Beberapa minggu kemudian.
Alzena dan Riska yang kini berjalan berdua menuju kantin kampus hendak makan siang bersama. Seperti biasa persahabatan Alzena dan Riska terjalin sangat baik.Canda dan tawa yang selalu hadir ditengah tengah persahabatan itu menjadi kerinduan tersendiri. Ditengah tengah perjalanan yang penuh tawanya, tiba tiba.."Aduh," desah Alzena dengan angkah yang tiba tiba terhenti."Ada apa Zen?" tanya Riska pada wanita yang sedang menahan kepalanya dengan kedua tangan itu. Ekspresi wajahnya tampak kesakitan."Kepala ku sakit Ris.""Sakit?"Belum selesai Riska berkata tiba tiba Alzena terjatuh pingsan, dengan bersandarkan tubuh Riska, hingga membuat ya terkejut dan panik."Zen, Alzena bangun. Aduh dia pingsan ya? gimana nih?" gumamnya dengan pandangan memperhatikan sekeliling untuk mencari bantuan.Dengan jarak yang tak terlalu jauh, Emil tampak melintas, membuat Riska dengan cepat memanggKeesokan harinya.Bruukk!Alzena yang bertabrakan dengan seseorang hingga menyebabkan tumpukan buku yang dibawanya terhambur berantakan."Yaampun," gumam Alzena yang terus memperhatikan banyaknya buku berserakan dilantai.Tanpa memperhatikan seseorang tersebut, dengan cepat Alzena pun membantunya membereskan buku buku itu. Namun pemiliknya malah hanya terdiam memperhatikan Alzena menyusunnya seorang diri.Dan ternyata pemiliknya adalah Jody, yang saat ini menjadi seorang pendamping dosen dikampus tercintanya. Setelah kelulusannya beberapa bulan yang lalu, kini ia mulai alih profesi.Setelah selesai membereskan buku buku tersebut dengan cepat Alzena pun memberikan pada pemiliknya."Ini bukunya, ma-af..." ucapannya seketika terhenti kala ia melihat laki laki gondrong itu dihadapannya.Sudah pasti wajahnya tak asing, karena bersama laki laki ini bukan lah waktu yang sebentar."Jody.""Hay Zen.""Mmm maaf maaf, aku ngga sengaja.""Ngga papa kok, makasih ya, yaudah aku duluan," ucap Jody ya
Digedung bertingkat, tempat dimana Surya dan Sabrina kini berada. Surya yang masih fokus dengan layar laptop yang sedari tadi menyala itu, sementara Sabrina yang terduduk bosan memandang sang suami bekerja.Bagaimana tidak bosan? dari pagi hingga sekarang jam menunjukan pukul 14:00, Sabrina yang masih terus terduduk didalam ruangan ber AC ini.Jika bukan karena rencananya, Sabrina tak sudi melakukan ini, jika saja Surya saat ini adalah Emil, mungkin beda cerita, Sabrina akan menunggunya dengan senang hati.Namun ini Surya yang tak membuat Sabrina sebahagia itu."Mas kamu ngerjain apa sih? kenapa lama banget?" tanya Sabrina yang membuat pandangan Surya sejenak berpaling padanya."Bahan persentasi sayang, lusa ada tender penting yang harus aku dapetin, dan kamu tau lawan nya kali ini lumayan banyak, ada beberapa perusahaan luar negeri juga, dan karena itu aku harus fokus dengan tender kali ini, karena keuntungannya lumayan besar."
"Good job Sabrina. I like the result. Stay smart like this, until the man meets his demise.""Yes, I'll follow your wishes, but once your wishes are accomplished, please do me a favor.""For?""To get Emilio back."Sejenak terdiam kala mendengar permintaan sang adik yang membuat kepalanya seketika berputar.Masih saja Emil yang ia harapkan, setelah beberapa tahun berlalu, Aland mengira bahwa perasaan itu sudah hilang, namun ternyata masih sama, Sabrina masih sangat mencintai mantan kekasihnya tersebut."Do you want to help me or should I abandon this plan?""Oh okey okey, it's up to you, if it's your request I'll help, but please don't stop here."Tut tut tut!Seketika Sabrina memutus panggilannya setelah mendapat kesepakatan dari sang kakak."Begitu aja dari dulu, susah banget. Kalau begini kan aku jadi semangat jalanin rencana nya, karena setelah ini aku akan mendapatkan Emil kembali."
