Ratusan tahun sebelumnya ....
Burung berkicau dan suara desiran angin menyambut kedatangan seorang anak gadis ke hutan, gadis remaja itu terus melangkah masuk semakin dalam ke hutan tanpa rasa takut akan bahaya yang mungkin saja mengintainya. Langkahnya berhenti, di depan sana ada seekor serigala menatapnya. Serigala itu memamerkan taringnya yang tajam siap untuk mengoyak tubuh gadis itu.
Crashh
Baru saja serigala itu hendak berlari menerjang tubuh gadis itu, tapi kepalanya terpisah lebih dulu dari tubuhnya. Seketika serigala itu menemui ajalnya tanpa sempat sedikitpun menyentuh si gadis.
"Sudah berapa kali ku katakan, jangan masuk hutan ini." Gadis itu menoleh begitu mendengar suara yang sangat di kenalinya, menatap sosok yang keluar dari balik batang pohon besar di depannya.
"Aku hanya ingin menemuimu," kata gadis itu. Bibirnya cemberut karena sosok tampan di depannya ini selalu menolak kehadirannya.
"Pergilah, di sini berbahaya." Sosok itu berbalik dan melangkahkan kakinya menjauhi si gadis.
"Tidak berbahaya jika ada kau, aku tahu kau tidak akan membiarkan ku dalam bahaya," ujar gadis itu. Senyumnya mengembang ketika melihat sosok itu berhenti.
"Terserah kau saja." Sosok itu melanjutkan langkahnya, tapi gadis itu tidak menyerah ia mengikuti langkah sosok itu dari belakang.
"Lucas, tunggu aku." Berlari-lari kecil akhirnya si gadis dapat menyamakan langkahnya dengan sosok yang dipanggilnya Lucas.
"Pergilah, Serena." Pria itu menghela nafas bosan. Kenapa gadis ini selalu saja menemuinya.
"Tidak mau," rajuk Serena, ia bersedekap menatap cemberut Lucas. Lucas menyerah, tidak ada gunanya menepis gadis ini dari hidupnya. Gadis 18 tahun ini memang hobi sekali mengikutinya, dimulai sejak 2 tahun yang lalu.
Lucas dan Serena sampai di sebuah gua yang begitu akrab bagi mereka berdua, gua tempat tinggal Lucas. Lucas memasuki gua itu diikuti Serena. Langsung saja Serena duduk di atas batu yang telah tersedia, batu ini biasa digunakan Lucas untuk bertapa tapi dengan lancangnya Serena menggunakannya untuk duduk. Lucas pun tidak mempermasalahkannya, gadis itu memang sudah sering melakukannya.
"Nah, ayo kita lihat apa yang aku bawa." Serena mengeluarkan sesuatu dalam kantong yang sejak tadi dibawanya. Satu persatu makanan di keluarkannya, makanan yang dibuatnya sebelum datang ke gua Lucas.
Lucas masih memperhatikannya, menatap tertarik pada makanan yang di bawa Serena, menu apa lagi kali ini? Serena memang sering menemuinya seraya membawa makanan yang dimasaknya. Memang itu bukan makanan utama untuk seorang Lucas, tapi Lucas cukup menyukainya.
"Sekarang, Ayo kita makan," ajak Serena. Lucas duduk di depan Serena dan memulai makannya.
"Asal kau tahu saja, ini bukan makanan utama Naga," kata Lucas. Serena terkekeh. Pangeran Naga di depannya ini sangat gengsian.
"Iya, Pangeran Naga." Serena ikut makan.
~~
Waktu terasa cepat berlalu, Serena kini telah berumur 20 tahun. Serena tumbuh begitu cantik dan mempesona banyak pemuda di desanya yang meminangnya. Beruntung sekali jika salah satu dari pemuda itu dapat menjadikan Serena istrinya. Namun pemuda-pemuda itu harus merasakan patah hati karena ditolak oleh Serena. Bukan tanpa alasan Serena melakukannya, Serena hanya mencintai seorang Lucas.
