Abang Jo kalau mirip sama Om Alexiz jadinya gimana ya? Ada yang mau kayak gitu?
Sudah Alexiz putuskan!Pria itu tak akan melewatkan rezeki yang menyambanginya. Kala isi rekening menipis, mari anggap santunan Anya sebagai durian runtuh. Ia akan mengesampingkan egoisme dalam diri. Mencoba tidak berpikir secara berlebihan dan menerima uang jajan yang diberikan untuk istrinya.“Nggak usah dibalikin. Anya kan emang cara ngomongnya kayak gitu. Anggep aja dia lagi kasih duit jajan buat ponakannya..”“Uhuk!!” Angel pun terbatuk. Alexiz memang kampret maksimal. Bisa-bisanya dia menggunakan putri mereka untuk dijadikan tameng harga dirinya yang tinggi.“Udah fix, accept, ya?! Abis ini jangan ungkit aku yang nerima duit dari Nyam-Nyam.. Kesepakatan bersama kita loh!”“Yaps, Love. Diterima aja..”Pipi Angel bersemu merah muda. Mulut manis Alexiz dalam memanggil dirinya membuat wanita itu tersipu. Tampak seperti bukan Alexiz, akan tetapi Angel menyukainya.“Masalah sama Anya udah clear.. Sama Mama gimana?”Angel sudah mendengar rencana mama mertuanya. Wanita itu ingin menggu
“Oh, jadi istri Mas aslinya begini, ya?” Kalingga menyeringai, jahil. Pria itu mengangguk-anggukan kepalanya untuk menggoda sang istri. Katakanlah Kalingga Hasan berubah. Kalingga tidak akan mengelaknya karena semua itu benar adanya. Kebekuannya telah dicairkan seiring bertambahnya usia pernikahannya dengan Flora. Suhu jiwanya tak lagi sedingin lapisan es di Dataran Tinggi Antartika Timur, tergantikan sinar mentari yang abadi, seakan matahari pagi itu tak akan pernah turun dari peraduannya. “Iya! Inget ya! yang asli ada badaknya..” “Haha-haha!” Kalingga pun terpingkal. Nada suara Flora yang terdengar kesal padanya berhasil menggelitik perutnya. Mengapa istrinya begitu menggemaskan, meski dalam keadaan marah sekali pun? Mungkinkah Flora memang terlahir seperti itu?! Menggemaskan untuk dipandang dalam berbagai situasi?! Demi Tuhan, Kalingga ingin melihat lagi amarah istrinya. Kemarahan yang dikeluarkan wanitanya jelas sekali menampakkan kecemburuan. Suatu hal yang Kalingga selalu
“Decaline?!” “Betul, Pak. Kartu Bapak ditolak.” Alexiz mengepalkan jari-jari tangannya. Jika ada manusia yang dapat membekukan keuangannya, sudah pasti itu adalah mama dan papanya. Tidak! Tidak!— ini pasti ulah wanita yang melahirkannya. Papanya tak akan mau repot mengurusi hal yang tidak penting. “Why?!” Dibelakang Alexiz, Angel pun bertanya. Wanita itu baru saja berkeliling bersama putri dan babysitter-nya. “Ngel, tolong bayarin dulu tagihan aku.” “Kenapa nggak bayar sendiri?!” “Nggak punya cash.. Kartunya.” Alexiz malu untuk mengatakannya, terlebih dihadapan banyak orang. “Oh, udah dimulai ya?!” Tak ada aba-aba terlebih peringatan, ibu mertuanya bergerak cepat sekali rupanya. Wanita itu benar-benar ingin membuat Alexiz kesulitan hingga berlutut dibawah kakinya. “You think?! Suami kamu udah nggak punya apa-apa lagi selain cinta, Ngel.” “Iyuh!” Angel berlagak hendak mengeluarkan seluruh isi perutnya. Sejujurnya ia memang merasa mual mendengar kata-kata Alexiz. “Udah tahun b
“Cih! Dia beneran nggak naik ke atas! Kena mental apa gimana?” gerutu Angel. Sebenarnya Angel tak serius melarang Alexiz. Namun pria itu tampaknya cukup tahu diri. Dengan begini, Alexiz menyatakan jika dirinya bersalah.“Gue kayaknya banyak dosa makanya punya laki macem dia!” Angel mengacak rambutnya. Ia sendiri pun mengakui betapa banyaknya dosa yang dirinya tumpuk selama ini.Laki-laki baik untuk wanita yang baik pula— Angel setengah mempercayainya. Kepercayaannya tak bisa penuh karena dua sahabatnya yang dakjal mendapatkan pria-pria nomer wahid dalam segala aspek. Hanya dirinya saja yang apes, bersuamikan Tuan Muda Alexiz.Sungguh beban hidup yang sangat berat! Sekali lagi, itu pasti karena dosa-dosanya. Tahu begini dirinya akan bertaubat lebih cepat sebelum dipertemukan dengan Alexiz.Mama Alexa itu meletakkan ponsel dalam genggamannya. Ia lalu merebahkan tubuhnya. Ia memandangi wajah cantik putrinya. Dari sekian banyak gen milik Alexiz yang menurun pada diri putrinya, Angel mens
