Bab 4 realistis
Penerbangan pulang dari Dallas, Texas, US menuju ibukota negara Indonesia, Jakarta, mengalami delay.
Zeya yang sudah berada di dalam kursi penumpang pesawat kelas ekonomi, hanya bisa mengerucutkan bibirnya sembari menggerutu sebal karena pesawat mengalami keterlambatan penerbangan di saat Zeya sudah berharap akan tiba di rumah sebelum tengah malam menurut waktu Indonesia bagian barat.
Dipandanginya wajah putra kesayangannya yang tengah tertidur lelap di kursi sebelah Zeya.
Terdengar suara dari lorong di sisi kiri Zeya.
"Miss... We're so sorry about this delay. This meal for you and your son," Ucap pramugari menyodorkan dua kotak makan siang untuk mereka.
Zeya mengangkat wajahnya dan memberikan sedikit cengiran di sudut bibirnya menganggapi ucapan pramugari. Enggan mengobrol basa-basi dengan pramugari yang berdiri di samping kursi Zeya.
Zeya mengulurkan jemari tangan kanannya untuk meraih sekaligus dua kotak makan yang dijulurkan oleh sang pramugari.
"Trims," Ucap Zeya singkat.
Pramugari itu membalas dengan senyum ramah. Lalu melanjutkan langkahnya untuk menghampiri kursi para penumpang untuk memberikan kompensasi makan siang gratis.
&+&+&
Di tengah rasa kesalnya, Andrew mengomeli seorang wanita yang tengah meminta maaf sembari memberikan kotak makan siang untuk Andrew.
Walaupun menu makan siang yang diberikan wanita ini tergolong makanan mewah untuk pesawat jenis komersil seperti yang saat ini dia tumpangi, Andrew tetap tidak puas dengan pelayanan maskapai ini.
"Kamu membuang waktu saya hanya untuk menunggu di sini," Bentak Andrew dengan bahasa Inggris fasih.
Wajah pramugari itu terlihat agak memucat setelah mendapat bentakan kasar dari Andrew.
Bukannya merasa iba dan menurunkan tensi darahnya, Andrew malah kembali mengomeli kinerja para staf pesawat.
Sayangnya Merry, si pramugari, yang tertimpa sial saat ini. Dia yang bertugas melayani para penumpang kelas bisnis. Bukannya berhasil menggaet salah satu penumpang, dia malah mendapat curahan amarah dari Andrew.
"Maaf Pak. Kami sudah berusaha mempercepat pemeriksaan mesin pesawat. Hanya ini yang bisa kami berikan sebagai kompensasi atas keterlambatan kami," Merry membungkukkan badan sembilan puluh derajat di samping kursi Andrew.
Sebagai pria normal, Andrew tahu maksud terselubung dari wanita pramugari yang berdiri di dekatnya saat ini.
Sengaja membungkuk hormat seperti orang Jepang, hanya untuk memperlihatkan belahan payudaranya.
Andrew membenci wanita sejenis ini. Anna. Wanita ini nampak seperti Anna saat masih muda.
Merry mengembalikan posisi tubuhnya kembali berdiri di dekat kursi penumpang lalu mengedipkan sebelah matanya kepada Andrew, membuat Andrew bergidik jijik melihat tingkah laku pramugari yang seperti pelacur.
"Please, i don't need it. Miss..." Mata Andrew melirik name tag nama di dekat payudara sang pramugari.
P"I'm Merry, Sir. This is my phone number," Merry mengeluarkan secarik kertas dari saku rok, lalu menyelipkan kertas tersebut ke saku kemeja Andrew.
Dengan melenggak lenggok pinggul, Merry melangkah pergi dari kabin penumpang kelas bisnis.
Di balik punggung Merry, Andrew menyorotkan tatapan setajam laser ke punggung Merry.
Dengan gerakan kasar, Andrew menarik keluar kertas yang diselipkan Merry tadi. Tanpa memandang isi kertas, Andrew melempar isi kertas ke bawah kursi pesawat.
#Argh....seharusnya aku tadi menumpang pesawat milik papa# Andrew merutuki kebodohannya yang menumpang pesawat yang diperuntukkan untuk umum.
