Saya minggat!!Nggak perlu dicari kemana-mana.Saya nggak pulang ke rumah Opa.Bye, Din!From: Istri yang teraniaya oleh mantan terindahmu!“Jadi istri saya pergi dan kalian nggak ada yang mencegah kepergian dia?” Air mata palsu hasil obat tetes yang Miranti gunakan mendadak tak mampu lagi untuk merangsang cairan. Perempuan itu diam ketika putranya mengarahkan kemarahannya kepada sang ART.“Sa-Saya..”“Ibu..”Miranti memejamkan matanya. Ia tidak menduga dirinya akan terseret ke dalam pusaran amarah Kamarudin.“Hiks.. Ibu di dalem kamar, Kamaru. Ibu nggak tau sama sekali waktu Anya keluar.”“Fine..” Ucap Kamarudin lalu mendudukan diri di sofa.“Pertama, ada banyak orang di rumah ini. Kenapa tidak ada satu pun yang curiga dengan kepergian Anya. Terlebih kamu!” Kamarudin menunjuk ART yang Anya titipi surat.“Bukankah aneh kalau Anya pergi, tapi meninggalkan sepucuk surat? Seharusnya dengan keanehan itu, kamu tahan dia, atau mencari Ibu saya secepat yang kamu bisa.”Sepertinya Miranti ha
Usai mendarat, Kamarudin tidak membuang waktunya. Ia segera bertolak menuju lokasi yang kakaknya kirimkan. Kakak lelakinya itu juga menunggunya di depan pintu masuk.“Kalian ada masalah? Kenapa kamu sampai tidak tahu kalau istrimu ada di Bali?”“Dia kabur, Mas.”“Kami sempat bertengkar karena hal sepele.” Ungkap Kamarudin tidak menutupi alasan atas ketidaktahuannya. Kamarudin lalu menjelaskan jika ibu mereka mengatakan Anya ada di Bandung, bukannya Pulau Dewata yang jauhnya bermil-mil dari Jakarta.“Apa pun masalahnya, semoga cepat selesai.” Kalingga menyerahkan kartu akses kamar yang Kamarudin minta kepadanya sebelum pesawatnya terbang.“Ayo masuk ke table Mas. Tempat kita hampir deketan. Mas tadi sudah suruh orang buat jagain istrimu.” Ajak Kalingga. Pertama-tama mereka melewati petugas kelab yang berjaga. Memastikan Kamarudin mendapatkan tanda khusus untuk memasuki gedung. Sete
Anya Calista— Kamarudin tidak mampu membuat deskripsi tentang mahasiswi yang dinikahinya. Anya adalah gambaran abstrak yang tidak dapat dirinya jelaskan. Anya lebih dari sekedar mempesona.Perempuan muda itu memiliki sesuatu yang menyedot habis seluruh kekuatan yang ia miliki. Rasanya Kamarudin tak pernah kehilangan kendali diri seperti ketika dirinya berhadapan dengan Anya.Anya Calista— Perempuan yang membuat amarahnya tersulut hanya dengan melihat dia bersama laki-laki lain.Apa perasaan marah itu bentuk dari cinta?Sejujurnya, Kamarudin belum bisa mengkonfirmasinya. Ia hanya tidak rela kepunyaannya diinginkan orang. Meski Anya menolak didepan matanya, hasrat untuk menunjukkan siapa Anya dihidupnya masih tertanam begitu kuat, walau tidak adanya orang itu.“Hey! Pak Udin! Liat kemana tangan kamu pergi ya! Jangan jalan-jalan ditubuh orang!” Hardik Anya mencoba mengenyahkan jari-jari nakal Kamarudin.
