“Mulia sekali calon istri saya. Dengan sadarnya dia membagikan kiat-kiat untuk merebut saya. Hem… Anak nakal seperti itu, enaknya diberikan hukuman apa, ya?!”“Nggak tau,” tidak mau tahu lebih tepatnya. Ia merasa pembahasan seputar hukuman ini akan merugikannya. “Pak Udin udah nungguin. Awas!” Pintanya sembari mendorong Kamarudin. Sialnya tenaganya tak cukup besar untuk bisa menggeser sang calon suami.“Saya juga Udin. Udinya kamu..”“Shut the fuck up, Din! yang aku maksud Udin supir, bukan kamu! Minggir, Ah! Ngapain sih! Inget kita lagi ada dimana!” Otak dosennya tampaknya mengalami longsor atau tsunami makanya error. Mereka menjadi bahan tontonan sekarang. Para agen lambe-lambean kampus pasti senang. Mereka bisa memenuhi tugas sebagai pemersatu antar mahasiswa.“Saya antar pulang.”“Nggak perlu. Pak Udin..” tolak Anya. Untuk apa juga. Supirnya standby sedari tadi. Kasihan kalau harus pulang seorang diri tanpa membawa dirinya. Sia-Sia saja pria itu berdiam berjam-jam menunggui kelasn
“Nervous?!”Pertanyaan aneh macam apa yang sedang kakaknya, layangkan?!Siapa yang tidak akan gugup menjelang ijab qabulnya. Sebuah momen sakral pertama yang sebentar lagi dirinya lakukan, di depan banyaknya tamu undangan. Setenang-tenangnya ia menjadi seorang manusia, ia tetaplah manusia normal.Ia tidak pernah merasa semendebarkan sekarang. Ia pernah menjadi mahasiswa terpilih yang mewakili kampus kebanggannya untuk bertarung melawan mahasiswa dari seluruh dunia. Ia pun kerap mengisi acara seminar. Pernah pula menggantikan ayah dan kakaknya mempresentasikan proyek di hadapan para petinggi perusahaan.Namun mengapa baru sekarang dirinya merasakan apa itu yang dinamakan keringat dingin?Ketika dirinya akan memiliki wanita yang seutuhnya telah dimiliki sebelumnya.Ia tidak mengerti, tapi begitulah kenyataannya. Untuk sesuatu yang tidak lagi harus berjudi, is justru gugup setengah mati.“Bernapas yang benar, Kamaru. Keringat kamu akan mengotori jas. Make up kamu bisa-bisa luntur.”“Mas.
Tamu undangan memfokuskan netra mereka kepada Kamarudin. Mempelai pria itu meminta sedikit perhatian tamu pernikahannya, berkata jika dirinya ingin menyampaikan sesuatu yang teramat penting.“Mau apa sih? Kita habis dimarahin Ibu karena kamu main nyosor aja!” Gerutu Anya. Lima belas menit telinga Anya panas mendengar ibu mertuanya mengomel. Walau pun bukan dirinya yang dimarahi, tapi tetap aja, ia ada disamping Kamarudin. Secara tidak langsung ia pun terkena imbasnya.“Mengabarkan kebahagiaan kita,” jawab pria yang sedari tadi enggan untuk melepaskan genggaman tangannya pada milik sang istri.“Kamu diem aja, nggak usah cerewet! Urusan kepala keluarga ini.”‘Si Anjing nih dosen! Baru juga gue dijadiin bini, udah ngibarin bendera perang aja! Awas lo nggak gue kasih jatah ntar malem!’ batin Anya, kesal. Mulut Kamarudin memang tak beradab. Ia bertanya baik-baik tapi responnya justru memantik api pertengkaran. Sepertinya ketika pembagian otak dulu, dosennya ini hanya mengambilnya sebagia