"Serena." Lucas menyambut Serena begitu gadis itu tiba di pinggir hutan. Serena tersenyum, hubungannya dengan Lucas menjadi sangat dekat, kini mereka saling mencintai. Semua berjalan begitu saja tidak sia-sia ia melawan bahaya dengan memasuki hutan ini.
Serena mencintai Lucas, tidak peduli jika Lucas bukan manusia seperti dirinya. Sejak awal ia sudah tahu jika Lucas bukanlah manusia. Pertemuan pertamanya ketika Keana tersesat di dalam hutan, hampir mati masuk jurang jika saja ia tidak di selamatkan oleh Lucas yang waktu itu sedang berwujud naga. Sejak itu Serena selalu menemui Lucas di dalam hutan, tidak peduli bahaya datang padanya. Jika ia dalam bahaya, maka Lucas akan datang untuknya.
"Lucas, kau tahu seorang pemuda datang lagi ke rumahku," ujar Serena begitu ia tiba di hadapan Lucas. Lucas terdiam.
"Kau menerimanya?" Lucas memegang bahu Serena, tatapannya serius menatap kedua bola mata Serena.
"Tentu saja tidak, kau tahu aku hanya mencintaimu," jawab Serena. Lucas mengembuskan nafas lega, ia sudah terbiasa dengan kehadiran Serena dan ia tidak mau Serena jauh darinya.
"Lucas, ayo ke gua. Aku membawa makanan." Lucas menganguk lalu mereka berjalan masuk ke dalam hutan.
Hutan ini tidak pernah dimasuki oleh manusia, bisa dibilang Serena lah satu-satunya manusia yang memasukinya. Selain berbahaya hutan ini juga memiliki penjaga yang melarang manusia untuk menginjak kaki ke dalamnya, terkecuali Serena yang merupakan kekasih dari penjaganya. Kekasih dari Lucas, Sang Pangeran Naga.
"Ah, aku lupa bawa air." Serena menepuk keningnya. Bagaimana mereka makan jika tidak ada air. Lucas tersenyum ketika melihat wajah panik Serena. Sangat menggemaskan, batinnya.
"Aku akan mencari air dulu." Serena akan bangkit namun tanganya ditahan oleh Lucas. Serena melemparkan pandangan bertanya pada Lucas.
"Biar aku saja," kata Lucas. "Kau tunggu di sini," lanjutnya. Lucas pergi keluar gua untuk mencari sumber air terdekat. Serena tersenyum menatap kepergian Lucas, pria itu sangat perhatian padanya.
"Uhuk ... Uhuk ...." Serena menutup mulutnya, satu tangannya yang lain memegang dadanya yang tiba-tiba terasa sangat sakit.
Sakit ini, kenapa harus sekarang, batin Serena.
Serena terus batuk-batuk, tenggorokannya terasa panas dan dadanya terasa lebih sakit. "Uhuk ...." Dalam sekejap tangan yang menutup mulutnya penuh darah, bahkan keluar dari sela-sela jarinya.
Serena batuk berdarah.
Batuk Serena datang lebih ganas, Serena membungkuk menyangga tubuhnya pada dinding gua di depannya."Serena!" Lucas yang tiba di mulut gua langsung berlari menghampiri Serena, wajah Serena sangat pucat dan nafasnya pun tidak beraturan. Lucas menyangga tubuh Serena yang hampir ambruk ke tanah.
"Serena, Kenapa? Kau kenapa!?" Suara Lucas terdengar panik, Lucas memeluk kepala Serena yang berada di pangkuannya.
"Uhuk ... Sakit sekali, Lucas," bisik Serena. Darah pun keluar lebih banyak dari pada sebelumnya membasahi pakaiannya dan pakaian Lucas.
