Pagi ini udara sekitar komplek perumahan Zeya terasa dingin mengigit kulit. Zeya baru saja membuka jendela kamar yang kebetulan menghadap ke arah jalan raya.
Desau angin meniup daun pohon yang tumbuh di sepanjang trotoar jalan yang diperuntukkan untuk pedestrian.
Warna langit baru saja berubah menjadi terang beberapa saat yang lalu.
#Kenapa aku masih saja sendiri hingga saat ini. Aku memang tidak membutuhkan pendamping hidup tapi sungguh kasihan nasib Anze yang tumbuh tanpa figur seorang papa dalam hidupnya. Apa aku yang harus membuka diri agar bisa mencari pria yang tepat untuk mendampingi Anze memasuki usia remaja#
Sembari mata sibuk menatap indahnya rimbunan pohon di luar jendela, pikiran Zeya pun ikut berkelana membayangkan masa depan putranya.
"Kamu tidak kasihan pada Anze yang belum pernah mengenal kasih sayang dari papanya. Kenapa kamu tidak memberi pria itu satu kesempatan lagi," ucap Lenna saat itu.
"Dia tidak mengingink
Pagi ini suasana hati Andrew terasa lebih ringan karena dia sudah menyelesaikan salah satu beban pikirannya hingga perasaan dia merasa tenang. Membuat suasana hatinya pun riang."Pagi Ma," sapa Andrew berjalan mendekati meja makan.Para anggota keluarga Park telah berkumpul duduk mengelilingi meja makan untuk sarapan pagi.Wilona mengangkat kepalanya mengalihkan perhatian dari roti di tangannya untuk menatap ke arah putranya.William yang tengah menyeruput kopi juga hampir tersedak kopi saat melihat wajah sumringah putranya. Wajah yang serupa dengan istrinya ketika tersenyum."Tumben kamu tersenyum lebar. Biasanya kamu pelit menebar senyuman," sindir Wilona yang ikut senang melihat putranya bahagia.William tak mau ketinggalan mengolok putranya yang sudah lama tak terlihat begitu bersemangat."Papa lihat kamu begitu bahagia. Apa ada hal baik yang telah terjadi? atau jangan-jangan kamu sedang jatuh cinta?" William sengaja melempa
Mobil baru saja berhenti tepat di lobi gedung Maxima. Penumpang mobil sekaligus pengendara terlihat bergegas turun dari kendaraan.Satpam yang berjaga di sekitar pintu bergegas menghampiri bos besarnya."Selamat pagi Pak," sapa Satpam dengan senyum terkulum di bibir.Pria yang disapa dengan hormat itu hanya mengangguk saja lalu melempar kunci mobilnya ke arah satpam.HapBerkat latihan yang rutin, satpam sigap menangkap kunci mobil yang dilemparkan atasannya itu. Dua bersaudara yang memiliki kebiasaan yang sama.Tanpa menunggu instruksi, satpam memutari kendaraan dan masuk ke dalam kursi pengemudi. Sementara Andrew, si pria, melangkah tergesa melewati lobi tanpa bertegur sapa dengan para staf di balik meja penerima tamu.#Asem. Dicuekin bos# Gerutu Sekar dengan bibir datarnya.Memang bukan salah Andrew jika tak melihat senyum lebar yang Sekar berikan untuknya malah sesungguhnya Andrew sama sekali tidak melihat keber
Insiden memalukan yang terjadi kemarin pagi masih membuat wajah Zeya tersipu malu setiap kali bertemu pandang dengan Alin.Tak bisa dipungkiri, akibat insiden pura-pura pingsan yang Zeya lakukan telah membuat Zeya mengambil satu keputusan yang gegabah.Keadaan hati Zeya masih dirundung kecemasan. Alasan pertama perasaan Zeya ketar ketir yaitu saat dia membayangkan reaksi orang-orang yang dia kenal mengetahui perubahan identitasnya.Alasan kedua dia merasa cemas karena dia takut kembali jatuh cinta pada pria yang sama untuk kedua kalinya. Hal yang tentu saja tidak Zeya kehendaki. Pengalaman masa lalu yang pahit telah membuat Zeya enggan memberi Andrew kesempatan kedua.Alasan lain kecemasan Zeya adalah sosok Alin. Adik perempuan Andrew yang super super rese.Dan benar saja. Hanya butuh satu hari saja sebelum Alin merecoki dirinya. Ketika Alin mengajaknya keluar untuk bersantai bersama, Zeya hanya pasrah menyetujui keinginan Alin.
