Home / Romansa / Dosen Tua Kaya Raya Itu Suamiku / Bab 18: Tercyduk Berdua

Share

Bab 18: Tercyduk Berdua

Author: HarunaHana
last update Last Updated: 2023-08-21 23:56:46

"Nggak usah menghubungi mereka,” sergah Amran cepat seolah tahu apa yang akan dilakukan Mei. “Tadi saya sudah ngasih tahu kalah kamu ada di sini."

"Alhamdulillah. Makasih, Prof."

“Kamu yang lupa, saya yang repot.” Amran pura-pura kesal. Repot tapi seneng, kok. Astaga! Amran merasa dirinya mulai korslet.

“Lain kali kalau Andra merepotkan kamu karena minta macem-macem, langsung forward ke saya. Biar saya yang selesaikan.,” ujar Amran setelah menyesap tehnya. Ia menyandarkan tubuh di bibir meja yang berhadapan dengan Mei. Sorot matanya menajam dan nada bicaranya tak sehangat semula.

Mei yang tengah menempelkan bibir di gelas tertegun. Jangan-jangan Prof. Amran sudah tahu hubungannya dengan Andra. Tapi dari siapa? Mei bertanya-tanya dalam hati karena Andra bukan tipe laki-laki suka curhat. Apalagi Amran bukan teman dekat. Andra tidak mungkin sembarangan berbagi cerita. Apa mungkin Aina dan Najma yang cerita? Nanti aku tanya mereka.

“Kayaknya ini yang terakhir, Prof. Saya sudah lempar ke
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Dosen Tua Kaya Raya Itu Suamiku   Bab 19: Kucing-Kucingan

    “Mei belum kepikiran untuk kembali, Pak. Mei masih ingin hidup sendiri.” Terdengar tarikan napas di seberang. “Bapak tahu kamu terluka. Kalau kamu tidak mau kembali pada Andra, Bapak harap kamu mau menerima orang lain. Kamu juga berhak bahagia, Mei. Kamu masih muda.” Sekian detik Mei tercenung. Dibiarkannya ucapan sang ayah tak bersambut. Ia bangkit dari kursi bambu di teras rumah Pak Kadus lalu duduk di ayunan di bawah pohon kersen. Sebelum duduk, Mei memetik murbei yang tumbuh di samping kersen. Dinikmatinya rasa asam manis buah yang sering disebut anggur Jawa itu sambil mengayun pelan. “Iya, Pak. Mei mau, kok, menikah lagi. Tapi Mei belum ketemu orang yang cocok. Mei tidak mau dikhianati lagi, Pak.” “Bapak ngerti.” “Doain Mei, Pak.” “Pasti, Nduk. Kalau kamu sudah luang, pulang bentar Mei. Ibu kangen kamu pijit katanya.” Mata Mei berembun. Dadanya sesak. Ia juga kangen, tapi pekerjaan seperti tidak pernah habis. Minggu depan ia akan meminta izin pada Amran untuk pulang sebent

    Last Updated : 2023-08-22
  • Dosen Tua Kaya Raya Itu Suamiku   Bab 20: Terluka

    “Kami akan usahakan yang terbaik, Pak. Silakan Bapak tunggu dulu di luar.” Dokter muda itu tersenyum menenangkan sebelum kembali memasang wajah serius. Sementara dokter menangani Mei, pengemudi Grandmax mencari ponsel Mei di tas selempang yang tadi dikenakannya. Ia membuka aplikasi WhatsApp dan menemukan nama Prof. Amran di urutan teratas. Mei sengaja menyematkan pembicaraan dengan Amran agar chat dari profesor itu tidak tenggelam. Kadang, pembicaraan di grup-grup WhatsApp menenggelamkan chat-chat penting. "Halo, di sini Amran, Senior Lecture di Fakultas Pertanian Departemen Agribisnis. Apakah ada yang bisa saya bantu?""Maaf, Pak. Apakah Bapak kenal Mbak Meilina Salsabila Putri?" Suara pengemudi Grandmax bergetar. Sudah lima tahun dia menjadi sopir dan baru kali ini menabrak orang sampai tidak sadarkan diri. Ia pernah dua kali menyerempet pengendara motor dan keduanya tidak terluka parah. "Iya, Pak. Itu mahasiswa saya." "Saya Andi. Tadi saya menabrak menabrak Mbak Meilina di deka

