Sejak tadi perasaan Calista merasa tidak enak, ia merasa diikuti dan diawasi. Ia sangat yakin ada yang mengikutinya tapi ia tidak pernah menemukan sosok yang mengikutinya itu. Bahkan ketika ia tiba-tiba menoleh ke belakang dengan harapan memergoki penguntit itu.
Calista tiba di depan mini market. Tadi ibunya menyuruhnya untuk membeli tepung dan bahan-bahan lainnya untuk membuat kue, kata ibunya ada pesanan yang mendadak untuk sebuah pesta ulang tahun. Calista masuk ke dalam mini market itu masih dengan perasaan diawasi oleh seseorang.
Sialan, batinnya.
"Terima kasih," ucap kasir itu yang diangguki oleh Calista, lalu ia keluar dari mini market itu.
Lampu-lampu jalanan menerangi langkah Calista ke rumahnya. Ia merapatkan jaketnya karena dinginnya udara malam. Jalanan sangat sepi, padahal belum terlalu malam. Calista melihat jam tangan yang menunjukkan pukul setengah sembilan. Gadis berkulit putih itu melangkahkan kakinya lebih cepat begitu mendengar suara hentakan sepatu di belakangnya. Ada yang mengikutinya. Apakah penguntit tadi, batinnya.
Calista berbelok memasuki gang, orang itu juga melakukan hal yang sama. Ketika orang itu berbelok, Calista yang menunggu di balik dinding langsung keluar dan menendang selangkangan orang itu, membuat pria itu ambruk seketika memegangi miliknya yang berdenyut sakit.
"Aduh ...," erang pria itu.
"Kau mengikutiku?" tanya Calista tajam, ia menarik kerah baju pria itu. Calista mengerinyit ketika mencium aroma Alkohol.
"Mabuk?" Calista melepaskan cengkramannya pada kerah baju pria itu. Ternyata hanya pria mabuk. "Ahh ... Sakit ...," rintih pria itu.
"Salahmu sendiri," kata Calista. Lalu ia keluar dari gang itu, meninggalkan pria yang merintih kesakitan memegangi pusaka miliknya.
"Whoah ...." Kenzo berdecak kagum saat melihat pertunjukan tadi, apakah benar gadis itu adalah gadis milik Rajanya. Rajanya bercerita jika gadisnya adalah gadis yang lemah lembut, menggemaskannya dan sangat pandai memasak. Tapi gadis yang diawasinya ini jauh dari kata lembut. Mengingat dengan mudahnya ia menendang sesuatu yang berharga bagi seorang pria.
"Aku harus melaporkannya!" Setelah memastikan Calista aman sampai rumah, Kenzo bergegas untuk menemui rajanya. Ini adalah kabar yang mengejutkan.
~~~
Kenzo memasuki istana megah milik Sang Raja. Istana milik rajanya ini sangat besar dan megah dengan warna cokelat kemerahan. Pilar-pilar tinggi mejadi penopang atap istana. Sepanjang lorong istana dipenuhi oleh lukisan naga dengan berbagai ukuran. Kenzo terus melangkahkan kakinya menuju kamar sang Raja, kamar yang berada di bagian paling tinggi di istana ini.
Tok tok
Kenzo mengetuk pintu kamar sang Raja, tidak sembarang orang yang boleh masuk ke dalam kamarnya, hanya yang diizinkan masuk. Bahkan istri rajanya pun tidak sempat menginjakkan kakinya ke dalam. Ia mati terlebih dahulu, di malam pernikahannya. Kenzo bergidik ketika mengingat kejadian ratusan tahun yang lalu, kejadian sang Raja yang membunuh istrinya yang baru beberapa jam dinikahinya.
"Masuk," sahut suara dari dalam membuat Kenzo tersadar dari lamunannya. Kenzo memasuki kamar bercorak hitam merah, ya, ia termasuk orang yang diizinkan. Selain Kenzo ada juga seorang pelayan laki-laki yang juga diizinkan memasukinya untuk membersihkan.
