'Hapus sendiri? Emangnya Si Bapak Nusakambangan nggak takut gue retas apa HP-nya?' Pikiran Raina terus dipenuhi pertanyaan. "Password-nya apa?"gumam Raina. Dia merasa dipermainkan. 'Untuk apa Pak Nusakambangan itu ngasih HP kalau password-nya aja, gue nggak tahu?!' Raina menghentakkan kaki. Dia berjalan menelusuri lorong lantai 4. Setelah menuruni anak tangga tiga lantai, Raina akhirnya sampai di ruang dosen. Dia mengetuk pintu. "Permisi, Bu, Pak." "Pasti mau ketemu Pak Irham!" celetuk dosen pengantar pendidikan sambil tersenyum. Dosen wanita itu sudah cukup berumur untuk meledeknya. Apa gosip 'go public paling serius' sudah menyebar sampai ke ruang dosen? Raina bergidik ngeri. Raina membungkukkan badan hormat. Dia melewati dosen-dosen yang sedang bersantai di sofa untuk sampai ke ruangan Irham. "Kamu Raina Atqiyya?" tanya seorang dosen wanita. Entah mengampu mata kuliah apa? Raina tidak pernah mengikutinya. Dosen muda itu menyedekapkan tangan saat Raina mengangguk. "Wah, pad
Raina tersenyum kecil saat mengingat kembali kejadian di ruang dosen. Dia sengaja memegang lengan Irham yang tertutup kemeja itu. Niatnya, sih, kalau tidak dibukakan juga, dia akan mendorong dosennya. Namun, Irham gentar dan langsung menarik tangan. Ternyata, pria itu benar-benar menjaga diri, ya? Pikiran Raina terus diingatkan wajah Irham yang sekali-kali senyum, tak lama pura-pura tegas. Bagaimana ini? Raina baru sadar kalau dirinya mengiyakan ajakan ngobrol. Tidak di rumah atau di kuburan. Hah? Jawaban bodoh macam apa itu? Tentu saja Irham tidak akan mengajaknya mengobrol di hotel, bukan? Bunga di vas kaca yang diletakkan oleh Raina di atas nakas masih cukup segar. Setiap kali melihatnya, wanita itu selalu teringat pada ucapan Sheiza. Apa benar Irham orang yang tulus dan tidak pernah berbohong? Apa sebaiknya dia menerima perasaan Irham saja? Sore ini, Raina memutuskan untuk membuat beberapa panel gambar. Dia memindahkan beberapa sketsa. Goresan demi goresan membuat semakin jelas
"Pak, sampai tadi siang saya masih berpikir bapak benar-benar berniat mengisi hari-hari saya. Tapi ... saya sadar. Ternyata apa yang terjadi bukan seperti itu. Bapak mungkin sudah tahu kalau Maira adalah kakak saya. Bapak mungkin hanya ingin membuat Maira cemburu atau membalaskan dendam kepadanya melalui saya. Bapak mungkin menggunakan saya untuk itu semua." Irham patah hati begitu mendengarkan ucapan-ucapan Raina. Apa ketulusannya selama ini tidak terlihat sedikit pun? Apa dia tampak seperti lelaki yang akan mengajak seorang wanita menikah hanya untuk balas dendam?"Kita ... memang seharusnya jangan pernah bertemu lagi!" ujar Irham. Dia susah payah mengatakan kalimat itu."Baik," ucap Raina. Wanita itu membuka pintu mobil dan turun begitu saja.Apa Raina bilang? Baik? Dia mungkin akan baik-baik saja atas apa yang sedang terjadi, tapi Irham? Pria itu mengepalkan kedua tangannya, kemudian memukul stir mobil.Irham belum lupa, dia pernah bilang tidak akan melamar Raina lagi. Itu bukan h