    Last Updated : 2023-08-22
  • Dosen Tua Kaya Raya Itu Suamiku   Bab 21: Bantuan Lila dan Kebencian Andra

    Bastian menatap Amran. "Blood for life masih mengusahakan Prof. Ini ada satu pendonor lagi katanya. Dia sudah otw ke sini.""Alhamdulillah." Amran bergumam tanpa membuka mata. "Semoga segera ada lagi." Alvin menambahkan. “PMI juga tadi sedang mengusahakan, Prof.” Tiba-tiba Amran teringat Lila. Ia pernah mengantar Lila donor. Perempuan itu juga mempunyai golongan darah O negatif. Segera dicarinya kontak Lila di note dan menghubunginya. Ia menjauhi Alvin dan Bastian. Lalu, dilihatnya Andra tengah berjalan cepat ke arahnya. "Aku butuh bantuanmu, La. Aku butuh pendonor O negatif." “Kebetulan kondisiku lagi fit. Eh, kok, kamu masih simpan nomor aku? Padahal aku hubungi nomor kamu sudah nggak aktif, lho.” “Aku lihat di akunmu.” Amran menyalami Andra yang sudah berada di depannya. “Jadi gimana? Kamu bisa donor?” “Tapi aku lagi males nyetir, nih. Kamu bisa jemput?” “Aku pesenin taksi online, oke? Biar lebih cepet.” “Pulangnya kamu anter?” “Nggak bisa, La. Aku mesti nunggu di sini.

    Last Updated : 2023-08-23
  • Dosen Tua Kaya Raya Itu Suamiku   Bab 22: Sampai Kapan Berbohong

    Merasa ingin tahu lebih banyak tentang Alvin, Amran mengizinkan asistennya itu tetap di rumah sakit yang disambut senyum lega Alvin. “Ingat, saingan kamu dua singa sementara kamu cuma kucing jantan,” bisik Bastian sebelum pergi. Alvin melengos lalu menjauhi Bastian. Saat ini ia tidak sedang bertarung. Alvin hanya ingin menemani Mei melewati masa-masa kritis. Ia tidak akan bisa tidur nyenyak sebelum Mei sadar. Keesokan harinya, sebelum jam tujuh semua sudah berkumpul di depan ruang ICU. Mereka masih sempat bertegur sapa sesaat. Semua mulut mendadak terkatup rapat ketika pintu kaca terbuka dan perawat mendorong brankar menuju ruang operasi. Tanpa banyak bicara, mereka mengikuti di belakangnya lalu menunggu di depan ruang operasi. Aina dan Najma duduk di samping kiri dan kanan ibu Mei. Keduanya menggenggam tangan keriput perempuan seusia ibu Amran itu seraya merapal doa. Andra duduk di samping bapak Mei sementara Rangga memilih bersandar di sudut pembatas ruang tunggu. Alvin dan A

    Last Updated : 2023-08-24
  • Dosen Tua Kaya Raya Itu Suamiku   Bab 23

    Amran duduk di samping ranjang. Ditatapnya paras pucat Mei dengan mata berkaca-kaca. “Hai, Mei. Lama sekali kamu tidur. Kamu mimpi apa sampai nggak bangun-bangun?” Suara lirih Amran beradu dengan bunyi alat-alat bantu di samping ranjang dan deru mesin pendingin. “Bangun, Mei. Nanti saya buatin teh paling enak.” Amran tersenyum getir. Hatinya benar-benar seperti gelas dibanting ke lantai. “Atau kamu mau dibuatin kopi? Apa saja yang kamu minta, saya buatin, Mei. Please, bangun, Mei.” Napas Amran tertahan ketika melihat kelopak mata Mei bergerak. Ia mendekat demi memastikan penglihatannya tidak salah. “Mei ....” Kedua mata Mei terbuka sempurna. Ia mengedarkan pandangan hingga bersitatap dengan Amran. “P-Prof Am-ran, sa-ya di ma-na?” Hati Amran seperti dipeluk embun pagi ketika mendengar suara Mei dan melihatnya membuka mata. Segala penat dan lelah lesap, sirna bersama udara. Ya, ampun, betapa tersiksanya aku nungguin kamu bangun, Mei. Hampir saja Amran menggenggam jemari Mei, tetapi o