Delapan bulan kemudian.Perubahan yang kini tampak pada tubuh Alzena, terkhusus pada bagian perutnya, yang kini membesar, karena adanya calon anak yang sedang ia kandung.Bahkan Alzena yang kini bukan lagi seorang mahasiswi, karena ia yang telah diwisuda beberapa bulan yang lalu. Sementara Emil yang kini pun tak lagi menjabat sebagai dosen, ia yang ingin lebih fokus mengelola perusahaannya.Pagi ini. Wanita hamil tersebut berjalan menuju sebuah baby shop seorang diri, hendak membeli kebutuhan calon bayinya.Sebelumnya, Emil telah melarang agar Alzena tak pergi seorang diri, namun karena Alzena tak sabar ia yang tetap ingin pergi meski tanpa Emil.Menyambut hari kelahiran sang anak, rasanya Alzena sudah sangat siap, tak sabar menunggu kehadiran malaikat kecil yang telah lama ia nanti.Alzena berjalan seorang diri hendak menyebrang jalan. Namun, karena ia sedikit teledor ia tak memperhatikan kanan kirinya, bahkan mobil yang telah m
Beberapa tahun kemudian."Aku bangkrut! Aku bangkrut? Aku bangkrut.. aaaaahh."Praaangg!Suara pecahan guci mewah, lantaran amukan Surya yang marah dengan keadaan dan rasa tak percaya jika kebangkrutan telah menghampirinya hari ini.Sementara Sabrina yang kini tersenyum puas kala melihat sang suami hancur. Ya, siapa lagi penyebabnya jika bukan Sabrina, ia yang telah membuat perusahaan Surya runtuh, sementara rumah dan semua miliknya telah lenyap disita bank.Pandangan mata Sabrina tak berkedip memperhatikan wajah frustasi dari Surya, alih alih merasa iba, malah justru ia yang bahagia.Istri macam apa? yang tega menghancurkan suaminya sendiri, hanya karena gelap mata yang ingin meraih seseorang di masa lalunya, hingga mengorbankan Surya yang telah tulus menyayanginya."We did it, Now it's my turn.""Okey."Begitulah sepenggal percakapan yang diucapkan Sabrina dan Aland melalui media ponselnya. Dengan bib
"Mommy, Be masuk dulu ya.""Iya sayang, belajar yang rajin ya, ingat nanti sebelum mommy jemput, Be dan Zidan jangan keluar dulu dari sekolah ya, nunggu mommy dateng. Oiya Zidan mulai hari ini kamu sekolah disini juga ya, karena sekarang sekolah kamu kan jauh jadi mulai sekarang kamu sekolah disini aja," ucap Alzena pada laki laki kecil yang baru pertama kali menginjakan kaki ke tempat ini."Iya mommy, Aku suka kok, lagian aku jadi ada teman nya, ada Be yang bisa main sama aku disini," jawan Zidan yang membuat Alzena terkekeh dan mengangguk."Yaudah selamat belajar ya, belajar yang rajin, biar pintar.""Siap Mommy. By mommy.""By Be, by Zidan."Gadis kecil dan laki laki kecil itupun berlari memasuki halaman sekolahnya, sementara Alzena yang kini berjalan meninggalkan tempat, menaiki mobilnya kembali dan menuju ke pusat perbelanjaan.Di Mall.Bruuukk!"Aduh."Alzena bertabrakan dengan Aland Rose
