Mas Lingga, bucinmu beneran ekstrim, buahahahaa...
Lampu ruangan operasi masih menyala. Sejak satu setengah jam yang lalu baik dokter atau-pun tenaga medis lainnya belum kunjung keluar. Kalingga mengalami retakan pada tulang punggung bagian atasnya. Lengan kanannya pun cedera cukup parah, begitu pula dengan luka di kepalanya akibat benturan kala pria itu terpelanting. Itulah alasan mengapa Kalingga sampai harus berada di atas meja operasi. “Masmu..” “Diem, Pak! Anak Bapak lagi dioperasi, nggak usah dibahas kegoblokannya.” Amuk Miranti membuat Attalaric langsung terdiam. Sebenarnya Miranti juga kesal. Dari banyaknya usaha, mengapa anak tertuanya harus memilih cara yang membahayakan nyawa. Entah berada dimana otak pintarnya kala memikirkan strategi itu— Miranti sungguh tak habis pikir. Kalingga tak pernah membuat orang tuanya khawatir, tapi sekalinya terjadi, nyawanya yang bersemayam di dalam jasadnya seperti akan tercabut. “Mas Lingga pasti baik-baik aja, Bu..” Hibur Anya, meski tak yakin. Setidaknya kakak iparnya mungkin membutuhk
“Ibu..” Miranti mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia menggenggam tangan Kalingga dengan mata yang berkaca-kaca. “Iya Lingga, ini, Ibu.” Tuturnya, haru. Akhirnya putra yang dirinya khawatirkan setengah mati tersadar. “Ibu siapa?” “Lingga!” pekik Miranti. Kepalanya berputar, menatap dokter yang masih berada di dalam ruang perawatan putranya. “Dok, anak saya, dia kenapa?” “Kenapa anak saya nggak ngenalin saya, Dokter?!” imbuhnya cepat karena panik. “Mas Kalingga.. Apa Mas ingat terakhir kali melakukan apa?” tanya sang dokter. Anya disamping Kamarudin menopang dagunya dengan sebelah tangan terlipat di atas perutnya yang menonjol. ‘Ada yang aneh,’ pikir wanita itu. Kamarudin sudah menjelaskan kondisi Kalingga. Sebelum pria itu sadar, dokter mengatakan jika Kalingga tak memiliki masalah serius dengan kepalanya. Perkataan tersebut didukung oleh hasil CT scan. “Lingga ini, Ibu. Miranti Hasan, Ibu kandung kamu, Lingga.” “Saya anak, Ibu?” “Mas Lingga..” “Flo..” teriak Miranti kemudian
Alexiz meletakkan parcel buah yang dirinya beli untuk dijadikan buah tangan. “Ngel, aku baru tau ada gaya pacaran baru.” Ucapnya sembari melangkah menuju sofa di ruang perawatan Kalingga. Ia lalu mendudukan dirinya dengan satu kaki yang diangkat ke atas lutut kirinya.‘Ngemeng apa sih kamu?’ tanya Angel tanpa suara. Wanita itu melemparkan pertanyaan melalui lirikan mata dan kernyitan pada keningnya.“Now pacaran nggak di hotel lagi nginepnya, tapi di rumah sakit..” Alexiz kemudian terbahak. Pria itu terbahak sejadi-jadinya karena teringat keseluruhan cerita yang diceritakan oleh istri sahabatnya. Alexiz menyukai gagasan no secret yang menjadi landasan persahabatan Angel bersama teman-temannya, dengan begitu ia jadi mengetahui apa yang terjadi lebih cepat dari siapa pun.“Pfft!” tak ubahnya Alexiz, Angel pun ingin tertawa. Namun perempuan itu menahannya demi alasan kesopanan. Ia masih memikirkan perasaan Flora, biarlah Alexiz saja yang mengolok-olok kebodohan Kalingga.“Mana pake drama