    Last Updated : 2023-08-25
  • Dosen Tua Kaya Raya Itu Suamiku   Bab 24: Suapan Sang Profesor

    Amran tersenyum. Separuh hatinya bersorak penuh kemenangan, separuh lainnya sedikit merasa bersalah. “Aku sudah sering diledekin anak-anak. Nggak cuma sama Mei.” Sembari menjajari langkah Andra, Amran mencoba mematikan api yang terlanjur disulutnya. “Kamu capek banget kayaknya. Deket sini ada homestay. Aku pesenin kamar, gimana? Kamu bisa istirahat dulu. Mumpung masih ada Aina dan Najma yang jagain Mei.” “Nggak usah, Bro. Nanti aku cari sendiri saja. Aku baru bisa ninggalin rumah sakit kalau Mei bener-bener sudah stabil kondisinya.”“Oke.” Amran tersenyum. Diturunkannya tangan dari bahu Andra lalu disimpannya dalam saku celana. “Kalau gitu kamu makan dulu. Kebetulan aku sudah makan.” Andra mengangguk lalu meneruskan langkah menuju kantin, membawa hati yang panas membara. Mungkin secangkir kopi atau segelas teh bisa mematikan api yang nyaris membakar habis tubuhnya. Sore itu kedua kakak Mei dan keluarganya datang menjenguk sekalian menjemput bapak dan ibu Mei. Rangga yang akan menu

    Last Updated : 2023-08-26
  • Dosen Tua Kaya Raya Itu Suamiku   Bab 25: Lamaran Andra

    Andra mendorong kursi roda menyusuri koridor rumah sakit. Sebelas hari dirawat akhirnya Mei diizinkan pulang. Diam-diam ia lega karena Amran tidak pernah lagi menampakkan batang hidungnya. Ia merasa bebas meski sempat panas karena melihat Amran menyuapi Mei. Melihat sikap Mei yang melunak, tunas-tunas harapan di hati Andra tumbuh subur. “Aku ikut Rangga saja, Mas,” ujar Mei ketika Andra mengarahkan kursi roda ke mobilnya. “Iya, Mas. Mbak Mei bareng saya saja.” Rangga memasukkan barang-barang ke bagasi kemudian mengambil alih kursi roda dari Andra. “Makasih bantuannya, Mas. Mas Andra pulang saja. Biar bisa istirahat.” Mei tersenyum tulus. Meski ia sudah tidak punya perasaan apa pun pada Andra, tetap saja pria itu telah menungguinya tanpa jeda. Ia berutang budi pada Andra. “Aku nggak akan tenang kalau kamu belum sampai rumah. Aku antar kamu.” Andra membalas senyum Mei. Ia akan menginap di Solo dan baru kembali ke Magelang esok hari. Nanti malam ia ada janji temu dengan salah satu ko

    Last Updated : 2023-08-27
  • Dosen Tua Kaya Raya Itu Suamiku   Bab 26: Duel

    “Mas Andra, stop!” Mei mulai terbawa emosi. “Lebih baik Mas Andra pergi kalau nggak bisa diajak bicara baik-baik. Kita ini sudah dewasa, Mas. Please, jangan kekanak-kanakan seperti ini.” “Jujur saja, Mei. Kamu nunggu Amran, kan?” “Oke, oke.” Mei mengganjur napas. Ia masih belum melepas pandangan dari Andra. Paginya yang hangat hilang akibat ulah Andra. “Memangnya, apa masalahnya buat Mas Andra kalau aku nunggu Prof. Amran?” “Ngapain kamu nunggu laki-laki pengecut seperti dia? Sampai kapan pun dia tidak akan punya nyali untuk melamarmu. Ngapain kamu nunggu laki-laki seperti itu?” Andra kalap. Hening sejenak. Mei terperangah. Ucapan Andra membuat otak Mei hang dan kepalanya pusing. Mungkin Amran selama ini memang tidak pernah mau jujur dengan perasaannya, tetapi menyebut Amran pengecut jelas tidak benar. Mei mengerti, menyembuhkan trauma tidak pernah mudah. Menindas rasa tidak percaya diri dan menjadi manusia paling jelek di dunia karena ditolak mentah-mentah bukan hal gampang. “Sa