"Yang Mulia, ada yang ingin saya laporkan." Kenzo menunduk, rajanya saat ini tengah duduk di sebuah kursi di samping ranjang besar di kamar itu
"Katakan." Lucas duduk dengan tenang, menerima laporan dari bawahannya, tangan kanannya memegang gelas yang berisi cairan merah. Sesekali ia meminumnya.
"Apa!?" Nada suara Lucas meninggi, Kenzo menelan ludah gugup.
"Be-benar Yang Mulia, Yang Mulia Ratu terlihat berbeda." Kenzo berkata terbata-bata. Jangan sampai rajanya ini mengamuk.
"Benarkah? Ah, aku semakin tidak sabar untuk membawanya." Suara Lucas merendah. Kenzo mendesah lega. Rajanya ini suka sekali mempermainkan emosinya. "Ranjang ini terlalu besar untukku seorang." Lucas mengusap ranjangnya, membayangkan Sang Ratu di sini bersamanya. Tidur dan berpelukan.
"Kenzo, kau tidak perlu meragukan itu, dia memang ratuku. Wajahnya masih sama, yah ... Walau sifatnya agak sedikit berbeda. Aku tidak salah dalam mengenal gadisku." Kata-kata Lucas begitu menohok Kenzo.
"Maafkan saya, Yang Mulia. Saya tidak bermaksud meragukan Yang Mulia Ratu." Kenzo menunduk dalam.
"Kau boleh keluar." Setelah memberi hormat Kenzo keluar dari kamar itu. Ahh, jantung Kenzo berdetak sangat cepat tadi.
Di dalam kamar Lucas menyeringai, apakah gadisnya memang berbeda. Ia semakin tidak sabar untuk menemuinya. Memperkenalkan diri dan mengajak gadis itu hidup dengannya. Lucas mengambil sebuah map di atas meja, bawahannya tadi telah mengumpulkan data tentang gadisnya. Pria itu telah berkali-kali membacanya dan merasa sangat puas.
Gadisnya bernama Calista Brianna. Mantan atlet karate, tinju, dan hobi mendaki gunung. Umurnya baru 20 tahun dan hanya memiliki seorang ibu. Lucas menatap foto gadisnya yang diambil diam-diam. Rambutnya cokelat sepunggung, kulitnya putih dan tubuhnya tidak terlalu tinggi. Bagi Lucas Calista sudah sempurna.
~~~
Halte bus terlihat sepi, mungkin Calista datang terlalu cepat. Hanya ada 3 orang di sana yang menunggu bus, ditambah dengan seorang pria yang baru datang dan duduk di sampingnya. Calista menggeser duduknya, memberi pria itu tempat duduk yang lebih luas.
Tiba-tiba Calista merasakan dirinya kembali diawasi, matanya bergerak memindai sekelilingnya tapi tidak ada yang aneh, semua orang yang di sana tidak terlihat mencurigakan, mereka semua sibuk dengan urusannya masing-masing.
Calista menggelengkan kepalanya, lalu memutuskan untuk mendengarkan musik dari ponsel dengan menyambungnya dengan earphone. Musik mengalun di telinga Calista, membuatnya sedikit lebih rileks.
Lucas memperhatikan Calista yang duduk di samping seorang pria, rasanya ia ingin marah tapi ia tidak ingin membuat keributan. Jadi ia memutuskan untuk duduk di sisi satunya lagi. Jadilah saat ini posisi Calista diapit oleh dua pria.
Calista menoleh pada Lucas dan terdiam, pria ini sangat tampan rambutnya coklat kemerahan. Begitu cocok dengan tubuhnya yang tegap. Kentara sekali jika Calista tidak mengenalnya, bahkan ketika Calista sudah melihat wajahnya, tidak ada reaksi yang berarti. Semua kenangan di kehidupan masa lampau Calista terhapus, ia tidak ingat apapun.
Begitu bus datang, Calista langsung menaikinya lalu mengambil tempat duduk di dekat jendela. Lucas juga melakukan hal yang sama, ia juga duduk di dekat jendela di belakang kursi Calista. Dengan begitu ia bebas memandang punggung gadisnya. Tanda pemberiannya juga terlihat lebih jelas karena posisinya berada di leher bagian kanan Calista.