"Sampai kapan Maira tinggal di sini?" "Kamu kok pertanyaannya begitu, Ra?" tanya Mama balik. Nada bicaranya lembut. Mama adalah yang paling hati-hati bicara pada Raina. Wanita itu tidak mau menghancurkan hati putrinya untuk yang kedua kali. Mama sudah datang pagi-pagi sekali ke rumah karena ingin jalan-jalan bersama Haura, cucu satu-satunya--untuk sementara. Sementara? Raina menepis pikiran menggelikan tentang rumah tangga. Memangnya dia akan menikah dan memberi cucu? Irham saja mulai ... melupakannya. Untuk fakta yang satu ini, Raina masih merasa sesak tiap kali mengingatnya. "Aku nggak bisa, Mah, bareng-bareng mereka berdua." Raina membalikkan badan dan menatap Mama yang sedang sibuk mengupas apel. Siapa pun yang melihat Mama pasti akan mengira wanita berpasmina warna army itu hendak pergi ke pesta! Hijabnya yang berpayet-payet itu membuat Raina tidak tahan untuk menghela napas. Ramai sekali! It is not her style. Nggak gue banget kalau kata Raina, sih. Kuku cantik Mama tampak
Irham terkejut saat Maira tiba-tiba memeluknya. Yang dia tak habis pikir, momen itu bertepatan dengan datangnya Raina dan Anes. Anes menghampiri Irham dengan langkah lebar. Tangannya terus menarik Raina untuk ikut. Wajah Raina yang terlihat datar, tanpa ekspresi, jelas terlihat di mata dosennya. Tidak ada yang tersembunyi sedikit pun. Irham lekas berusaha mendorong tubuh Maira pelan. Namun, badan wanita itu seperti kaku dan terus menempel ke tubuhnya. Kenapa hal buruk seperti ini harus terjadi padanya? Maira melepaskan pelukan dan tersenyum. Irham menelan ludah kasar. Dia menarik napas dalam. Matanya menatap tajam ke arah Maira bagai belati yang hendak merobek. "Menjijikkan!" seru Irham pelan. Suara pria itu memang pelan, tapi cukup terdengar di telinga Maira. "Permisi, Pak! Bapak manggil saya?" tanya Anes begitu tiba dihadapan Irham. Raina terlihat membuang muka. Dia hanya menatap lurus pada lorong di depan. Tak ada keinginan untuk menyapa Maira atau Irham sedikit pun. "Kat
Raina menahan tawa mendengar Irham sudah berkali-kali bilang ingin serius. Astaga, kenapa pria di hadapannya makin pandai menggombal? Lebih lucu lagi, Irham lupa mengatakan bagian keempat. Dia meloncat ucapannya dari ketiga langsung kelima. Ini sangat lucu. Namun, Raina tak bisa berkata-kata saat Irham bilang, "saya serius ingin menikah sama kamu." Kalau saja mata Irham mengeluarkan laser, tentu saja Raina sudah meleleh sejak tadi. Pria itu tak henti menatap wajahnya. Sekarang, mereka sedang berada di perpustakaan. Keadaan sepi, tapi didekati Irham dengan jarak yang semakin terkikis tentu saja membuat Raina takut. Dia khawatir ada orang lain yang melihat kedeketan mereka. "Saya ... mungkin ingin juga." Raina membalikkan badan dan pura-pura mencari buku. Irham menajamkan pendengarannya. "Apa tadi kamu bilang, Raina?" Pria itu kini berdiri di sebelah kiri Raina. Raina menggeser diri karena merasa jarak mereka terlalu dekat. Aroma parfum dari tubuh Irham tak henti menyenangkan inder
Lingkar mata Raina sedikit menghitam karena keasyikan menggambar sampai larut malam. Dia bahkan mengabaikan panggilan Anes. Akhir-akhir ini sahabatnya itu jarang menelepon. Entah karena tidak mengkhawatirkan lagi Raina sejak kedatangan Maira atau sedang sibuk. Raina menguap. Dia meletakkan kepala di atas meja. Jam pagi kali ini terasa tidak sanggup dilewatinya. Wanita itu bertanya-tanya, apakah hal ini dikarenakan Irham atau kantuknya? Semalaman, Raina melepaskan penat dengan menggambar. Dia juga menghadirkan peran pelakor pada projek barunya. Wanita itu bahkan menggambar detail tokoh barunya dengan sangat cantik. Apakah dia terinspirasi oleh Maira? Hilih! Apa benar bibir Irham yang pandai menggombal itu manis? Eh? Maksud Raina adalah apa benar Maira dan Irham pernah berciuman. Gadis yang tidak pernah berpacaran itu merasa jijik membayangkan menikah dengan mantan teman mesra kakaknya. Bukankah Irham sudah menjelaskan bahwa Maira bukan pacarnya? Tapi entah kenapa, Raina merasa terg