Anya mengetuk kaca mobil, meminta Surti untuk membuka kunci agar dirinya dapat masuk ke dalam.Hal pertama yang Anya temukan ketika pintu mobil terbuka adalah racauan si sulung. Anak itu terus meronta, meminta untuk dilepaskan.“Josephin! Mama nggak suka ya kalau kamu jadi nakal!” Ucap Anya sembari mendudukan dirinya ke atas jok mobil. Satu tangannya menutup pintu, “jalan, Pak! Kita pulang!” serunya kepada supir pribadinya.“No! Jo dak au puyang, Mama! Jo au diciyni ja!” Teriak Josephin.Anya pun menghela napasnya. Sumpah demi Tuhan! Ia benar-benar kesal. Josephin semakin tidak bisa dikendalikan jika sudah bertemu dengan anak yang bernama Tasya itu.Apa sih yang dimiliki si Tasya itu? Mengapa hanya karena dia, putranya yang baik hati, penurut dan dewasa, bisa sampai berubah 180 derajat sikapnya?Anya sungguh tak habis pikir. Padahal mereka juga belum lama berteman.“Jo! Listen! Kamu kalau begini, Mama malah nggak bakalan bolehin kamu main lagi! Nurut jadi anak! Mama buang ke panti asu
Sudah hampir 30 menit Anya menunggu kedatangan orang tua Jesi. Namun mama gadis cilik itu tak kunjung menjemput putrinya ke bagian penyiaran. Sepertinya ada yang aneh dari menghilangnya wanita itu. Perginya seakan disengaja.Untunglah gadis itu tak lagi menangis. Anak-anaknya bisa menghiburnya, terutama Josephin. Pada situasi seperti ini, pikiran buruk Anya tentang Josephin yang akan menjadi playboy ulung pun sirna. Sisi kemanusiannya lebih mendominasi dibandingkan pikirannya.“Anak itu nggak mungkin sengaja dibuang Mamanya kan, Sur?” tanya Anya, berhati-hati. Tempat mereka duduk dan ketiga anak-anak bermain tak terlalu jauh, jadi jangan sampai Jesi mendengarnya.“Masa setega itu, Mbak?!”Anya mengedikkan bahunya— itu hanya pemikiran terburuknya saja.Zaman sekarang, tak ada yang tidak mungkin. Ada banyak ibu yang dengan teganya melenyapkan darah daging sendiri. Entah itu disebabkan oleh desakan ekonomi, atau memang karena sosoknya saja yang tidak bertanggung jawab.Miris memang, pa
“Ssstt!” Anya mendesis rendah dengan telunjuk yang dirinya letakkan pada bibirnya. Wanita itu bergerak dengan sangat hati-hati untuk menuruni ranjang. Berharap anak-anak tidak terjaga, terutama Jesika yang semalaman ini terus saja menangis karena merindukan mama terkutuknya.“Ada Ibu sama Bapak,” bisik Kamarudin usai mencium kening sang istri. Tidak hanya kedua orang tuanya, pihak kepolisian pun telah datang, membawakan informasi pencarian mama Jesika.Anya pun mengangguk dan keduanya lalu melangkahkan kaki beriringan.“Sayang, sebenernya ada apa? Kenapa polisi dateng ke rumah malem-malem begini?”Miranti yakin sebab kedatangan pihak berwajib tak berkenaan dengan putra pertamanya. Masalah yang menyangkut Kalingga telah terselesaikan.“Kamu nggak kenapa-napa kan, Anya?”“Anya baik-baik aja, Bu. Nggak ada apa-apa kok. Ibu nggak usah khawatir.” Jawab Anya dengan senyuman dibibirnya.Anya sungguh berterima kasih karena dirinya mempunyai ibu mertua yang baik dan perhatian. Ia selalu saja d
“Babe, anak-anak.”Anya menerima ponsel Kamarudin. Sebisa mungkin dirinya menarik garis senyum bibirnya. “Hai, sayang-sayangnya Mama. Kalian ada dimana sekarang?”‘Yumah.’“Rumah Oma ya?”Sebelum bertolak ke pemakaman, Anya menitipkan Josephin dan Kamasea pada ketiga orang tuanya. Ia memperbolehkan sang mama jika wanita itu berniat membawa anak-anaknya pulang ke rumah mereka. Si kembar mungkin bisa melupakan keterkejutan yang terjadi di kediamanan mereka pagi ini dengan bermain bersama Tasya.‘Utan. Yumah endiyi. Mama apan uyang?’ tanya Josephin. Anak itu bergerak maju, mendekatkan wajahnya pada layar ponsel.“Eum, Mama belum tau.. Jo sama Sea kalau bosen, boleh kok main ke rumah Tasya. Kalau urusan Mama udah selesai, nanti Mama jemput.”Anya melihat Josephin menggelengkan kepalanya.‘Jo ma Ceya ungguyin Eci. Anti Eci angis agi lo dak da emennya.’‘Iya, Mama! Ceya uga! Mama epet uyang awa Eci ya!’Ah, anak-anaknya telah mengenal apa itu yang dinamakan simpati. Betapa terpujinya sikap