"Ayo, kita pergi ke tabib terdekat." Lucas bersiap menggendong tubuh Serena, tapi Serena menggelengkan kepalanya.
"Tidak bisa, sakitku ini tidak ada obatnya." Suara Serena terdengar lebih kecil, tenggorokannya akan sakit jika ia bersuara lebih keras.
"Kenapa? Kenapa kau tidak memberi tahu aku Serena?" Lucas meneteskan air matanya, dadanya terasa sangat sesak karena tidak mampu melakukan apa-apa ketika Serena sakit.
"Kumohon, Serena." Lucas memeluk tubuh Serena yang semakin lemah dalam pelukannya. Kelopak mata Serena perlahan menutup, diiringi dengan detak jantungnya yang berhenti.
"Tidak ... Tidak, kau tidak boleh mati, aku tidak mengizinkanmu mati!" Lucas terus mengguncang tubuh Serena yang sudah tidak bernyawa.
"Serena! Kenapa kau melakukan ini padaku? Kenapa Serena!?" Lucas memeluk erat tubuh Serena yang kaku, air matanya keluar lebih banyak. "Serena, kau bilang kau mau menikah denganku. Ayo, kita menikah." Tapi tetap saja tidak ada respon dari gadisnya, membuat seorang Lucas putus asa.
"Serena. Aku Lucas Gail Dragon. Bersumpah kau akan bereinkarnasi, kau akan bertemu kembali denganku dan saat itu tiba kau tidak akan kulepaskan!" Setelah mengucapkan sumpahnya Lucas menggigit leher Serena lalu melepaskannya menimbulkan sebuah tanda hitam seperti tato seekor naga.
"Bagaimana? Kau masih tidak mau kembali?" Lucas mendongak begitu mendengar suara yang sangat dikenalinya.
"Apa maksudmu?" Lucas menggeram marah, ia sangat tahu pemilik suara ini.
"Kau tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan ketika kekasihmu meregang nyawa di depanmu." Suara tak berwujud itu kembali bergema. Lucas menunduk menatap wajah Serena yang pucat. Suara itu benar, ia tidak memiliki kekuatan sedikit pun saat ini.
"Kembalilah, kau harus menikah dengan wanita pilihanku, setelah itu masa hukumanmu akan selesai."
"Menikah, huh!? Kau bercanda." Lucas tersenyum remeh.
"Yah. Kau hanya perlu menikah, setelah ini kau bebas melakukan apapun yang kau mau. Membunuh istrimu itu misalnya." Lucas terdiam.
"Pikirkanlah, setelah kau menjadi Raja kekuatanmu akan kembali bahkan lebih besar, tentunya wilayah kita juga akan lebih luas. Ah, jangan lupa, kau tidak ingin'kan jika bertemu reinkarnasi kekasihmu dalam keadaan tidak mempunyai kekuatan. Jika ia sakit lagi itu akan merugikanmu ." Lucas masih diam tapi otaknya tengah berpikir. Ayahnya benar, ia hanya perlu menerima perjodohan itu, menjadi Raja yang kuat dan menemukan reinkarnasi cinta pertamanya ini.
~~~
Tahun 2020 ....
"Cal, kau tahu? Menurut mitos tanda lahir itu adalah luka yang kau dapatkan di kehidupan masa lalumu." Calista mengerinyitkan dahinya mendengar kata sahabatnya.
"Hanya mitos, Lea," jawab Calista. Gadis cantik itu mengikat rambutnya. Menampakkan tanda lahir berbentuk naga di lehernya.
"Ya,Ya. Mitos. Tapi tanda lahir macam apa yang terlihat seperti naga? Apa kau titisan seorang naga?" Calista menatap heran pada Lea, sahabatnya ini memang selalu bersemangat mengenai hal-hal yang berbau mitos. Untunglah kamar mandi perempuan di kampusnya ini lumayan sepi, kalau tidak orang pasti menganggap Lea sedikit gila.