Pria paruh baya yang duduk di seberang Andrew, terkekeh geli melihat kekesalan Andrew.
"Pesona Pak Andrew memang tiada duanya," Ucap pria baya yang menjadi asisten Andrew selama delapan tahun terakhir.
"Ssst. Diam," Tegur Andrew memijit keningnya.
Clement menutup mulutnya untuk menahan tawa agar tawanya tidak sampai terdengar oleh telinga tajam Andrew.
&+&+&
Anze menguap sembari jemari tangan mungilnya mengucek matanya.
Melihat putranya sudah terbangun dari tidur, Zeya menahan jemari tangan Anze yang tengah mengucek matanya.
"Jangan lakukan ini Anze. Bola matamu bisa bergeser akibat perbuatanmu ini," tegur Zeya.
Menarik tangan Anze menjauh dari mata.
"Lihat cara Mama."
Zeya mengusap lembut kelopak kiri Anze, lalu mengusap juga yang sebelah kanan. Melihat Anze mendesah puas, membuat Zeya merasa apa yang dia perbuat sudah cukup.
"Mama keren." Anze mengacungkan kedua jempolnya.
Zeya hanya tersenyum kecil lalu menyodorkan kotak makanan yang memang merupakan jatah Anze.
"Makan dulu. Perjalanan kita masih panjang."
Anze mengangguk paham.
&+&+&
"Mama, Anze mau pipis," Bisik Anze mencondongkan tubuhnya ke arah Zeya.
Pramugari yang kebetulan lewat di lorong kursi, mendengar ucapan Anze. Sehingga membuat pramugari itu, membantu Anze.
"Ikut Kakak yuk. Kakak antar ke kamar mandi."
Zeya menoleh ke asal suara. Melihat seorang wanita yang tadi memberikannya kompensasi makanan. Zeya mengangguk sopan pada pramugari yang berdiri di dekatnya.
"Ikut Kakak ya Anze. Mama tunggu di sini."
Anze menatap wajah wanita yang menawarkan diri mengantarnya itu. Lalu setelah memastikan wanita itu terlihat baik, Anze mengangguk lalu bangkit berdiri dari kursi.
Zeya memundurkan kakinya hingga Anze bisa melewati tempat duduk Zeya.
Anze mengulurkan jemari tangannya, dan wanita yang bekerja di pesawat ini, meraih jemari Anze dan menghela Anze menuju kamar mandi.
Saat mereka melewati pintu kamar mandi yang berada di depan, mata pramugari itu melihat pintu kamar mandi yang tertutup rapat. Yang menandakan ada penghuni di dalam kamar mandi tersebut.
Pramugari itu akhirnya membawa Anze ke kamar mandi yang berada di kabin depan. Kamar mandi yang diperuntukan untuk penumpang kelas bisnis.
"Kamu masuk ke dalam sini ya. Kakak tunggu di luar," Ucap pramugari itu memberi penjelasan.
Andrew menatap anak lelaki yang melangkah masuk ke dalam kamar mandi. Melihat sekilas wajah anak lelaki tersebut membuat Andrew merasa familiar dengan wajah anak lelaki kecil itu.
Clement yang duduk di seberang Andrew pun ikut mengarahkan tatapan ke arah depan. Di mana arah Andrew sedang perhatikan.
"Pak Andrew ternyata tidak suka dengan wanita berdada besar. Lebih suka tipe wanita pramugari itu," Telunjuk Clement menunjuk pramugari yang sedang berdiri di depan pintu kamar mandi.
Pernyataan asisten pribadinya, membuat konsentrasi Andrew terpecah untuk mengingat wajah familiar anak kecil itu.
"Hm... jangan sok tahu," Deham Andrew menetralisir arah pandangnya.
"Hehehe...Pak Andrew suka sama wanita itu," Tanya Clement lagi.
Clement tahu kalau pria muda yang menjadi atasannya ini tidak begitu menyukai perempuan. Selama Clement menjadi asisten, Clement belum pernah melihat Andrew pergi berkencan. Makanya Clement sempat heran saat melihat tatapan Andrew terpaku pada wanita yang berprofesi sebagai pramugari itu.
"Bukan begitu. Saya hanya heran dengan wajah anak lelaki itu."