    Last Updated : 2023-08-28

Latest chapter

  • Dosen Tua Kaya Raya Itu Suamiku   58: Pertemuan Tak Terduga

    Amran menatap Bastian. "Kenapa dengan nama itu? Kamu kenal?" Jiwa kepo Amran meronta. Tiba-tiba ia khawatir kalau tingkah salah satu mahasiswanya itu ternyata tercium orang lain, termasuk Bastian. "Tidak, Prof." Bastian tersenyum samar. Otaknya bekerja cepat dan pertanyaan Mei kembali terlintas di kepala. Kini ia mengerti kenapa Mei tadi bertanya tentang Akira Hana. "Tapi dari wajah kamu, kayaknya kamu kenal dia." Amran yang sudah berdiri kembali duduk. Bastian meringis. "Kimbabnya enak, Prof." "Bas!" Bastian yang masih mengunyah dengan mulut penuh memberi isyarat dengan gerakan tangan pada Amran agar diam dan menunggu. Ya, ampun. Makhluk satu ini kenapa tiba-tiba bikin kesel? Amran menghela napas seraya menatap jengkel Bastian. Kalau ada asisten sedikit ngelunjak, Bastian orangnya. Namun, Amran terlanjur cocok bekerja dengan Bastian. Jadi, dia masih bisa menahan urat sabarnya agar tidak putus saat penyakit Bastian kambuh. "Cepetan ngomong," ujar Amran seraya menyodorkan air mi

  • Dosen Tua Kaya Raya Itu Suamiku   Bab 57: Pengagum Rahasia (2)

    Amran tidak tahu sejak kapan Mei berubah sikap padanya. Apakah sejak ia sakit dan karenanya Amran tidak menyadari perubahan raut muka dan gerstur tubuh Mei, atau baru-baru ini setelah ia sembuh. Amran baru merasakan perubahan Mei ketika tadi malam Mei lebih memilih memeluk guling ketimbang menggodanya. Namun, semalam ia terlalu lelah untuk mengobrol. Ia ingin cepat tidur karena hari ini harus mengajar jam pertama. Kebekuan Mei berlanjut pagi ini. Tidak ada senyum manis juga kecup mesra Mei yang biasanya ia dapat setiap kali akan pergi. "Apa aku tidak dapat bekal?" Amran yang baru saja selesai berpakaian dan siap berangkat tersenyum melihat Mei masuk ke kamar. Mei melihat Amran sekilas, tidak berminat menjawab pertanyaan sang suami. "Ini bekalnya, Prof." Ia hanya berujar singkat tanpa menatap Amran, meletakkan tas bekal di meja. Diambilnya jas dari gantungan baju kemudian diberikan pada Amran. Masih tanpa senyum dan raut muka datar. "Bukan bekal itu, Meine Schatzi." Amran meraih j

  • Dosen Tua Kaya Raya Itu Suamiku   Bab 56: Pengagum Rahasia Amran

    "Akira Hana." Mei bergumam pelan. Ia belum pernah mendengar nama itu disebut Amran. Selama ini, suaminya lebih sering menyebut kolega laki-laki. Sangat jarang ia berbagi cerita tentang teman dosen perempuan kecuali Bu Andriana yang memang memiliki proyek bersama. "Mungkin mahasiswanya." Mei kembali bergumam. Ah, bukankah sejak dulu ia sudah tahu kalau Amran memang magnet bagi kaum hawa? Bukan tidak mungkin ada yang nekad mendekatinya meski status Amran sekarang telah berubah. Mei menghela napas. Dipukulkannya kepalan tangan ke tengah kemudi sementara parfum itu ia geletakkan begitu saja di kursi samping. Tiba-tiba saja seperti ada yang terbakar di dadanya. Mei masih tertegun dengan mata menatap lurus ke depan. Bayang masa lalu dengan Andra satu per satu mampir di kepala. Apakah ia harus menghadapi teror orang ketiga lagi? Kenapa hidupnya begitu sial dan pernikahannya selalu diganggu? Mei menggigit-gigit bibir. Gelisah. "Nanti aku cek hape Mas Amran. Jangan sampai ada penyusup dala