Bencana akibat datangnya Michelin pada pesta pernikahan mereka terus berlanjut. Anya masih terus saja mengibarkan bendera perang. Sejak pertengahan pesta sampai berakhirnya perayaan akbar pernikahan mereka, Anya terus menjaga jarak aman. “Baby..” “You Babi!” Kamarudin menghela napasnya dalam. Ia tidak yakin Anya cemburu— alih-alih cemburu, kesal karena tidak bisa menghadirkan sosok mendiang mantan kekasihnya, jauh lebih tepat untuk disebutkan. Bagaimana caranya?! Kalau saja Kamarudin bisa, ia akan menarik jasad dan roh Josephin. Si saudara tiri ipar yang sialnya menyandang gelar mantan kekasih satu-satunya sang istri. “Dia datang bersama kerabat saya, Anya. Mereka sepasang kekasih,” berulang kali Kamarudin menjelaskannya. Ia benar-benar lupa. Seharusnya ia beritakan jika kerabat terdekatnya itu tak boleh membawa anjing peliharaan ranjangnya. “Terus aku peduli?! Intinya dia ada disini. Di depan mataku!” “Ya kamu pejamkan saja mata kamu sewaktu dia lewat.” “UDIN!” Kamarudin men
“Gils! Pak Udin damage-nya nambah after married.”Flora memukul Angel. “Kok lo jadi ikut-ikutan Anya sih, manggilnya. Nama bagus-bagus lo panggil Udin!” protesnya.Sebagai fans sejati dosennya, Flora cukup terganggu dengan panggilan kedua sahabatnya. Menurutnya panggilan Udin itu kampungan, tidak cocok jika disetarakan dengan wajah tampan sang dosen.“Ya udah sih, Flo. Istrinya aja manggilnya gitu. Kok lo protes sih?!”“Tauk, nih! Udinnya aja selow. Happy-Happy aja dia dapet panggilan khusus dari gue..” Kali ini Anya yang berucap. “Udin aja lah sekarang.. Cucok, Bo!” Perempuan hamil itu melambaikan tangan, berlagak sedikit kebanci-bancian.“Bener-bener deh lo, Nya. Orang seganteng itu, ck! Serah lo berdua deh!” Decaknya, pasrah.“Hihihi, Nya, ini nggak apa-apa, lo ada di kamar kita? Bukannya harusnya lo ehem-ehem sama Pak Udin?” tanya Angel. Mereka baru tahu kalau Anya turut memesankan kamar untuk keduanya. Setelah acara selesai, ia dan Flora diseret paksa, mengikuti langkah bumil.“I
“Sudah semuanya?”Kamarudin memasuki kamar hotel tempat mereka menginap semalam. Pagi tadi setelah mereka membersihkan diri, ia sudah meminta beberapa orang untuk membantu Anya merapikan barang-barang keduanya.“Hem..”“Kamu sudah pastikan tidak ada yang tertinggal kan, Anya?” tanya Kamarudin lagi untuk memastikan.“Jejak pantat aku yang ketinggalan,” beo Anya, membuat Kamarudin mendelik tak suka.“Makanya jadi orang tuh jangan nyebelin. Udah dijawabin masih aja nanya terus. Nggak mungkin ada yang ketinggalan, empat orang yang kamu suruh beres-beres di kamar ini.”“Oke,” singkat, pada dan jelas. Andaikan tidak mengingat anaknya membutuhkan peran orang tua yang lengkap, Anya akan menendang Kamarudin sampai tubuhnya melayang ke Kutub Utara.Jadi orang kok kampretnya nggak manusiawi! Kayaknya dosa gue bener-bener banyak deh, makanya berjodoh sama orang nyebelin begini!“Ya sudah, ayo kita pulang. Pak Maman sudah menunggu di depan.”“Mau ketemu Mama, Papa, dulu.”“Mereka langsung pulang s
“Pak, saya minta tolong untuk bukakan pintu mobil.” Pinta Kamarudin saat mobil keluarganya sampai pada pelataran rumah mereka.“Baik, Den.”Kamarudin lalu memperbaiki posisi Anya. Mengangkat sang istri sehingga berada di atas pahanya. Ia telah bersiap untuk menggendong Anya masuk ke dalam rumah.Melihat betapa lelapnya Anya tertidur, Kamarudin tidak tega jika harus membangunkan sang istri. Maka dari itu, Kamarudin memilih menggendong wanita itu ala bridal.“Terima kasih Pak Maman. Bapak bisa beristirahat sekarang.” Ucap Kamarudin sebelum melangkah.Kedatangan pasangan baru itu disambut oleh seluruh penghuni rumah. Mereka yang memperkirakan kapan sampainya Anya dan Kamarudin bersiap memenuhi ruang tamu. Ketika pintu pintu terdorong masuk mereka berteriak, “selamat dat..”“Ssssttt..” Desis Kamarudin, meminta mereka menelan kembali suara yang hampir terlontar sempurna. “Tidur,” timpalnya, pelan.“Waduh! Mantunya Ibu kecapekan ini pasti, abis dibolak-balik si Kamaru..”Blush…Pipi Kamarud
