Shock nggak tuh Bapaknya..
“Jo kan bukan anak kemarin sore, Pah. Udah perjaka, wajar kan mimpi basah?!”“ya nggak wajar kalau mimpi basahnya sama Eci, Jo! Dia kan kakak kamu!”“Ia kan cewek yang Jo suka. Aneh lagi kalau Jo sukanya sama dia, tapi mimpi basahnya sama orang lain!”‘Eh?! Ada benernya juga ya?’ batin Kamarudin, yang mulai termakan dengan pendangaian putranya.“Tapi..” Kalimat Kamarudin terpotong oleh ketukan yang terdengar dibalik pintu kamar Josephin.“Papa, ini Eci. Eci masuk ya, Pah?!”“Siap-siap kamu, Jo! Diselesein sekarang biar cepet clear masalahnya..” Ucap Kamarudin lalu berteriak, mempersilahkan anak sulungnya untuk masuk ke dalam.“Loh, kok mukanya pada serius-serius banget?” tanya Jesika melihat pada dan adiknya yang tampak begitu tegang saat dirinya membuka pintu kamar.“Ichell juga gitu tadi dibawah. Ada berita buruk lagi ya, Pah?”“Kak Eci better duduk dulu.”Berarti benar— kembali terjadi sesuatu di rumahnya.Merasa ingin mengetahui apa yang telah terjadi, Jesika pun mengikuti perinta
Ketika knop pintu kamarnya diputar dari luar, Anya yang sedari tadi resah menanti pun, meninggalkan ranjangnya. “Gimana, Din? Does he want to listen to you?!” brondongnya langsung, tanpa sebuah basa-basi. Masalah Josephin yang mencintai kakaknya sendiri tergolong urgent dihidup Anya. Anak itu seperti titisan almarhum omnya, tak hanya mempunyai nama yang serupa, tapi juga mengikuti jalan yang sama dengannya. Ditinggalkan Kamarudin di dalam kamar membuat Anya teringat akan mendiang Josephin. Seperti Josephin-nya, sahabatnya itu juga terlibat cinta tabu antar saudara dan itu— bersamanya. Sejarah mereka yang saling mencintai tapi harus terhalang oleh keadaan keluarga, berujung pada penghantaran the old Josephin ke dalam lubang keabadian. Sedikit-banyak, hal itulah yang Anya takuti setelah ingatannya bersama mendiang Josephin mampir menyapanya. Anya takut jika Josephinnya akan berakhir tragis layaknya pendahulu anak itu. “Dia mau nurut kan, Din?” Kamarudin menggelengkan kepalanya, “you
Brak!! “Josephin Hasan!” Anya mengarahkan ujung stik golf yang tergenggam pada tangan kanannya ke arah Josephin. “Dasar manusia kotor! Bisa-bisanya kamu mimpi ena-enain kakakmu...” “What?!” Kalimat Anya seketika menjadi rumpang. Sebelum perempuan itu sempat menggenapi kalimat yang ingin ia katakan, anak-anaknya yang lain memekik dengan kerasnya, membuatnya terhenti dengan rahang yang masih terbuka. “Abang apa, Mah?” itu adalah Michellion. Wajah anak itu memerah seolah api baru saja membakar wajahnya. “Iya, apa?!” tanya Kamasea, ikut bersuara. “Mah, anakmu yang satu under 18 plus.. Tunggu dia kel..” Kamarudin mengerjapkan matanya. Ia salah! Bukan hanya Michellion yang masih dibawah umur, tapi si kembar pun masih belum melewati usia ke 17-nya. “Haiyah! Why, Why? Aku samarin jadi ena-ena kok! Kan nggak frontal sih itu?! Sex education juga buat si Ichell.” Entah kapan tepatnya, Michellion kini sudah berada di hadapan sang mama. Anak itu mengguncang lengan mamanya, “Mama jawab!”
