Share

Bagian 54 B

Author: Isna Arini
last update Last Updated: 2025-02-16 20:43:05

"Bi, apa-apaan sih kamu ini," seruku tak suka.

Bagaimana bisa dia melakukan ini, pria ini semakin sesuka hatinya saja padaku.

"Papa bilang apa?" tanyanya sambil menatap padaku.

"Tanya begitu doang haruskah seperti ini, memasukkanku ke dalam kamar. Kamu bisa tanya nanti, dimana kek, bukan masuk ke ruangan tertutup begini," sungutku.

Aku jadi ingat perkataan Papa, bagaimana jika kami lupa diri kalau keseringan masuk ke ruangan hanya berdua saja.

"Aku penasaran, katakan sekarang," pinta Bian.

"Papa gak bilang apa-apa, cuma bilang selamat datang," balasku singkat.

"Lama sekali." Bian terlihat tidak percaya.

"Memangnya harus secepat apa? Udah ah, aku mau keluar, mau makan. Lapar!" Aku berlalu menuju ke arah pintu.

"Aaaaa, satu lagi. Papa bilang, aku harus hati-hati padaku," ucapku saat aku sudah membuka pintu.

"Apa maksudnya?" tanya Bian.

Aku tak menjawab, memilih langsung pergi dengan setengah berlari, meninggalkan pria yang kurasa makin hari makin aneh saja.

***

"Mbak, dipanggil I
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 55

    Papa menatap padaku, entah apa makna tatapan itu. Meminta jawaban dari pertanyaan Bian? "Kamu serius ingin menikah lagi dengan Nala, apa alasannya?" tanya Papa pada Bian setelah mengalihkan pandangannya dariku."Sepertinya Bian jatuh cinta pada Nala, Pa. Jadi Bian yakin dan serius," balas mantan suamiku itu.Eh, kenapa dia bilang begitu. Jatuh cinta di usia setua ini. Maksudnya, sudah punya dua anak, tentu saja sudah tua. Lalu kenapa dia bilang jatuh cinta, bikin malu saja."Papa tak bisa menjawabnya, meskipun Papa adalah papamu, tapi tidak akan memihak pada siapapun. Semua papa serahkan pada Nala karena ini menyangkut kehidupannya. Bukan begitu, Ma?" Papa bertanya kepada Mama di ujung kalimatnya."Mama setuju dengan Papa. Selama ini, Nala selalu melakukan apa yang kami minta dan katakan. Kali ini biar dia melakukan dan memilih apa yang dia inginkan," sahut Mama sambil menatap padaku."Tapi sebelum menjawab, kamu perlu tahu sesuatu, Na," ucap Papa sambil menatap padaku. Aku merasa j

    Last Updated : 2025-02-16
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 56

    "Sampai kapan seperti ini?" tanyaku kesal. Tentu dengan bisikan juga."Sampai Cenna pergi," balas Bian."Memangnya dia masih di sana mengawasi kita," tanyaku. "Iya."Aku tidak bisa berbuat apa-apa selain pasrah dipeluk olehnya. Jika sudah berhubungan dengan Cenna, rasanya aku tak bisa membedakan salah dan benar. Tatapan matanya yang terluka itu selalu membuatku luluh. Dia sepertiku jika sedang bersedih."Kamu biasa begini dengan Mbak Ivanka?" "Kenapa, kamu cemburu?" Bian balik bertanya."Bukan begitu, bagaimana bisa kau umbar kemesraan di depan anakmu.""Biar dia tahu, bagaimana memperlakukan seorang wanita, seorang istri. Jangan kira aku tidak menjelaskan mana yang boleh dan mana yang tidak." Aku terdiam, kurasa Bian berusaha memberi contoh pada putranya bagaimana dia memperlakukan perempuan. Pasti Bian lembut dan manis pada Mbak Ivanka. Jauh beda denganku kala itu, hanya setelah aku hamil Hafizah saja dia bersikap baik padaku. Lalu kenapa dia bercerai dengan Mbak Ivanka jika keh

    Last Updated : 2025-02-20
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 57

