Beranda / Sci-Fi / Dua Dunia Satu Jiwa / Bab 14: Wejangan Para Penyihir Tua

Share

Bab 14: Wejangan Para Penyihir Tua

Penulis: hlmtsdhhh
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-11 16:14:11

Para penyihir tua yang duduk di sekitar meja bundar itu melihat Aria dan Maya dengan penuh perhatian. Mereka bisa merasakan keberanian dan tekad yang terpancar dari kedua wanita itu, serta keinginan mereka untuk melindungi artefak kuno yang mereka bawa.

Salah satu penyihir tua, yang tampaknya menjadi pemimpin kelompok, bangkit dari kursinya dengan gagahnya. Dengan suara yang menggema di ruangan, dia menyambut kedatangan Aria dan Maya dengan penuh semangat.

"Selamat datang, Aria dan Maya," ucapnya dengan suara yang berwibawa. "Kami adalah para penjaga kekuatan magis ini, dan kami bersumpah untuk melindungi pengetahuan kuno yang kami jaga. Kami mendengar tentang pencarian Anda untuk memahami kekuatan artefak kuno yang Anda bawa, dan kami siap membantu Anda."

Aria dan Maya merasa terharu oleh sambutan hangat dan dukungan dari para penyihir tua tersebut. Mereka merasa bahwa mereka telah menemukan sekutu yang kuat dalam perjalanan mereka, dan mereka siap untuk memanfaatkan pengetahuan dan
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Dua Dunia Satu Jiwa   Bab 15: Rintangan-Rintangan

    Aria dan Maya melangkah dengan hati-hati melalui hutan yang lebat, cahaya matahari yang temaram menerobos di antara pepohonan yang rimbun."Apa yang kamu pikirkan tentang makhluk yang menyerang tadi?" tanya Maya, matanya tetap waspada.Aria menghela nafas. "Saya pikir mereka mungkin melindungi sesuatu di hutan ini. Mungkin ada sesuatu yang berharga di sini."Maya mengangguk setuju. "Tampaknya kita akan menemukan lebih banyak petualangan di sini daripada yang kita perkirakan."Saat mereka melanjutkan langkah mereka, mereka berbicara tentang petualangan mereka sejauh ini dan rencana mereka untuk menghadapi rintangan yang mungkin muncul di depan mereka. Mereka menyemangati satu sama lain dan berjanji untuk selalu saling menjaga. Namun, ketika mereka tiba di sebuah jembatan tua yang menjulang di atas sungai yang deras, mereka disambut oleh pemandangan yang mengejutkan: sekelompok penjaga bersenjata yang siap menyerang. "Ayo, kita harus bersiap!" seru Maya, menggenggam tongkat sihirnya d

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-12
  • Dua Dunia Satu Jiwa   Bab 16: Raja Alexander

    Saat Aria dan Maya melanjutkan perjalanan mereka di tengah keramaian kota Metroplex, mereka tiba-tiba terkejut ketika mereka bertemu dengan seorang pria yang dikelilingi oleh pengawal-pengawal yang mengenakan pakaian mewah dan mengenakan mahkota di kepalanya. "Apa itu Raja Alexander?" bisik Aria kepada Maya, matanya terbelalak kaget. Maya mengernyitkan kening, mencoba mengidentifikasi sosok yang terhormat di depan mereka. "Saya rasa kamu benar Beliau Raja Alexander," kata Maya dengan suara rendah, tidak percaya dengan apa yang dia lihat.Raja Alexander, yang melihat Aria dan Maya, tersenyum ramah dan mendekati mereka dengan langkah yang mantap. "Ah, Aria dan Maya, apa kebetulan kalian bertemu di sini?" tanyanya dengan rasa ingin tahu.Aria dan Maya saling pandang, kagum dengan kebijaksanaan Raja yang bisa mengenali mereka. Mereka menyapa Raja dengan penuh hormat. "Salam, Raja Alexander. Kami tidak menyangka bertemu kembali dengan Anda di sini," kata Aria dengan sopan.Raja Metroplex