... senyuman. “Iya, kita pacaran, iyaaa!!” “E-Eci!” teriakan pun berganti pelaku, kali ini dilakukan oleh Anya, sang mama. “Sadar, Kak! Adek kamu cuman ngancem aja itu! Tarik lagi kata-kata kamu, Kak!” “Mama, Eci nggak bisa bayangin kalau Jo keluar nggak pake apa-apa. Rumah kita bisa diserbu wartawan, Mama!” Jika seperti itu keadaannya, awak media akan mencari-cari informasi tentang penyebab buginya Josephin. Seluruh manusia di Indonesia pasti mengetahui aib keluarga mereka lebih cepat dari mulut Josephin yang diwawancara. “Babe, Eci ada benernya.. Kamu bisa-bisa jadi yatim-piatu kalau itu anak jadi trending topic media.” Tanduk tak kasat mata di kepala Josephin tumbuh secara perlahan. Papanya benar— keluarga kecil mereka mungkin bisa bertahan, tapi ketahanan tersebut tidak akan bisa dijalankan oleh para nenek dan kakeknya yang sudah tua. “Hah! Bener-bener deh! yang bungsu biang masalah, yang ini nggak waras suka sama kakaknya sendiri, kakaknya juga ngalah-ngalah aja padahal ng
“Heeeee?! Abang kamu jatuh cintrong sama Eci? O-Eym-Jyeh!” Angel memegangi kepalanya, efek terlalu terkejut dengan curhatan calon menantu idamannya. “Ampun deh! Mama kamu ngereognya kayak apaan tuh. Nggak dibumihangusin aja udah untung si Jo.”Sahabatnya pasti sedang dilanda kepanikan yang sangat besar. Ibu mana sih yang tidak akan pusing, kalau anak yang selama ini ia bangga-banggakan, melencengnya malah sampai ke luar angkasa begitu.Mungkin bagi Anya, Josephin yang menghamili anak gadis orang akan lebih diterima dibandingkan diam-diam menyimpan rasa untuk saudaranya sendiri.‘Josephin, Josephin!’ Seperti tidak ada orang lain saja sampai mencintai gadis yang jelas-jelas diangkat menjadi kakaknya sejak mereka masih kecil. Entah mengapa– Angel jadi ikutan gemas. “Ichell, are you okay?” tanya Alexa, prihatin.Pertanyaan tersebut dibalas dengan dengusan. “Ya kamu liatnya gimana, Lex?!” sarkasnya kemudian dengan bola mata berotasi. “You're not gwenchana, hehe..”Karena tak ingin memb
Dengan satu tangan memeluk toples snack di atas pangkuannya, Flora pun bertanya setelah selesai mengunyah makanan dalam mulutnya. “Tetangga samping beneran ngambek ke kita ya, Bu?” “Kayaknya iya deh, Flo. Udah dua hari nggak keliatan batang hidungnya. Mau nyamperin ke rumahnya, Ibu juga nggak berani,” di akhir kalimatnya, Miranti ber-ih-ria. Keduanya tidak tahu jika absennya Anya sama sekali tak memiliki hubungan dengan pembelian perhiasan tempo hari. Anya sendiri belum mengadu sebab ia takut dirinya dinilai tak becus mengasuh anak-anaknya. “Kita sogok pake apa ya, Bu?” Suara krauk-krauk muncul seusai Flora kembali memasukkan snack ke dalam mulutnya. “Mempan, emang?!” “Nggak tau.” Lagipula, apa yang tidak dimiliki Anya?! Perempuan itu hampir mempunyai semua barang terbaru karena penyakit gila belanjanya. Kali ini pasti akan sulit untuk mengajak Anya berdamai, mengingat mantan dosennya sampai membekukan kartu-kartu pembayaran sang sahabat. “Kamu nggak ada komunikasi sama Angel?”