Geli! Geli banget rasanya waktu Raina mendengarkan ucapan Irham. Apa dia bilang tadi? Calon tunangannya terlihat cantik hari ini? Raina tidak perlu merasa malu kalau tatapan Irham tidak mengarah kepadanya. "Kak Irham makin hari makin ekstrim, ya?" tanya Anes setengah berbisik. Sementara itu, Adli hanya bisa mengepalkan tangannya. Dia sungguh tidak suka pada perjodohan teman-teman sekelasnya terhadap dosen itu. Pria itu merasa lebih berhak mendapatkan Raina. Irham berpamitan setelah memberikan beberapa pesan bagi mahasiswa yang akan mencari judul skripsi. Sesekali dia melirik ke arah Raina yang sudah tidak bersimpati sedikit pun padanya. Raina bukanlah wanita jinak-jinak merpati. Dia benar-benar seorang gadis yang bertindak semaunya. Bukankah kemarin Raina sepakat untuk mencoba mengenal Irham lebih jauh? Namun, kenapa sekarang malah menghindar? Anes, Raina, dan Adli sudah tiba di Kafe Kedap-Kedip yang berada di depan kampus. Mereka sepakat untuk makan siang bersama. "Jangan bila
Menikah itu ibadah. Namun, jangan sampai Irham mendengar hal yang diyakini Raina ini. Dia bisa semakin ngebet untuk melaksanakan ibadah yang kelak akan menjadi kesukaannya.Raina bukan bergidik, tetapi pipinya malah bersemu merah.Malam semakin larut. Bahu dan punggung Raina rasanya rontok seperti baru selesai outbond atau bahkan mendaki gunung. Dia ingin segera membersihkan wajah dan tidur.Irham masuk kamar dengan wajah kelelahan, tetapi tetap terpancar kebahagiaan. Dia baru saja membantu Maira dan Collin membawakan hadiah-hadiah teman Raina ke mobil untuk disimpan di rumah Raina langsung.Kelopak mawar di atas kasur sudah berantakan di bawah. Irham menarik napas. Raina pasti sudah mengibasnya dengan membabi buta. Wanita itu sudah bilang tidak mau ada bed ala-ala pengantin baru.Irham membuka jas dan kemejanya dan duduk di pinggir kasur. Dia tahu Raina sedang mandi dan membersihkan wajah. Adegan membukakan baju pengantin yang Irham bayangkan ambyar sudah. Buktinya, Raina sudah buru-
"Saya terima nikah dan kawinnya Raina Atqiyya binti ..."Itu adalah kalimat paling romantis yang didengar seorang penulis. Dari ribuan kalimat dalam novel romansanya, dia tidak pernah menulis satu kalimat pun seindah itu.Raina tidak membayangkan akan menikah dengan Irham, si paling ngajak ribut setiap hari.Anes sibuk bersorak-sorai sejak orang-orang berkata sah, apalagi saat Irham memakaikan cincin di jari manis tangan kiri Raina. Dia tidak peduli dengan keanggunan gaun bridesmaid berwarna silver yang sedang dipakainya. Ada yang berbeda dari Anes. Wanita itu memakai hijab. Tentu saja setelah perdebatan panjang dengan Raina.Anes semakin gregetan dengan sikap malu-malu ala perawan Raina saat dokumentasi foto-foto buku nikah. Dia asyik tertawa dan menjepret dari berbagai sudut tanpa peduli sosok yang sejak tadi terpesona dengan penampilan barunya.Ya, itu adalah Vino, yang ikut tersenyum saat Anes tertawa.Irham terlihat sangat bahagia seolah matanya mengeluarkan binar cinta saat mena