Kalingga terjaga dari tidurnya. Pria itu mendengar suara air mengalir lalu disusul oleh muntahan. Ia pun menyibak selimut dan mendudukan diri, kemudian menemukan pintu kamar mandi yang terbuka. “Hoek!!” Kalingga meninggalkan ranjang, berniat melihat kondisi Flora. Suara muntahan Flora terdengar cukup parah, membuatnya merasa tak tenang. “Flo!” Serunya, menyaksikan tubuh sang istri hampir terjatuh. Untung saja dirinya segera berlari menangkap wanita itu. “Mas, kepala aku pusing banget.” Rintih Flora, mengadu. Ia tiba-tiba saja terbangun karena merasakan gejolak di dalam perutnya. “Kita ke rumah sakit..” Ucap Kalingga. Keadaan Flora yang lemah membutuhkan penanganan medis. Kalingga tak ingin membuang waktu dengan menunggu dokter keluarga pada keesokkan harinya. Pria itu mengangkat tubuh Flora. Membawa sang istri keluar dari kamar mandi dan meletakkannya ke atas ranjang. “Sebentar.. Mas gantiin pakaian kamu dulu.” Dalam kondisi mendesak pun, otak Kalingga tetap waras. Ia tak ingi
“Lexiz!!” “Ngel!” sentak Alexiz. Saking kagetnya, ia hampir saja menjatuhkan baby Alexa dari gendongannya. “Ngagetin! Anak aku mau jatoh, Ngel!” Angel menunjukkan deretan giginya. Ia baru saja mendapatkan kabar membahagiakan terkait sahabatnya. “Anterin aku ke rumah Flora. Sekarang!” “Rumah Flora?” beo Alexiz, bernada. “Flora emang punya rumah?” Angel mengangkat satu jarinya. “Kayak kamu punya aja!” sengit Angel. Mereka kan sama-sama menumpang di rumah orang tua. Sebagai menantu yang satu nasib dengan Flora, Angel pun merasa tersindir. “At least aku ada apart sih, yang aku beli buat kita.” “Almost gone juga ya, kalau kamu nggak cepet-cepet kerja di kantor Papa.” Pertengkaran antara Alexiz dan mamanya telah sampai ke telinga sang papa. Pria itu murka kepada Alexiz karena menyakiti istrinya, hingga melayangkan ultimatum keras— meminta Alexiz meninggalkan segalanya, termasuk sertifikat kelulusannya. Alexiz harus seperti terlahir kembali, layaknya bayi yang baru saja keluar dari
Kehamilan Flora memberikan dampak yang baik bagi keluarga wanita itu. Hubungannya dengan orang tuanya kembali terjalin harmonis. Anya senang melihatnya. Beginilah dramatisnya hidup dengan orang-orang yang selalu memikirkan pandangan orang lain. Mereka (orang tua Flora) terlalu menjaga nama baik. Sedikit saja perbincangan negatif, maka mereka akan memikirkannya hingga berlarut-larut. Padahal kehamilan tak diatur berdasarkan mulut-mulut para manusia biang gosip itu. “Capek, Babe?” “Banget!” seloroh Anya, menyandarkan kepalanya pada pundak Kamarudin. Ia kehabisan energi karena terlalu banyak menggunakannya. “Din, kamu tadi liat perubahan Mas Lingga, nggak?” “Memangnya ada yang berubah?” tanya Kamarudin. Pria itu menyimpan ponselnya, pertanda jika dirinya akan memberikan seluruh atensinya untuk mendengarkan cerita sang istri. “Mas Lingga jadi act of service banget di depan umum..” Kalingga yang Anya tahu adalah pria dingin, yang kedinginannya mengalahkan suaminya. Laki-laki itu te
“Ha-ha-ha-ha!” Flora memegangi perutnya. Perempuan itu tergelak mendengar apa yang Kalingga ceritakan. “Kamu seriusan ngomong kayak gitu ke adik kamu, Mas?”“Honey, kamu ngetawain Mas?”“Maaf, Maaf. Aku nggak tahan, Mas. Kamu lucu banget soalnya.” Angel mengulum bibirnya, mencoba menahan agar tawanya terhenti. Sungguh, suami kulkasnya sangat menggemaskan. Bisa-bisanya dia ingin berguru untuk sesuatu yang tidak diperlukan.Bagaimanapun sikap Kalingga, Flora tak mempermasalahkannya. Ia sudah terbiasa dengan suaminya yang jarang dapat mengekspresikan rasa cintanya. Meski tak setiap saat, tapi momen itu selalu muncul di waktu yang tepat.Begitu saja sudah cukup. Flora tak ingin mengubah Kalingga.“Mas, kamu nggak perlu kayak siapa pun. Aku suka Mas yang apa adanya. Aku juga nggak sebel kok sama sikap dingin, Mas. Anggep aja itu ciri khas yang Mas punya.”Flora merebahkan kepalanya di pangkuan Kalingga. Ia merubah posisinya tidurnya, membuat wajah keduanya saling berhadapan.“Mas mau aku