Hari ini Alzena dan Beverly yang asik bermain ditaman kota, karena hari ini libur, maka Alzena mengajak Beverly besama Maya dan Zidan mengunjungi taman kota untuk bermain disana."Sayang banget ya mommy, daddy ngga bisa ikut, coba aja ada Daddy, pasti lebih seru," gerutu Beverly dengan wajah cemberut."Sayang, Daddy kan lagi sibuk, Daddy lagi ada kerjaan ngga papa dong ya, kita mainnya berempat dulu sama ibu Maya dan Zidan."Mendengar ucapan mommy nya gadis kecil itupun tersenyum dan mengangguk, yang tak lama kemudian, berlari bermain bersama Zidan.Ditengah tengah sibuknya anak anak, Alzena dan Maya hanya memperhatikannya dengan sesekali berbincang, kali ini mereka membahas Sabrina."Zen, aku perhatiin Bu Sabrina ngga berubah ya," ucap Maya yang membuat Alzena mengerutkan dahi."Maksud kak May?""Maksud ku, setelah kondisi ayah yang begini, Sabrina tetep setia, dia juga telaten ngurusin ayah, setau ku dia udah mengurus
Hari ini setelah mengantar Beverly ke sekolah, Alzena pun berjalan seorang diri. Langkahnya seketika terhenti kala melihat Aland melangkah bersama kedua anak buahnya hendak memasuki sebuah restoran.Dengan cepat, Alzena pun melangkah kembali untuk mengejar Aland Rosewood. Entah apa yang akan ia lakukan hingga rela menghentikan langkah Aland yang tampaknya sedang terburu buru?"Tunggu," pekik Alzena yang membuat langkah Aland seketika terhenti.Dengan cepat ketiganya pun menoleh, pandangannya tertuju pada sumber suara yang kini melangkah mendekat.Aland sedikit terkejut, kala melihat Alzena yang ada dihadapannya saat ini. Apa ia tak salah melihat? mengapa Alzena menghampirinya?"Kalian masuk saja dulu, saya akan menyusul," perintah Aland pada kedua anak buahnya."Baik tuan."Kini Aland pun ditinggal seorang diri, hanya bersama Alzena yang berhasil menghentikan langkah kebutnya."Ada apa?" tanya Aland menatap taja
Delapan bulan kemudian.Perusahaan yang sudah kembali meningkat, Emil berhasil membangun perusahaannya dengan sangat pesat."Alhamdulilah, kita ada dititik ini. Do terimakasih atas semuanya, tanpa kamu saya tidak akan menjadi seperti sekarang lagi.""Sama sama tuan, saya juga berterimakasih karena tuan sudah memberi banyak bonus untuk saya.""Itu hak kamu Do, kamu pantas menerimanya."Masih tak menyangka Emil dan Aldo dapat secepat ini mengembalikan kejayaan yang pernah terhempas. Kini Emil Group kembali berdiri kokoh diatas rata rata.Banyak sekali perusahaan lain yang menginginkan sebuah kerja sama, karena kinerja Emil selaku pemimpin dianggap sangat baik."Terimakasih pak, terimakasih banyak. Semoga kita dapat bekerja sama dengan baik.""Pasti pak pasti. Kalau begitu kami permisi, selamat siang.""Ya, selamat siang."Lagi, sebuah tender yang dapat Emil raih, membuat Emil dan Aldo tersenyum b
"Ibu..." Pekik Alzena yang seketika terbangun dari tidurnya.Keringat dingin mengucur deras, nafas yang memburu kencang seperti seseorang yang kelelahan.Sebuah mimpi yang menghampiri membuat Alzena terkejut, pandangan termenung dengan dada naik turun."Ternyata aku cuma mimpi," gumam Alzena.Sesaat kemudian, Emil yang kini membuka pintu dan masuk ia dapati Alzena yang masih terdiam dengan pandangan merenungnya."Zen, kamu kenapa?" tanya Emil setelah kini ia berada di dekat sang istri."Aku mimpiin ibu mas," jawab Alzena yang membuat Emil terdiam.Seketika ingatannya tertuju akan kejadian siang tadi yang membuat bulu kuduknya berdiri. Dengan cepat Emil pun meraih tangan Alzena dan menatapnya dengan tajam."Sayang, aku minta maaf ya sama kamu, jujur aku ngga ada maksud apa apa, aku cemburu karena aku terlalu takut kehilangan kamu," ucap Emil yang membuat Alzena tertegun."Mas, udah ya aku ngga papa kok.