Clement mengerutkan dahi mendapat jawaban aneh yang Andrew lontarkan.
#Sejak kapan bos kecil menyukai anak kecil sampai merasa heran# Pikiran Clement saat ini tengah berkelana.
"Itu dia..." Pekik Andrew girang menunjuk ke arah Anze.
Anze yang melihat tingkah aneh Andrew yang menunjuk ke arahnya, membuang wajahnya ke samping lalu berlari pergi.
Pramugari yang sedari tadi menemani Anze, hanya bisa mengangguk sopan pada dua pria penumpang lalu berjalan menyusul Anze ke kabin kelas ekonomi.
Dengan napas terengah, Anze berhasil tiba di tempat duduknya. Zeya yang tengah tertidur lelap, tidak menyadari kehadiran Anze hingga Anze berjinjit pelan untuk kembali ke kursi tempat duduknya.Pramugari yang menyusul di belakang Anze, tersenyum lega saat Anze sudah duduk kembali di kursi. Anze mengangguk sopan ke arah pramugari yang dibalas senyum ramah si pramugari. Lalu pramugari itu berlalu pergi untuk kembali melakukan pekerjaannya.
&+&+&
Sepanjang perjalanan 30 jam di dalam pesawat, baik Andrew maupun Zefanya, tidak saling mengetahui bahwa mereka berada di dalam pesawat yang sama. Mereka mungkin mengeluh karena waktu tempuh mereka yang lebih lama dari yang seharusnya.
Namun jika mau bersikap realistis, mungkin mereka memang belum seharusnya bertemu kembali.
&/&/&
Bab 5Sudah dua minggu Zeya menjadi pengangguran. Untung saja mendiang neneknya mewariskan rumah untuk Zeya hingga Zeya tidak perlu mengkhawatirkan mengenai atap rumah. Zeya memang bukan berasal dari kalangan menengah ke bawah namun hidupnya yang sederhana, seringkali membuat orang menyangka kalau Zeya bukan anak orang kaya.Seperti saat ini...."Zeya ... Zeya ... untuk apa kamu masih sibuk mengumpulkan kaleng bekas," Decak Lenna saat bertandang ke rumah Zeya.Kehilangan pekerjaan membuat Zeya pun memilih meninggalkan apartemen tipe studio yang dia sewa selama ini.Zeya juga terpaksa merumahkan nanny (pengasuh) Anze sedari kecil karena Zeya sudah tidak sanggup membayar gaji sang pengasuh.Tengah berjongkok di dekat pintu belakang rumah, sembari sibuk memilah kaleng bekas makanan bertepatan sekali dengan kehadiran Lenna di kediaman Zeya.Lenna, Zeya, dan Kiki adalah teman baik semasa putih abu-abu. M
"Hei..." Sapa Arleen Park menepuk punggung Zeya dari arah belakang.Respons spontan tubuh Zeya adalah mundur ke belakang dengan suara pekikan."Hehehe... Sorry Kak Zeya. Alin pasti sudah membuat Kakak terkejut," Canda Arleen Park.Arleen Park, adik perempuan dari Andrew Park."Ish...kamu kagetin Kakak." Zeya memutar tubuhnya dengan tangan mengusap dadanya.Arleen yang usil namun ramah terhadap siapa saja. Berbanding terbalik dengan Andrew."Kakak mau kerja di Maxima ya?" Tanya Arleen dengan mimik wajah serius.Melihat raut wajah serius Arleen tentu saja membuat Zeya menjadi waspada."Kamu pasti menguping kan?" Tuduh Zeya langsung dengan pertanyaan Arleen.Arleen tertawa terpingkal mendengar tuduhan Zeya."Siapa juga yang mencuri dengar. Sedari tadi Arleen berdiri di belakang punggung Kak Zeya. Kak Zeya sih caper sama Mami," Ejek Arleen.Kesal dan malas menjawab ucapan usil Arleen, Ze