Andrew sedang berdiri di balkon kamar apartemen yang telah dia tempati selama tiga hari terakhir. Dia tengah berdiri memandang ke atas. Menikmati langit gelap bertabur bintang dari lantai sepuluh kamar apartemennya."Tak ada yang berubah dari kota ini sejak terakhir aku datang kemari," ucap Andrew tanpa menatap lawan bicaranya.Andrew kembali ke kota Dallas.Entah mengapa setiap dimintai pertolongan oleh Anna, Andrew tak pernah menolak.Anna tengah berbaring di atas ranjang dengan memakai piyama sutra merah.Anna hanya dapat menatap punggung lebar Andrew dari posisi belakang.Anna terkekeh geli mendengar perkataan mantan kekasihnya itu."Tentu saja tak ada yang berubah. Cuma kamu saja yang berubah. Lebih terlihat bahagia," Anna mengomentari perubahan Andrew.Andrew menengadah menatap langit dengan senyuman."Bagaimana aku tidak bahagia bila pada akhirnya Zeya mau menjadi milikku," ucap Andrew dengan ras
Mata Zeya menatap benda asing yang tergeletak begitu saja di atas meja kayu.Ditatapnya benda asing itu sampai Zeya yakin bahwa benda itu bukan milik putranya maupun Andrew."And, ini punya siapa?" Tanya Zeya mengangkat tablet dari atas meja lalu menggoyang di depan wajah Andrew.Andrew yang baru selesai menata makanan dan minuman ke atas meja, melirik sekilas ke arah tablet."Itu punya Om Andrew, Ma. Om Andrew mau menghadiahi Anze tapi Anze tolak," sanggah Anze terburu-buru takut mama-nya salah paham.Zeya menoleh ke samping, menghadiahi putranya kecupan di kening. Zeya kembali menoleh dengan mata memicing serta alis terangkat naik."Eh itu memang buat Anze. Hehehehe." Andrew tertawa kecil dibawah tatapan mengintimidasi dari Zeya."Sogokan ya? Anze tidak menerima suap dalam bentuk apa pun. Betul kan Anze?" Zeya kembali menoleh dengan senyum manis di wajahnya.Anze berkata, "Iya Ma."#Makanya jangan ber
Andrew meringis miris menatap wajah putra Zeya yaitu Anze yang saat ini duduk dihadapan Andrew menatap dengan pandangan polos. Anze yang lugu menanyakan alasan Andrew kerap menginap di rumahnya.Hubungan Anze dengan Andrew perlahan semakin akrab dari hari ke hari.Andrew yang tak pernah membayangkan akan mendapat pertanyaan kritis seperti ini dari Anze."Om Andrew rumahnya di mana? Kok sering menginap di rumah Anze?" Tanya Anze yang dilanda rasa penasaran.Andrew dibuat mati gaya dan tak berkutik.Digaruknya belakang kepalanya yang tak gatal. Dilanda gugup akibat pertanyaan anak kecil.Tertawa kecil Andrew menjawab, "Om suka tinggal di sini."#Kok anak kecil zaman sekarang bisa bertanya hal seperti ini ya# Andrew misuh-misuh saat dipandangi Anze."Berarti sama seperti om Kiki. Om dulu juga sering menginap di rumah Anze," celoteh anak lelaki usia sepuluh tahun itu.Hati Andrew memanas setiap Anze menyebut nama K
Kediaman Zefanya ..."Ma, kok tante Lenna belum tiba. Nanti kalau Anze telat bagaimana?" Ucap bocah lelaki yang berusia sepuluh tahun bernama Anze dengan penampilan rapinya.Seragam merah putih, tas ransel di punggung serta sepasang sepatu sudah dipakai Anze.Wajar saja bila Anze mengomentari ketidakhadiran Lenna di pagi ini."Mungkin tante lagi ada urusan. Tunggu sebentar lagi ya," ucap Zeya menyuapkan suapan terakhir ke dalam mulutnya.Sarapan pagi Zeya berupa nasi kuning telah habis disantap. Zeya juga sudah berpakaian rapi.Zeya melirik ke arah atas menatap dinding sebelah kanan di mana letak jam dinding terpasang. Mata Zeya melihat arah jarum jam sudah di angka tujuh.Seketika hati Zeya juga diliputi kegelisahan.Sesekali Zeya membuka aplikasi WhatsApp untuk memeriksa pesan masuk.Ya barangkali saja Lenna mengabari mengenai keterlambatan wanita itu.Seiring bunyi detak jam di dindi