Bruuukkk!"Aduhh.""Maaf maaf."Alzena dan Jody yang kini saling pandang setelah bertabrakan."Jody.""Zen, hay kamu disini juga?""Iya, aku lagi belanja bulanan. Kamu belanja juga?""Iya nih."Entah apa yang membuat Alzena tiba tiba terkekeh, membuat Jody mengerutkan dahinya."Kenapa tiba tiba ketawa sih?""Makanya buruan nikah Jod, biar ngga belanja sendiri kaya gini."Tak menjawab Jody yang justru tersenyum dan berkata."Belum ada yang cocok dihati.""Mau nunggu apa lagi Jod? kamu udah punya segalanya sekarang udah mapan, udah saat nya kamu nikah.""Maunya sih gitu Zen, tapi kan yang namanya perasaan ngga bisa dipaksa," jawab Jody yang membuat Alzena terdiam dan hanya mengangguk.Ditengah tengah percakapannya tiba tiba Emil datang dan terkejut melihat sang istri tampak sedang bersenda gurau dengan mantannya.Diperhatikan tak merasa diperh
"Bagaimana Do? mereka menerima kan?""Iya tuan mereka mau bekerja sama dengan perusahaan kita."Begitulah perbincangan yang terjadi antara Emil dan Aldo diruang kerjanya. Ditengah tengah perbincangannya tiba tiba..Tok tok tok!Terdengar suara ketukan pintu yang membuat Emil dan Aldo menghentikan percakapannya."Masuk."Perlahan pintu pun terbuka, seorang laki laki yang kini melangkah memasuki ruangan Emil, membuat pandangan Aldo dan Emil tak berkedip memperhatikannya."Jody," gumam Emil yang pandangannya terus menatap laki laki yang kini melangkah mendekat.Ada urusan apa Jody datang menemui Emil? untuk urusan pekerjaan kah? atau urusan yang lainnya?"Selamat siang pak Emil," sapa Jody sopan."Siang Jod, silahkan duduk.""Kalau begitu saya permisi ya tuan," ucap Aldo yang kemudian beranjak dan meninggalkan tempat."Ada apa Jod?" tanya Emil pada Jody setelah kini Jody terduduk
"Mas, kamu udah sampek mana? buruan pulang ya, aku punya kejutan buat kamu," ucap Alzena pada Emil melalui media ponselnya."Kejutan, apa?""Suprise dong, kalau aku bilang sekarang bukan kejutan namanya, nanti aku bilang nya kalau kamu udah sampek rumah aja.""Dasar kamu ya buat aku penasaran aja. Yaudah iya ini aku udah mau sampe kok, tunggu ya jangan lupa kejutannya," ucap Emil yang membuat Alzena terkekeh.Wajah ayu yang tampak berbinar itu terus tersenyum menandakan kebahagiaan. Tut tut tut!Panggilan pun terputus. Sementara Alzena yang sedang duduk bersama Adit, Maya, Zidan dan Beverly."Horeee.. Be mau punya adik," pekik Beverly kegirangan.Membuat semua yang memandang tersenyum bahagia."Selamat ya Zen, akhirnya Be mau punya adik.""Iya kak May, semoga kak may juga cepet menyusul ya.""Amin."Beberapa menit kemudian.Terdengar deru mobil yang kini me
Hari demi hari berlalu, Emil yang yang kini telah bangkit dan kembali dengan pekerjaan utamanya, merintis perusahaan mulai dari nol bukanlah hal yang mudah.Kini kembali masa itu sedang ia jalani, yang harus penuh semangat dan bekerja keras, kini perusahaan nya telah beroperasi kembali, meski belum sesukses dulu namun kini masih berjalan perlahan.Sementara Alzena yang tampaknya begitu frustasi dengan perkara hutang yang telah ia lakukan. Hatinya tak tenang setiap kali teringat akan hutang yang beberapa hari lagi harus ia lunasi."Yaallah, satu minggu lagi hutang itu harus lunas, dan aku harus gimana? aku belum punya uang sebanyak itu," ucap Alzena dengan pandangan merenung."Apa aku harus jujur sama mas Emil tapi kalau dia kaget dan sakit kepala lagi gimana?" tambahnya dengan ekspresi wajah tegang.Baru saja berhenti bibirnya berkata tiba tiba, Em yang kini datang dan bertanya."Ada apa Zen? kamu lagi mikirin sesuatu?"