Lucas menatap tanda itu dengan mata yang sudah berubah warna menjadi merah terang, tanda dileher Calista bereaksi warnanya juga memerah seperti terbakar.
"Ah ...," ringis Calista. Ia memegangi lehernya yang terasa panas dan perih. Calista mencoba mengusapnya agar rasa panas dan perih itu hilang.
Sedangkan di belakang, Lucas menyeringai dan matanya kembali seperti semula -cokelat terang- bersamaan dengan hilangnya rasa perih di leher Calista.
Maafkan aku, Sayang. Kau pasti kesakitan. Batin Lucas.
~~~
"Cal, kau tahu aku ada kejadian aneh semalam." Lea langsung menghampiri Calista begitu Calista masuk dalam kelas. Lea menarik tangan Calista dan menggiringnya duduk di sebuah kursi.
"Kejadian apa?" tanya Calista.
"Semalam aku melihat, ada seorang werewolf yang masuk dalam kamarku, Cal." Lea menceritakan dengan semangat yang menggebu-gebu. Melupakan bahwa ada beberapa pasang mata menatapnya.
Calista menahan tawa. "Kau pasti membaca novel lagi, Lea. Bahkan sampai terbawa mimpi."
"Oh, tidak. Cal, ini terasa seperti sungguhan. Werewolf itu datang padaku dan bilang aku matenya." Lea berusaha meyakini sahabatnya itu.
"Kau bilang kau mengharapkan vampir seperti Edward Cullen, tapi sekarang Werewolf?" Calista tertawa setelah mengatakannya. Lea cemberut mendengar itu. "Lea, kau pasti bermimpi. Mungkin kau terlalu lelah," lanjutnya.
Lea diam, mungkin benar ia bermimpi karena pagi tadi ia terbangun seperti hari biasanya. Tapi rasanya sangat nyata. "Ya, mungkin. Lebih baik aku lanjut membaca novelku." Lea duduk di samping Calista.
Tidak lama setelah itu, dosen memasuki kelas diikuti beberapa mahasiswa yang terlambat. Calista dan Lea mengeluarkan bukunya, bersiap menyimak materi kuliah.
Kegiatan sepulang kuliah Calista adalah membantu ibunya menjaga toko kue, toko itu terletak tidak jauh dari rumahnya. Toko kue milik ibunya cukup ramai, selain rasa kuenya yang enak harganya pun tidak terlalu mahal. Di situlah ladang penghasilan ibu Calista untuk biaya sehari-hari.Ting Mendengar bel berbunyi Calista langsung berdiri, menyambut pelanggan yang datang ke toko. Posisi ini menuntut Calista untuk terlihat ramah, kata ibunya 'pembeli adalah raja' jadi Calista harus memasang senyum setiap kali ada pelanggan. "Ada yang bisa saya bantu, tuan?" Menawarkan bantuan adalah poin utama, kata ibunya dia harus membuat pelanggan puas dengan layanan di tokonya. Semua pelajaran itu Calista dapatkan dari ibunya. "Aku mau kue rasa cokelat yang tidak terlalu kuat." Calista mengangguk begitu mendengar suara serak milik pria itu.
