"Pagi."
Sapaan seseorang terdengar begitu Shine membukakan pintu asramanya yang berkali-kali diketuk.
"Pagi, Jim," balas Shine tersenyum.
Shine sudah bisa menebak siapa orang yang datang.
Sekarang, setiap pagi, Jim selalu menjemputnya terlebih dahulu sebelum pergi ke kampus. Mengajaknya untuk sarapan bersama. Ntah itu dengan membawakannya makanan berupa roti dan susu atau
"Hei, apa kabar, Shine?"Jantung Shine berdebar kencang, kalimat itu keluar dari mulut seseorang yang sesungguhnya paling ia rindukan di muka bumi ini. Suara lembut itu menyapanya dengan wajah yang paling teduh yang pernah Shine lihat.Seharusnya, Shine tidak perlu menjawab pertanyaan itu dan langsung memeluk pria di depannya dengan erat, melepas kerinduan yang membuncah di dalam dadanya.Seharusnya...
"Benarkah dia melakukan itu?"Jane berpindah posisi, dari yang tadinya berdiri malas-malasan, tak terlalu memperhatikan apa yang Shine katakan padanya ditelpon, hingga sekarang ia putuskan untuk duduk di sofa dan mendengarkan cerita Shine baik-baik."Ya, dia memelukku semalam dan mengatakan bahwa dia merindukanku," ulang Shine."Lalu apa yang kau lakukan?" Jane penasaran.
Daffa membawa Shine ke hotel yang ia tempati dengan susah payah, terkadang Shine memberontak ingin melepaskan diri dari Daffa, terkadang pula Shine bertingkah seperti anak kecil yang merajuk.Mulutnya terus merancau mengatakan kata-kata kasar yang memaki Daffa.Sesampainya di hotel, Daffa merebahkan tubuh Shine di atas ranjang. Ia mengambil napas banyak-banyak dan melepaskan satu kancing atas bajunya karena kelelahan juga berkeringat.Tangannya berkacak pinggang mengamati Shine yang terlentang d
Ketukan-ketukan pelan terdengar diheningnya malam. Tangan Daffa tak dapat diam mengetukkan jemarinya ke atas meja dengan posisi terlentang di sofa. Ia menatap langit-langit sembari tersenyum.Mengingat hal lucu yang ia lakukan pada Shine pagi tadi.Kenapa ia bisa lepas kendali? Menyentuh Shine dengan hasrat seorang lelaki, sama sekali tidak ada dipikiran Daffa sebelumnya, tapi kini ia lakukan juga. Memandang Shine sebagai wanita, selalu terbayang wajah gadis itu. Sudah lama sekali Daffa tidak merasakan perasaan yang berbunga-bunga hanya karena seorang wanita.
"Apa ini sakit, bitch?"Shine ternganga, ketika kata-kata kasar itu keluar dari mulut sahabatnya."Vonie, ada apa denganmu?" Tanyanya meringis.Remasan Vonie di rambut Shine semakin kuat, membuat kulit kepalanya terasa pedih. Vonie semakin bersemangat, ia mengguncang-guncangkan kepala Shine dengan cukup kencang."Agh, ini sakit, lepaskan aku!"
"Selamat pagi!"Sapa Shine ramah ketika ia baru saja membuka pintu kamar hotelnya.Dua gadis di hadapannya mematung, terheran-heran melihat perubahan sikap Shine yang seratus delapan puluh derajat sangat berbeda dari hari sebelumnya."Kenapa diam saja, ayo masuk," ajak Shine.Mereka saling pandang sebelum Jane menyenggol lengan Sophie dan menuruti ajakan Shine.
"Kau dimana?""Masih di London.""Bisakah kau pulang hari ini?""Ada apa?""Ada sesuatu yang sangat penting yang
Dua hari setelah mengetahui kenyataan pahit yang ada, Daffa mengasingkan diri di villa rahasia miliknya dan Shine yang berada di Bali. Darren sempat menghubungi Daffa dan menanyakan kenapa tiba-tiba Daffa menghilang, tetapi pria itu mengatakan jika ia ada urusan bisnis yang mendadak. Ia tak ingin memberi tahu pada siapapun keberadaannya, bahkan ia tidak ingin mendengar kebenaran apapun dari mulut Darren.Daffa memilih diam dan tetap berpura-pura tidak mengetahui apapun.Setidaknya itu pilihannya sebelum memutuskan sesuatu.