Percuma pesona Irham Nusahakam kalau tidak bisa membuat Raina menginginkannya.~ Irham yang sedang memikirkan cara untuk melakukan hal halal setelah akad==="Sekarang kita pikir dulu, Sayang." Irham mengulurkan tangan, menarik Raina untuk duduk di sebelahnya.Mereka sedang berada dalam kantor Irham.Raina ingat setahun lalu Irham pernah tidak membukakan pintu untuknya. Kalau diingat-ingat, Raina jadi sebal pangkat seribu terhadap pria di sebelahnya. Sok bersikap dingin padahal akhirnya tetap mengejar Raina. Siapa lagi kalau bukan Irham Nusahakam?"Pikir apa?" tanya Raina. Dia membuka box rujak jambu kristal yang tadi dibelinya di jalan menuju kantor Irham. Meskipun sudah sore, tetapi tidak mengurangi keinginan Raina untuk memakan buah tersebut."Tentang kita. Tentang akad." Irham menatap Raina penuh perhatian. Namun, as always, yang ditatap sibuk mengalihkan pandangan.Wanita itu mencicipi jambu kristalnya dengan khusyuk. Matanya seolah mengeluarkan cahaya bintang karena terlalu exci
Berada di antara kalian membuatku sakit. Namun, aku juga bahagia karena melihat Raina bahagia.~ Adli Winata galau tak berkesudahan.===Jadi, siapa sebenarnya yang orang ketiga? Adli atau Irham? Irham lebih dulu menyukai Raina bahkan sejak gadis itu masih bau keringat. Namun, Adli lebih dulu menapaki masa-masa kuliah bersama Raina. Dia lebih dulu memperkenalkan diri. Yang pasti, mereka memiliki ruang berbeda dalam hati Raina.Adli curiga pemilik akun fanbase itu adalah orang di sekitar lokasi syuting, tetapi siapa? Pria itu mengambil handphone dari saku. Setidaknya rumor bisa ditutup dengan postingan ini. Dia menarik lengan Raina untuk mendekat. Begitu juga dengan Irham. Jadi, posisi Adli sekarang berada di antara pasangan itu.Irham mengerutkan kening. "Kamu mau ngapain?" tanyanya waspada.Adli hanya berdecak sebal dengan mata melirik Irham penuh kekesalan.Sementara, Raina hanya tersenyum melihat interaksi di antara dua pria tersebut."Foto dulu buat kenangan." Adli mengangkat tang
Apa ada yang lebih bahagia daripada menikah dengan orang yang kamu cintai dan mencintaimu? - Irham Nusahakam Apa ada yang lebih ikhlas daripada melihat orang yang kamu cintai menikah dengan pilihannya? - Adli Winata Apa ada yang lebih galau daripada mencintai orang yang telanjur mencintai orang lain? - Aldian =========== Setelah chating ingin bicara pada waktu itu, Raina tiba-tiba sibuk bolak-balik kantor webtun untuk beberapa kali rapat dan ACC komiknya yang akan diadaptasi menjadi sebuah drama web series. Dia pun seketika lupa kalau memiliki seorang tunangan yang kesabarannya setinggi gunung Everest. Ya, ketinggian 8800 meter di atas permukaan laut. Meskipun kesabarannya setinggi gunung, akan tetapi terkadang berubah menjadi setipis tisu. Seperti hari ini, Raina terkejut melihat Irham sudah duduk di lobi kantor. Dia baru saja bertemu Kriss untuk rapat dan baru mendapat bocoran bahwa Irham memiliki saham di perusahaan tersebut sejak beberapa tahun lalu. Apa itu juga dilakukann
"Pak Irham sengaja ya nempelin aku terus supaya enggak mau ditinggal?"Raina and her bucin fiancee.--------Ini sudah beberapa jam sejak Raina hanya membalas pertanyaan Irham dengan senyum. Sungguh, dia malu kalau harus berkata tidak sanggup berjauhan dari Irham. Lagipula, tingkat kebucinan Raina belum setinggi itu. Kalau diukur pakai penggaris, kebucinan Raina mungkin hanya 5 cm, jauh berbeda dibanding kebucinan Irham yang menjulang tinggi.Sekarang, mereka berdua sedang dalam perjalanan pulang ke Jakarta. Awalnya, mama meminta Raina untuk tinggal di Bogor saja. Namun, Raina tidak betah tinggal di rumah mamanya sendiri. Dia lebih nyaman tinggal di rumahnya, meskipun kesepian.Sejak kehadiran Irham, kesepian hanya sebuah keadaan, buktinya hati Raina terus saja dipenuhi keramaian tentang pria itu.Irham melirik Raina yang pagi ini memakai sebuah dress berbahan crinkle airflow premium dengan jilbab lebih cerah dan bermotif. Dia secara natural menarik senyuman. Bagaimana ini? Irham sama