"Mas, kepalanya sakit lagi ya mas? mas Emil. mas," tanya Alzena pada laki laki yang meringkuk kesakitan itu.Sementara Aldo yang melihatnya bingung, belum sempat Emil menjawab pertanyaan sang istri tiba tiba...Bruuukk!Tubuh kekar Emil terjatuh dan tergeletak dibawah."Mas Emil," pekik Alzena yang lalu menolong dan menopang kepala Emil.Sementara Aldo yang dengan cepat membantu Alzena untuk memasukan Emil kedalam mobilnya. Dan dengan cepat melaju menuju rumah sakit."Aku kan udah bilang mas, kondisi mas belum mampu, tapi mas malah ngeyel," gerutu Alzena sepanjang perjalanan."Lebih cepat ya Do, saya khawatir terjadi apa apa pada suami saya.""Baik nyonya."Aldo pun menambah laju kecepatannya, hingga kini sampailah mereka dirumah sakit, dengan cepat Emil dibawa keruang periksa.Alzena dan Aldo yang menunggunya dengan risau, panik dan khawatir dengan keadaan Emil. Membuat hati sang istri tak ten
Jam menunjukan pukul 02:00 dini hari, Emil yang merasakan dahaga, perlahan beranjak dan melangkahkan kaki menuju dapur, untuk menuang air putih ke dalam gelas kosong yang telah ia siapkan.Kemudian Emil pun menenggaknya hingga tandas, kembali langkahnya hendak memasuki ruang kamar, namun langkahnya seketika terhenti kala ia melihat sebuah ruangan yang pintunya tak tertutup rapat.Perlahan langkahnya berjalan mendekati ruangan tersebut, karena rasa penasaran dan ingin tahu.Tempat yang tidak lain adalah ruangan kerjanya itu, ia memasuki dengan langkah ragu. Ruangan yang terasa asing dan sepeti tak pernah berada didalamnya, meski pun hatinya berkata ini adalah tempat ternyamannya saat itu."Ini ruangan apa?" gumam Emil dengan pandangan yang terus tertuju pada setiap sudut ruangan.Diruangan itu terdapat banyak foto dan piagam penghargaan miliknya, namanya terpampang jelas dalam sebuah piagam yang tertempel didinding.Melihat semua
"Kamu kenapa mas? aku perhatiin dari tadi kamu bengong," tanya Alzena yang kini menghampirinya Emil dihalaman belakang."Ngga papa, aku cuma kepikiran Sabrina," jawab Emil yang membuat Alzena terkejut.Deg!Hatinya seakan ingin terlepas dari tempatnya, mendengar sang suami memikirkan sang mantan, yang baru saja pergi menghadap ilahi."Ngga nyangka aja, secepat ini dia pergi, dia kan masih muda," tambah Emil yang membuat Alzena masih tertegun memperhatikan wajahnya."Namanya juga azal mas, ngga ada yang tau. Apa ada yang kamu inget lagi dari masa lalu kamu dengan Sabrina?" tanya Alzena yang akhirnya terucap setelah bersusah payah merangkai kata."Ngga, aku ngga inget apa apa lagi."Mendengar jawaban itu Alzena menghela nafas lega, jujur ia tak ingin masa lalunya bersama Sabrina terlebih dulu diingat oleh Emil."Zen," panggil Emil yang memutuskan lamunan Alzena."Iya.""Bantu aku yuk! bantu aku m