Namaku Daffa Revano Abrata.Aku terbangun dari tidurku yang cukup panjang. Ntah apa yang terjadi padaku, tiba-tiba aku terbangun dengan jantung yang masih berdetak.Ku pikir aku sudah mati. Mengingat bagaimana penyakitku.Ketika aku terbangun, yang aku lihat adalah wajah-wajah penuh air mata dari keluargaku, juga kembaranku yang matanya terlihat memerah walaupun sepertinya ia tak ingin menunjukkannya padaku.
Namaku Miracle Shine. Nama yang benar-benar indah untuk gadis malang sepertiku. Seseorang yang baru saja kehilangan seluruh hidupnya. Ayah dan Ibu meninggalkanku satu tahun yang lalu, dan kini aku juga harus kehilangan kakak yang paling aku sayangi karena kecelakaan.Gelap.Aku merasa hidupku diselimuti oleh kegelapan ketika aku menyaksikan pemakaman Edward.Sungguh aku tidak tahu bagaimana masa depanku tanpanya, aku merasa hancur dan sendiri.
Shine dan Daffa baru saja memasuki rumah orang tuanya, rumah yang setelah sekian lama baru saja mereka kunjungi.Mereka disambut ramah oleh para pekerja dan juga Ema yang begitu melihat Shine langsung memeluknya, padahal Daffa juga berada di samping Shine."Ibu merindukanmu, Nak."Shine mempererat pelukannya mendengar suara Ema yang bergetar. "Aku juga, Bu."Setelah puas
Desahan napas memburu terus beradu di sebuah ruangan yang cukup gelap dengan hanya penerangan cahaya lampu meja ala kadarnya.Disana, di atas ranjang king size yang berada di tengah ruangan, terdapat dua insan yang sedang bergumul, bercumbu menyalurkan hasrat manusiawi yang mereka miliki."Kak Daffa ..."Erangan Shine semakin menggila ketika Daffa menciumi dadanya secara bergantian, bekerja sama dengan jari jemarinya yang meremas dua gundukan yang selalu membuat pria itu gemas.
'Aku sudah mengetahui semuanya, Kak. Selama ini kau membohongiku. Kak Darren sudah memberitahuku, tentang siapa kita sebenarnya. Jika memang seperti ini takdir kita, mau bagaimana lagi? Aku tidak bisa marah. Aku mencintaimu, kau mencintaiku, bisakah kita mati saja bersama-sama? Aku akan menunggumu di tempat rahasia kita, kau tau kan tempat itu? Tempat yang hanya diketahui oleh kau dan aku saja. Aku akan pulang ke Indonesia pagi ini bersama mereka. Bukankah kau juga harus mengambil penerbangan pagi ini? Jika kau tidak datang, kau tau bukan senekat apa diriku? Aku benar-benar mencintaimu, Kak.'"Bali, pasti Bali," gumam Daffa mengingat sebuah villa yang ia
Satu tahun kemudian ....Ema, Brata, Darren juga Mikaela sedang bercakap-cakap di sebuah ruangan yang tidak terlalu luas tapi cukup nyaman untuk berkumpul bersama, ruangan dengan nuansa warna coklat susu, juga terdapat beberapa manekin yang terpajang di sudut-sudutnya, lengkap dengan gaun-gaun menempel disana. Ya, itu adalah apartemen Shine yang sudah diubah menjadi tempat Sophie merancang busana.Mereka sekeluarga datang untuk menghadiri upacara kelulusan Shine yang diadakan hari ini.
"Jantung yang berdetak dalam diriku, adalah jantung milik Edward. Jantung milik kakakmu."Mata Shine membulat, dengan cepat ia membalikkan badannya menatap Daffa.Tidak ada kebohongan disana."A--apa?" Tanya Shine memastikan pendengarannya."Jantung yang aku miliki sekarang adalah jantung Edward," ulang Daffa tanpa ragu sembari membalas tatapan Shine.
Dua hari setelah mengetahui kenyataan pahit yang ada, Daffa mengasingkan diri di villa rahasia miliknya dan Shine yang berada di Bali. Darren sempat menghubungi Daffa dan menanyakan kenapa tiba-tiba Daffa menghilang, tetapi pria itu mengatakan jika ia ada urusan bisnis yang mendadak. Ia tak ingin memberi tahu pada siapapun keberadaannya, bahkan ia tidak ingin mendengar kebenaran apapun dari mulut Darren.Daffa memilih diam dan tetap berpura-pura tidak mengetahui apapun.Setidaknya itu pilihannya sebelum memutuskan sesuatu.
"Kau dimana?""Masih di London.""Bisakah kau pulang hari ini?""Ada apa?""Ada sesuatu yang sangat penting yang