"Kau terlalu mempercayai mitos, Lea. Lagi apa-apaan itu, titisan naga? Jangan membuatku tertawa." Calista membasuh wajahnya, hari ini lumayan panas membuat wajahnya berkeringat.
"Ish. Kau selalu saja begitu. Ah, kau tahu aku selalu mengharapkan seorang vampir tampan datang kepadaku, seperti Edward Cullen misalnya." Lea bersandar di dinding, matanya menerawang menatap langit kamar mandi.
"Kau terlalu banyak menonton film. Ayo, ke kantin." Calista mengambil tas miliknya lalu melangkahkan kakinya keluar dari kamar mandi diikuti Lea di belakangnya. Tanpa mereka sadari mereka tengah diawasi.
"Yang Mulia, apakah benar gadis itu milik anda?" Pria yang dipanggil 'Yang Mulia' itu menyeringai, gadis itu memang miliknya. Tidak salah lagi.
"Tentu saja, kau tidak lihat di lehernya?" Pandangan Lucas mengikuti punggung Calista yang menjauh. Gadisnya masih saja sama seperti dulu, masih cantik dan mempesona.
"Apakah kita akan mengikutinya?" Pria berambut hitam itu bertanya.
"Tidak sekarang, Kenzo. Cukup berikan dia penjaga. Ayo kita kembali." Dalam sekejap tubuh mereka hilang tak berbekas.
Lucas berjanji dalam waktu dekat ini ia akan menemui gadisnya, membawanya dan menjadikannya seorang ratu. Ia tidak sabar menanti hari itu.
Sejak tadi perasaan Calista merasa tidak enak, ia merasa diikuti dan diawasi. Ia sangat yakin ada yang mengikutinya tapi ia tidak pernah menemukan sosok yang mengikutinya itu. Bahkan ketika ia tiba-tiba menoleh ke belakang dengan harapan memergoki penguntit itu. Calista tiba di depan mini market. Tadi ibunya menyuruhnya untuk membeli tepung dan bahan-bahan lainnya untuk membuat kue, kata ibunya ada pesanan yang mendadak untuk sebuah pesta ulang tahun. Calista masuk ke dalam mini market itu masih dengan perasaan diawasi oleh seseorang.Sialan, batinnya. "Terima kasih," ucap kasir itu yang diangguki oleh Calista, lalu ia keluar dari mini market itu. Lampu-lampu jalanan menerangi langkah Calista ke rumahnya. Ia merapatkan jaketnya karena dinginnya udara malam. Jalanan sangat sepi, padahal belum terlalu malam. Calista melihat jam tangan yang menunjukkan
Kegiatan sepulang kuliah Calista adalah membantu ibunya menjaga toko kue, toko itu terletak tidak jauh dari rumahnya. Toko kue milik ibunya cukup ramai, selain rasa kuenya yang enak harganya pun tidak terlalu mahal. Di situlah ladang penghasilan ibu Calista untuk biaya sehari-hari.Ting Mendengar bel berbunyi Calista langsung berdiri, menyambut pelanggan yang datang ke toko. Posisi ini menuntut Calista untuk terlihat ramah, kata ibunya 'pembeli adalah raja' jadi Calista harus memasang senyum setiap kali ada pelanggan. "Ada yang bisa saya bantu, tuan?" Menawarkan bantuan adalah poin utama, kata ibunya dia harus membuat pelanggan puas dengan layanan di tokonya. Semua pelajaran itu Calista dapatkan dari ibunya. "Aku mau kue rasa cokelat yang tidak terlalu kuat." Calista mengangguk begitu mendengar suara serak milik pria itu.