    POV Bian."Mau kemana?" tanyaku, saat melihat Nala terlihat rapi dan keluar dari kamarnya.Aku sendiri juga baru keluar dari kamar, hari ini aku tidak bekerja karena hari Minggu. Aku tak pernah tahu rutinitas Nala di rumah, ini. Dia tak pernah mengatakan apapun padaku. Tentu saja, siapa aku hingga dia harus membuat laporan hendak kemana dan mau apa. "Mau ke toko bunga," jawab Nala. "Toko bunga?" tanyaku memastikan. "Iya."Toko bunga Nala masih berada di tempat yang sama dengan kantor Ardi. Nala bilang lebih baik di sana daripada pindah lagi, karena kalau pindah seperti memulai dari awal, mencari pelanggan baru begitu katanya. Mendengar kata toko bunga aku langsung meraih tangan Nala dan membawanya masuk kembali ke dalam kamarnya. Tidak ada yang boleh tahu kalau aku berdebat dengan wanita ini, terutama Cenna. Dia selalu waspada kalau sedikit saja aku dan Nala berdebat, sepertinya dia masih ingat hari-hari dimana aku banyak menghabiskan waktu berdebat dengan Ivanka hingga akhirnya k

    Last Updated : 2025-02-20
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 58

    POV BianPonselku benar-benar berdering saat tengah berkendara, aku harap itu benar-benar telepon dari Ardi yang namanya sudah kuganti dengan nama Ivanka. Nala mengambil ponsel tersebut, dengan ekor mata, aku bisa melihat jika dia terkejut saat melihat layar ponselku dan aku semakin yakin itu adalah Ardi yang menelepon. "Siapa?" Aku pura-pura bertanya. "Mbak Ivanka," jawab Nala, dia terlihat tak bersemangat menyebut nama itu. "Oh." Pura-pura tak peduli saja, aku sudah bilang pada Ardi untuk menelpon setidaknya dua sampai tiga kali, agar terlihat begitu penting dan butuh. "Ini, kamu gak mau angkat?" tanya Nala."Biarin saja."Panggilan telepon kubiarkan hingga berakhir dengan sendirinya. Dan seperti yang aku minta, ponsel itu kembali berdering."Dia masih menelpon lagi," ucap Nala sambil memperlihatkan layar ponsel padaku "Terima saja, mungkin penting. kamu bisa menepi," sambungnya. Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, aku segera menepi. Jangan sampai Ardi tak mau menelpon lagi dan

    Last Updated : 2025-02-21
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 59

    POV Nala Aku menunggu Bian berganti pakaian sambil duduk di sisi ranjang seperti biasanya. Bian berganti pakaian di ruangan khusus yang ada di kamarnya. Nanti dia akan keluar dari sana setelah rapi dan kami akan pergi bersama ke ruang makan untuk sarapan. Sejak tinggal di sini, aku selalu melakukan hal seperti ini. Pura-pura ke kamar Bian, menantinya berganti pakaian, seolah semalam aku tidur bersamanya. Ini kulakukan demi Cenna, aku kucing-kucingan dengan anak itu. Bertingkah seolah aku dan Daddy-nya tidur di kamar yang sama. Kami bertingkah layaknya suami istri pada umumnya. Sesungguhnya ini sangat merepotkan. Namun, demi Cenna akan kulakukan apa saja. Aku dengar bocah itu pernah masuk rumah sakit hanya gara-gara terlalu banyak pikiran. Apalagi kini Cenna semakin dewasa semakin tahu segalanya. Aku benar-benar tak bisa tidur semalaman, setelah mendapat ancaman dari Bian di ruang keluarga. Malam tadi, aku hanya bisa mengangguk dan tak berkata apa-apa. Mungkin dari mulutnya keluar k

    Last Updated : 2025-02-21
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 1

    "Ayo bikin anak. Aku mau anak darimu lagi. Cepat dan segera!"Suaranya dingin, menusuk, sama persis seperti lima tahun lalu. Bian duduk santai di sofa ruang tamuku, seolah-olah apa yang baru saja ia katakan hanyalah hal sepele.Aku tercekat. Kata-katanya seperti pukulan telak yang menyesakkan dada. Bagaimana bisa ia muncul begitu saja, seperti badai yang tak diundang, lalu meminta sesuatu yang bahkan dulu menghancurkan hidupku?“Kamu pikir bikin anak itu kayak bikin adonan kue?” Aku menahan tangis yang sudah di ujung tenggorokan. “Lagipula kita bukan suami istri lagi! Jangan pernah sentuh aku!”Dia menatapku tajam, tapi tetap tenang. “Siapa bilang? Aku tak pernah mengucap cerai. Kamu masih istriku." Ia menyeringai dingin. "Dulu, kita cuma butuh sekali dan langsung jadi. Apa susahnya ulangi lagi?"Aku bergidik, menjauhkan tubuhku dari sofa. “Kita sudah terpisah selama lima tahun, Bian.”Dia bangkit dan mendekat, tubuh tingginya membuatku merasa semakin kecil. Wajahnya keras dan garang,

    Last Updated : 2024-11-09
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 2