“Mau saya ambilkan sarapan?”“Nggak perlu.. Aku bisa ambil sendiri.” Ucap Anya menolak kebaikan hati Kamarudin.“Oke..” Kamarudin tidak ingin membuat pagi Anya semakin buruk. Setelah mereka terbangun, perempuan muda itu mengamuk— merasa jika Kamarudin telah memperdayai dirinya semalam. Tampaknya Anya melupakan desahan menggeloranya.“Saya tunggu kamu. Gantian saja. Saya akan jaga barang-barang.” Ucap Kamarudin sembari melirik ponsel milik mereka yang tersimpan berdampingan di atas meja.Keduanya memutuskan untuk mengambil buffet yang terdapat dalam layanan kamar mereka. Waktu tersebut sekaligus keduanya gunakan untuk menunggu Kalingga bersiap. Kebetulan Kalingga juga akan melakukan penerbangan ke Jakarta pagi ini dengan pesawat komersil yang sama.“Kak.. Tadi Mama ada liat laki-laki ganteng.. Coba deh kamu ajak kenalan. Siapa tau bisa jodoh, Kak.”“Ih, Mama ini! Matanya ya, nggak bisa banget liat orang ganteng. Dimana sih? Ganteng beneran nggak?”Anya berdecih. Perbincangan antara ibu
Kamarudin melangkahkan kakinya menuruni setiap anak tangga di rumah orang tuanya. Ayahnya baru saja mengirimkan orang untuk memintanya turun ke ruang keluarga.“Kamaru, tolong lah!”Kamarudin tahu dengan apa apa yang membuat ayahnya tampak begitu frustasi sekarang. Demi ingin menguasai menantunya, ibunya bahkan tega menendang suaminya sendiri.Sungguh nasib yang begitu malang. Kehidupan rumah tangga yang terjalin baik selama puluhan tahun, kini terkalahkan oleh keberadaan menantu yang baru bergabung.“Kamaru bisa apa, Pak?” Kamarudin mengangkat kedua tangannya. Bahunya mengedik. Wajahnya pun tetap datar. “Tahu sendiri Ibu Ratu gimana.. Bapak tidur sendiri saja malam ini.”“MANA BISA!” Sentak Attalaric. Ia tidak mungkin bisa tidur tanpa ibu Kamarudin disampingnya. “Bapak nggak bisa tidur sendirian!”“Ya udah, tidur sama Kamaru. Kebetulan istri Kamaru juga lagi nggak ada.” Ucap Kamarudin, pura-pura tidak mengerti maksud dari perkataan ayahnya.“Kamarudin Hasan! Gelar kamu hasil nyogok s
Kamarudin tersentak tanpa suara. Hampir saja dirinya terjatuh.“Bu,” panggil Kamarudin pada sosok yang mengagetkan dirinya. Ibunya berdiri dengan kedua tangan terlipat di atas dada. Perempuan itu menatapnya tajam tanpa berkedip.“Bangun juga akhirnya kamu anak nakal! Jurus seribu bangau, hiyaaatt!!”Plak!Plak!Plak!“Beraninya kamu kuasain mantu dan kamar Ibu. Anak durhaka kayak kamu harus dikasih pelajaran!! Rasain gamparan bangau punya Ibu.”Attalaric memijat keningnya. Matahari bahkan belum sepenuhnya menduduki singgasananya di langit, tapi sang istri sudah menuntaskan dendam kesumatnya semalam.Sedangkan Anya yang melihat Kamarudin dianiaya hanya tertawa. Pria itu sama sekali tidak membalas. Bersuara pun tidak. Padahal ibu mertuanya heboh menggunakan jurus silat aneh yang baru dirinya ketahui.“Sekarang kita impas!”“Ya, Ya..” Ucap Kamarudin sembari meringis. Wajah tampannya menjadi sasaran kemarahan sang ibu. Selain pasrah, tidak ada lagi yang bisa dirinya lakukan.“Anya, mantun
Kamarudin memperhatikan kegiatan sang istri selagi dirinya melipat lengan kemejanya. Perempuan itu bersikeras ingin pergi ke kampus pagi ini.“Kamu yakin nggak mau ambil cuti?” Melihat minimnya akses gerak Anya, Kamarudin ngilu sendiri. Untuk berjalan nona muda keluarga Handoyo itu bahkan sering mengeluhkan sakit pada telapak kakinya.Ya— Anya membengkak tidak hanya dibagian perutnya. Kaki-Kaki cantik yang dulu Kamarudin jilat saat pertama kali mereka melakukannya pun membengkak berkali-kali lipat.“Belom waktunya ngelahirin, ngapain pake cuti segala. Sayang banget bentar lagi liburan semester.” Anya menyapukan Dior Addict Lip Tint favoritnya pada kedua lipatan bibir. “Semester ini aku harus lulus mata kuliah kamu. Kamu udah janji ya!” timpalnya lalu memasukan barang wajib itu ke dalam tas khusus kuliahnya.“Masih ada semester ganjil berikutnya, Anya. Saya tidak akan ingkar janji.”Anya mengangk
