Raina hanya memutar mata karena Irham bicara semaunya. Dia susah payah menelan makanan. Bagaimana tidak? Irham sesekali melirik ke arahnya. Mana bisa wanita itu membuka mulut lebar! Mau apa, sih? Irham terlihat santai berada di samping gadis itu. Irham tidak tahu betapa tidak santainya perasaan Raina sekarang. "Setelah ini, kamu saya antar ke rumah Anes. Nanti malam baru ke rumah saya, ya?" tanya Irham di sela makan siang. Raina menganggukkan kepala. "Nanti malam jangan ngomong sembarangan, ya, di depan ortu Bapak!" "Kenapa?" "Saya berpotensi pergi setelah tiga puluh hari!" Raina menatap Irham. "Oke, tidak masalah." Irham bilang tidak masalah? Sungguh, pria itu susah payah mengatakannya. "Kira-kira berapa persen kemungkinan kamu meninggalkan saya?" Raina melirik sebal. Kenapa ada matematika di tengah makan siang begini? "Sembilan puluh persen!" "Jadi, saya punya tempat sepuluh persen di hati kamu?" "Nggak!" Raina tak peduli. Irham tertawa renyah mendengar jawaban Raina yan
Tante Mariam mengotot ingin dipanggil Mama oleh Raina. Om Ibrahim sempat melarangnya karena khawatir Raina menjadi risih. Namun, dia jadi ikut-ikutan ingin dipanggil Papa juga oleh gadis di sebelah Irham. "Anes dijadiin anak juga, sih, Om, Tan!" sindir Anes sambil menyuap nasi. Rasa rendang Tante Mariam membuat mulutnya tak ingin berhenti makan. Ini sudah piring kedua. Masa bodo dengan timbangan yang semakin ke kanan. Tante Mariam hanya tersenyum geli. "Wah, Papa nggak sia-sia pulang kerja, capek. Pulang ke rumah mendadak punya anak gadis, capeknya jadi hilang!" seru Papa. Irham perlu mengorek telinga mendengar ucapan pria tua itu. Dia berusaha tenang menghadapi kekonyolan mama dan papanya. "Astaga, Om! Lebay sekali kalimatnya!" Anes mencibir. Sejak kapan om yang tegas dan banyak aturan berubah friendly? Om Ibrahim tidak peduli. Dia tetap memamerkan senyum pada Raina. Irham bergeming sejak datang ke meja makan. Dia sudah mengganti pakaian dengan kaus berkerah. Meskipun ingin t
SAYA TIDAK TERTARIK SAMA SEKALI KEPADA BAPAK. Telan ucapan itu baik-baik. Raina tidak bisa mengatakannya. Dia tahu betul pesona Irham. Wanita mana yang tidak tertarik pada dosen muda, berbakat, tampan rupawan, juga cukup mapan. Irham juga dingin dan cuek terhadap wanita lain. Sudah pasti, Raina akan merasa diistimewakan. Namun, dia tidak mau membuat pria itu kepedean dengan bilang tertarik. Sekali lagi, dia meneguhkan hatinya sendiri untuk tidak terpesona pada Irham Nusahakam. "Ti-tidak! Saya tidak ..." SAYA TIDAK MUNGKIN TIDAK TERTARIK. Kenapa teriakan nista itu muncul di pikiran Raina? "Tidak tertarik?" "Ya, tidak apa lagi, memangnya?" "Saya pikir ... tidak mungkin tidak tertarik." Irham masih fokus menatap jalan. Mulut Raina membulat. Wanita itu menipiskan bibir. Dingin AC menyergap kulit. Dia merapatkan cardigan yang dipakainya. "Kalau sudah nikah, nggak akan kedinginan!" kata Irham, lalu tertawa lepas. Astaga, Irham Nusahakam! Dia ingin memukul kepalanya sekarang juga