  • Dosen Tua Kaya Raya Itu Suamiku   Bab 55: Parfum di Mobil Amran

    Pagi ini Mei bangun lebih awal dari biasanya. Pukul 03.00 dini hari sementara beberapa hari lalu ia lebih sering membuka mata 30 menit setelah jam tiga. Entah mengapa, sejak Lila sempat hadir dalam kehidupan Amran, ia selalu lebih cepat terjaga. Seperti ada alarm yang menempel di tubuhnya lalu menggelitik tubuhnya hingga membuka mata. Mei menggeliat. Sebelum matanya benar-benar terbuka, ia telah mendengar dengkuran halus Amran menyelinap di antara detak jarum jam. Mei menoleh, melihat Amran masih terlelap di sampingnya dengan wajah sedikit memerah. Refleks, Mei meletakkan telapak tangan di dahi Amran. Demam. Mei membatin. Perlahan diangkatnya salah satu tangan Amran yang berada di atas pinggangnya kemudian beringsut dan turun dari ranjang. Kecapekan, Mei berpikir jika suaminya pasti kelelahan maraton mengurus Lila dan sepulang dari Jakarta ia pergi ke Bantul. Amran baru kembali tadi malam. Akhirnya tubuhnya berontak dan minta istirahat. Mei bukan tidak mengingatkan Amran agar isti

  • Dosen Tua Kaya Raya Itu Suamiku   Bab 54: Akhir Kisah Lila dan Amran

    Amran dan Mei menggeleng. "Kebetulan saya teman lama dia. Memang dia sempat mau meminjam uang, tetapi istri saya keburu tahu. Jadi, Alhamdulillah uang kami selamat." "Syukurlah." Perempuan itu mengganjar napas. "Dia sudah terbiasa hidup mewah. Sejak suaminya ditangkap karena korupsi dan aset-asetnya disita, dia jadi kehilangan pegangan. Akhirnya dia nipu sana-sini.” "Anak-anaknya gimana, Eyang?" Mendadak Mei teringat anak-anak Lila."Dia sudah tidak punya anak." Mei melongo."Anak satu-satunya meninggal karena sakit. Sejak saat itu hidupnya makin tidak karuan."Meski Lila harus mendapat hukuman atas kejahatannya, Mei tetap prihatin dengan nasib Lila. Ia pernah kehilangan bayi dan bisa membayangkan betapa hancur hati Lila. “Sekarang Lila ada di rumah sakit, Eyang. Kemarin dia sempat ingin bunuh diri.” Perempuan sepuh itu terkejut. “Di rumah sakit mana, Nak? Biar nanti Eyang jemput. Papanya sudah nggak ada dan keluarga besar mamanya tidak mau lagi nerima dia. Biar dia tinggal di si

  • Dosen Tua Kaya Raya Itu Suamiku   Bab 53: Hati yang Dibakar Cemburu

    Baiklah, cukup sampai di sini atau tensiku naik. “Berarti beruntung banget saya, ya, Mbak. Dapat laki-laki suamiable seperti Mas Amran.” Mei berkata dengan nada sekalem mungkin. “Nggak tahu juga, sih, seberuntung apa kamu. Kata orang cinta pertama itu susah dilupakan dan mudah banget buat CLBK.” Mei tersenyum, berusaha tetap santai. “Saya pamit dulu, Mbak. Sudah sore,” ujarnya setelah kimbab di tangan Lila berpindah ke lambung. Keinginan Mei untuk mengorek lebih dalam jati diri Lila menguap. Ia terlanjur jengkel pada Lila. Kontrakan Bidadari Tepi Kali menjadi tujuan Mei selepas dari rumah sakit. Ia sudah menghubungi Najma dan perempuan itu sedang ada di rumah. Di bawah temaram cahaya matahari yang merangkak menuju ufuk barat, Mei memacu motor melewati padatnya jalan raya di samping perkampungan Kali Code. Ia sengaja tidak memakai jaket. Dibiarkannya angin sore hari memeluk tubuhnya, memeluk cemburu di hati lalu menerbangkannya bersama debu dan kepulan asap kendaraan. Sesampainya