[21/6 22amu yakinma bekerja di sini tanpa koneksi?" Tanya Sekar, salah satu staf HRD yang saat ini menginterview Zefanya di kantor Maxima.Entah alasan apa hingga Sekar, wanita muda yang tengah duduk di balik meja menanyakan pertanyaan ini pada Zeya."Saya juga kaget saat menerima panggilan telepon dari Ibu Sekar," Ucap Zeya dengan tersenyum ramah.Sekar bertanya seperti ini pada Zeya bukan tanpa maksud.Salah satu pemimpin di Maxima meminta Sekar untuk menghubungi Zefanya guna interview (wawancara) pekerjaan.Melihat wajah cantik dan tubuh molek Zefanya, membuat Sekar yakin kalau Zefanya adalah simpanan salah satu pemimpin di Maxima."Kamu tidak kenal sama sekali dengan para pemilik Maxima?" Tanya Sekar lagi."Para pemilik perusahaan ini? Tidak sama sekali. Saya mendaftar di tempat ini karena melihat lowongan dari media koran," Ungkap Zeya dengan kenyataan.Sekar masih tidak percaya dengan ucapan
Bab 7 Berjumpa kembaliSenin pagi, di mana merupakan hari pertama Zeya mulai bekerja di perusahaan Maxima sebagai manager pemasaran.Setiap pagi, sudah menjadi tugas Zeya mengantar Anze ke sekolah. Namun pagi ini nampak berbeda, Zeya ditemani Lenna mengantar Anze ke sekolah."Len, aku titip Anze ya. Tolong bantu diawasi," Ucap Zeya saat ini berada di balik kemudi mobil.Anze yang tengah berdiri di halaman sekolah, melambaikan tangan ke arah Zeya. Lenna, yang berdiri di sisi pintu mobil, menganggukkan kepalanya.Setelah menyelesaikan tugas rutinnya sebagai orangtua, mata Zeya melirik ke arah jam kecil yang di taruh di atas dashboard mobil. Jam digital itu menampilkan angka delapan lewat sepuluh menit. Sudah waktunya Zeya berangkat ke gedung Maxima.Dengan tangan sigap, Zeya memundurkan kemudi mobil hingga mobil meluncur kembali ke jalan raya untuk bergabung dengan mobil-mobil lain yang sedang melintasi jalan yang sama.
Dua anak manusia tengah dilanda hasrat membara membuat mereka tidak sadar akan keadaan sekeliling mereka.Mereka saling mereguk kenikmatan dari ciuman kasar mereka. Sesekali mereka berhenti untuk sekadar mengambil napas panjang sebelum melanjutkan aktivitas mereka.Andrew memang pandai dalam mencium perempuan. Berkat pengalaman masa lalunya bersama Anna. Bahkan Zeya yang tidak memiliki pengalaman bersama pria saja sampai terbuai.Perlahan, Andrew merebahkan tubuh Zeya di atas karpet ruang kerja.Masih saling memanggut, baik Zeya maupun Andrew tidak menyadari ada sosok yang mengawasi kegiatan mesum mereka di tempat kerja. Sosok Anna sedang berdiri di depan pintu masuk ruangan.Anna memandang geli melihat gerakan tak sabar tangan Andrew saat melucuti kancing kemeja Zeya.Mata Anna pun semakin membelalak lebar saat melihat Zeya menarik turun bra miliknya. Memberikan akses untuk Andrew menjamah tubuh Zeya.
Saat Zeya pulang ke rumah setelah mengalami pengalaman memalukan di ruangan Andrew, Zeya mendapati sosok Anna tengah duduk santai di ruang tamu rumahnya."Anna..." Sapa Zeya dengan mata membelalak lebar.Zeya tidak menyangka akan melihat Anna di rumah ini.Anna yang memakai gaun santai sedang duduk di samping Andrew.Sementara itu, mata Zeya menatap sekelilingnya saat tidak menemukan sosok keberadaan anak lelakinya di ruang tamu rumah."Hai, Kak Zeya. Kejutan..." Ucap Anna dengan nada suara manja.Lenna yang tahu bahwa Zeya sedang berada di posisi terjepit, tidak punya kuasa untuk membantu Zeya menghindari pertemuan antara Zeya, Anna, dan Andrew.Lenna menyangka bahwa Andrew adalah calon suami Anna.Sehingga Lenna menyembunyikan keberadaan Anze di dalam kamar.Lagi-lagi Zeya melirik ke arah samping Anna, tempat di mana Andrew sedang duduk tapi matanya tampak mengawasi gerak gerik Zeya.