“Din! Itu bukannya mantan kamu?!” Heboh Anya. Jari telunjuknya mengarah pada wanita yang menduduki kap sebuah mobil. Walau berjumpa baru beberapa kali, Anya tak akan melupakan sosok yang dirinya cari-cari informasinya. Wanita kurang cantik dan sok seksi padahal minus itu melekat dalam ingatannya.Michelin A.K.A model lokal kurang terkenal sekaligus mantan kekasih suaminya itu, menjadi manusia terbaru pada daftar hitam buku khususnya. Urutannya berada tepat dibawah nama Kamarudin Hasan.“Ngapain dia kesini segala! Wah! Mau nyari ribut nih pasti!” Ucap Anya sembari menaikkan lengan blouse pada bagian pundaknya. Anya sudah mirip preman sekarang. Dia seakan siap untuk bertarung, mempertaruhkan hidup dan matinya.Diam-Diam Kamarudin berdecak. Ia benci gangguan. Hal inilah yang membuat Kamarudin tak ingin mengusik sesuatu di masa lalu. Masalah tidak akan berhenti setelah Michelin diusir. Pengusiran tersebut justru menjadi pembuka masal
Kegagalan Josephin dalam menikahi Jesika secara dadakan akhirnya terbalas. Dikarenakan dirinya yang merupakan kakak Kamasea, ijab qobulnya pun dilaksanakan terlebih dahulu. Tak seperti biasa, Josephin benar-benar tidak mau mengalah pada saudara kembarnya. Untuk pertama kalinya ia bersikap egois, memprioritaskan dirinya di atas kemauan sang adik. “Hi, Wife..” Sapa Josephin dengan senyuman sehangat mentari kala penghulu telah mengesahkan pernikahan mereka. “Hello, Jo..” Pada meja yang bersebelahan dengan prosesi ijab qobul Josephin, Kamasea berseru. “Cih! Abang shut up! Gilirannya Ceya ini!!” Seruannya itu terdengar oleh seluruh tamu undangan mengingat adanya alat pengeras yang terpasang di atas meja ijabnya. “Ya Tuhan.. Punya anak pada ngebet kawin.. Dikira kawin enak kali ya..” gumam Anya, menepuk keningnya. Setelah Michellion yang biang kerok itu ia lepaskan dengan segenap keikhlasan hati, kini tibalah pada momen yang menurut Anya paling berat. Sebagai seorang ibu yang mencintai
Duka mendalam sedang dirasakan oleh Alexiz. Sejak penghulu yang menikahkan putrinya pulang, pria tampan itu terus saja menangis. Kenyataan dimana putrinya telah dipersunting oleh anak sahabatnya semakin terasa nyata.“Tell me! It was a dream, right? Tadi mereka cuman simulasi ijab aja kan?!” Ucap lirih Alexiz yang belum dapat menerima kenyataan.Melepaskan putri kesayangannya ke tangan pria lain merupakan mimpi terburuk Alexiz. Apalagi kepada orang seperti Michellion Hasan yang ia kenal baik kebobrokannya.“Alexiz, wake up! ini nyata! Lexa kita udah nikah, Lex. Dia akhirnya bisa raih cita-citanya..”Alexiz pun terhenyak. ‘Cita-Cita sampah sialan!’ maki pria itu dalam hati.Sejak kapan tepatnya menikah menjadi cita-cita? Putrinya sungguh abnormal. Disaat anak lain mencita-citakan pekerjaan setinggi langit, putrinya yang cantik dan sedikit tidak baik hati justru mengidam-idamkan lelaki bermasa depan suram seperti Michellion.Ngenes.. Ngenes! Mana anak satu-satunya lagi ah!“Stop crying