Tentu saja tujuan utama Andrew bertandang ke kediaman Zeya bukan untuk mengantar Zeya ke kantor saja.Andrew sudah merencanakan pagi ini untuk memperkenalkan Zeya pada orangtuanya.Dengan keahlian mengemudi, Andrew menginjak pedal gas mobilnya. Mobil sedan yang Andrew kemudikan melesat cepat di jalan raya.Jarak tempuh antara sekolah dan kediaman Zeya tidaklah jauh. Dan Andrew bersyukur karena hal ini.Mobil Andrew baru saja masuk ke halaman namun terhalang kendaraan lain.Mata Andrew menatap tak suka ke arah mobil tipe mini entah milik siapa yang sudah terparkir dulu di kediaman Zeya.#Sial, aku terlambat kembali kemari. Siapa yang bertamu sepagi ini# Andrew menggerutu tak senang.Dia memarkirkan kendaraannya secara sembarang. Lalu meloncat turun dari mobil.Mesin mobil memang sudah dia matikan. Namun kunci mobil belum dia cabut.Fokus pikiran Andrew saat ini adalah tamu misterius di rumah Zeya.
Malam pertama Zeya bukan merupakan malam pengantin namun sensasi perasaan dag dig dug masih dialami Zeya. Jantungnya tidak bisa berdetak normal hingga dia terus menerus menegak air putih dari gelas yang ada di atas nakas. Dia berpikir setelah meminum air putih, perasaannya menjadi tenang kembali.Dia telah duduk di pinggir ranjang kamar hotel menunggu suaminya kembali dari acara resepsi. Putranya, Anze dia titip untuk dijaga oleh Wilona.Tangan Zeya saling bertautan di pangkuannya. Matanya memperhatikan gerak jarum jam dari layar ponselnya.-Ke mana Andrew pergi. Kenapa belum kembali juga- batin Zeya duduk gelisah.Ceklek, daun pintu didorong terbentang lebar. Melihat keadaan Andrew di ambang pintu membuat Zeya bergegas menghampiri suaminya."Kamu mabuk?" tanya Zeya jelas masih tidak percaya melihat suaminya sempoyongan."Istriku," ujar Andrew berusaha bergelayut di bahu Zeya.Dengan tangan sigap, Zeya memapah
Perhelatan akbar pernikahan pengusaha Park berlangsung megah dan meriah. Dua sosok manusia berdiri di atas podium panggung acara menjadi sosok sorotan para tamu hadirin.Zeya tampil begitu memukau dengan gaun pengantin berwarna putih gading. Kepalanya juga dihiasi tiara bertabur berlian kecil yang memang sengaja dipesan oleh Wilona ke pengrajin perhiasan untuk dipakai Zeya malam ini. Lihatlah, betapa memukau penampilan Zeya menjadi ratu di hari bahagianya.Senyum tidak lepas dari bibirnya kendati rahangnya sudah mulai kaku. Dia ingin menunjukkan pada semua orang bahwa dia bahagia.Penampilan Andrew juga tampak tampan dengan tuxedo putih dan kemeja putih. Untuk celana, dia juga memakai warna putih. Rambutnya disisir begitu rapi dengan bantuan gel rambut. Senyum juga tidak lepas dari bibir Andrew sepanjang hari."Lihatlah Anna belum sempat makan. Tubuhnya sudah mulai limbung," omel Andrew mencondongkan tubuhnya berbisik di telinga Zeya.M