"Aku tidak menyangka ini asli," ujar Calista, ia mengangkat kalung itu itu tinggi hingga kalung itu berkilau ketika sinar matahari. Lea yang duduk di sampingnya hanya mengangguk. "Yah, tentu saja. Kau tidak dengar harga kalung ini ketika kita di toko tadi, sangat mahal," tambah Lea. Perlahan bus yang mereka tumpangi berhenti, para penumpang keluar dari bus itu. Calista dan Lea keluar dari bus. Ketika kaki Calista menginjak trotoar angin berhembus kencang membuat rambut Calista yang tergerai berkibar mengikuti arah angin. "Cal," panggil Lea. Lea menunjuk leher Calista. "Lehermu kenapa?" "Hm? Kenapa?" Calista memegangi lehernya, ia merasa tidak ada yang aneh dengan lehernya. "Tanda lahirmu, memerah." Lea mengambil cermin kecil dari tasnya lalu memberikannya pada Calista. Calista mengambil cermin itu kemudian
Jadwal kuliah Calista hari ini tidak ada, jadi gadis itu pergi ke toko untuk membantu ibunya. Calista memoleskan sedikit bedak pada wajahnya, hanya sedikit karena ia tidak suka dandanan yang berlebihan. Setelah mematut dirinya di cermin, Calista keluar dari kamarnya. Matahari pagi menyambutnya begitu ia keluar dari rumah, matahari jam 8 pagi ini memang bagus untuk kesehatan. Calista adalah gadis yang menjunjung tinggi kesehatan jasmani dan rohani, ia menyukai olahraga selain itu Calista juga menyukai pemandangan alam yang indah. Dari rumahnya ia hanya perlu berjalan selama 15 menit untuk sampai ke toko, ibunya telah pergi lebih dulu. Jadi, Calista hanya tinggal menyusulnya. "Hai, Calista." Calista membalas sapaan tetangganya dengan senyum andalannya.Ting Bel berbunyi begitu Calista membuka
Falcon University adalah sebuah universitas yang berada di tengah kota Skylar, sebuah kota kecil yang menjadi tempat tinggal Calista. Kota indah yang di bagian utaranya terdapat hutan hujan tropis. Calista berlari-lari di sepanjang koridor kampus karena ia terlambat, tadi Calista tertinggal oleh bus dan sialnya ia tidak menemukan taksi.Bruk! "Ah, maafkan aku." Tanpa melihat wajah orang yang ditabraknya Calista lanjut berlari setelah sebelumnya ia meminta maaf pada orang itu. Gadis itu sudah sangat terlambat. Begitu melihat pintu kelasnya Calista langsung mendorongnya kuat hingga menimbulkan suara bedebum yang keras karena pintu itu berbenturan dengan dinding. Mahasiswa yang ada di kelasnya pun terlihat terkejut, beberapa ada yang protes dan ada juga yang mengabaikannya. Calista mendekati sebuah bangku kosong dan duduk di san
Lucas menggeram marah, bawahan yang disuruhnya untuk memata-matai Calista membawakan sebuah foto yang cukup membuatnya emosi. Calista terlihat akrab sekali dengan pria itu, bahkan pria itu merangkul dan memegang tangannya. "Pria sialan," umpat Lucas. "Aku tidak bisa bersabar lagi, Sayang." Lucas sudah cukup bersabar dengan mencoba mendekati Calista secara perlahan, tapi sepertinya itu tidak bisa dilakukan. Jadi Lucas berencana untuk mengakui dirinya pada Calista. Tatapan Lucas kembali terpaku pada lembaran foto yang dipegangnya, perlahan tangan Lucas mulai memanas dan foto itu terbakar. Tapi yang terbakar hanya bagian pria itu sedangkan gambar Calista masih utuh. "Kenzo!" panggil Lucas. Kenzo yang berada di sampingnya kursi singgasana pun langsung menghadap.&n