“Gue nggak nyangka si Tasya cinta banget sama perdamaian dunia. Liat deh lengannya, pake pita warna item gitu. Gue yakin donasinya pasti nggak main-main doi.”Kamasea yang mengetahui arti dibalik pemasangan pita dilengan Tasya pun meringis. Sungguh penilaian yang teramat positif, tapi sayangnya bukan itu alasan Tasya melingkarkan pita disana.Pita hitam tersebut terpasang sebagai bukti betapa dalam duka yang dirasakan oleh sahabatnya. Tasya berkata akan terus memasang pita tersebut selama masa berkabung hatinya.Kasihan!Begitulah deritanya orang yang jatuh cinta secara sepihak. Sakitnya benar-benar menembus dada.Ciat-Ciat!“Tas, lo udah nggak tidur berapa jam?” tanya Kamasea. Beberapa kali dirinya mengirimkan pesan ketika tak sengaja terjaga dan sahabatnya itu dengan cepat membalas pesannya, seolah memang tak pernah mengistirahatkan tubuh serta pikirannya.“Sejak lo ngasih tau gue Jo incess..”“Jo, What?!”Plak!Kamasea sekuat tenaga memukul kepala teman kakaknya. “B aja, Dodol! Ngg
Pinggang Anya melengkung ke belakang, “Surtiiii!!” Perempuan itu berteriak membuat Surti tergopoh-gopoh menghampiri dirinya. Belum sempat Surti bertanya tentang apa yang menyebabkannya sampai berteriak, Anya pun bertitah, “keluar, Sur!! Cek-in langit, mataharinya sekarang ada disebelah mana!” “Bu-Buat apa loh, Mbak Anya?” “Look!!” Anya melangkan jari telunjuk tanpa mengubah posisi tubuhnya yang tak sedap untuk dipandang. Mengikuti kemana ujung jari majikannya mengarah, Surti pun terkesiap. Ia tak perlu melaksanakan titah sang majikan, karena tanpa diperiksa pun ia sudah mendapatkan jawabannya. “Gaswat, Mbak Anya! Kiamat emang udah deket, Mbak.” “Ki-Kiamat?!” gagap Alexa. Genggaman tangannya pada Michellion kontan mengerat. Michellion yang peka terhadap ketakutan gadis disampingnya pun berkata, “percaya sama Mbak Surti mah musyrik, Lex. Langitnya aja cerah pake banget, mana ada kiamat yang kayak gitu.” “Mas Ichell yang pegangan tangan sama Mbak Lexa lebih horor dari puting beli
Kegagalan Josephin dalam menikahi Jesika secara dadakan akhirnya terbalas. Dikarenakan dirinya yang merupakan kakak Kamasea, ijab qobulnya pun dilaksanakan terlebih dahulu. Tak seperti biasa, Josephin benar-benar tidak mau mengalah pada saudara kembarnya. Untuk pertama kalinya ia bersikap egois, memprioritaskan dirinya di atas kemauan sang adik. “Hi, Wife..” Sapa Josephin dengan senyuman sehangat mentari kala penghulu telah mengesahkan pernikahan mereka. “Hello, Jo..” Pada meja yang bersebelahan dengan prosesi ijab qobul Josephin, Kamasea berseru. “Cih! Abang shut up! Gilirannya Ceya ini!!” Seruannya itu terdengar oleh seluruh tamu undangan mengingat adanya alat pengeras yang terpasang di atas meja ijabnya. “Ya Tuhan.. Punya anak pada ngebet kawin.. Dikira kawin enak kali ya..” gumam Anya, menepuk keningnya. Setelah Michellion yang biang kerok itu ia lepaskan dengan segenap keikhlasan hati, kini tibalah pada momen yang menurut Anya paling berat. Sebagai seorang ibu yang mencintai
Duka mendalam sedang dirasakan oleh Alexiz. Sejak penghulu yang menikahkan putrinya pulang, pria tampan itu terus saja menangis. Kenyataan dimana putrinya telah dipersunting oleh anak sahabatnya semakin terasa nyata.“Tell me! It was a dream, right? Tadi mereka cuman simulasi ijab aja kan?!” Ucap lirih Alexiz yang belum dapat menerima kenyataan.Melepaskan putri kesayangannya ke tangan pria lain merupakan mimpi terburuk Alexiz. Apalagi kepada orang seperti Michellion Hasan yang ia kenal baik kebobrokannya.“Alexiz, wake up! ini nyata! Lexa kita udah nikah, Lex. Dia akhirnya bisa raih cita-citanya..”Alexiz pun terhenyak. ‘Cita-Cita sampah sialan!’ maki pria itu dalam hati.Sejak kapan tepatnya menikah menjadi cita-cita? Putrinya sungguh abnormal. Disaat anak lain mencita-citakan pekerjaan setinggi langit, putrinya yang cantik dan sedikit tidak baik hati justru mengidam-idamkan lelaki bermasa depan suram seperti Michellion.Ngenes.. Ngenes! Mana anak satu-satunya lagi ah!“Stop crying