Ruang makan rumah Zeya.....Anze menatap bingung melihat suasana makan malam ini. Tidak biasanya Mama Zeya menutup mulut tanpa bertanya mengenai aktivitas Anze di sekolah.Bila kebiasaan di keluarga lain adalah menutup mulut saat makan, berbeda dengan kebiasaan di rumah ini.Zeya memang sengaja menghabiskan waktu untuk berbincang dengan Anze di saat makan malam supaya Zeya mempunyai waktu untuk "me time" saat malam tiba."Ma, kenapa Aunty Anna tidak mau menginap di rumah ini?" Tanya Anze.Zeya tahu pasti Anze akan menanyakan pertanyaan ini. Zeya pun tidak tahu alasan pasti Anna menolak untuk menginap di rumah ini."Mungkin Aunty Anna menginap di rumah temannya," Ucap Zeya menyebutkan salah satu kemungkinan yang paling masuk akal di kepalanya.Sayang sekali dugaan Zeya tidak terbukti benar. Saat ini Anna sedang berada di kediaman keluarga Andrew karena Andrew mengundang Anna untuk menginap.&+&+&A
Memegang jabatan sebagai manager pemasaran di bawah kepemimpinan Alin, seringkali membuat Zeya frustrasi.Alin seolah ingin menjadi mak comblang hubungan Zeya dan Andrew.Seperti saat meeting siang ini....."Kita makan siang di luar yuk," Ujar Alin berdiri di depan meja kerja Zeya.Di perusahaan Maxima, hanya petinggi perusahaan yang mempunyai ruang kerja terpisah dengan pekerja lain. Sementara jabatan manager tidak membuat Zeya berbeda perihal ruangan. Zeya setara dengan staf biasa. Perbedaan mereka hanya bisa terlihat dari fasilitas dan gaji yang didapat antara manager dengan staf.Beberapa pasang telinga tengah menguping pembicaraan Alin dan Zeya."Saya belum lapar, Bu."Tentu saja Zeya menolak ajakan Alin. Mungkin gosip akan semakin berhembus bila Zeya terlihat makin akrab dengan Alin.Bila menghindari Andrew masih cukup mudah untuk Zeya, menghindari Alin tidaklah muda
Malam pertama Zeya bukan merupakan malam pengantin namun sensasi perasaan dag dig dug masih dialami Zeya. Jantungnya tidak bisa berdetak normal hingga dia terus menerus menegak air putih dari gelas yang ada di atas nakas. Dia berpikir setelah meminum air putih, perasaannya menjadi tenang kembali.Dia telah duduk di pinggir ranjang kamar hotel menunggu suaminya kembali dari acara resepsi. Putranya, Anze dia titip untuk dijaga oleh Wilona.Tangan Zeya saling bertautan di pangkuannya. Matanya memperhatikan gerak jarum jam dari layar ponselnya.-Ke mana Andrew pergi. Kenapa belum kembali juga- batin Zeya duduk gelisah.Ceklek, daun pintu didorong terbentang lebar. Melihat keadaan Andrew di ambang pintu membuat Zeya bergegas menghampiri suaminya."Kamu mabuk?" tanya Zeya jelas masih tidak percaya melihat suaminya sempoyongan."Istriku," ujar Andrew berusaha bergelayut di bahu Zeya.Dengan tangan sigap, Zeya memapah
Perhelatan akbar pernikahan pengusaha Park berlangsung megah dan meriah. Dua sosok manusia berdiri di atas podium panggung acara menjadi sosok sorotan para tamu hadirin.Zeya tampil begitu memukau dengan gaun pengantin berwarna putih gading. Kepalanya juga dihiasi tiara bertabur berlian kecil yang memang sengaja dipesan oleh Wilona ke pengrajin perhiasan untuk dipakai Zeya malam ini. Lihatlah, betapa memukau penampilan Zeya menjadi ratu di hari bahagianya.Senyum tidak lepas dari bibirnya kendati rahangnya sudah mulai kaku. Dia ingin menunjukkan pada semua orang bahwa dia bahagia.Penampilan Andrew juga tampak tampan dengan tuxedo putih dan kemeja putih. Untuk celana, dia juga memakai warna putih. Rambutnya disisir begitu rapi dengan bantuan gel rambut. Senyum juga tidak lepas dari bibir Andrew sepanjang hari."Lihatlah Anna belum sempat makan. Tubuhnya sudah mulai limbung," omel Andrew mencondongkan tubuhnya berbisik di telinga Zeya.M