Pagi ini, Raina masuk ke mobil Irham yang diparkir di depan rumahnya. Dia sempat ragu untuk ikut. Namun, lebih ragu lagi membiarkan pria itu pergi. Ada banyak pertanyaan di benaknya setelah keluar dari kamar Maira. Setelah semalaman tidak bisa tidur, Raina memiliki lingkar hitam di mata. Dia juga tampak mengantuk. "Pagi, Raina ..." ucap Irham ceria. Dia memperhatikan gadis di sebelahnya. "Kamu sakit?" "Nggak, kok!" seru Raina lirih. Wanita itu tetap menjalankan perjanjiannya selama tiga puluh hari. Sisa dua puluh sembilan hari lagi. Kenapa masih banyak sekali? Irham ingin mendebat jawaban Raina. Namun, dia memilih menjalankan kemudinya. "Kamu bergadang?" Irham tak tahan lagi bertanya. Raina melirik Irham kesal. Kenapa ribet banget, sih, jadi cowok? "Semalam, saya nggak bisa tidur." Raina terpaksa cerita. "Kenapa?" Raut wajah Irham berubah khawatir. "Bapak pengen tau banget!" keluh Raina lirih. "Ya, pengen, dong. Semua tentang kamu, saya perlu tau." Raina bergeming. "Saya b
"Kamu nggak nunggu saya?" tanya Irham kesal saat tahu Raina pergi ke rumah Anes. Berdua dengan Adli pula.Memang, tidak ada yang mewajibkan Raina untuk berpamitan. Namun, dia sudah berekspektasi untuk menggoda Raina pulang kuliah nanti. Biar bagaimana pun, Irham perlu membalas gemuruh hatinya saat mata kuliah berlangsung.Pria itu dengan sengaja diam dan mencoba bersabar, sedangkan Adli terus saja menguji. Irham bisa melihat jelas polah tingkah Adli dari jarak jauh.Senyuman Raina tiap kali Adli bertanya, membuat Irham menahan kesal.Bisa tidak, sih, Irham langsung menikahi Raina besok? Boro-boro ingin menikah, membuat Raina ingat kehadirannya di mayapada ini pun sulit sekali. Dia hanya boleh menyerah ketika waktunya sudah habis, bukan? Masih tersisa 29 hari lagi."Nggak! Saya nggak kepikiran Bapak." jawab Raina sejujurnya. Dia bisa mendengar Irham mendesah di balik panggilan handphone."Tapi kepikiran bareng Adli?" sindir Irham."Saya sama Adli, kan, sahabatnya Anes! Temen sakit lang
Irham ingin tertawa melihat ekspresi cemas Raina. Gadis anti romantik itu menggigit bibir perlahan saat sadar rute yang sedang Irham tuju bukanlah rumah. "Kita ... nggak jadi ke rumah Bapak?" tanya Raina ragu. Dia memanjangkan pandangan jauh ke depan. Mau ke mana, sih, ini? Apa begini rasanya diculik? "Nggak!" jawab Irham singkat. "Kenapa?" tanya Raina cepat. Irham tak mau menjawab. Dia memang tidak membawa Raina ke rumah sesuai rencananya. Papa dan Mama sudah telanjur menyukai gadis itu. Ketika pulang kerja, pernah ditanya kapan mau melamar Raina. Yang benar saja! Bagaimana mau melamar? Untuk mendapatkan hatinya saja butuh waktu lama. Seolah pesona Irham sudah pudar saja! Bagaimana mungkin Irham membawa Raina belajar di rumahnya, bukan? Teror pernikahan akan semakin merajalela. Dia akan semakin kesal terhadap dirinya sendiri. Irham sadar betul, waktu untuk menunggu Raina tak lama lagi. "Ke mana, sih?" Raina menatap Irham tak percaya. Pria itu hanya tersenyum. Rahangnya yang te
Raina ingin oleng saat mengingat cara licik Irham menebar pesona. Pria itu sengaja menggunakan ketampanannya untuk memikat hati Raina. Ingin marah, ya, wajahnya telanjur ganteng. Siapa yang tega mendorong pria se-charming itu? Lalu, bila Raina diam saja, Irham pasti mentertawakannya dalam hati. 100% menyebalkan! Raina hanya bisa menggerutu. Dirinya saat ini sudah berada di mobil Irham dalam perjalanan pulang menuju rumahnya. Gadis itu sesekali melirik ke arah Irham di kursi kemudi. Irham bertanya-tanya dalam hati. Apa tadi tatapan romantis? Apa Raina mulai memperhatikannya? Irham tidak sia-sia menebar gombalan sepanjang sore sampai makan malam di kantor tadi. Irham tak berbicara apa pun dan membiarkan keadaan menjadi canggung. Beberapa menit kemudian dirinya menyalakan musik sambil tersenyum simpul, menangkap lirikan Raina. Lagu Mau Dibawa Kemana dari Armada pun mengalun ceria. Raina menatap Irham tak percaya. Dia melepaskan tas selempang berwarna coklat dan meletakkannya di bel