  • Dosen Tua Kaya Raya Itu Suamiku   Bab 52: Hati yang Dibakar Cemburu

    Mei menoleh, bertemu pandang dengan perawat yang tersenyum meyakinkan. "Jadi, Sus. Kebetulan saya bawa barang-barang Bu Lila juga. Siapa tahu dibutuhkan selama di sini." "Baik, Bu. Kalau begitu, silakan masuk." Perawat itu membuka pintu. Suara deritnya menarik perhatian Lila. Ia berhenti membaca, menurunkan koran lalu menatap lurus-lurus pada Mei yang baru saja masuk.Pintu ditutup. Napas Mei tertahan sesaat. Tatap tajam Lila memacu jantungnya hingga berdegup lebih kencang. Dihirupnya udara beraroma karbol dalam-dalam. Jadi dia, perempuan bernama Lila. Cantik. Mei membatin. Tanpa make up saja ia terlihat menarik, apalagi jika ada sedikit riasan. Lila memiliki hidung bangir dan bentuk bibir sempurna. Ia bermata bening, tidak terlalu sipit dan tidak terlalu lebar. Memandangnya seperti sedang melihat telaga berair jernih dan tenang. Mei yakin, dengan kelebihannya, Lila sanggup menaklukkan hati laki-laki dengan mudah. Nyaris tidak bisa dipercaya, perempuan dengan pahatan wajah sempurna

  • Dosen Tua Kaya Raya Itu Suamiku   Bab 51: Bulan Madu Tipis-Tipis (2)

    "Kayaknya Prof makin hari makin genit." Mei tertawa."Jadi apa aku harus datar seperti papan penggilesan?" Keduanya tergelak. Amran berdiri sembari menarik tangan Mei. "Yuk." "Tunggu, Prof." Mei bergeming. Dimintanya Amran untuk duduk kembali. "Anda belum selesai menjelaskan, Prof. Jadi apa yang harus aku lakukan besok saat bertemu Lila?" lanjutnya setelah Amran ada di sampingnya lagi. "Ah, sorry." Kedua sudut bibir Amran terangkat. "Kamu selalu membuatku lupa banyak hal." "Tuh, kan, saya jadi kambing hitam lagi." Mei pura-pura cemberut. "Memang begitu kenyataannya, Meine Schatzi." Amran menepuk kedua pipi Mei. Hampir saja ia mengecup bibir Mei kalau tangan Mei tidak bergerak cepat menahan dadanya. "Lanjutkan dulu penjelasannya, Mas." Mei mencium pipi Amran. "Hmm, oke-oke." Amran tersenyum sembari membetulkan letak kacamatanya. "Kamu ke wisma dan ambil barang-barang Lila. Setelah itu bawa ke Sardjito. Dokter belum bisa memastikan berapa lama dia diisolasi. Jadi biar kopernya a

  • Dosen Tua Kaya Raya Itu Suamiku   Bab 50: Bulan Madu Tipis-Tipis (2)

    “Ada keluarganya di Kotagede, tapi saya tidak tahu nomor teleponnya. Besok kalau sudah luang, saya akan ke sana.” “Suami? Anak-anak?” Dokter itu bertanya hati-hati. “Lila bilang kalau sudah bercerai. Sampai saat ini saya belum tahu siapa mantan suaminya. Keluarga besarnya ada di Jakarta dan saya tidak punya nomor mereka. Sudah lama sekali saya tidak terhubung dengan Lila dan keluarganya." "Baik, Prof." Dokter itu tersenyum iba. “Semoga Anda bisa segera terhubung dengan keluarganya.” Sekali lagi Amran mengucapkan terima kasih kemudian berpamitan. Ia masih sempat memandang Lila dan melangitkan doa. Amran berharap keadaan Lila tidak memburuk sehingga bisa keluar secepatnya dari rumah sakit. Bukan tentang biaya yang Amran pikirkan, melainkan karena ia khawatir tidak dapat mengurus Lila dengan baik di tengah timbunan pekerjaan. Langkah-langkah lebar Amran membawa pria itu tiba di tempat parkir lebih cepat. Setelah melewati portal rumah sakit, Amran memacu motor secepat mungkin. Masi

DMCA.com Protection Status