“Saya terima nikah dan kawinnya, Alexa Sasongko bin..” “Bin.. Bin-tiiii..” Plak! “Argh, Mama!!” erang Michellion kesakitan. “Satu tarikan napas, Ichell!! Satu tarikan!” berang Anya tak mengindahkan protes kesakitan bungsunya. “Serius dong! Jangan salah-salah mulu! Sekali salah lagi, nggak bisa kawin selamanya kamu!” timpal Anya, menakut-nakuti Michellion. Putranya sudah dua kali mengacaukan ijab qobulnya. Anya kan gemas jadinya. Kalau memang tidak niat menikah, anak itu seharusnya bersikap gentle, berani mengakui ketidaksiapannya di depan Alexa dan keluarganya. Memang dasar Michellion! Otaknya hanya berkembang jika menyangkut uang, selebihnya mah nol besar. Michellion yang ragu dengan pernyataan Anya pun bertanya, “masa sih, Mah? Masa gitu doang Ichell terus harus jadi jomblo seumur hidup?” “Dih, nggak percaya-an! Auto blacklist kamu tuh. Iya kan Pak Penghulu?” “Ng..” Melihat pelototan maut Anya, penghulu yang tadinya hendak menyangkal pun merubah jawabannya. “Iya, Mas! Mas h
“Gundulmu!” Sembur Alexiz, ngegas.Calon menantunya memang minta ditendang sampai ke Afrika. Ya mengapatidak– disaat suasana sedang panas-panasnya, anak itu tetap bisa mengelantur.Padahal ia sedang panas dingin karena mendeteksi adanya sinyal permusuhan dariorang-orang rumahnya.Anya menjentikan jari. “Woi! Jadinya gimana? Kaki gue pegel nih berdiri mulu!” tanya perempuan itu tak santai.“...”“Mah, Mah!!” sela Josephin karena omnya tak kunjung menanggapi pertanyaan sang mama. “Nikahin sekarang aja sekalian, Mah. Itung-itung jagain Om Lexiz kalau berubah pikiran lagi ntarnya..”“What?!”Siapa sangka jika usul Josephin itu mengagetkan dua pria disana.Iya, kalian tidak salah jika menebak pekikan tersebut berasal dari mulut Michellion dan calon papa mertuanya.Kali ini keduanya terlihat sangat kompak. Karena kekompakan yang jarang terlihat itu, keduanya bahkan sampai bertatapan mesra.Respon kaget yang mengisyaratkan ketidaksetujuan itu berbanding terbalik dengan Alexa.Alexa yang te
‘Anjing lah! Perasaan gue jadi anak udah sholeh, kenapa ada aja sih ujiannya!’Ditengah umpatan yang Michellion pendam, bibir anak itu berkedut dikarenakan senyuman yang terpaksa harus dirinya hadirkan.“Kamu, bla-bla-bla..”Dengan wajah datarnya— bungsu kamarudin itu berpura-pura fokus mendengarkan. Setiap kali nada papa Alexa berubah, ia menganggukkan kepala. Padahal ia sendiri tidak menyimak serius kalimat-kalimat yang dikeluarkan oleh omnya.“Gara-gara kamu masa depan Lexa jadi kacau gini! Kalau sampai kamu nanti nggak bisa bahagiain Lexa... Siap-siap aja ya kamu.. Om bakal kirim kamu ke neraka jahanam!”“Heum..” gumam Michellion lemah sebagai jawaban.“Jalur express!!”“Via darat apa laut, Om?” celetuk Michellion. Ia paling tidak betah jika harus terus dalam mode serius. Menjadi orang serius bukanlah bakatnya. Melakukan itu hanya membuatnya lelah jiwa dan raga.“What the..”“Uhuk!! Banyak anak dibawah umur disini, Lex!” tegur Kalingga. Setelah tak bisa menghadiri acara lamaran ke