Trang!!Alat makan ditangan Anya dan Kamarudin merosot jatuh ke piring. Keduanya pun memekik secara bersamaan, “bulan madu?”“Iya, Kamaru, Anya.. Honeymoon. Orang abis menikah itu tuh pasti bulan madu. Ibu sama Bapak juga begitu kok. Iya kan, Pak?”Miranti mencari dukungan suara. Bersama para besannya, mereka sudah mempersiapkan liburan untuk keduanya.“Bener apa yang Ibu kalian bilang. Biar makin akrab!”Kamarudin menghembuskan napas. Perutnya belum sepenuhnya terisi, tapi lagi-lagi ibunya bertingkah. “Bu,” panggil Kamarudin, lembut.“Tujuan bulan madu itu kan untuk segera memiliki momongan..”“Ya terus?” potong Miranti, tahu kemana arah kalimat anaknya. “Memangnya kalau sudah hamil nggak boleh bulan madu gitu? Pikiran cupet dari mana itu, Kamaru?”Sejak kemarin selalu kehamilan Anya yang dipermasalahkan. Miranti jelas tidak terima. Tak ada yang salah dari menantunya yang sudah hamil duluan.“Kamaru ngajar, Bu.”“Yo cuti! Ngono ae kok repot! [Begitu saja kok repot!].” balas Miranti t
Kegagalan Josephin dalam menikahi Jesika secara dadakan akhirnya terbalas. Dikarenakan dirinya yang merupakan kakak Kamasea, ijab qobulnya pun dilaksanakan terlebih dahulu. Tak seperti biasa, Josephin benar-benar tidak mau mengalah pada saudara kembarnya. Untuk pertama kalinya ia bersikap egois, memprioritaskan dirinya di atas kemauan sang adik. “Hi, Wife..” Sapa Josephin dengan senyuman sehangat mentari kala penghulu telah mengesahkan pernikahan mereka. “Hello, Jo..” Pada meja yang bersebelahan dengan prosesi ijab qobul Josephin, Kamasea berseru. “Cih! Abang shut up! Gilirannya Ceya ini!!” Seruannya itu terdengar oleh seluruh tamu undangan mengingat adanya alat pengeras yang terpasang di atas meja ijabnya. “Ya Tuhan.. Punya anak pada ngebet kawin.. Dikira kawin enak kali ya..” gumam Anya, menepuk keningnya. Setelah Michellion yang biang kerok itu ia lepaskan dengan segenap keikhlasan hati, kini tibalah pada momen yang menurut Anya paling berat. Sebagai seorang ibu yang mencintai
Duka mendalam sedang dirasakan oleh Alexiz. Sejak penghulu yang menikahkan putrinya pulang, pria tampan itu terus saja menangis. Kenyataan dimana putrinya telah dipersunting oleh anak sahabatnya semakin terasa nyata.“Tell me! It was a dream, right? Tadi mereka cuman simulasi ijab aja kan?!” Ucap lirih Alexiz yang belum dapat menerima kenyataan.Melepaskan putri kesayangannya ke tangan pria lain merupakan mimpi terburuk Alexiz. Apalagi kepada orang seperti Michellion Hasan yang ia kenal baik kebobrokannya.“Alexiz, wake up! ini nyata! Lexa kita udah nikah, Lex. Dia akhirnya bisa raih cita-citanya..”Alexiz pun terhenyak. ‘Cita-Cita sampah sialan!’ maki pria itu dalam hati.Sejak kapan tepatnya menikah menjadi cita-cita? Putrinya sungguh abnormal. Disaat anak lain mencita-citakan pekerjaan setinggi langit, putrinya yang cantik dan sedikit tidak baik hati justru mengidam-idamkan lelaki bermasa depan suram seperti Michellion.Ngenes.. Ngenes! Mana anak satu-satunya lagi ah!“Stop crying