"Aku tidak menyangka ini asli," ujar Calista, ia mengangkat kalung itu itu tinggi hingga kalung itu berkilau ketika sinar matahari. Lea yang duduk di sampingnya hanya mengangguk. "Yah, tentu saja. Kau tidak dengar harga kalung ini ketika kita di toko tadi, sangat mahal," tambah Lea. Perlahan bus yang mereka tumpangi berhenti, para penumpang keluar dari bus itu. Calista dan Lea keluar dari bus. Ketika kaki Calista menginjak trotoar angin berhembus kencang membuat rambut Calista yang tergerai berkibar mengikuti arah angin. "Cal," panggil Lea. Lea menunjuk leher Calista. "Lehermu kenapa?" "Hm? Kenapa?" Calista memegangi lehernya, ia merasa tidak ada yang aneh dengan lehernya. "Tanda lahirmu, memerah." Lea mengambil cermin kecil dari tasnya lalu memberikannya pada Calista. Calista mengambil cermin itu kemudian
Jadwal kuliah Calista hari ini tidak ada, jadi gadis itu pergi ke toko untuk membantu ibunya. Calista memoleskan sedikit bedak pada wajahnya, hanya sedikit karena ia tidak suka dandanan yang berlebihan. Setelah mematut dirinya di cermin, Calista keluar dari kamarnya. Matahari pagi menyambutnya begitu ia keluar dari rumah, matahari jam 8 pagi ini memang bagus untuk kesehatan. Calista adalah gadis yang menjunjung tinggi kesehatan jasmani dan rohani, ia menyukai olahraga selain itu Calista juga menyukai pemandangan alam yang indah. Dari rumahnya ia hanya perlu berjalan selama 15 menit untuk sampai ke toko, ibunya telah pergi lebih dulu. Jadi, Calista hanya tinggal menyusulnya. "Hai, Calista." Calista membalas sapaan tetangganya dengan senyum andalannya.Ting Bel berbunyi begitu Calista membuka
Falcon University adalah sebuah universitas yang berada di tengah kota Skylar, sebuah kota kecil yang menjadi tempat tinggal Calista. Kota indah yang di bagian utaranya terdapat hutan hujan tropis. Calista berlari-lari di sepanjang koridor kampus karena ia terlambat, tadi Calista tertinggal oleh bus dan sialnya ia tidak menemukan taksi.Bruk! "Ah, maafkan aku." Tanpa melihat wajah orang yang ditabraknya Calista lanjut berlari setelah sebelumnya ia meminta maaf pada orang itu. Gadis itu sudah sangat terlambat. Begitu melihat pintu kelasnya Calista langsung mendorongnya kuat hingga menimbulkan suara bedebum yang keras karena pintu itu berbenturan dengan dinding. Mahasiswa yang ada di kelasnya pun terlihat terkejut, beberapa ada yang protes dan ada juga yang mengabaikannya. Calista mendekati sebuah bangku kosong dan duduk di san
Lucas menggeram marah, bawahan yang disuruhnya untuk memata-matai Calista membawakan sebuah foto yang cukup membuatnya emosi. Calista terlihat akrab sekali dengan pria itu, bahkan pria itu merangkul dan memegang tangannya. "Pria sialan," umpat Lucas. "Aku tidak bisa bersabar lagi, Sayang." Lucas sudah cukup bersabar dengan mencoba mendekati Calista secara perlahan, tapi sepertinya itu tidak bisa dilakukan. Jadi Lucas berencana untuk mengakui dirinya pada Calista. Tatapan Lucas kembali terpaku pada lembaran foto yang dipegangnya, perlahan tangan Lucas mulai memanas dan foto itu terbakar. Tapi yang terbakar hanya bagian pria itu sedangkan gambar Calista masih utuh. "Kenzo!" panggil Lucas. Kenzo yang berada di sampingnya kursi singgasana pun langsung menghadap.&n