Saya akhiri rancangan kegiatan mengenal saya. Kamu bebas mulai sekarang' Raina menghela napas. Dia beberapa kali mengetikkan sesuatu pada ruang obrolannya dengan Irham. Namun, dia menghapus kembali tulisan itu. Raina tidak percaya diri mendapat maaf dari dosennya. Apa yang harus dilakukan oleh Raina? Raina tidak mungkin bertanya kepada Anes yang sedang sakit, bukan? Dia akhirnya memilih merebahkan badan setelah berganti pakaian tidur. *** Sabtu pagi, Mama datang pagi-pagi sekali dan membantu Maira membereskan barang. Raina masih mondar-mandir dalam kamar. Dia tidak terpikirkan Maira sedikit pun. Yang ada di kepalanya adalah Irham Nusahakam. Suara ketukan pintu terdengar. "Raina sayang ... boleh Mama masuk, Nak?" suara Mama terdengar lembut. Raina membuka pintu. Dia berwajah kusut saat ini. Mama memeluk gadisnya tanpa aba-aba. "Maafin Mama, ya, Sayang ..." "Mama mau minta maaf berapa kali? Tadi pagi pas datang, udah. Aku nggak apa-apa." Raina melepas pelukan Mama. "Maira cari te
Menikah itu ibadah. Namun, jangan sampai Irham mendengar hal yang diyakini Raina ini. Dia bisa semakin ngebet untuk melaksanakan ibadah yang kelak akan menjadi kesukaannya.Raina bukan bergidik, tetapi pipinya malah bersemu merah.Malam semakin larut. Bahu dan punggung Raina rasanya rontok seperti baru selesai outbond atau bahkan mendaki gunung. Dia ingin segera membersihkan wajah dan tidur.Irham masuk kamar dengan wajah kelelahan, tetapi tetap terpancar kebahagiaan. Dia baru saja membantu Maira dan Collin membawakan hadiah-hadiah teman Raina ke mobil untuk disimpan di rumah Raina langsung.Kelopak mawar di atas kasur sudah berantakan di bawah. Irham menarik napas. Raina pasti sudah mengibasnya dengan membabi buta. Wanita itu sudah bilang tidak mau ada bed ala-ala pengantin baru.Irham membuka jas dan kemejanya dan duduk di pinggir kasur. Dia tahu Raina sedang mandi dan membersihkan wajah. Adegan membukakan baju pengantin yang Irham bayangkan ambyar sudah. Buktinya, Raina sudah buru-
"Saya terima nikah dan kawinnya Raina Atqiyya binti ..."Itu adalah kalimat paling romantis yang didengar seorang penulis. Dari ribuan kalimat dalam novel romansanya, dia tidak pernah menulis satu kalimat pun seindah itu.Raina tidak membayangkan akan menikah dengan Irham, si paling ngajak ribut setiap hari.Anes sibuk bersorak-sorai sejak orang-orang berkata sah, apalagi saat Irham memakaikan cincin di jari manis tangan kiri Raina. Dia tidak peduli dengan keanggunan gaun bridesmaid berwarna silver yang sedang dipakainya. Ada yang berbeda dari Anes. Wanita itu memakai hijab. Tentu saja setelah perdebatan panjang dengan Raina.Anes semakin gregetan dengan sikap malu-malu ala perawan Raina saat dokumentasi foto-foto buku nikah. Dia asyik tertawa dan menjepret dari berbagai sudut tanpa peduli sosok yang sejak tadi terpesona dengan penampilan barunya.Ya, itu adalah Vino, yang ikut tersenyum saat Anes tertawa.Irham terlihat sangat bahagia seolah matanya mengeluarkan binar cinta saat mena