“Saya terima nikah dan kawinnya, Alexa Sasongko bin..” “Bin.. Bin-tiiii..” Plak! “Argh, Mama!!” erang Michellion kesakitan. “Satu tarikan napas, Ichell!! Satu tarikan!” berang Anya tak mengindahkan protes kesakitan bungsunya. “Serius dong! Jangan salah-salah mulu! Sekali salah lagi, nggak bisa kawin selamanya kamu!” timpal Anya, menakut-nakuti Michellion. Putranya sudah dua kali mengacaukan ijab qobulnya. Anya kan gemas jadinya. Kalau memang tidak niat menikah, anak itu seharusnya bersikap gentle, berani mengakui ketidaksiapannya di depan Alexa dan keluarganya. Memang dasar Michellion! Otaknya hanya berkembang jika menyangkut uang, selebihnya mah nol besar. Michellion yang ragu dengan pernyataan Anya pun bertanya, “masa sih, Mah? Masa gitu doang Ichell terus harus jadi jomblo seumur hidup?” “Dih, nggak percaya-an! Auto blacklist kamu tuh. Iya kan Pak Penghulu?” “Ng..” Melihat pelototan maut Anya, penghulu yang tadinya hendak menyangkal pun merubah jawabannya. “Iya, Mas! Mas h
“Gundulmu!” Sembur Alexiz, ngegas.Calon menantunya memang minta ditendang sampai ke Afrika. Ya mengapatidak– disaat suasana sedang panas-panasnya, anak itu tetap bisa mengelantur.Padahal ia sedang panas dingin karena mendeteksi adanya sinyal permusuhan dariorang-orang rumahnya.Anya menjentikan jari. “Woi! Jadinya gimana? Kaki gue pegel nih berdiri mulu!” tanya perempuan itu tak santai.“...”“Mah, Mah!!” sela Josephin karena omnya tak kunjung menanggapi pertanyaan sang mama. “Nikahin sekarang aja sekalian, Mah. Itung-itung jagain Om Lexiz kalau berubah pikiran lagi ntarnya..”“What?!”Siapa sangka jika usul Josephin itu mengagetkan dua pria disana.Iya, kalian tidak salah jika menebak pekikan tersebut berasal dari mulut Michellion dan calon papa mertuanya.Kali ini keduanya terlihat sangat kompak. Karena kekompakan yang jarang terlihat itu, keduanya bahkan sampai bertatapan mesra.Respon kaget yang mengisyaratkan ketidaksetujuan itu berbanding terbalik dengan Alexa.Alexa yang te
‘Anjing lah! Perasaan gue jadi anak udah sholeh, kenapa ada aja sih ujiannya!’Ditengah umpatan yang Michellion pendam, bibir anak itu berkedut dikarenakan senyuman yang terpaksa harus dirinya hadirkan.“Kamu, bla-bla-bla..”Dengan wajah datarnya— bungsu kamarudin itu berpura-pura fokus mendengarkan. Setiap kali nada papa Alexa berubah, ia menganggukkan kepala. Padahal ia sendiri tidak menyimak serius kalimat-kalimat yang dikeluarkan oleh omnya.“Gara-gara kamu masa depan Lexa jadi kacau gini! Kalau sampai kamu nanti nggak bisa bahagiain Lexa... Siap-siap aja ya kamu.. Om bakal kirim kamu ke neraka jahanam!”“Heum..” gumam Michellion lemah sebagai jawaban.“Jalur express!!”“Via darat apa laut, Om?” celetuk Michellion. Ia paling tidak betah jika harus terus dalam mode serius. Menjadi orang serius bukanlah bakatnya. Melakukan itu hanya membuatnya lelah jiwa dan raga.“What the..”“Uhuk!! Banyak anak dibawah umur disini, Lex!” tegur Kalingga. Setelah tak bisa menghadiri acara lamaran ke
Pada hari berikutnya, kediaman Anya kembali ramai. Kali ini lamaran datang dari pihak orang kepercayaan Kamarudin.“Apaan nih, Man? Pake repot-repot segala.”“Sogokan biar lamarannya nanti diterima, Bu.” Kekeh Lukman dengan tawa renyah di akhir kalimatnya.“Aigo! Mana ada Kenan ditolak.. Bawa diri aja udah pasti diterima lamarannya.” Sahut Anya, membalas.Anya tak mungkin mempersulit masuknya Kenan ke dalam keluarga besar mereka. Selain dikarenakan putrinya yang terlanjur cinta mati, Kenan sendiri sudah dirinya incar sejak keduanya baru mendekatkan diri.Andaikan Kamarudin tidak bertindak sebagai ayah yang terlewat posesif kepada putrinya, pembicaraan tentang pernikahan Kamaseda dan Kenan pasti sudah lama terealisasikan.“Masuk, yuk.. Kita kirain nggak jadi kesini.. Abisnya lama banget nggak nyampe-nyampe kaliannya.” Ujar Kamarudin, mempersilahkan.“Iya, nih!! Ceya sampe udah mau banjir air mata itu..” pungkas Anya, menimpali perkataan Kamarudin.Kenan pun meminta maaf karena telah me