Anze menghabiskan akhir pekan bersama Andrew atas keinginan Zeya.Minggu depan mereka akan menikah jadi Zeya ingin Anze lebih akrab lagi bersama Andrew.Andrew membawa Anze pergi ke salah satu tempat wisata terbuka. Pantai Ancol di sabtu pagi ini.Bukan tanpa alasan Andrew membawa Anze kemari. Andrew ingin bersantai menghilangkan penat beban kerjanya sekaligus ingin mengenal dekat calon anaknya.Zeya memilih tidak ikut serta acara ayah dan anak. Zeya mempercayai Andrew mampu menjaga Anze tanpa kehadirannya."Om, ayo kita main di pasir. Anze mau buat istana dari pasir. Anze pengin coba kayak mereka," tunjuk Anze pada satu keluarga yang posisinya tidak jauh dari mereka.Andrew mengangguk setuju. Dia akan memenuhi apa pun keinginan Anze."Ayo, kita bikin seperti itu juga."Mereka berdua mengambil peralatan yang sengaja Andrew bawa didalam bagasi mobil. Satu sekop plastik dan dua ember plastik. Hanya itu yan
"Kalian mau menikah secepatnya?" Pekik Alin menatap tak percaya dua orang yang duduk di seberang meja.Mereka bertiga duduk di salah satu meja restoran favorit Alin untuk menyantap makan siang.Alin duduk berhadapan dengan Zeya dan Andrew.Mata Alin sedari tadi tak mengalihkan pandangan dari pasangan bucin di depannya. Tangan Andrew yang terus menggenggam tangan Zeya tentu tidak luput dari mata jeli Alin.Alin cukup heran melihat Zeya begitu mudah memaafkan Andrew. Alin malah menduga bakal ada drama sebelum hubungan kakak lelakinya dan Zeya kembali membaik. Ternyata yang terjadi malah diluar prasangkanya."Wajahmu terlihat bodoh, Alin. Tentu saja kakak mau menikah dengan Zeya secepatnya. Kamu setuju dengan usulku kan, Zeya?" Tanya Andrew memandang Zeya penuh sorot pemujaan.Alin saja sampai meleleh melihat sikap mesra Andrew yang baru kali ini dia lihat.-Dari tadi kamu tidak menanyakan pendapatku, Andrew- batin Zeya.
Sebulan telah berlalu. Zeya sudah kembali menjalani rutinitas harian bersama orang-orang terkasih. Sosok Andrew lenyap begitu saja sejak kejadian kecelakaan yang Zeya alami.Zeya mengira dia bisa berjumpa dengan Andrew di tempat kerja. Ternyata dia juga tidak menemukan sosok Andrew di Maxima.Menahan rindu itu berat. Zeya sama sekali tidak menaruh benci terhadap apa yang sudah dia alami. Awal mula dia memang merasakan kebencian namun perlahan rasa itu hilang. Rasa cinta kembali mendominasi di hati Zeya.Cinta memang terkadang tidak masuk logika. Hingga Zeya menurunkan harga dirinya mencari Andrew lewat panggilan telepon.'Nomor yang Anda panggil sedang berada di luar jangkauan. Silahkan hubungi beberapa saat lagi'Suara operator yang menyambut Zeya. Zeya langsung memutuskan panggilan telepon dan memilih menunggu jam istirahat makan siang. Dia berencana mengorek informasi keberadaan Andrew dari Alin."Kenapa lirik jam tangan
Perlahan mata Zeya terbuka. Silau cahaya lampu menusuk masuk matanya. Dia berusaha menyesuaikan matanya dengan pencahayaan di sekitar.Zeya mengamati sekelilingnya untuk mengetahui di mana dirinya berada. Satu pemahaman masuk saat melihat selang infus tertancap di punggung tangan kirinya.Zeya mengingat dirinya mengalami kecelakaan di depan rumah Andrew karena sikap gegabahnya.-Apa anakku selamat- batin Zeya.Pintu ruangan Zeya terdorong ke dalam dan tubuh Alin berjalan memasuki ruangan. Zeya menatap lurus ke arah Alin. Alin yang masih belum menyadari tengah diperhatikan, menutup pintu dan berjalan dengan fokus menatap layar ponselnya.Bahkan sampai duduk di sofa, tatapan Alin tak beralih dari layar ponselnya.Zeya menggerutu kesal melihat tingkah Alin yang mengabaikannya."Hei," panggil Zeya melambaikan tangan.Sayangnya Alin tak melihat lambaian Zeya. Tapi Alin mendengar suara Zeya yang memanggi