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-12
  • Dua Dunia Satu Jiwa   Ban 17: Kerinduan

    Sementara Aria dan Maya sibuk dengan pencarian mereka di Metroplex, di dunia tradisionalnya, orang tua Aria semakin khawatir dengan keberadaannya yang tidak diketahui. Mereka telah lama tidak mendengar kabar dari Aria dan mulai merasa cemas tentang keselamatannya.Setiap hari, mereka duduk di depan perapian yang hangat di rumah mereka, mengobrol satu sama lain tentang Aria dan kekhawatiran mereka tentang nasibnya. Mereka berharap agar Aria kembali dengan selamat, tetapi semakin lama waktu berlalu, semakin besar kecemasan mereka."Kita harus mencari tahu apa yang terjadi pada Aria," kata ibu Aria dengan khawatir, matanya dipenuhi dengan air mata. "Dia tidak boleh terlupakan begitu saja."Ayah Aria mengangguk setuju, tetapi dia juga merasa tidak berdaya dalam situasi ini. "Saya tidak tahu harus mulai dari mana," ujarnya dengan suara terdengar ragu. "Kita bahkan tidak tahu di mana dia berada."Mereka menghabiskan berjam-jam memikirkan langkah-langkah yang bisa mereka ambil untuk menemuka

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-12
  • Dua Dunia Satu Jiwa   Bab 1: Aria

    Di ruang belajar pribadinya yang megah, Aria duduk dengan sikap anggun di hadapan meja yang dipenuhi dengan buku-buku kuno dan artefak-artefak bersejarah. Dinding-dinding yang dihiasi lukisan-lukisan kuno mengelilinginya, menciptakan atmosfer penuh kemewahan istana yang mempesona. Namun, meski dikelilingi oleh segala keindahan itu, Aria merasa terpenjara dalam kehidupan yang konvensional. Dia adalah putri satu-satunya dari Raja dan Ratu Kerajaan Elemenya, dan meski semua orang memandangnya dengan rasa hormat, ada satu hal yang tidak bisa dia penuhi: rasa haus petualangannya yang tak terbendung. Di antara harta karun pengetahuan yang dia temui di setiap buku, ada sebuah keinginan yang lebih besar—keinginan untuk melangkah keluar dan melihat dunia yang lebih luas. Aria menghela napas panjang. Sinar matahari yang masuk melalui jendela seolah membawa pesan yang tak terbantahkan, memanggilnya keluar dari dunia yang dikenalnya. Dunia luar, yang tak pernah dia jelajahi, menyimpan banyak mis

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-03
  • Dua Dunia Satu Jiwa   Bab 2: Rian

    Langkah Aria terasa ringan saat dia meninggalkan gerbang istana yang megah, tetapi hatinya masih dipenuhi dengan kekhawatiran dan ketidakpastian. Di luar sana, dunia yang belum dia ketahui menantinya dengan segala kemungkinan dan bahaya.Saat dia melangkah keluar dari bayang-bayang istana, langit tiba-tiba menjadi gelap, dan angin berhembus kencang. Aria terkejut dan menatap ke langit yang mendung dengan kebingungan.Tiba-tiba, sebuah kilat menyambar dan petir menggelegar, menyebabkan Aria meloncat kaget. Hujan turun dengan derasnya, membuatnya basah kuyup dalam sekejap."Dia tidak akan bertahan lama dalam badai seperti ini," bisik seorang laki-laki yang berlari mendekat, suaranya hampir terbawa angin.Aria menoleh ke arah suara itu dan melihat seorang pria muda yang berkuda mendekat dengan cepat. "Apakah kamu baik-baik saja?" tanya pria itu dengan khawatir.Aria mengangguk, tetapi wajahnya pucat karena kedinginan dan ketakutan. "Aku mencari tempat berlindung," jawabnya dengan suara g