    "Saga ... Saga, tolong!" Aku makin histeris saat Bian membawaku dalam gendongannya. Aku tahu setelah ini apa yang akan terjadi, dia akan melemparkanku ke tempat tidur dan melakukan hal yang dia inginkan lakukan. Tidak aku tak mau lagi seperti ini. Sudah cukup yang dia lakukan lima tahun yang lalu. Braakkk! Pintu terbuka dengan kasar. Di depan pintu ada Saga yang selalu siaga seperti dulu jika aku berteriak memanggil namanya. "Apa yang kamu lakukan, kamu lupa apa yang aku pesan tadi. Hah?!" Bian marah tak terima dengan kedatangan Saga."Maaf, Pak, saya refleks mengikuti naluri saya ," sahut Saga dengan wajah biasa saja. "Saya selalu datang saat Ibu berteriak, makanya tadi juga begitu," sambungnya, menjelaskan.Dia menyebutku ibu saat ada Bian. Tapi saat berdua saja, dia akan memanggil nama saja. "Kau lupa ada aku bersamanya!""Maaf."Kelengahan Bian aku gunakan untuk lepas dari gendongan, sekuat tenaga kugigit lengannya hingga dia melepaskanku. Aku segera berlari dan bersembunyi

    Last Updated : 2024-11-21
  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 3

    Aku terbangun dari tidur dengan badan sakit dan pegal-pegal semuanya. Semalam, aku menunggu kedatangan Bian hingga tertidur di sofa. Pria itu bilang akan datang, tapi ternyata hingga aku tertidur pun dia tak menampakkan batang hidungnya.Aku sengaja menunggunya di ruang tamu dan mengunci kamarku. Sebelum Bian melaksanakan apa yang dia inginkan, aku harus membuat kesepakatan dulu dengannya. Sejak Saga mengatakan iya, maka aku harus mulai menyusun rencana. Dimulai dengan membuat kesepakatan dengan Bian, lalu memindahkan semua uangku. Tapi ternyata semalam dia malah tak datang. Aku segera pergi ke kamar membersihkan diri, lalu membuat sarapan. Hari ini, aku akan pergi ke bank. Semalam aku juga sudah berpesan pada Mia, karyawan di toko bungaku. Kukatakan jika aku akan datang telat hari ini. ***"Kamu tahu kenapa Bian tak datang semalam?" Aku bertanya pada Saga yang tengah fokus berkendara. Kami akan pergi ke bank seperti yang aku inginkan. Aku dan Saga memang selalu pergi bersama. Dia

    Last Updated : 2024-11-21

Latest chapter

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 59

    POV Nala Aku menunggu Bian berganti pakaian sambil duduk di sisi ranjang seperti biasanya. Bian berganti pakaian di ruangan khusus yang ada di kamarnya. Nanti dia akan keluar dari sana setelah rapi dan kami akan pergi bersama ke ruang makan untuk sarapan. Sejak tinggal di sini, aku selalu melakukan hal seperti ini. Pura-pura ke kamar Bian, menantinya berganti pakaian, seolah semalam aku tidur bersamanya. Ini kulakukan demi Cenna, aku kucing-kucingan dengan anak itu. Bertingkah seolah aku dan Daddy-nya tidur di kamar yang sama. Kami bertingkah layaknya suami istri pada umumnya. Sesungguhnya ini sangat merepotkan. Namun, demi Cenna akan kulakukan apa saja. Aku dengar bocah itu pernah masuk rumah sakit hanya gara-gara terlalu banyak pikiran. Apalagi kini Cenna semakin dewasa semakin tahu segalanya. Aku benar-benar tak bisa tidur semalaman, setelah mendapat ancaman dari Bian di ruang keluarga. Malam tadi, aku hanya bisa mengangguk dan tak berkata apa-apa. Mungkin dari mulutnya keluar k

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 58

    POV BianPonselku benar-benar berdering saat tengah berkendara, aku harap itu benar-benar telepon dari Ardi yang namanya sudah kuganti dengan nama Ivanka. Nala mengambil ponsel tersebut, dengan ekor mata, aku bisa melihat jika dia terkejut saat melihat layar ponselku dan aku semakin yakin itu adalah Ardi yang menelepon. "Siapa?" Aku pura-pura bertanya. "Mbak Ivanka," jawab Nala, dia terlihat tak bersemangat menyebut nama itu. "Oh." Pura-pura tak peduli saja, aku sudah bilang pada Ardi untuk menelpon setidaknya dua sampai tiga kali, agar terlihat begitu penting dan butuh. "Ini, kamu gak mau angkat?" tanya Nala."Biarin saja."Panggilan telepon kubiarkan hingga berakhir dengan sendirinya. Dan seperti yang aku minta, ponsel itu kembali berdering."Dia masih menelpon lagi," ucap Nala sambil memperlihatkan layar ponsel padaku "Terima saja, mungkin penting. kamu bisa menepi," sambungnya. Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, aku segera menepi. Jangan sampai Ardi tak mau menelpon lagi dan