Brankar didorong oleh salah satu petugas menuju ruang ICU, Andrew dan Alin mengikuti dari arah belakang. Begitu tiba di depan pintu ruang ICU, langkah Andrew dan Alin terhenti."Mohon tunggu di sini. Kalian tidak bisa ikut masuk ke dalam. Para dokter dan suster akan menangani pasien," ucap si petugas pendorong brankar yang terbaring Zeya di atasnya.Pintu ruangan terbuka lalu tertutup didepan Andrew. Pria itu hanya menanggapi ucapan petugas dengan anggukan dan berdiri di depan pintu yang telah menutup."Ini semua salahmu Kak. Kenapa Kakak tidak bisa menerima kehadiran bayi yang Kak Zeya kandung padahal bayi itu anakmu juga."Terdengar suara isak tangis dari sisi samping Andrew. Namun Andrew tidak mau menghibur adiknya yang tengah bersedih.Dia sendiri merasa sedih. Merasa berdosa karena menyakiti Zeya. Merasa bodoh karena membentak Zeya hingga Zeya kabur dan berakhir ditabrak oleh mobil yang lewat didepan kompleks perumahan. Andrew membenci dirinya
"Zeya, kamu baik-baik saja?" Wilona bangkit dari tempat duduknya dan memeluk tubuh Zeya.Tangis Zeya pecah saat tubuhnya sudah dalam pelukan Wilona. Tangan Wilona mengusap punggung Zeya penuh kasih sayang. Wilona ikut merasakan kesedihan Zeya."Sssh. Kamu baik-baik saja kan?" Wilona mengulang pertanyaannya.William bertukar pesan dengan istrinya melalui tatapan mata. Pesan yang meminta istrinya menghibur Zeya.Butuh beberapa menit hingga tangis Zeya usai. Secara perlahan, Wilona melepas pelukannya. Zeya menarik tubuhnya menjauh. Tangannya sibuk membersit hidungnya yang tersumbat dengan sapu tangan.Tangan Wilona mengusap-usap kepala Zeya dan tersenyum lembut.Setelah merasa tenang, pipi Zeya merona malu. Dia sadar sudah mempermalukan dirinya di hadapan keluarga Andrew."Maafkan aku. Aku tak bermaksud mengganggu acara sarapan kalian," Zeya mengucapkan penyesalannya."Kamu tidak menganggu kami. Kami memang belum
Setelah Andrew meminta Zeya menunggu selama sebulan untuk menunggu kepulangan Anna, Zeya melakukan aksi 'ngambek' yang dimulai dari mengabaikan panggilan masuk serta pesan masuk yang dikirim oleh Andrew padanya.Bahkan saat bertemu Andrew di tempat kerja, Zeya bersikap profesional. Entah apa yang ada di otak Andrew hingga membiarkan aksi 'ngambek' Zeya terus berlanjut."Kak, apa hubungan Kakak dan Kak Zeya telah berakhir?" Alin sengaja bertanya karena melihat sikap acuh Zeya serta sikap cuek Andrew saat mereka bertemu.Tentu saja Alin merasa heran dan menduga hal buruk telah terjadi."Kami baik-baik saja. Biasalah mood wanita hamil yang kadang tak jelas," sahut Andrew membolak-balik kertas laporan yang diserahkan Alin padanya."Hah? Kak Zeya hamil? wow," Alin berlonjak gembira sambil bertepuk tangan. Tawa bahagia terdengar dari mulut Alin."Aku bakal jadi aunty sebentar lagi. Aku tidak sangka ternyata Kak Andrew tokcer juga. Aku kira K