah kembali ke medan pertempuran. Ayo kita bersemangat lagi!” seru Rey masih dengan penuh semangat seperti dulu.Milly terkekeh mendengarnya, dia mengangguk
Zio mengetuk pintu kamar orang tuanya, wajahnya terlihat sedikit takut saat Milly menoleh padanya. Kedua tangan Zio berada di balik punggung kecilnya, tapi tetap saja Milly bisa melihat beberapa tangkai bunga yang mencuat di belakangnya.“Kau sudah pulang, Zio? Bagaimana di kantor Daddy?” tanya Milly sambil tersenyum.Zio bergerak maju dengan perlahan, “Mom, this is for you.” Sebuah buket bunga dengan sekotak cokelat disodorkan pada Milly. “Maafkan aku tadi, Mom. Aku salah karena telah membentak Mom.”Milly langsung memeluk Zio setelah putranya itu meminta maaf. Milly tersenyum haru karena putranya semakin bertambah dewasa. “It’s okay, Zio. Lain kali jangan diulangi lagi, ya, Nak.”Zio mengangguk, lalu menegcup pipi Milly. “Iya, Mom. Aku janji tidak akan mengulanginya lagi.”Milly meletakkan buket bunga dan cokelat di meja, kemudian mengajak Zio untuk duduk di tepi kasur. “Bagaimana tadi di kantor Daddy? Apa menyenangkan?”Zio mengangguk antusias. “Aku bertemu paman Rey dan beberapa t
Keributan telah terdengar di mansion saat pagi hari. Tidak biasanya situasi seperti ini terjadi, Milly sampai harus menghela napas berkali-kali karena Zio menolak untuk pergi ke sekolah.“Zio, kita sudah sepakat untuk tidak bolos sekolah.” Milly kembali membujuk putranya agar mau segera berangkat ke sekolah.“Sudah kubilang aku tidak mau sekolah, Mom!” Pertama kalinya Milly mendengar Zio membentaknya.“Apakah kau mengalami kesulitan di sekolah? Apakah ada yang mengganggumu sampai kau tidak mau pergi ke sekolah? Katakan pada Mom,” ucap Milly seraya memijat kepalanya, akibat pusing membujuk putranya.Zio menatap Milly, kemudian mengalihkan pandangannya pada mainan lego berbentuk dinosaurus yang sedang dia pegang. “Aku hanya bosan, Mom. Tidak ada yang menggangguku.”“Mom… aku akan terlambat kalau Zio tidak mau berangkat sekarang,” rengek Madysen yang telah siap berangkat.Milly mengehala napas karena kejadian yang belum pernah terjadi sebelumnya. Bahkan ibunya yang selalu menjadi seseora
Milly bangun lebih awal, menyiapkan banyak makanan yang akan dia bawa. Hari ini Milly dan Zayn mengajak dua anak kembar mereka untuk bersantai di taman bermain. Wanita itu tahu anaknya sangat aktif bermain, dan berujung mudah sekali lapar.“Nyonya, biarkan saya yang menyiapkan makanan.” Seorang pelayan menghampiri Milly.“Tidak apa-apa. Biar aku saja yang menyelesaikannya. Tolong sampaikan pada pengasuh untuk memandikan Zio dan Madysen,” jawab Milly lembut.Pelayan tadi mengangguk, kemudian pergi dengan patuh untuk menyampaikan pesannya pada kedua pengasuh si kembar. Bagi Milly, meskipun di mansion ini Zayn telah menyediakan beberapa pelayan untuk melakukan semua pekerjaan rumah tangga, tapi Milly masih sering membuat makanan sendiri untuk Zayn, si kembar, dan ibunya. Menurutnya, dengan memasak dan menyajikannya pada orang terkasih, bisa menggambarkan besar cintanya pada mereka.Beberapa saat kemudian, Zio dan Madysen telah siap. Zayn juga telah berada di luar, memanaskan mesin mobil
Beberapa tahun berlalu … Langkah kaki tegas Zayn masuk ke dalam mansion mewah yang sudah ditempati hampir empat tahun ini. Pria tampan itu telah meninggalkan penthouse dan tinggal di mansion, demi memberikan kehidupan nyaman untuk istri dan anak-anaknya.“Yeay! Daddy sudah pulang!” Sambutan hangat dari Zio dan Madysen membuat Zayn melukiskan senyumannya. Dua bocah itu memeluk erat ayah mereka. Refleks, Zayn menggendong anak kembarnya itu sambil memberikan kecupan di pipi bulat mereka.Milly tersenyum melihat Zayn sudah mendapatkan sambutan dari kedua anak mereka. Dia mendekat dan ikut memeluk sang suami yang baru saja pulang dari bekerja.“Sayang, akhirnya kau pulang. Zio dan Madysen sudah sangat merindukanmu,” ucap Milly hangat.“Ya, Daddy! Kami merindukanmu.” Zio dan Madysen terus menciumi rahang ayah mereka.Zayn tersenyum. “Daddy juga merindukan kalian. Tapi, apa kalian saja yang merindukan Daddy? Mommy kalian tidak merindukan Daddy?”“Tentu saja Mommy juga rindu. Mommy selalu bi