Anze menghabiskan akhir pekan bersama Andrew atas keinginan Zeya.Minggu depan mereka akan menikah jadi Zeya ingin Anze lebih akrab lagi bersama Andrew.Andrew membawa Anze pergi ke salah satu tempat wisata terbuka. Pantai Ancol di sabtu pagi ini.Bukan tanpa alasan Andrew membawa Anze kemari. Andrew ingin bersantai menghilangkan penat beban kerjanya sekaligus ingin mengenal dekat calon anaknya.Zeya memilih tidak ikut serta acara ayah dan anak. Zeya mempercayai Andrew mampu menjaga Anze tanpa kehadirannya."Om, ayo kita main di pasir. Anze mau buat istana dari pasir. Anze pengin coba kayak mereka," tunjuk Anze pada satu keluarga yang posisinya tidak jauh dari mereka.Andrew mengangguk setuju. Dia akan memenuhi apa pun keinginan Anze."Ayo, kita bikin seperti itu juga."Mereka berdua mengambil peralatan yang sengaja Andrew bawa didalam bagasi mobil. Satu sekop plastik dan dua ember plastik. Hanya itu yan
"Kalian mau menikah secepatnya?" Pekik Alin menatap tak percaya dua orang yang duduk di seberang meja.Mereka bertiga duduk di salah satu meja restoran favorit Alin untuk menyantap makan siang.Alin duduk berhadapan dengan Zeya dan Andrew.Mata Alin sedari tadi tak mengalihkan pandangan dari pasangan bucin di depannya. Tangan Andrew yang terus menggenggam tangan Zeya tentu tidak luput dari mata jeli Alin.Alin cukup heran melihat Zeya begitu mudah memaafkan Andrew. Alin malah menduga bakal ada drama sebelum hubungan kakak lelakinya dan Zeya kembali membaik. Ternyata yang terjadi malah diluar prasangkanya."Wajahmu terlihat bodoh, Alin. Tentu saja kakak mau menikah dengan Zeya secepatnya. Kamu setuju dengan usulku kan, Zeya?" Tanya Andrew memandang Zeya penuh sorot pemujaan.Alin saja sampai meleleh melihat sikap mesra Andrew yang baru kali ini dia lihat.-Dari tadi kamu tidak menanyakan pendapatku, Andrew- batin Zeya.
Sebulan telah berlalu. Zeya sudah kembali menjalani rutinitas harian bersama orang-orang terkasih. Sosok Andrew lenyap begitu saja sejak kejadian kecelakaan yang Zeya alami.Zeya mengira dia bisa berjumpa dengan Andrew di tempat kerja. Ternyata dia juga tidak menemukan sosok Andrew di Maxima.Menahan rindu itu berat. Zeya sama sekali tidak menaruh benci terhadap apa yang sudah dia alami. Awal mula dia memang merasakan kebencian namun perlahan rasa itu hilang. Rasa cinta kembali mendominasi di hati Zeya.Cinta memang terkadang tidak masuk logika. Hingga Zeya menurunkan harga dirinya mencari Andrew lewat panggilan telepon.'Nomor yang Anda panggil sedang berada di luar jangkauan. Silahkan hubungi beberapa saat lagi'Suara operator yang menyambut Zeya. Zeya langsung memutuskan panggilan telepon dan memilih menunggu jam istirahat makan siang. Dia berencana mengorek informasi keberadaan Andrew dari Alin."Kenapa lirik jam tangan