"Pria itu benar-benar gila, kau tidak lihat bagaimana ia menyentuhku?" Wajah Calista memerah menahan amarah, ia merasa dipermalukan dan juga dilecehkan di muka umum. "Pria gila sialan," umpatnya. "Bedebah sialan, brengsek. Harusnya aku menendang miliknya saja tadi." Lea meringis mendengar umpatan kasar yang keluar dari mulut sahabatnya. Beginilah Calista, ia akan terus mengumpat hingga amarahnya reda. Lea ingin sekali menutup mulut cantik sahabatnya ini. Lea merasa sangat tidak enak pada supir taksi yang membawa mereka. "Iya, Cal." Hanya itu yang bisa dikatakan oleh Lea. "Dan apa-apaan itu, Ratu? Aku yakin dia pasti mabuk." Calista masih saja mengomel. "Cal, sudahlah," kata Lea lagi. "Ah, kalung ini." Calista memegang kalung yang melingkari lehernya. "Aku akan mengembalikannya." Calista
Kenzo keheranan melihat wajah rajanya ketika pulang dari dunia manusia, dalam hati ia bertanya-tanya apa yang membuat mood rajanya ini memburuk. Kenzo ingin bertanya langsung tapi ia urungkan ketika melihat rajanya ini membakar salah satu guci di aula utama ini. "Tak kusangka ia seberani itu," ujar Lucas. "Maksud Yang Mulia?" tanya Kenzo. "Kalian keluarlah," kata Lucas. Ia menyuruh para penjaga dan pelayan di aula itu keluar. "Kau tahu? Ia menendangku, gadisku ini lebih kasar rupanya." Lucas berdiri, kedua tangannya bertumpu pada pinggangnya. Kenzo meneguk ludah, apakah nasib Lucas sama dengan orang yang di tendangan malam itu. Apakah calon ratunya menendang pusaka milik rajanya? "Maksud Yang Mulia, apakah Yang Mulia Ratu menendang 'anu' Ya
Saat di tengah-tengah pasar Lucas tidak sengaja bertemu dengan Alpha Nicholas Bryan, pimpinan dari Werewolf. Seorang pria dengan tubuh kekar yang tidak kalah memesonanya dengan Lucas."King Lucas," sapa Nicholas."Ya, Alpha.""Kenapa Anda bisa sampai di sini King Lucas?" tanya Nicholas. Walaupun Lucas sedang menyamar, tatap saja Nicholas dapat mengenalinya dari baunya. Penciumannya Werewolf sangat tajam, apalagi untuk seorang Alpha."Aku hanya tengah berjalan-jalan. Memantau kondisi rakyatku." Lucas dan Nicholas cukup akrab, di bandingkan dengan pimpinan klan yang lain, Nicholas lah yang paling akrab dengannya. Begitu juga dengan Nicholas, ia lebih akrab dengan Lucas mengingat Lucas sudah sangat sering membantunya."Ah, begitu rupanya." Nicholas menjawab singkat."Kenapa King?" tanya Kenzo ketika melihat Lucas tiba-tiba diam."Aku merasakan firasat buruk, aku pergi
Alunan musik yang dimainkan lembut oleh pemusik di dalam aula ini menjadi suara pengantar Calista menuju Lucas yang sudah berdiri di panggung sana. Berulang kali Calista menarik nafas dan menghembuskan guna untuk meredakan kegugupannya. "Astaga ... Aku gugup sekali." Batin Calista.Gaun yang Calista pakai sangat panjang, menjuntai dan menyapu lantai. Sepatu tinggi yang dipakai Calista membuatnya harus berjalan pelan-pelan di atas karpetnya merah ini mengingat Calista tidak terlalu mahir menggunakannya.Lucas berdiri di panggung, matanya tidak lepas dari Calista yang perlahan mendekat ke arahnya. "Sangat cantik," gumam Lucas."Memang cantik." Antonio yang berdiri di samping Lucas menyetujui. Antonio nantinya yang akan menikahkan Lucas dengan Calista. Serta Antonio juga yang akan menobatkan Calista menjadi Ratu.Begitu melihat Calista telah tiba di depan anak tangga, Lucas menghampiri Calista dan mengulurkan tangannya