Sudah diputuskan!! Demi menghargai silsilah persaudaraan diantara anak-anaknya, Kamarudin dan Anya pun akhirnya menentukan hari yang berbeda untuk prosesi lamaran ketiganya. Ya, hanya 3 karena Josephin tidak dihitung.. Menjelang hari lamarannya, Josephin untuk sementara waktu diungsikan ke rumah orang tua Anya. Anak itu akan mengetuk pintu rumah mereka dengan didampingi opa dan kedua omanya. Terdengar rempong kan?! Namun bagi Anya, alur seperti itu, hukumnya wajib untuk dijalankan. Anya tidak ingin melepas putri pertamanya dengan asal-asalan. Ia ingin putrinya dilepaskan dengan alur yang semestinya, seperti para anak perempuan milik orang lain. Untuk itu, Josephin pun harus melakukannya sesuai prosedur, dengan bertindak seolah-olah dia merupakan pihak luar yang hendak meminang putri dari keluarganya. Yah, salah sendiri ngebet nikahnya sama dengan angota keluarga sendiri. Coba saja anak itu memilih gadis lain, pendampingan pada lamarannya pasti akan ditemani Anya dan Kamarudin se
“Ya Tuhan,” desah Kamarudin.Pria itu meletakkan ponselnya ke atas meja kerja.“Sialan lo, Lex!”Beberapa detik yang lalu Kamarudin baru saja mendapatkan laporan. Ia akhirnya mengetahui jika sahabat baiknya lah yang menjadi dalang dari meledaknya tagihan putra bungsunya.Sungguh sahabat yang baik. Pria itu sangat tahu cara untuk membalaskan dendamnya. Dengan begini, ia jadi tak bisa berkutik, termasuk memarahi putranya agar Michellion dapat belajar artinya bertanggung jawab dalam menggunakan uang.Yah, mereka juga tak mungkin mengambil kembali barang-barang yang telah diberikan. Hal itu sangat tidak etis. Sebesar apa pun mereka merugi, apa yang mereka hadiahkan jelas sudah menjadi hak si penerima, terlepas dari seberapa liciknya Alexiz dalam memanfaatkan momentum lamaran putrinya.“Man, buat lamaran Ceya nanti, kalian udah nyiapin apa?” tanya Kamarudin, mengangkat kepalanya dan memandang Lukman yang saat ini tengah membaca berkas di meja tamu ruangan kerjanya.“Standar saja sih, Pak..
Michellion berjalan mengendap setelah melewati pintu utama rumahnya.Kepalanya celingukan, memastikan jika dirinya aman, tak berpapasan dengan sang mama.Gila, Gila!Seharian berkeliling mencari hadiah benar-benar membuatnya ingin mati berdiri.Ia tidak tahu pasti berapa uang yang telah dirinya gelontorkan, tapi mengingat banyaknya perhiasan dan hal-hal lain yang calon papa mertuanya beli, sudah dipastikan ia akan tinggal nama ditangan mamanya.“Chell..”“Ssst, Kak, jangan kenceng-kenceng!” hardik Michellion, pelan. Ia kan tengah menghindari pertemuan dengan mamanya. Kalau sampai mamanya tahu ia sudah pulang, habis sudah telinga dan kewarasannya.Di Balik tembok yang memisahkan ruang tamu dengan keluarga, Michellion melambaikan tangan, mengundang sang kakak untuk mendekat ke arahnya.“Apaan sih? Kamu yang kesini lah!”Mendengar jawaban kakaknya, Michellion pun menghentakkan kaki-kakinya.“Cepetan ih!!” pinta Michellion, setengah mengerang.Rumahnya mungkin terlihat sepi, tapi dibalik