Perlahan mata Zeya terbuka. Silau cahaya lampu menusuk masuk matanya. Dia berusaha menyesuaikan matanya dengan pencahayaan di sekitar.Zeya mengamati sekelilingnya untuk mengetahui di mana dirinya berada. Satu pemahaman masuk saat melihat selang infus tertancap di punggung tangan kirinya.Zeya mengingat dirinya mengalami kecelakaan di depan rumah Andrew karena sikap gegabahnya.-Apa anakku selamat- batin Zeya.Pintu ruangan Zeya terdorong ke dalam dan tubuh Alin berjalan memasuki ruangan. Zeya menatap lurus ke arah Alin. Alin yang masih belum menyadari tengah diperhatikan, menutup pintu dan berjalan dengan fokus menatap layar ponselnya.Bahkan sampai duduk di sofa, tatapan Alin tak beralih dari layar ponselnya.Zeya menggerutu kesal melihat tingkah Alin yang mengabaikannya."Hei," panggil Zeya melambaikan tangan.Sayangnya Alin tak melihat lambaian Zeya. Tapi Alin mendengar suara Zeya yang memanggi
Brankar didorong oleh salah satu petugas menuju ruang ICU, Andrew dan Alin mengikuti dari arah belakang. Begitu tiba di depan pintu ruang ICU, langkah Andrew dan Alin terhenti."Mohon tunggu di sini. Kalian tidak bisa ikut masuk ke dalam. Para dokter dan suster akan menangani pasien," ucap si petugas pendorong brankar yang terbaring Zeya di atasnya.Pintu ruangan terbuka lalu tertutup didepan Andrew. Pria itu hanya menanggapi ucapan petugas dengan anggukan dan berdiri di depan pintu yang telah menutup."Ini semua salahmu Kak. Kenapa Kakak tidak bisa menerima kehadiran bayi yang Kak Zeya kandung padahal bayi itu anakmu juga."Terdengar suara isak tangis dari sisi samping Andrew. Namun Andrew tidak mau menghibur adiknya yang tengah bersedih.Dia sendiri merasa sedih. Merasa berdosa karena menyakiti Zeya. Merasa bodoh karena membentak Zeya hingga Zeya kabur dan berakhir ditabrak oleh mobil yang lewat didepan kompleks perumahan. Andrew membenci dirinya
"Zeya, kamu baik-baik saja?" Wilona bangkit dari tempat duduknya dan memeluk tubuh Zeya.Tangis Zeya pecah saat tubuhnya sudah dalam pelukan Wilona. Tangan Wilona mengusap punggung Zeya penuh kasih sayang. Wilona ikut merasakan kesedihan Zeya."Sssh. Kamu baik-baik saja kan?" Wilona mengulang pertanyaannya.William bertukar pesan dengan istrinya melalui tatapan mata. Pesan yang meminta istrinya menghibur Zeya.Butuh beberapa menit hingga tangis Zeya usai. Secara perlahan, Wilona melepas pelukannya. Zeya menarik tubuhnya menjauh. Tangannya sibuk membersit hidungnya yang tersumbat dengan sapu tangan.Tangan Wilona mengusap-usap kepala Zeya dan tersenyum lembut.Setelah merasa tenang, pipi Zeya merona malu. Dia sadar sudah mempermalukan dirinya di hadapan keluarga Andrew."Maafkan aku. Aku tak bermaksud mengganggu acara sarapan kalian," Zeya mengucapkan penyesalannya."Kamu tidak menganggu kami. Kami memang belum
Setelah Andrew meminta Zeya menunggu selama sebulan untuk menunggu kepulangan Anna, Zeya melakukan aksi 'ngambek' yang dimulai dari mengabaikan panggilan masuk serta pesan masuk yang dikirim oleh Andrew padanya.Bahkan saat bertemu Andrew di tempat kerja, Zeya bersikap profesional. Entah apa yang ada di otak Andrew hingga membiarkan aksi 'ngambek' Zeya terus berlanjut."Kak, apa hubungan Kakak dan Kak Zeya telah berakhir?" Alin sengaja bertanya karena melihat sikap acuh Zeya serta sikap cuek Andrew saat mereka bertemu.Tentu saja Alin merasa heran dan menduga hal buruk telah terjadi."Kami baik-baik saja. Biasalah mood wanita hamil yang kadang tak jelas," sahut Andrew membolak-balik kertas laporan yang diserahkan Alin padanya."Hah? Kak Zeya hamil? wow," Alin berlonjak gembira sambil bertepuk tangan. Tawa bahagia terdengar dari mulut Alin."Aku bakal jadi aunty sebentar lagi. Aku tidak sangka ternyata Kak Andrew tokcer juga. Aku kira K