Pada hari berikutnya, kediaman Anya kembali ramai. Kali ini lamaran datang dari pihak orang kepercayaan Kamarudin.“Apaan nih, Man? Pake repot-repot segala.”“Sogokan biar lamarannya nanti diterima, Bu.” Kekeh Lukman dengan tawa renyah di akhir kalimatnya.“Aigo! Mana ada Kenan ditolak.. Bawa diri aja udah pasti diterima lamarannya.” Sahut Anya, membalas.Anya tak mungkin mempersulit masuknya Kenan ke dalam keluarga besar mereka. Selain dikarenakan putrinya yang terlanjur cinta mati, Kenan sendiri sudah dirinya incar sejak keduanya baru mendekatkan diri.Andaikan Kamarudin tidak bertindak sebagai ayah yang terlewat posesif kepada putrinya, pembicaraan tentang pernikahan Kamaseda dan Kenan pasti sudah lama terealisasikan.“Masuk, yuk.. Kita kirain nggak jadi kesini.. Abisnya lama banget nggak nyampe-nyampe kaliannya.” Ujar Kamarudin, mempersilahkan.“Iya, nih!! Ceya sampe udah mau banjir air mata itu..” pungkas Anya, menimpali perkataan Kamarudin.Kenan pun meminta maaf karena telah me
Sudah diputuskan!! Demi menghargai silsilah persaudaraan diantara anak-anaknya, Kamarudin dan Anya pun akhirnya menentukan hari yang berbeda untuk prosesi lamaran ketiganya. Ya, hanya 3 karena Josephin tidak dihitung.. Menjelang hari lamarannya, Josephin untuk sementara waktu diungsikan ke rumah orang tua Anya. Anak itu akan mengetuk pintu rumah mereka dengan didampingi opa dan kedua omanya. Terdengar rempong kan?! Namun bagi Anya, alur seperti itu, hukumnya wajib untuk dijalankan. Anya tidak ingin melepas putri pertamanya dengan asal-asalan. Ia ingin putrinya dilepaskan dengan alur yang semestinya, seperti para anak perempuan milik orang lain. Untuk itu, Josephin pun harus melakukannya sesuai prosedur, dengan bertindak seolah-olah dia merupakan pihak luar yang hendak meminang putri dari keluarganya. Yah, salah sendiri ngebet nikahnya sama dengan angota keluarga sendiri. Coba saja anak itu memilih gadis lain, pendampingan pada lamarannya pasti akan ditemani Anya dan Kamarudin se
“Ya Tuhan,” desah Kamarudin.Pria itu meletakkan ponselnya ke atas meja kerja.“Sialan lo, Lex!”Beberapa detik yang lalu Kamarudin baru saja mendapatkan laporan. Ia akhirnya mengetahui jika sahabat baiknya lah yang menjadi dalang dari meledaknya tagihan putra bungsunya.Sungguh sahabat yang baik. Pria itu sangat tahu cara untuk membalaskan dendamnya. Dengan begini, ia jadi tak bisa berkutik, termasuk memarahi putranya agar Michellion dapat belajar artinya bertanggung jawab dalam menggunakan uang.Yah, mereka juga tak mungkin mengambil kembali barang-barang yang telah diberikan. Hal itu sangat tidak etis. Sebesar apa pun mereka merugi, apa yang mereka hadiahkan jelas sudah menjadi hak si penerima, terlepas dari seberapa liciknya Alexiz dalam memanfaatkan momentum lamaran putrinya.“Man, buat lamaran Ceya nanti, kalian udah nyiapin apa?” tanya Kamarudin, mengangkat kepalanya dan memandang Lukman yang saat ini tengah membaca berkas di meja tamu ruangan kerjanya.“Standar saja sih, Pak..
Michellion berjalan mengendap setelah melewati pintu utama rumahnya.Kepalanya celingukan, memastikan jika dirinya aman, tak berpapasan dengan sang mama.Gila, Gila!Seharian berkeliling mencari hadiah benar-benar membuatnya ingin mati berdiri.Ia tidak tahu pasti berapa uang yang telah dirinya gelontorkan, tapi mengingat banyaknya perhiasan dan hal-hal lain yang calon papa mertuanya beli, sudah dipastikan ia akan tinggal nama ditangan mamanya.“Chell..”“Ssst, Kak, jangan kenceng-kenceng!” hardik Michellion, pelan. Ia kan tengah menghindari pertemuan dengan mamanya. Kalau sampai mamanya tahu ia sudah pulang, habis sudah telinga dan kewarasannya.Di Balik tembok yang memisahkan ruang tamu dengan keluarga, Michellion melambaikan tangan, mengundang sang kakak untuk mendekat ke arahnya.“Apaan sih? Kamu yang kesini lah!”Mendengar jawaban kakaknya, Michellion pun menghentakkan kaki-kakinya.“Cepetan ih!!” pinta Michellion, setengah mengerang.Rumahnya mungkin terlihat sepi, tapi dibalik