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-03
  • Dua Dunia Satu Jiwa   Bab 3: Bertemu Kael

    Dengan tas ransel yang ringan di punggungnya dan pedang kecil di pinggangnya, Aria meninggalkan desa kecil itu saat matahari terbit di ufuk timur. Udara pagi yang segar dan semangat petualangan yang membara memenuhi langkahnya.Selama perjalanan, Aria melewati hutan yang lebat, sungai yang mengalir deras, dan padang rumput yang luas. Dia bertemu dengan berbagai macam makhluk, baik yang ramah maupun yang menakutkan, tetapi dia selalu menjaga hatinya terbuka untuk pengalaman baru.Setelah beberapa hari berjalan, Aria tiba di sebuah kota yang ramai dan penuh warna. Bangunan-bangunan tinggi menjulang ke langit, pasar-pasar dipenuhi dengan keramaian, dan aroma rempah-rempah dan makanan lezat menguar di udara.Kota ini adalah tempat yang baru bagi Aria, tetapi dia merasa seolah-olah dia telah kembali ke rumah. Dia berkeliling kota dengan penuh kekaguman, menikmati keindahan dan keberagaman yang ditawarkannya.Di tengah kegembiraannya, Aria tidak lupa dengan tujuannya. Dia mencari petunjuk d

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-03
  • Dua Dunia Satu Jiwa   Bab 4: Mulainya Petualangan

    Aria memutuskan untuk bergabung dalam pencarian artefak kuno tersebut. Kael memperkenalkan Aria pada teman-temannya yang telah lama menemaninya dalam petualangan, antara lain Rook, seorang ahli strategi yang cerdik, dan Lyra, seorang penyihir yang mahir dalam ilmu sihir kuno."Aria, ini Rook," kata Kael sambil menunjuk ke arah seorang pria berambut hitam yang duduk di seberang meja. "Dia adalah ahli strategi terbaik yang pernah aku temui. Rook, ini Aria, seorang bangsawan muda yang berani dan penuh semangat."Rook menyambut Aria dengan senyuman hangat. "Senang bertemu denganmu, Aria. Saya yakin kita akan dapat bekerja sama dengan baik dalam misi ini."Kael kemudian menunjuk ke arah seorang wanita muda berambut pirang yang duduk di sebelah Rook. "Dan ini Lyra," katanya. "Dia adalah penyihir yang mahir dalam ilmu sihir kuno. Lyra, inilah Aria, rekan baru kita dalam pencarian artefak."Lyra tersenyum ramah kepada Aria. "Halo, Aria. Senang sekali bertemu denganmu. Saya yakin kita akan dap

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-03
  • Dua Dunia Satu Jiwa   Bab 5: Reruntuhan

    Di perbatasan Kerajaan Terlarang, kelompok tersebut berhenti sejenak untuk mengamati sekeliling. Mereka bisa merasakan aura misterius yang menyelimuti wilayah tersebut, memenuhi udara dengan ketegangan yang tak terucapkan."Ayo kita masuk," kata Kael, dengan suara yang penuh keyakinan meskipun hatinya dipenuhi oleh ketidakpastian.Mereka memasuki wilayah yang belum terjamah itu dengan hati-hati, waspada terhadap segala kemungkinan bahaya yang mungkin mengintai di setiap tikungan jalan. Hutan belantara dan medan yang berat menguji ketahanan dan keberanian mereka saat mereka melangkah lebih dalam ke dalam kerajaan yang terlarang tersebut.Malam mulai turun, dan langit dipenuhi dengan bintang-bintang yang bersinar terang di atas mereka. Mereka memutuskan untuk berkemah untuk malam itu, mencari tempat yang aman dan terlindung untuk istirahat sejenak.Di sekitar api unggun kecil, mereka duduk bersama-sama, berbagi cerita dan pengalaman mereka dari petualangan yang baru saja mereka alami. M