Kalau hati sudah yakin, apa yang bisa menghentikannya? Hanya keyakinan yang diperlukan dua insan untuk hidup bersama.- author lagi bageur --------------"Mohon maaf kepada Maira, saya tentu saja bukan ingin menghancurkan acaranya. Saya hanya ingin menambah kebahagiaan di antara kita semua. Kebetulan papa mama saya juga hadir dalam acara ini." Irham menatap papa mamanya yang sudah penasaran level tinggi.Mungkin, Pak Ibrahim siap melempar sepatu mahalnya ke hadapan Irham kalau anak itu membuat malu keluarga. Namun, selama ini Irham adalah anak tunggal yang merupakan kebanggan papa mamanya.Sementara itu, Maira sudah duduk di kursi sambil memijat dahi. Dia tidak suka rundown acaranya dirusak oleh Irham. Collin mengusap punggungnya sejak tadi."Mama, Papa, yang terhormat orangtua Raina Atqiyya, mantan mahasiswi saya." Irham membungkuk hormat sambil menghadap ke arah mama Raina dan papa tirinya, lalu melakukan hal yang sama kepada papa Raina dan ibu tirinya. "Perkenalkan saya adalah Ir
Kalau bukan kamu, apa aku bisa bertahan selama ini?Icikiwir :D====Ini adalah hari yang ditunggu-tunggu. Namun, ini bukan hari yang ditunggu Raina, tetapi Maira.Maira's day is today. Dia mengulangi sejarahnya dengan Collin bersama hati yang baru, pola pikir yang baru, dan cinta yang baru.Sejak subuh, wanita itu sudah ribet. Iya, dia ngerepotin Raina dengan banyak menyuruh-nyuruh ini dan itu. Kalau bukan karena ini hari bahagia Maira, tentu saja Raina sudah memulai peperangan sejak pagi."Na, jas buat saya nge-MC di mana?" Itu suara Aldian yang menginterupsi kesantaian Raina di sofa. Iya, Raina sedang meluruskan punggung.Akhirnya yang jadi MC pada acara Maira memang Aldian, bukan Adli Winata. Adli Winata tiba-tiba menghilang seperti yang dikatakannya."Na?" Aldian menyadarkan Raina yang sedang melamun memikirkan Adli.Tiga hari sudah tidak ada kabar.Huh, dasar Adli Winata! Si paling pengen dicariin."Na?" Aldian meninggikan suara."Ih, Aa, kenapa nanyanya sama aku, sih? Aku kan
Puluhan kali aku melihat senyumanmuPuluhan kali juga aku terpesona padamu~ Gombalan siapa lagi ini? :'(===="Sayang, kamu ngapain ke sini?"Sungguh, Irham sangat terkejut mendengar panggilan sayang dari Raina. Dia benar-benar dibuat salah tingkah karena satu panggilan itu. Irham bahkan belum menjawab pertanyaan itu. Pria itu menenangkan diri sesaat sebelum akhirnya berbicara."Mama, Papa, maaf, ya. Saya agak salting sedikit karena Raina dari tadi pamer senyum terus ke saya. Jantung saya tidak aman." Irham hanya mampu menatap mama dan papa Raina bergantian.Dia tidak sanggup melihat Raina yang sedang tersenyum menatapnya. Jantungnya makin terasa tidak karuan."Kita ke sini mau minta restu Mama untuk segera menikah. Kalau lamarannya sebenarnya sudah sering saya lakukan secara pribadi kepada Raina, tetapi Raina kemarin-kemarin belum siap mempunyai suami seperti saya." Irham tertawa setelah mengatakannya."Raina suka ngada-ngada emang." Mama bergumam.Aldian dan Adli menghela napas ber