Percuma pesona Irham Nusahakam kalau tidak bisa membuat Raina menginginkannya.~ Irham yang sedang memikirkan cara untuk melakukan hal halal setelah akad==="Sekarang kita pikir dulu, Sayang." Irham mengulurkan tangan, menarik Raina untuk duduk di sebelahnya.Mereka sedang berada dalam kantor Irham.Raina ingat setahun lalu Irham pernah tidak membukakan pintu untuknya. Kalau diingat-ingat, Raina jadi sebal pangkat seribu terhadap pria di sebelahnya. Sok bersikap dingin padahal akhirnya tetap mengejar Raina. Siapa lagi kalau bukan Irham Nusahakam?"Pikir apa?" tanya Raina. Dia membuka box rujak jambu kristal yang tadi dibelinya di jalan menuju kantor Irham. Meskipun sudah sore, tetapi tidak mengurangi keinginan Raina untuk memakan buah tersebut."Tentang kita. Tentang akad." Irham menatap Raina penuh perhatian. Namun, as always, yang ditatap sibuk mengalihkan pandangan.Wanita itu mencicipi jambu kristalnya dengan khusyuk. Matanya seolah mengeluarkan cahaya bintang karena terlalu exci
Berada di antara kalian membuatku sakit. Namun, aku juga bahagia karena melihat Raina bahagia.~ Adli Winata galau tak berkesudahan.===Jadi, siapa sebenarnya yang orang ketiga? Adli atau Irham? Irham lebih dulu menyukai Raina bahkan sejak gadis itu masih bau keringat. Namun, Adli lebih dulu menapaki masa-masa kuliah bersama Raina. Dia lebih dulu memperkenalkan diri. Yang pasti, mereka memiliki ruang berbeda dalam hati Raina.Adli curiga pemilik akun fanbase itu adalah orang di sekitar lokasi syuting, tetapi siapa? Pria itu mengambil handphone dari saku. Setidaknya rumor bisa ditutup dengan postingan ini. Dia menarik lengan Raina untuk mendekat. Begitu juga dengan Irham. Jadi, posisi Adli sekarang berada di antara pasangan itu.Irham mengerutkan kening. "Kamu mau ngapain?" tanyanya waspada.Adli hanya berdecak sebal dengan mata melirik Irham penuh kekesalan.Sementara, Raina hanya tersenyum melihat interaksi di antara dua pria tersebut."Foto dulu buat kenangan." Adli mengangkat tang
Apa ada yang lebih bahagia daripada menikah dengan orang yang kamu cintai dan mencintaimu? - Irham Nusahakam Apa ada yang lebih ikhlas daripada melihat orang yang kamu cintai menikah dengan pilihannya? - Adli Winata Apa ada yang lebih galau daripada mencintai orang yang telanjur mencintai orang lain? - Aldian =========== Setelah chating ingin bicara pada waktu itu, Raina tiba-tiba sibuk bolak-balik kantor webtun untuk beberapa kali rapat dan ACC komiknya yang akan diadaptasi menjadi sebuah drama web series. Dia pun seketika lupa kalau memiliki seorang tunangan yang kesabarannya setinggi gunung Everest. Ya, ketinggian 8800 meter di atas permukaan laut. Meskipun kesabarannya setinggi gunung, akan tetapi terkadang berubah menjadi setipis tisu. Seperti hari ini, Raina terkejut melihat Irham sudah duduk di lobi kantor. Dia baru saja bertemu Kriss untuk rapat dan baru mendapat bocoran bahwa Irham memiliki saham di perusahaan tersebut sejak beberapa tahun lalu. Apa itu juga dilakukann
"Pak Irham sengaja ya nempelin aku terus supaya enggak mau ditinggal?"Raina and her bucin fiancee.--------Ini sudah beberapa jam sejak Raina hanya membalas pertanyaan Irham dengan senyum. Sungguh, dia malu kalau harus berkata tidak sanggup berjauhan dari Irham. Lagipula, tingkat kebucinan Raina belum setinggi itu. Kalau diukur pakai penggaris, kebucinan Raina mungkin hanya 5 cm, jauh berbeda dibanding kebucinan Irham yang menjulang tinggi.Sekarang, mereka berdua sedang dalam perjalanan pulang ke Jakarta. Awalnya, mama meminta Raina untuk tinggal di Bogor saja. Namun, Raina tidak betah tinggal di rumah mamanya sendiri. Dia lebih nyaman tinggal di rumahnya, meskipun kesepian.Sejak kehadiran Irham, kesepian hanya sebuah keadaan, buktinya hati Raina terus saja dipenuhi keramaian tentang pria itu.Irham melirik Raina yang pagi ini memakai sebuah dress berbahan crinkle airflow premium dengan jilbab lebih cerah dan bermotif. Dia secara natural menarik senyuman. Bagaimana ini? Irham sama