"Lihatlah."Masih dengan posisi berbaring, Calista mengambil cermin kecil yang Lucas berikan kepadanya. Perlahan Calista menempatkan cermin itu di depan wajahnya.Deg"Ini ... Bagaimana bisa?"Jelas sekali raut terkejut terlukis di wajahnya, Calista menutup mata lalu membukanya lagi. Tetap saja warna matanya tetap hijau. Sungguh Calista tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi.Lucas menarik nafas. "Cal, sepertinya kau mendapatkan kekuatan Peri Tumbuhan. Tadi kau hampir membunuh Putri Jingmi." Lucas mau tidak mau harus tetap menceritakannya, Calista harus tahu ini semua.Lagi-lagi Calista terkejut, tidak cukup dengan warna matanya ia malah dikejutkan lagi dengan perkataan Lucas. "Membunuhnya?" tanya Calista tidak percaya. Tentu saja ia tidak percaya, ia memang sedikit kasar, tapi bukan berarti ia sanggup untuk membunuh.Lucas mengangguk, Merida dan An
Walau tangan kiri Gabriel tidak lagi berfungsi, tapi itu bukan masalah untuknya dalam hal berburu. Seperti sekarang ini, ia berhasil menangkap kelinci di hutan dan tengah meminum darahnya."Ah ...." Gabriel membuang kelinci yang sudah tidak bernyawa itu, sekarang ia sudah merasa cukup minum.Ketika Gabriel berbalik, tiba-tiba sebuah pedang yang mengacung di depannya membuatnya cukup terkejut. Dilihatnya si empu yang mengacungkan pedang itu kepadanya. Lucas."Apa kau yang menyembunyikan Calista?" desis Lucas.Gabriel menatap Lucas tidak mengerti, pria itu mengusap jejak darah yang berada di bibirnya. "Calista?" tanyanya."Jangan pura-pura bodoh, di mana kau menyembunyikannya?" tanya Lucas lagi, kali ini dengan mata yang menatap Gabriel dengan tatapan menusuknya.Gabriel menggeleng, ia benar-benar tidak tahu di mana Calista. Ia saja baru selesai berburu. "Aku benar-benar tidak t
"Kalian bodoh?! Bagaimana mungkin kalian meninggalkan Ratu kalian sendirian di taman belakang?!" Lucas murka ketika tahu Calista menghilang, ia sudah mencari ke sekitar istana, tapi ia tidak menemukannya. Lucas hampir gila rasanya. "Dan kini ia telah menghilang."Prajurit-prajurit yang mendapatkan amarah dari Lucas hanya bisa menunduk takut. "Maafkan kami, King. Ini adalah kelalaian kami." Mereka merasa ini adalah salahnya juga, seharusnya mereka tidak mengikuti perintah calon Ratu-nya itu. Seharusnya mereka tetap berjaga di sana."Sial, kita baru saja selesai berperang. Tidak menutup kemungkinan jika vampir-vampir itu dendam. Bagaimana jika ia menyakiti Calista?" Lucas seperti sudah kehilangan akal, bahkan ia tidak bisa merasakan kehadiran Calista sekarang. Padahal kalung yang Calista pakai seharusnya bisa menunjukkan dimana gadis itu berada."Astaga. Lucas, kau benar-benar tidak dapat merasakan kehadiran Calista?" Merida pun tidak
Putri Jingmi menatap marah pada undangan yang baru saja ayahnya perlihatkan, undangan yang jelas sekali nama Lucas dan Calista terukir dengan begitu indahnya."Mereka akan menikah! Ayah, bagaimana aku sabar tentang ini?!" Putri Jingmi sangat marah, ia menghempaskan semua barang-barang yang terletak di meja riasnya hingga barang-barang itu berceceran di lantai kamarnya.King Jierui mendekati Putri Jingmi mencoba menenangkan amarah putrinya itu. "Putriku, jangan seperti ini. Ini juga jauh dari perkiraan ayah. Ayah tidak menyangka jika mereka menikah secepat ini." King Jierui memegangi bahu Jingmi, tapi Jingmi menepisnya."Sekarang, ayah keluar. Aku mau sendiri." Putri Jingmi duduk di ranjang, ia membuang pandangannya dari ayahnya dengan menatap dinding.King Jierui hanya bisa memakluminya, ia tahu jika putri semata wayangnya itu tengah kesal karena pria pujaannya akan menikah. "Baik, ayah akan keluar."