"Pria itu benar-benar gila, kau tidak lihat bagaimana ia menyentuhku?" Wajah Calista memerah menahan amarah, ia merasa dipermalukan dan juga dilecehkan di muka umum. "Pria gila sialan," umpatnya. "Bedebah sialan, brengsek. Harusnya aku menendang miliknya saja tadi." Lea meringis mendengar umpatan kasar yang keluar dari mulut sahabatnya. Beginilah Calista, ia akan terus mengumpat hingga amarahnya reda. Lea ingin sekali menutup mulut cantik sahabatnya ini. Lea merasa sangat tidak enak pada supir taksi yang membawa mereka. "Iya, Cal." Hanya itu yang bisa dikatakan oleh Lea. "Dan apa-apaan itu, Ratu? Aku yakin dia pasti mabuk." Calista masih saja mengomel. "Cal, sudahlah," kata Lea lagi. "Ah, kalung ini." Calista memegang kalung yang melingkari lehernya. "Aku akan mengembalikannya." Calista
Kenzo keheranan melihat wajah rajanya ketika pulang dari dunia manusia, dalam hati ia bertanya-tanya apa yang membuat mood rajanya ini memburuk. Kenzo ingin bertanya langsung tapi ia urungkan ketika melihat rajanya ini membakar salah satu guci di aula utama ini. "Tak kusangka ia seberani itu," ujar Lucas. "Maksud Yang Mulia?" tanya Kenzo. "Kalian keluarlah," kata Lucas. Ia menyuruh para penjaga dan pelayan di aula itu keluar. "Kau tahu? Ia menendangku, gadisku ini lebih kasar rupanya." Lucas berdiri, kedua tangannya bertumpu pada pinggangnya. Kenzo meneguk ludah, apakah nasib Lucas sama dengan orang yang di tendangan malam itu. Apakah calon ratunya menendang pusaka milik rajanya? "Maksud Yang Mulia, apakah Yang Mulia Ratu menendang 'anu' Ya
Alunan musik yang dimainkan lembut oleh pemusik di dalam aula ini menjadi suara pengantar Calista menuju Lucas yang sudah berdiri di panggung sana. Berulang kali Calista menarik nafas dan menghembuskan guna untuk meredakan kegugupannya. "Astaga ... Aku gugup sekali." Batin Calista.Gaun yang Calista pakai sangat panjang, menjuntai dan menyapu lantai. Sepatu tinggi yang dipakai Calista membuatnya harus berjalan pelan-pelan di atas karpetnya merah ini mengingat Calista tidak terlalu mahir menggunakannya.Lucas berdiri di panggung, matanya tidak lepas dari Calista yang perlahan mendekat ke arahnya. "Sangat cantik," gumam Lucas."Memang cantik." Antonio yang berdiri di samping Lucas menyetujui. Antonio nantinya yang akan menikahkan Lucas dengan Calista. Serta Antonio juga yang akan menobatkan Calista menjadi Ratu.Begitu melihat Calista telah tiba di depan anak tangga, Lucas menghampiri Calista dan mengulurkan tangannya
"Lihatlah."Masih dengan posisi berbaring, Calista mengambil cermin kecil yang Lucas berikan kepadanya. Perlahan Calista menempatkan cermin itu di depan wajahnya.Deg"Ini ... Bagaimana bisa?"Jelas sekali raut terkejut terlukis di wajahnya, Calista menutup mata lalu membukanya lagi. Tetap saja warna matanya tetap hijau. Sungguh Calista tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi.Lucas menarik nafas. "Cal, sepertinya kau mendapatkan kekuatan Peri Tumbuhan. Tadi kau hampir membunuh Putri Jingmi." Lucas mau tidak mau harus tetap menceritakannya, Calista harus tahu ini semua.Lagi-lagi Calista terkejut, tidak cukup dengan warna matanya ia malah dikejutkan lagi dengan perkataan Lucas. "Membunuhnya?" tanya Calista tidak percaya. Tentu saja ia tidak percaya, ia memang sedikit kasar, tapi bukan berarti ia sanggup untuk membunuh.Lucas mengangguk, Merida dan An