Sudah satu bulan berlalu dari pernikahan Milly dan Zayn. Pagi ini mereka bertandang ke Alpha Hospital untuk melakukan pemeriksaan rutin di dokter kandungan. Milly memasuki ruang praktek dengan dada berdebar karena pertama kalinya mereka akan melakukan pemeriksaan USG setelah pemeriksaan awal selepas dirinya pingsan dulu.Perlahan Milly berbaring di ranjang pemeriksaan. Tangannya terus menggenggam pada Zayn yang mendampingi di sisinya. Sementara Dokter mulai mengoleskan gel dingin dan menekan kepala alat USG di perut bagian bawah Milly, mereka berdua serentak menahan napas sambil menatap ke layar di depan untuk menunjukkan hasil rekaman USG. Jujur, meskipun hasil secara aktual tertampil di layar, tapi Milly tidak mengerti sama sekali. Terlebih saat dokter terus menerus mengucapkan kata luar biasa.“Nyonya Ducan, Tuan Ducan, Anda perhatikan di anak panah yang saya arahkan di layar. Terlihat ada dua bulatan dengan titik kecil di dalamnya,” ucap dokter setelah selesai mengidentifikasi pem
Berkali-kali Milly menghela napasnya dalam-dalam. Setiap gerakan yang dilakukan beberapa orang yang mondar-mandir di ruangan putih dipenuhi rangkaian bunga itu berhasil membuatnya berjingkat pelan. Dadanya terus-terusan berdesir dan detak jantungnya tiba-tiba tenang, tiba-tiba tak beraturan. Dia bahkan mulai merasa mengeluarkan keringat dingin. Di sebelahnya, Vintari memperhatikan sambil terkekeh pelan.“Apakah kau merasa mual, Milly?” tanya Vintari cemas karena melihat raut wajah Milly yang tidak tenang.Milly hanya menggeleng. Dia bahkan tidak bisa mengeluarkan kata-kata karena terlalu tegang.“Kau pasti sangat gugup di hari pernikahanmu.” Vintari menyodorkan hand bouquet kepada Milly.Milly menerimanya dengan meringis. Vintari benar, Milly saat ini merasa sangat gugup karena harus menunggu di ruang mempelai sementara yang lain sedang menyambut tamu di aula utama pernikahan.“Kau benar, aku gugup sekali! Aku sampai takut tidak bisa berjalan ke altar karena terlalu gugup,” ucap Milly
Suara dering ponsel berbunyi. Zayn melihat nomor Andre menghubunginya. Pria tampan itu langsung menggeser tombol hijau, untuk menjawab panggilan telepon dari junior kuliahnya dulu.“Ada apa?” sapa Zayn dingin kala panggilan terhubung.“Bagus sekali kau menjawabku dengan nada dingin! Ck! Kau sombong sekali menikah tidak bilang padaku,” seru Andre dari seberang sana. “Kau tahu kabar itu dari mana? Zeus?” tanya Zayn mengerutkan keningnya.“Tentu saja! Cepat ke Blue Corner. Aku dan Jace menungu penjelasanmu di sini!” Zayn melirik ke arah Milly. Dia tidak mau meninggalkan Milly sendirian, tapi dia juga harus pergi untuk memberikan kabar baik ini. Namun, tidak mungkin dia mengajak Milly ke club milik Jace. Hari biasa mungkin baik-baik saja, tapi Milly saat ini sedang hamil.“Kenapa?” tanya Milly penasaran.“Tunggu sebentar,” ucap Zayn pada Andre sebelum dia menggantung ponselnya dan berbisik pada Milly. “Andre dan Jace mengajakku bertemu.”“Jace yang pemilik bar itu?”Zayn mengangguk. “B
Milly kembali memikirkan kembali ucapan Zeus begitu mereka masuk ke dalam penthouse. Sedikit ragu dia melirik ke arah Zayn yang sedang menerima telepon dari Rey, tampaknya mereka membicarakan tentang kasus baru yang baru saja masuk ke tim mereka. Setelah menunggu beberapa lama sampai Zayn selesai dengan obrolannya bersama Rey, Milly mendekat dan duduk di sebelah Zayn.“Ada masalah?” tanya Milly.Zayn menggeleng. “Tidak ada. Rey hanya bertanya tentang persetujuan dari jaksa untuk penyelidikan di tempat kejadian perkara.”Milly mengangguk-angguk pelan. “Zayn, ada hal yang ingin kubicarakan denganmu.”Zayn menatap Milly lembut. “Katakan, Milly. Apa yang ingin kau bicarakan?”Milly tersenyum, tangannya meraih tangan Zayn dan mengarahkannya ke perutnya. “Aku tadi berbicara dengan Vintari, dia telah banyak membuka pikiranku tentang kehamilan Aku ingin mengatakan padamu kalau aku akan menerima kehamilan ini dengan bahagia, dan berusaha menjadi ibu yang baik untuk anak kita nanti.”Senyum Zay