"Kau jahat sekali, Cal. Kau meninggalkan aku di hutan, di hutan!" Lea menatap kesal Calista, ia abaikan orang-orang di lorong kampus yang menonton pertengkaran kecil mereka.Calista hanya bisa meringis pelan, wajar saja Lea marah kepadanya. Ia sudah sangat jahat meninggalkan Lea di hutan itu sendirian. "Astaga, aku benar-benar minta maaf, Lea. Sungguh, aku tidak bermaksud. Waktu itu aku hanya panik dan melupakan kamu begitu saja.""Untung saja Nicholas lebih dulu menemukan aku, kalau tidak aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku." Lea bersedekap menatap Calista. Setelah ditinggal oleh Calista di dalam hutan itu, Lea rasanya ingin menangis karena ia tersesat, di saat yang tepat Nicholas datang kepadanya."Lea, sekali lagi aku minta maaf. Kau mau memaafkan aku?" Calista menyatukan kedua telapak tangan di depan dadanya dan menatap Lea dengan pandangan memohon.Lea menarik nafas. "Baiklah-baiklah, aku me
Antonio dan Merida menatap Calista yang baru saja berteriak meminta ini dihentikan, Lucas pun begitu ia spontan menghentikan kegiatannya yang tengah menyuburkan api. Jadi, sekarang Lucas hanya terbang dengan menatap semua Vampir yang terlihat sangat ketakutan itu.Gabriel yang sudah terluka pun tidak dapat berbuat banyak, tangan kirinya telah terkena api dari Lucas. Menyebabkan tangannya itu tidak lagi berfungsi, tangannya terasa mati rasa."Kenapa, Cal?" tanya Merida. Ia memegang bahu Calista dan menemukan wajah sedih gadis itu.Calista menggeleng. "Maksudku, bisakah kalian mengampuninya. Aku hanya merasakan kasihan," kata Calista sendu.Merida menarik nafas. "Kau memiliki hati yang baik, tapi mereka semua adalah penghianat. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi nantinya jika kita membiarkannya hidup." Merida memberikan penjelasan. "Nantinya akan banyak kejadian seperti ini, di saat seperti itu kita harus mengutama
Calista hanya bisa menatap nanar kepada tubuh Lucas yang terbaring lemah di atas tanah, tidak ada seorang pun yang mendekat kepada Lucas. Bahkan Antonio dan Merida pun tidak berada di samping anak semata wayangnya itu. Mereka berdua hanya diam dengan pandangan lurus kepada tubuh Lucas."Lucas!" Jeritan Calista memecah keheningan yang beberapa saat yang lalu tercipta, diikuti oleh suara tawa Aslan yang membahana. Merasa menang karena berhasil membunuh Lucas tanpa harus kerepotan. Ah, Aslan beruntung mendapatkan racun mematikan itu dari Alberio, pria yang tergila-gila akan keabadian.Gabriel, berdiri di sana. Ia memandangi Lucas yang telah tewas lalu pandangannya beralih kepada Calista yang menangis histeris, Calista terlihat sangat kacau karena kehilangan Lucas."Hahaha. Akhirnya Raja Naga terkuat yang pernah ada mati. " Aslan tertawa seperti orang gila, ia berhasil membunuh Lucas hanya dengan memanfaatkan seorang gadis. Faktanya Nag
"Lepaskan aku brengsek." Apapun hal yang Calista katakan tidak membuat Aslan mendengarnya, pria itu mendorong kasar bahu Calista agar maju ke depan. Ya, ia akan menunjukkan Calista kepada Lucas."Lucas pasti senang sekali melihatmu ada di sini." Aslan memegang bahu kiri Calista dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya ia gunakan untuk mengalungkan pedang di leher Calista. Hal itu sukses membuat Calista tidak bergerak banyak selain umpatan yang keluar dari mulutnya.Aslan membawa Calista ke lokasi tempat pertarungan Lucas dan Gabriel, di sana Calista melihat Lucas yang tengah bersiap membunuh Gabriel. Mata Calista membulat melihatnya.Lucas berdiri di hadapan Gabriel yang tengah terbaring di tanah, ia mengangkat tinggi-tinggi pedangnya, siap untuk menembus jantung Gabriel. "Ucapkan selamat tinggal untuk dunia ini, Vampir," kata Lucas. Ia pun bersiap menurunkan pedangnya jika saja ia tidak merasakan sesuatu me