Kalau hati sudah yakin, apa yang bisa menghentikannya? Hanya keyakinan yang diperlukan dua insan untuk hidup bersama.- author lagi bageur --------------"Mohon maaf kepada Maira, saya tentu saja bukan ingin menghancurkan acaranya. Saya hanya ingin menambah kebahagiaan di antara kita semua. Kebetulan papa mama saya juga hadir dalam acara ini." Irham menatap papa mamanya yang sudah penasaran level tinggi.Mungkin, Pak Ibrahim siap melempar sepatu mahalnya ke hadapan Irham kalau anak itu membuat malu keluarga. Namun, selama ini Irham adalah anak tunggal yang merupakan kebanggan papa mamanya.Sementara itu, Maira sudah duduk di kursi sambil memijat dahi. Dia tidak suka rundown acaranya dirusak oleh Irham. Collin mengusap punggungnya sejak tadi."Mama, Papa, yang terhormat orangtua Raina Atqiyya, mantan mahasiswi saya." Irham membungkuk hormat sambil menghadap ke arah mama Raina dan papa tirinya, lalu melakukan hal yang sama kepada papa Raina dan ibu tirinya. "Perkenalkan saya adalah Ir
Kalau bukan kamu, apa aku bisa bertahan selama ini?Icikiwir :D====Ini adalah hari yang ditunggu-tunggu. Namun, ini bukan hari yang ditunggu Raina, tetapi Maira.Maira's day is today. Dia mengulangi sejarahnya dengan Collin bersama hati yang baru, pola pikir yang baru, dan cinta yang baru.Sejak subuh, wanita itu sudah ribet. Iya, dia ngerepotin Raina dengan banyak menyuruh-nyuruh ini dan itu. Kalau bukan karena ini hari bahagia Maira, tentu saja Raina sudah memulai peperangan sejak pagi."Na, jas buat saya nge-MC di mana?" Itu suara Aldian yang menginterupsi kesantaian Raina di sofa. Iya, Raina sedang meluruskan punggung.Akhirnya yang jadi MC pada acara Maira memang Aldian, bukan Adli Winata. Adli Winata tiba-tiba menghilang seperti yang dikatakannya."Na?" Aldian menyadarkan Raina yang sedang melamun memikirkan Adli.Tiga hari sudah tidak ada kabar.Huh, dasar Adli Winata! Si paling pengen dicariin."Na?" Aldian meninggikan suara."Ih, Aa, kenapa nanyanya sama aku, sih? Aku kan
Puluhan kali aku melihat senyumanmuPuluhan kali juga aku terpesona padamu~ Gombalan siapa lagi ini? :'(===="Sayang, kamu ngapain ke sini?"Sungguh, Irham sangat terkejut mendengar panggilan sayang dari Raina. Dia benar-benar dibuat salah tingkah karena satu panggilan itu. Irham bahkan belum menjawab pertanyaan itu. Pria itu menenangkan diri sesaat sebelum akhirnya berbicara."Mama, Papa, maaf, ya. Saya agak salting sedikit karena Raina dari tadi pamer senyum terus ke saya. Jantung saya tidak aman." Irham hanya mampu menatap mama dan papa Raina bergantian.Dia tidak sanggup melihat Raina yang sedang tersenyum menatapnya. Jantungnya makin terasa tidak karuan."Kita ke sini mau minta restu Mama untuk segera menikah. Kalau lamarannya sebenarnya sudah sering saya lakukan secara pribadi kepada Raina, tetapi Raina kemarin-kemarin belum siap mempunyai suami seperti saya." Irham tertawa setelah mengatakannya."Raina suka ngada-ngada emang." Mama bergumam.Aldian dan Adli menghela napas ber