“Berkas apa ini?” tanya Kalingga ketika Miranti meletakkan beberapa lembar kertas ke pangkuannya.“Tagihan renovasi rumah yang kamu hancurin.”“Pff!” Anya membekap mulutnya. Hampir saja ibu si kembar itu keceplosan tertawa karena melihat wajah shock kakak iparnya. “Reflek, Mas. Maaf.”“Mas baru nyampe belom ada satu jam loh, Bu.”“Ya kan Ibu nggak minta ganti sekarang, Mas. Ibu cuman ngasih datanya aja. Takut kelupaan.” Balas Miranti, berdalih. Nyatanya ia memang sengaja memberikan invoice untuk menyambut kepulangan anak pertamanya.“Ibu milih tukang yang sat-set-sat-set biar pas kamu pulang, kamu nggak keinget sama kebodohan kamu, Mas.”“Masyok, Bu Hasan!” Pekik Anya, semakin memeriahkan sindiran ibu mertuanya.Flora pun terkikik. Wanita itu sama sekali tak tersinggung dan menganggap perilaku Miranti sebagai tindakan yang tidak menyenangkan. Ibu mertuanya terkadang memang suka usil.“Hon, kamu bukannya bantuin, Mas.”“Ya kan maksud Ibu, baik, Mas. Siapa tau aja Mas ada trauma.” Ucap
Kegagalan Josephin dalam menikahi Jesika secara dadakan akhirnya terbalas. Dikarenakan dirinya yang merupakan kakak Kamasea, ijab qobulnya pun dilaksanakan terlebih dahulu. Tak seperti biasa, Josephin benar-benar tidak mau mengalah pada saudara kembarnya. Untuk pertama kalinya ia bersikap egois, memprioritaskan dirinya di atas kemauan sang adik. “Hi, Wife..” Sapa Josephin dengan senyuman sehangat mentari kala penghulu telah mengesahkan pernikahan mereka. “Hello, Jo..” Pada meja yang bersebelahan dengan prosesi ijab qobul Josephin, Kamasea berseru. “Cih! Abang shut up! Gilirannya Ceya ini!!” Seruannya itu terdengar oleh seluruh tamu undangan mengingat adanya alat pengeras yang terpasang di atas meja ijabnya. “Ya Tuhan.. Punya anak pada ngebet kawin.. Dikira kawin enak kali ya..” gumam Anya, menepuk keningnya. Setelah Michellion yang biang kerok itu ia lepaskan dengan segenap keikhlasan hati, kini tibalah pada momen yang menurut Anya paling berat. Sebagai seorang ibu yang mencintai
Duka mendalam sedang dirasakan oleh Alexiz. Sejak penghulu yang menikahkan putrinya pulang, pria tampan itu terus saja menangis. Kenyataan dimana putrinya telah dipersunting oleh anak sahabatnya semakin terasa nyata.“Tell me! It was a dream, right? Tadi mereka cuman simulasi ijab aja kan?!” Ucap lirih Alexiz yang belum dapat menerima kenyataan.Melepaskan putri kesayangannya ke tangan pria lain merupakan mimpi terburuk Alexiz. Apalagi kepada orang seperti Michellion Hasan yang ia kenal baik kebobrokannya.“Alexiz, wake up! ini nyata! Lexa kita udah nikah, Lex. Dia akhirnya bisa raih cita-citanya..”Alexiz pun terhenyak. ‘Cita-Cita sampah sialan!’ maki pria itu dalam hati.Sejak kapan tepatnya menikah menjadi cita-cita? Putrinya sungguh abnormal. Disaat anak lain mencita-citakan pekerjaan setinggi langit, putrinya yang cantik dan sedikit tidak baik hati justru mengidam-idamkan lelaki bermasa depan suram seperti Michellion.Ngenes.. Ngenes! Mana anak satu-satunya lagi ah!“Stop crying