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 57

    POV Bian."Mau kemana?" tanyaku, saat melihat Nala terlihat rapi dan keluar dari kamarnya.Aku sendiri juga baru keluar dari kamar, hari ini aku tidak bekerja karena hari Minggu. Aku tak pernah tahu rutinitas Nala di rumah, ini. Dia tak pernah mengatakan apapun padaku. Tentu saja, siapa aku hingga dia harus membuat laporan hendak kemana dan mau apa. "Mau ke toko bunga," jawab Nala. "Toko bunga?" tanyaku memastikan. "Iya."Toko bunga Nala masih berada di tempat yang sama dengan kantor Ardi. Nala bilang lebih baik di sana daripada pindah lagi, karena kalau pindah seperti memulai dari awal, mencari pelanggan baru begitu katanya. Mendengar kata toko bunga aku langsung meraih tangan Nala dan membawanya masuk kembali ke dalam kamarnya. Tidak ada yang boleh tahu kalau aku berdebat dengan wanita ini, terutama Cenna. Dia selalu waspada kalau sedikit saja aku dan Nala berdebat, sepertinya dia masih ingat hari-hari dimana aku banyak menghabiskan waktu berdebat dengan Ivanka hingga akhirnya k

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 56

    "Sampai kapan seperti ini?" tanyaku kesal. Tentu dengan bisikan juga."Sampai Cenna pergi," balas Bian."Memangnya dia masih di sana mengawasi kita," tanyaku. "Iya."Aku tidak bisa berbuat apa-apa selain pasrah dipeluk olehnya. Jika sudah berhubungan dengan Cenna, rasanya aku tak bisa membedakan salah dan benar. Tatapan matanya yang terluka itu selalu membuatku luluh. Dia sepertiku jika sedang bersedih."Kamu biasa begini dengan Mbak Ivanka?" "Kenapa, kamu cemburu?" Bian balik bertanya."Bukan begitu, bagaimana bisa kau umbar kemesraan di depan anakmu.""Biar dia tahu, bagaimana memperlakukan seorang wanita, seorang istri. Jangan kira aku tidak menjelaskan mana yang boleh dan mana yang tidak." Aku terdiam, kurasa Bian berusaha memberi contoh pada putranya bagaimana dia memperlakukan perempuan. Pasti Bian lembut dan manis pada Mbak Ivanka. Jauh beda denganku kala itu, hanya setelah aku hamil Hafizah saja dia bersikap baik padaku. Lalu kenapa dia bercerai dengan Mbak Ivanka jika keh

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 55

    Papa menatap padaku, entah apa makna tatapan itu. Meminta jawaban dari pertanyaan Bian? "Kamu serius ingin menikah lagi dengan Nala, apa alasannya?" tanya Papa pada Bian setelah mengalihkan pandangannya dariku."Sepertinya Bian jatuh cinta pada Nala, Pa. Jadi Bian yakin dan serius," balas mantan suamiku itu.Eh, kenapa dia bilang begitu. Jatuh cinta di usia setua ini. Maksudnya, sudah punya dua anak, tentu saja sudah tua. Lalu kenapa dia bilang jatuh cinta, bikin malu saja."Papa tak bisa menjawabnya, meskipun Papa adalah papamu, tapi tidak akan memihak pada siapapun. Semua papa serahkan pada Nala karena ini menyangkut kehidupannya. Bukan begitu, Ma?" Papa bertanya kepada Mama di ujung kalimatnya."Mama setuju dengan Papa. Selama ini, Nala selalu melakukan apa yang kami minta dan katakan. Kali ini biar dia melakukan dan memilih apa yang dia inginkan," sahut Mama sambil menatap padaku."Tapi sebelum menjawab, kamu perlu tahu sesuatu, Na," ucap Papa sambil menatap padaku. Aku merasa j