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-03

Bab terbaru

  • Dua Dunia Satu Jiwa   Ban 17: Kerinduan

    Sementara Aria dan Maya sibuk dengan pencarian mereka di Metroplex, di dunia tradisionalnya, orang tua Aria semakin khawatir dengan keberadaannya yang tidak diketahui. Mereka telah lama tidak mendengar kabar dari Aria dan mulai merasa cemas tentang keselamatannya.Setiap hari, mereka duduk di depan perapian yang hangat di rumah mereka, mengobrol satu sama lain tentang Aria dan kekhawatiran mereka tentang nasibnya. Mereka berharap agar Aria kembali dengan selamat, tetapi semakin lama waktu berlalu, semakin besar kecemasan mereka."Kita harus mencari tahu apa yang terjadi pada Aria," kata ibu Aria dengan khawatir, matanya dipenuhi dengan air mata. "Dia tidak boleh terlupakan begitu saja."Ayah Aria mengangguk setuju, tetapi dia juga merasa tidak berdaya dalam situasi ini. "Saya tidak tahu harus mulai dari mana," ujarnya dengan suara terdengar ragu. "Kita bahkan tidak tahu di mana dia berada."Mereka menghabiskan berjam-jam memikirkan langkah-langkah yang bisa mereka ambil untuk menemuka

  • Dua Dunia Satu Jiwa   Bab 16: Raja Alexander

    Saat Aria dan Maya melanjutkan perjalanan mereka di tengah keramaian kota Metroplex, mereka tiba-tiba terkejut ketika mereka bertemu dengan seorang pria yang dikelilingi oleh pengawal-pengawal yang mengenakan pakaian mewah dan mengenakan mahkota di kepalanya. "Apa itu Raja Alexander?" bisik Aria kepada Maya, matanya terbelalak kaget. Maya mengernyitkan kening, mencoba mengidentifikasi sosok yang terhormat di depan mereka. "Saya rasa kamu benar Beliau Raja Alexander," kata Maya dengan suara rendah, tidak percaya dengan apa yang dia lihat.Raja Alexander, yang melihat Aria dan Maya, tersenyum ramah dan mendekati mereka dengan langkah yang mantap. "Ah, Aria dan Maya, apa kebetulan kalian bertemu di sini?" tanyanya dengan rasa ingin tahu.Aria dan Maya saling pandang, kagum dengan kebijaksanaan Raja yang bisa mengenali mereka. Mereka menyapa Raja dengan penuh hormat. "Salam, Raja Alexander. Kami tidak menyangka bertemu kembali dengan Anda di sini," kata Aria dengan sopan.Raja Metroplex

  • Dua Dunia Satu Jiwa   Bab 15: Rintangan-Rintangan

    Aria dan Maya melangkah dengan hati-hati melalui hutan yang lebat, cahaya matahari yang temaram menerobos di antara pepohonan yang rimbun."Apa yang kamu pikirkan tentang makhluk yang menyerang tadi?" tanya Maya, matanya tetap waspada.Aria menghela nafas. "Saya pikir mereka mungkin melindungi sesuatu di hutan ini. Mungkin ada sesuatu yang berharga di sini."Maya mengangguk setuju. "Tampaknya kita akan menemukan lebih banyak petualangan di sini daripada yang kita perkirakan."Saat mereka melanjutkan langkah mereka, mereka berbicara tentang petualangan mereka sejauh ini dan rencana mereka untuk menghadapi rintangan yang mungkin muncul di depan mereka. Mereka menyemangati satu sama lain dan berjanji untuk selalu saling menjaga. Namun, ketika mereka tiba di sebuah jembatan tua yang menjulang di atas sungai yang deras, mereka disambut oleh pemandangan yang mengejutkan: sekelompok penjaga bersenjata yang siap menyerang. "Ayo, kita harus bersiap!" seru Maya, menggenggam tongkat sihirnya d