“Saya terima nikah dan kawinnya, Alexa Sasongko bin..” “Bin.. Bin-tiiii..” Plak! “Argh, Mama!!” erang Michellion kesakitan. “Satu tarikan napas, Ichell!! Satu tarikan!” berang Anya tak mengindahkan protes kesakitan bungsunya. “Serius dong! Jangan salah-salah mulu! Sekali salah lagi, nggak bisa kawin selamanya kamu!” timpal Anya, menakut-nakuti Michellion. Putranya sudah dua kali mengacaukan ijab qobulnya. Anya kan gemas jadinya. Kalau memang tidak niat menikah, anak itu seharusnya bersikap gentle, berani mengakui ketidaksiapannya di depan Alexa dan keluarganya. Memang dasar Michellion! Otaknya hanya berkembang jika menyangkut uang, selebihnya mah nol besar. Michellion yang ragu dengan pernyataan Anya pun bertanya, “masa sih, Mah? Masa gitu doang Ichell terus harus jadi jomblo seumur hidup?” “Dih, nggak percaya-an! Auto blacklist kamu tuh. Iya kan Pak Penghulu?” “Ng..” Melihat pelototan maut Anya, penghulu yang tadinya hendak menyangkal pun merubah jawabannya. “Iya, Mas! Mas h
“Gundulmu!” Sembur Alexiz, ngegas.Calon menantunya memang minta ditendang sampai ke Afrika. Ya mengapatidak– disaat suasana sedang panas-panasnya, anak itu tetap bisa mengelantur.Padahal ia sedang panas dingin karena mendeteksi adanya sinyal permusuhan dariorang-orang rumahnya.Anya menjentikan jari. “Woi! Jadinya gimana? Kaki gue pegel nih berdiri mulu!” tanya perempuan itu tak santai.“...”“Mah, Mah!!” sela Josephin karena omnya tak kunjung menanggapi pertanyaan sang mama. “Nikahin sekarang aja sekalian, Mah. Itung-itung jagain Om Lexiz kalau berubah pikiran lagi ntarnya..”“What?!”Siapa sangka jika usul Josephin itu mengagetkan dua pria disana.Iya, kalian tidak salah jika menebak pekikan tersebut berasal dari mulut Michellion dan calon papa mertuanya.Kali ini keduanya terlihat sangat kompak. Karena kekompakan yang jarang terlihat itu, keduanya bahkan sampai bertatapan mesra.Respon kaget yang mengisyaratkan ketidaksetujuan itu berbanding terbalik dengan Alexa.Alexa yang te
‘Anjing lah! Perasaan gue jadi anak udah sholeh, kenapa ada aja sih ujiannya!’Ditengah umpatan yang Michellion pendam, bibir anak itu berkedut dikarenakan senyuman yang terpaksa harus dirinya hadirkan.“Kamu, bla-bla-bla..”Dengan wajah datarnya— bungsu kamarudin itu berpura-pura fokus mendengarkan. Setiap kali nada papa Alexa berubah, ia menganggukkan kepala. Padahal ia sendiri tidak menyimak serius kalimat-kalimat yang dikeluarkan oleh omnya.“Gara-gara kamu masa depan Lexa jadi kacau gini! Kalau sampai kamu nanti nggak bisa bahagiain Lexa... Siap-siap aja ya kamu.. Om bakal kirim kamu ke neraka jahanam!”“Heum..” gumam Michellion lemah sebagai jawaban.“Jalur express!!”“Via darat apa laut, Om?” celetuk Michellion. Ia paling tidak betah jika harus terus dalam mode serius. Menjadi orang serius bukanlah bakatnya. Melakukan itu hanya membuatnya lelah jiwa dan raga.“What the..”“Uhuk!! Banyak anak dibawah umur disini, Lex!” tegur Kalingga. Setelah tak bisa menghadiri acara lamaran ke
Pada hari berikutnya, kediaman Anya kembali ramai. Kali ini lamaran datang dari pihak orang kepercayaan Kamarudin.“Apaan nih, Man? Pake repot-repot segala.”“Sogokan biar lamarannya nanti diterima, Bu.” Kekeh Lukman dengan tawa renyah di akhir kalimatnya.“Aigo! Mana ada Kenan ditolak.. Bawa diri aja udah pasti diterima lamarannya.” Sahut Anya, membalas.Anya tak mungkin mempersulit masuknya Kenan ke dalam keluarga besar mereka. Selain dikarenakan putrinya yang terlanjur cinta mati, Kenan sendiri sudah dirinya incar sejak keduanya baru mendekatkan diri.Andaikan Kamarudin tidak bertindak sebagai ayah yang terlewat posesif kepada putrinya, pembicaraan tentang pernikahan Kamaseda dan Kenan pasti sudah lama terealisasikan.“Masuk, yuk.. Kita kirain nggak jadi kesini.. Abisnya lama banget nggak nyampe-nyampe kaliannya.” Ujar Kamarudin, mempersilahkan.“Iya, nih!! Ceya sampe udah mau banjir air mata itu..” pungkas Anya, menimpali perkataan Kamarudin.Kenan pun meminta maaf karena telah me