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 54 B

    "Bi, apa-apaan sih kamu ini," seruku tak suka. Bagaimana bisa dia melakukan ini, pria ini semakin sesuka hatinya saja padaku."Papa bilang apa?" tanyanya sambil menatap padaku. "Tanya begitu doang haruskah seperti ini, memasukkanku ke dalam kamar. Kamu bisa tanya nanti, dimana kek, bukan masuk ke ruangan tertutup begini," sungutku.Aku jadi ingat perkataan Papa, bagaimana jika kami lupa diri kalau keseringan masuk ke ruangan hanya berdua saja. "Aku penasaran, katakan sekarang," pinta Bian. "Papa gak bilang apa-apa, cuma bilang selamat datang," balasku singkat."Lama sekali." Bian terlihat tidak percaya."Memangnya harus secepat apa? Udah ah, aku mau keluar, mau makan. Lapar!" Aku berlalu menuju ke arah pintu."Aaaaa, satu lagi. Papa bilang, aku harus hati-hati padaku," ucapku saat aku sudah membuka pintu. "Apa maksudnya?" tanya Bian. Aku tak menjawab, memilih langsung pergi dengan setengah berlari, meninggalkan pria yang kurasa makin hari makin aneh saja. ***"Mbak, dipanggil I

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 54

    "Santai aja, ngapain harus takut. Papa hanya ingin bicara denganmu karena kangen," ucap Bian saat melihat kegelisahanku."Ngawur kamu, Bi.""BTW, kayaknya lebih enak di panggil Mas deh," sela Bian. "Tau ah, sana aku mau pergi. Keburu papa kelamaan nungguin." Aku kembali berusaha keluar kolam Bian kembali meraih pergelangan tanganku. "Bi ....""Na, untuk sekarang ini jangan takut apapun. Ada aku, jika Papa mengatakan hal yang menyakiti hatimu, kita bisa pergi dari sini. Kita bawa anak-anak bersama kita. Ayo kita bangun keluarga baru yang sesungguhnya." Bian berkata sambil membingkai wajahku.Untuk beberapa saat, aku kembali tengelam dalam tatapan dan kata-katanya. "Aku tak mau kabur dari siapapun lagi, aku akan hadapi semuanya," ucapku sambil mengurai tangannya dari wajahku. "Jika kamu ingin membangun keluarga denganku, minta ijinlah pada Papa. Mungkin Papa bukan orang tua kandungku, mungkin Papa tak pernah menuntun dan memegang tanganku, tapi lewat kerja keras tangannya aku bisa

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 53 B

    Aku segera pergi ke kolam renang saat sudah selesai dengan beres-beres kamar. Dari kejauhan kulihat ada Mama sedang duduk memperhatikan Bian dan dua anaknya. Aku bisa melihat Hafizah begitu senang dan menikmati bermain air bersama kakak dan juga daddynya. Aku memang tak pernah mengajaknya berenang, hanya pernah sekali waktu pergi ke baby spa saja. "Sudah sarapan?" tanya Mama."Belum, Ma, belum ingin," balasku. "Lihatlah mereka begitu bahagia. Mama akan lebih bahagia jika kamu mau menikah lagi dengan Bian. Jika kamu menikah dengannya, kamu bisa merawat anak-anak tanpa ada batasan. Apakah menikah dengan Bian bukan menjadi salah satu hal yang akan membuatmu bahagia?" Mama berkata panjang lebar diakhiri dengan pertanyaan. "Maaf, Ma. Nala masih belum bisa menjawab pertanyaan Mama. Saat ini, Nala belum yakin dengan perasaan Bian maupun perasaan Nala sendiri," balasku apa adanya. Apakah Bian ingin menikah denganku hanya karena anak-anak atau karena ingin dan ada perasaan padaku. Aku tak

  • Dua Kali Menjadi Rahim Pengganti    Bagian 53

    "Berhentilah meracau dan tidurlah," kataku sembari menarik tanganku dari genggamannya."Aku tidak meracau, Na. Aku serius dengan semua perkataanku," tutur Bian sambil menatap padaku. Aku langsung membuang pandangan, tak mau jatuh dalam pesona matanya yang selalu menghujam jantungku."Tidurlah, Bi. Biar Hafizah juga tidur, aku tak mau terlalu lama di sini. Takut dikira kita ngapa-ngapain. Aku pasti yang salah kalau keluar dari kamarmu malam-malam begini.""Makanya, ayo menikah. Tidak akan ada yang peduli kita mau ngapain juga di dalam kamar kalau suami istri. Nikah, nikah, apa isi kepalanya cuma pernikahan. "Kamu pikir semudah itu kembali menikah?""Apa susahnya?""Kamu bilang apa susahnya. Apa yang kamu lakukan padaku, kau anggap tidak berdampak apa-apa padaku?" tanyaku dengan emosi tertahan. Bisa-bisa Hafizah tidak tidur-tidur jika kami terus berdebat."Tapi aku sudah berusaha membayarnya dengan berbuat baik padamu. Mengikuti semua maumu, termasuk bercerai. Aku sebenarnya tak ingi

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status