Walau tangan kiri Gabriel tidak lagi berfungsi, tapi itu bukan masalah untuknya dalam hal berburu. Seperti sekarang ini, ia berhasil menangkap kelinci di hutan dan tengah meminum darahnya."Ah ...." Gabriel membuang kelinci yang sudah tidak bernyawa itu, sekarang ia sudah merasa cukup minum.Ketika Gabriel berbalik, tiba-tiba sebuah pedang yang mengacung di depannya membuatnya cukup terkejut. Dilihatnya si empu yang mengacungkan pedang itu kepadanya. Lucas."Apa kau yang menyembunyikan Calista?" desis Lucas.Gabriel menatap Lucas tidak mengerti, pria itu mengusap jejak darah yang berada di bibirnya. "Calista?" tanyanya."Jangan pura-pura bodoh, di mana kau menyembunyikannya?" tanya Lucas lagi, kali ini dengan mata yang menatap Gabriel dengan tatapan menusuknya.Gabriel menggeleng, ia benar-benar tidak tahu di mana Calista. Ia saja baru selesai berburu. "Aku benar-benar tidak t
"Kalian bodoh?! Bagaimana mungkin kalian meninggalkan Ratu kalian sendirian di taman belakang?!" Lucas murka ketika tahu Calista menghilang, ia sudah mencari ke sekitar istana, tapi ia tidak menemukannya. Lucas hampir gila rasanya. "Dan kini ia telah menghilang."Prajurit-prajurit yang mendapatkan amarah dari Lucas hanya bisa menunduk takut. "Maafkan kami, King. Ini adalah kelalaian kami." Mereka merasa ini adalah salahnya juga, seharusnya mereka tidak mengikuti perintah calon Ratu-nya itu. Seharusnya mereka tetap berjaga di sana."Sial, kita baru saja selesai berperang. Tidak menutup kemungkinan jika vampir-vampir itu dendam. Bagaimana jika ia menyakiti Calista?" Lucas seperti sudah kehilangan akal, bahkan ia tidak bisa merasakan kehadiran Calista sekarang. Padahal kalung yang Calista pakai seharusnya bisa menunjukkan dimana gadis itu berada."Astaga. Lucas, kau benar-benar tidak dapat merasakan kehadiran Calista?" Merida pun tidak
Putri Jingmi menatap marah pada undangan yang baru saja ayahnya perlihatkan, undangan yang jelas sekali nama Lucas dan Calista terukir dengan begitu indahnya."Mereka akan menikah! Ayah, bagaimana aku sabar tentang ini?!" Putri Jingmi sangat marah, ia menghempaskan semua barang-barang yang terletak di meja riasnya hingga barang-barang itu berceceran di lantai kamarnya.King Jierui mendekati Putri Jingmi mencoba menenangkan amarah putrinya itu. "Putriku, jangan seperti ini. Ini juga jauh dari perkiraan ayah. Ayah tidak menyangka jika mereka menikah secepat ini." King Jierui memegangi bahu Jingmi, tapi Jingmi menepisnya."Sekarang, ayah keluar. Aku mau sendiri." Putri Jingmi duduk di ranjang, ia membuang pandangannya dari ayahnya dengan menatap dinding.King Jierui hanya bisa memakluminya, ia tahu jika putri semata wayangnya itu tengah kesal karena pria pujaannya akan menikah. "Baik, ayah akan keluar."