Sudah diputuskan!! Demi menghargai silsilah persaudaraan diantara anak-anaknya, Kamarudin dan Anya pun akhirnya menentukan hari yang berbeda untuk prosesi lamaran ketiganya. Ya, hanya 3 karena Josephin tidak dihitung.. Menjelang hari lamarannya, Josephin untuk sementara waktu diungsikan ke rumah orang tua Anya. Anak itu akan mengetuk pintu rumah mereka dengan didampingi opa dan kedua omanya. Terdengar rempong kan?! Namun bagi Anya, alur seperti itu, hukumnya wajib untuk dijalankan. Anya tidak ingin melepas putri pertamanya dengan asal-asalan. Ia ingin putrinya dilepaskan dengan alur yang semestinya, seperti para anak perempuan milik orang lain. Untuk itu, Josephin pun harus melakukannya sesuai prosedur, dengan bertindak seolah-olah dia merupakan pihak luar yang hendak meminang putri dari keluarganya. Yah, salah sendiri ngebet nikahnya sama dengan angota keluarga sendiri. Coba saja anak itu memilih gadis lain, pendampingan pada lamarannya pasti akan ditemani Anya dan Kamarudin se
“Ya Tuhan,” desah Kamarudin.Pria itu meletakkan ponselnya ke atas meja kerja.“Sialan lo, Lex!”Beberapa detik yang lalu Kamarudin baru saja mendapatkan laporan. Ia akhirnya mengetahui jika sahabat baiknya lah yang menjadi dalang dari meledaknya tagihan putra bungsunya.Sungguh sahabat yang baik. Pria itu sangat tahu cara untuk membalaskan dendamnya. Dengan begini, ia jadi tak bisa berkutik, termasuk memarahi putranya agar Michellion dapat belajar artinya bertanggung jawab dalam menggunakan uang.Yah, mereka juga tak mungkin mengambil kembali barang-barang yang telah diberikan. Hal itu sangat tidak etis. Sebesar apa pun mereka merugi, apa yang mereka hadiahkan jelas sudah menjadi hak si penerima, terlepas dari seberapa liciknya Alexiz dalam memanfaatkan momentum lamaran putrinya.“Man, buat lamaran Ceya nanti, kalian udah nyiapin apa?” tanya Kamarudin, mengangkat kepalanya dan memandang Lukman yang saat ini tengah membaca berkas di meja tamu ruangan kerjanya.“Standar saja sih, Pak..
Michellion berjalan mengendap setelah melewati pintu utama rumahnya.Kepalanya celingukan, memastikan jika dirinya aman, tak berpapasan dengan sang mama.Gila, Gila!Seharian berkeliling mencari hadiah benar-benar membuatnya ingin mati berdiri.Ia tidak tahu pasti berapa uang yang telah dirinya gelontorkan, tapi mengingat banyaknya perhiasan dan hal-hal lain yang calon papa mertuanya beli, sudah dipastikan ia akan tinggal nama ditangan mamanya.“Chell..”“Ssst, Kak, jangan kenceng-kenceng!” hardik Michellion, pelan. Ia kan tengah menghindari pertemuan dengan mamanya. Kalau sampai mamanya tahu ia sudah pulang, habis sudah telinga dan kewarasannya.Di Balik tembok yang memisahkan ruang tamu dengan keluarga, Michellion melambaikan tangan, mengundang sang kakak untuk mendekat ke arahnya.“Apaan sih? Kamu yang kesini lah!”Mendengar jawaban kakaknya, Michellion pun menghentakkan kaki-kakinya.“Cepetan ih!!” pinta Michellion, setengah mengerang.Rumahnya mungkin terlihat sepi, tapi dibalik