“Saya terima nikah dan kawinnya, Alexa Sasongko bin..” “Bin.. Bin-tiiii..” Plak! “Argh, Mama!!” erang Michellion kesakitan. “Satu tarikan napas, Ichell!! Satu tarikan!” berang Anya tak mengindahkan protes kesakitan bungsunya. “Serius dong! Jangan salah-salah mulu! Sekali salah lagi, nggak bisa kawin selamanya kamu!” timpal Anya, menakut-nakuti Michellion. Putranya sudah dua kali mengacaukan ijab qobulnya. Anya kan gemas jadinya. Kalau memang tidak niat menikah, anak itu seharusnya bersikap gentle, berani mengakui ketidaksiapannya di depan Alexa dan keluarganya. Memang dasar Michellion! Otaknya hanya berkembang jika menyangkut uang, selebihnya mah nol besar. Michellion yang ragu dengan pernyataan Anya pun bertanya, “masa sih, Mah? Masa gitu doang Ichell terus harus jadi jomblo seumur hidup?” “Dih, nggak percaya-an! Auto blacklist kamu tuh. Iya kan Pak Penghulu?” “Ng..” Melihat pelototan maut Anya, penghulu yang tadinya hendak menyangkal pun merubah jawabannya. “Iya, Mas! Mas h
“Gundulmu!” Sembur Alexiz, ngegas.Calon menantunya memang minta ditendang sampai ke Afrika. Ya mengapatidak– disaat suasana sedang panas-panasnya, anak itu tetap bisa mengelantur.Padahal ia sedang panas dingin karena mendeteksi adanya sinyal permusuhan dariorang-orang rumahnya.Anya menjentikan jari. “Woi! Jadinya gimana? Kaki gue pegel nih berdiri mulu!” tanya perempuan itu tak santai.“...”“Mah, Mah!!” sela Josephin karena omnya tak kunjung menanggapi pertanyaan sang mama. “Nikahin sekarang aja sekalian, Mah. Itung-itung jagain Om Lexiz kalau berubah pikiran lagi ntarnya..”“What?!”Siapa sangka jika usul Josephin itu mengagetkan dua pria disana.Iya, kalian tidak salah jika menebak pekikan tersebut berasal dari mulut Michellion dan calon papa mertuanya.Kali ini keduanya terlihat sangat kompak. Karena kekompakan yang jarang terlihat itu, keduanya bahkan sampai bertatapan mesra.Respon kaget yang mengisyaratkan ketidaksetujuan itu berbanding terbalik dengan Alexa.Alexa yang te
‘Anjing lah! Perasaan gue jadi anak udah sholeh, kenapa ada aja sih ujiannya!’Ditengah umpatan yang Michellion pendam, bibir anak itu berkedut dikarenakan senyuman yang terpaksa harus dirinya hadirkan.“Kamu, bla-bla-bla..”Dengan wajah datarnya— bungsu kamarudin itu berpura-pura fokus mendengarkan. Setiap kali nada papa Alexa berubah, ia menganggukkan kepala. Padahal ia sendiri tidak menyimak serius kalimat-kalimat yang dikeluarkan oleh omnya.“Gara-gara kamu masa depan Lexa jadi kacau gini! Kalau sampai kamu nanti nggak bisa bahagiain Lexa... Siap-siap aja ya kamu.. Om bakal kirim kamu ke neraka jahanam!”“Heum..” gumam Michellion lemah sebagai jawaban.“Jalur express!!”“Via darat apa laut, Om?” celetuk Michellion. Ia paling tidak betah jika harus terus dalam mode serius. Menjadi orang serius bukanlah bakatnya. Melakukan itu hanya membuatnya lelah jiwa dan raga.“What the..”“Uhuk!! Banyak anak dibawah umur disini, Lex!” tegur Kalingga. Setelah tak bisa menghadiri acara lamaran ke
Pada hari berikutnya, kediaman Anya kembali ramai. Kali ini lamaran datang dari pihak orang kepercayaan Kamarudin.“Apaan nih, Man? Pake repot-repot segala.”“Sogokan biar lamarannya nanti diterima, Bu.” Kekeh Lukman dengan tawa renyah di akhir kalimatnya.“Aigo! Mana ada Kenan ditolak.. Bawa diri aja udah pasti diterima lamarannya.” Sahut Anya, membalas.Anya tak mungkin mempersulit masuknya Kenan ke dalam keluarga besar mereka. Selain dikarenakan putrinya yang terlanjur cinta mati, Kenan sendiri sudah dirinya incar sejak keduanya baru mendekatkan diri.Andaikan Kamarudin tidak bertindak sebagai ayah yang terlewat posesif kepada putrinya, pembicaraan tentang pernikahan Kamaseda dan Kenan pasti sudah lama terealisasikan.“Masuk, yuk.. Kita kirain nggak jadi kesini.. Abisnya lama banget nggak nyampe-nyampe kaliannya.” Ujar Kamarudin, mempersilahkan.“Iya, nih!! Ceya sampe udah mau banjir air mata itu..” pungkas Anya, menimpali perkataan Kamarudin.Kenan pun meminta maaf karena telah me