"Kau jahat sekali, Cal. Kau meninggalkan aku di hutan, di hutan!" Lea menatap kesal Calista, ia abaikan orang-orang di lorong kampus yang menonton pertengkaran kecil mereka.Calista hanya bisa meringis pelan, wajar saja Lea marah kepadanya. Ia sudah sangat jahat meninggalkan Lea di hutan itu sendirian. "Astaga, aku benar-benar minta maaf, Lea. Sungguh, aku tidak bermaksud. Waktu itu aku hanya panik dan melupakan kamu begitu saja.""Untung saja Nicholas lebih dulu menemukan aku, kalau tidak aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku." Lea bersedekap menatap Calista. Setelah ditinggal oleh Calista di dalam hutan itu, Lea rasanya ingin menangis karena ia tersesat, di saat yang tepat Nicholas datang kepadanya."Lea, sekali lagi aku minta maaf. Kau mau memaafkan aku?" Calista menyatukan kedua telapak tangan di depan dadanya dan menatap Lea dengan pandangan memohon.Lea menarik nafas. "Baiklah-baiklah, aku me
Antonio dan Merida menatap Calista yang baru saja berteriak meminta ini dihentikan, Lucas pun begitu ia spontan menghentikan kegiatannya yang tengah menyuburkan api. Jadi, sekarang Lucas hanya terbang dengan menatap semua Vampir yang terlihat sangat ketakutan itu.Gabriel yang sudah terluka pun tidak dapat berbuat banyak, tangan kirinya telah terkena api dari Lucas. Menyebabkan tangannya itu tidak lagi berfungsi, tangannya terasa mati rasa."Kenapa, Cal?" tanya Merida. Ia memegang bahu Calista dan menemukan wajah sedih gadis itu.Calista menggeleng. "Maksudku, bisakah kalian mengampuninya. Aku hanya merasakan kasihan," kata Calista sendu.Merida menarik nafas. "Kau memiliki hati yang baik, tapi mereka semua adalah penghianat. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi nantinya jika kita membiarkannya hidup." Merida memberikan penjelasan. "Nantinya akan banyak kejadian seperti ini, di saat seperti itu kita harus mengutama
Calista hanya bisa menatap nanar kepada tubuh Lucas yang terbaring lemah di atas tanah, tidak ada seorang pun yang mendekat kepada Lucas. Bahkan Antonio dan Merida pun tidak berada di samping anak semata wayangnya itu. Mereka berdua hanya diam dengan pandangan lurus kepada tubuh Lucas."Lucas!" Jeritan Calista memecah keheningan yang beberapa saat yang lalu tercipta, diikuti oleh suara tawa Aslan yang membahana. Merasa menang karena berhasil membunuh Lucas tanpa harus kerepotan. Ah, Aslan beruntung mendapatkan racun mematikan itu dari Alberio, pria yang tergila-gila akan keabadian.Gabriel, berdiri di sana. Ia memandangi Lucas yang telah tewas lalu pandangannya beralih kepada Calista yang menangis histeris, Calista terlihat sangat kacau karena kehilangan Lucas."Hahaha. Akhirnya Raja Naga terkuat yang pernah ada mati. " Aslan tertawa seperti orang gila, ia berhasil membunuh Lucas hanya dengan memanfaatkan seorang gadis. Faktanya Nag
"Lepaskan aku brengsek." Apapun hal yang Calista katakan tidak membuat Aslan mendengarnya, pria itu mendorong kasar bahu Calista agar maju ke depan. Ya, ia akan menunjukkan Calista kepada Lucas."Lucas pasti senang sekali melihatmu ada di sini." Aslan memegang bahu kiri Calista dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya ia gunakan untuk mengalungkan pedang di leher Calista. Hal itu sukses membuat Calista tidak bergerak banyak selain umpatan yang keluar dari mulutnya.Aslan membawa Calista ke lokasi tempat pertarungan Lucas dan Gabriel, di sana Calista melihat Lucas yang tengah bersiap membunuh Gabriel. Mata Calista membulat melihatnya.Lucas berdiri di hadapan Gabriel yang tengah terbaring di tanah, ia mengangkat tinggi-tinggi pedangnya, siap untuk menembus jantung Gabriel. "Ucapkan selamat tinggal untuk dunia ini, Vampir," kata Lucas. Ia pun bersiap menurunkan pedangnya jika saja ia tidak merasakan sesuatu me