  • Dua Dunia Satu Jiwa   Bab 14: Wejangan Para Penyihir Tua

    Para penyihir tua yang duduk di sekitar meja bundar itu melihat Aria dan Maya dengan penuh perhatian. Mereka bisa merasakan keberanian dan tekad yang terpancar dari kedua wanita itu, serta keinginan mereka untuk melindungi artefak kuno yang mereka bawa.Salah satu penyihir tua, yang tampaknya menjadi pemimpin kelompok, bangkit dari kursinya dengan gagahnya. Dengan suara yang menggema di ruangan, dia menyambut kedatangan Aria dan Maya dengan penuh semangat."Selamat datang, Aria dan Maya," ucapnya dengan suara yang berwibawa. "Kami adalah para penjaga kekuatan magis ini, dan kami bersumpah untuk melindungi pengetahuan kuno yang kami jaga. Kami mendengar tentang pencarian Anda untuk memahami kekuatan artefak kuno yang Anda bawa, dan kami siap membantu Anda."Aria dan Maya merasa terharu oleh sambutan hangat dan dukungan dari para penyihir tua tersebut. Mereka merasa bahwa mereka telah menemukan sekutu yang kuat dalam perjalanan mereka, dan mereka siap untuk memanfaatkan pengetahuan dan

  • Dua Dunia Satu Jiwa   Bab 13: Peringatan

    Saat mereka memasuki rumah mereka, Aria dan Maya merasa lega bisa kembali ke tempat yang nyaman setelah petualangan yang menegangkan. Mereka meletakkan artefak kuno dengan hati-hati di ruang tamu, menyadari bahwa tanggung jawab besar menanti mereka."Dengan artefak ini, kita memiliki kekuatan yang luar biasa," kata Aria, suaranya penuh dengan kekaguman. "Tetapi juga ada risiko besar. Kita harus waspada."Maya mengangguk setuju. "Ya, kita harus memastikan bahwa kita menggunakan kekuatan ini dengan bijaksana. Kami tidak boleh tergoda oleh kekuatan itu dan harus tetap berpegang pada nilai-nilai yang kita yakini."Mereka duduk bersama untuk merenungkan petualangan mereka dan merencanakan langkah-langkah selanjutnya. Mereka tahu bahwa mereka harus berhati-hati dalam menggunakan artefak kuno tersebut dan bahwa kekuatan besar membawa tanggung jawab besar.Sementara mereka merenungkan nasib mereka, tiba-tiba pintu rumah terbuka, dan di ambang pintu muncul seorang pria yang tampaknya sudah tua

  • Dua Dunia Satu Jiwa   Bab 12: Petualangan Baru

    Saat Aria dan Maya melangkah keluar dari Kuil Kuno, mereka merasa lega karena telah berhasil menyelesaikan ujian mereka. Namun, kelegaan mereka segera tergantikan dengan keheranan saat mereka melihat seseorang menunggu mereka di luar kuil.Pria itu berdiri di bawah naungan pohon besar, dengan senyum misterius di wajahnya. Rambut hitamnya tergerai di angin sepoi-sepoi, dan matanya berkilat dengan kecerdasan yang tajam."Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Aria dengan hati-hati, tetapi juga rasa ingin tahu.Pria itu tersenyum lembut. "Saya tahu tentang pencarianmu di Kuil Kuno," katanya dengan suara yang tenang. "Saya adalah penjaga hutan ini, dan saya datang untuk menyambut kedatanganmu."Aria dan Maya saling pandang, merasa agak bingung tetapi juga tertarik dengan pria misterius itu. Mereka memutuskan untuk mendengarkan apa yang dia katakan lebih lanjut."Pohon-pohon di hutan ini memiliki kekuatan yang luar biasa," lanjut pria itu. "Mereka bisa memberikan pengetahuan dan kebijaksanaa