Sudah diputuskan!! Demi menghargai silsilah persaudaraan diantara anak-anaknya, Kamarudin dan Anya pun akhirnya menentukan hari yang berbeda untuk prosesi lamaran ketiganya. Ya, hanya 3 karena Josephin tidak dihitung.. Menjelang hari lamarannya, Josephin untuk sementara waktu diungsikan ke rumah orang tua Anya. Anak itu akan mengetuk pintu rumah mereka dengan didampingi opa dan kedua omanya. Terdengar rempong kan?! Namun bagi Anya, alur seperti itu, hukumnya wajib untuk dijalankan. Anya tidak ingin melepas putri pertamanya dengan asal-asalan. Ia ingin putrinya dilepaskan dengan alur yang semestinya, seperti para anak perempuan milik orang lain. Untuk itu, Josephin pun harus melakukannya sesuai prosedur, dengan bertindak seolah-olah dia merupakan pihak luar yang hendak meminang putri dari keluarganya. Yah, salah sendiri ngebet nikahnya sama dengan angota keluarga sendiri. Coba saja anak itu memilih gadis lain, pendampingan pada lamarannya pasti akan ditemani Anya dan Kamarudin se
“Ya Tuhan,” desah Kamarudin.Pria itu meletakkan ponselnya ke atas meja kerja.“Sialan lo, Lex!”Beberapa detik yang lalu Kamarudin baru saja mendapatkan laporan. Ia akhirnya mengetahui jika sahabat baiknya lah yang menjadi dalang dari meledaknya tagihan putra bungsunya.Sungguh sahabat yang baik. Pria itu sangat tahu cara untuk membalaskan dendamnya. Dengan begini, ia jadi tak bisa berkutik, termasuk memarahi putranya agar Michellion dapat belajar artinya bertanggung jawab dalam menggunakan uang.Yah, mereka juga tak mungkin mengambil kembali barang-barang yang telah diberikan. Hal itu sangat tidak etis. Sebesar apa pun mereka merugi, apa yang mereka hadiahkan jelas sudah menjadi hak si penerima, terlepas dari seberapa liciknya Alexiz dalam memanfaatkan momentum lamaran putrinya.“Man, buat lamaran Ceya nanti, kalian udah nyiapin apa?” tanya Kamarudin, mengangkat kepalanya dan memandang Lukman yang saat ini tengah membaca berkas di meja tamu ruangan kerjanya.“Standar saja sih, Pak..
Michellion berjalan mengendap setelah melewati pintu utama rumahnya.Kepalanya celingukan, memastikan jika dirinya aman, tak berpapasan dengan sang mama.Gila, Gila!Seharian berkeliling mencari hadiah benar-benar membuatnya ingin mati berdiri.Ia tidak tahu pasti berapa uang yang telah dirinya gelontorkan, tapi mengingat banyaknya perhiasan dan hal-hal lain yang calon papa mertuanya beli, sudah dipastikan ia akan tinggal nama ditangan mamanya.“Chell..”“Ssst, Kak, jangan kenceng-kenceng!” hardik Michellion, pelan. Ia kan tengah menghindari pertemuan dengan mamanya. Kalau sampai mamanya tahu ia sudah pulang, habis sudah telinga dan kewarasannya.Di Balik tembok yang memisahkan ruang tamu dengan keluarga, Michellion melambaikan tangan, mengundang sang kakak untuk mendekat ke arahnya.“Apaan sih? Kamu yang kesini lah!”Mendengar jawaban kakaknya, Michellion pun menghentakkan kaki-kakinya.“Cepetan ih!!” pinta Michellion, setengah mengerang.Rumahnya mungkin terlihat sepi, tapi dibalik