  • Dua Dunia Satu Jiwa   Bab 11: Altar

    Di dalam Kuil Kuno, Aria dan Maya disambut oleh suasana yang misterius dan magis. Dinding-dinding kuil dipenuhi dengan ukiran-ukiran kuno dan simbol-simbol yang tidak mereka kenal, menciptakan aura keajaiban yang menyelimuti ruangan.Dengan hati-hati, mereka melangkah maju, mengikuti lorong-lorong yang gelap dan berliku di dalam kuil. Setiap langkah mereka dipenuhi dengan antisipasi dan ketegangan, tidak sabar untuk menemukan rahasia yang tersembunyi di balik dinding-dinding kuil.Saat mereka menjelajahi lebih dalam, mereka tiba di sebuah ruangan yang luas dan megah. Di tengah ruangan, terdapat sebuah altar kuno yang dikelilingi oleh cahaya redup yang terpancar dari langit-langit kuil.Aria dan Maya mendekati altar dengan hati-hati, merasa bahwa mereka semakin dekat dengan jawaban yang mereka cari. Namun, sebelum mereka bisa menyentuh altar itu, mereka tiba-tiba dihadapkan pada sosok yang muncul dari bayangan di sudut ruangan.Sosok itu adalah seorang pria tua yang mengenakan jubah hi

  • Dua Dunia Satu Jiwa   Bab 10: Buku Kuno

    Saat Aria dan Maya meninggalkan toko buku itu, mereka membawa pulang buku kuno dan misterius tersebut. Mereka merasa terpesona oleh keajaiban dan rahasia yang mungkin tersembunyi di dalamnya."Kita harus mencari tahu lebih lanjut tentang buku ini," ujar Maya dengan penuh antusiasme saat mereka berjalan pulang. "Siapa tahu apa yang kita temukan."Aria setuju, meskipun dia merasa sedikit cemas tentang potensi bahaya yang mungkin terkandung di dalam buku itu. Namun, rasa penasaran dan keingintahuan mereka lebih besar daripada rasa takut.Ketika mereka tiba di rumah, mereka segera duduk bersama untuk memeriksa buku kuno itu dengan cermat. Mereka membaca setiap halaman dengan penuh perhatian, mencoba memahami makna dan pesan yang tersembunyi di dalam teks kuno tersebut.Namun, semakin mereka membaca, semakin jelas bagi mereka bahwa buku itu memiliki kekuatan magis yang kuat. Halaman-halaman itu berisi mantra-mantra kuno dan ilmu sihir yang tidak dapat mereka pahami sepenuhnya."Kita harus

  • Dua Dunia Satu Jiwa   Bab 9: Dunia Baru

    Aria merasa kebingungan yang mendalam saat berada di tengah gemerlapnya Metroplex. Semua yang dia lihat begitu asing baginya, gedung-gedung pencakar langit, kendaraan-kendaraan modern, dan gaya hidup yang begitu berbeda dari apa yang dia kenal di dunia tradisionalnya.Saat dia berjalan-jalan di sepanjang trotoar yang ramai, dia merasa seperti orang asing di tanah asing. Orang-orang berlalu-lalang di sekitarnya dengan sibuknya, sementara dia merasa seperti dia terjebak dalam waktu yang berhenti."Aku tidak tahu harus mulai dari mana," gumamnya dalam hati, matanya melayang-layang dari satu bangunan ke bangunan lainnya. "Bagaimana aku bisa menyesuaikan diri dengan dunia ini?"Dia mencoba menemukan tempat yang nyaman untuk duduk dan merenungkan situasinya. Akhirnya, dia menemukan sebuah taman kecil di tengah-tengah kota yang menawarkan kedamaian dan ketenangan di tengah keramaian.Saat dia duduk di bangku taman itu, dia merenungkan kehidupannya yang baru ini. Dia merindukan rumahnya yang

DMCA.com Protection Status