Kegagalan Josephin dalam menikahi Jesika secara dadakan akhirnya terbalas. Dikarenakan dirinya yang merupakan kakak Kamasea, ijab qobulnya pun dilaksanakan terlebih dahulu. Tak seperti biasa, Josephin benar-benar tidak mau mengalah pada saudara kembarnya. Untuk pertama kalinya ia bersikap egois, memprioritaskan dirinya di atas kemauan sang adik. “Hi, Wife..” Sapa Josephin dengan senyuman sehangat mentari kala penghulu telah mengesahkan pernikahan mereka. “Hello, Jo..” Pada meja yang bersebelahan dengan prosesi ijab qobul Josephin, Kamasea berseru. “Cih! Abang shut up! Gilirannya Ceya ini!!” Seruannya itu terdengar oleh seluruh tamu undangan mengingat adanya alat pengeras yang terpasang di atas meja ijabnya. “Ya Tuhan.. Punya anak pada ngebet kawin.. Dikira kawin enak kali ya..” gumam Anya, menepuk keningnya. Setelah Michellion yang biang kerok itu ia lepaskan dengan segenap keikhlasan hati, kini tibalah pada momen yang menurut Anya paling berat. Sebagai seorang ibu yang mencintai
Duka mendalam sedang dirasakan oleh Alexiz. Sejak penghulu yang menikahkan putrinya pulang, pria tampan itu terus saja menangis. Kenyataan dimana putrinya telah dipersunting oleh anak sahabatnya semakin terasa nyata.“Tell me! It was a dream, right? Tadi mereka cuman simulasi ijab aja kan?!” Ucap lirih Alexiz yang belum dapat menerima kenyataan.Melepaskan putri kesayangannya ke tangan pria lain merupakan mimpi terburuk Alexiz. Apalagi kepada orang seperti Michellion Hasan yang ia kenal baik kebobrokannya.“Alexiz, wake up! ini nyata! Lexa kita udah nikah, Lex. Dia akhirnya bisa raih cita-citanya..”Alexiz pun terhenyak. ‘Cita-Cita sampah sialan!’ maki pria itu dalam hati.Sejak kapan tepatnya menikah menjadi cita-cita? Putrinya sungguh abnormal. Disaat anak lain mencita-citakan pekerjaan setinggi langit, putrinya yang cantik dan sedikit tidak baik hati justru mengidam-idamkan lelaki bermasa depan suram seperti Michellion.Ngenes.. Ngenes! Mana anak satu-satunya lagi ah!“Stop crying
“Saya terima nikah dan kawinnya, Alexa Sasongko bin..” “Bin.. Bin-tiiii..” Plak! “Argh, Mama!!” erang Michellion kesakitan. “Satu tarikan napas, Ichell!! Satu tarikan!” berang Anya tak mengindahkan protes kesakitan bungsunya. “Serius dong! Jangan salah-salah mulu! Sekali salah lagi, nggak bisa kawin selamanya kamu!” timpal Anya, menakut-nakuti Michellion. Putranya sudah dua kali mengacaukan ijab qobulnya. Anya kan gemas jadinya. Kalau memang tidak niat menikah, anak itu seharusnya bersikap gentle, berani mengakui ketidaksiapannya di depan Alexa dan keluarganya. Memang dasar Michellion! Otaknya hanya berkembang jika menyangkut uang, selebihnya mah nol besar. Michellion yang ragu dengan pernyataan Anya pun bertanya, “masa sih, Mah? Masa gitu doang Ichell terus harus jadi jomblo seumur hidup?” “Dih, nggak percaya-an! Auto blacklist kamu tuh. Iya kan Pak Penghulu?” “Ng..” Melihat pelototan maut Anya, penghulu yang tadinya hendak menyangkal pun merubah jawabannya. “Iya, Mas! Mas h
“Gundulmu!” Sembur Alexiz, ngegas.Calon menantunya memang minta ditendang sampai ke Afrika. Ya mengapatidak– disaat suasana sedang panas-panasnya, anak itu tetap bisa mengelantur.Padahal ia sedang panas dingin karena mendeteksi adanya sinyal permusuhan dariorang-orang rumahnya.Anya menjentikan jari. “Woi! Jadinya gimana? Kaki gue pegel nih berdiri mulu!” tanya perempuan itu tak santai.“...”“Mah, Mah!!” sela Josephin karena omnya tak kunjung menanggapi pertanyaan sang mama. “Nikahin sekarang aja sekalian, Mah. Itung-itung jagain Om Lexiz kalau berubah pikiran lagi ntarnya..”“What?!”Siapa sangka jika usul Josephin itu mengagetkan dua pria disana.Iya, kalian tidak salah jika menebak pekikan tersebut berasal dari mulut Michellion dan calon papa mertuanya.Kali ini keduanya terlihat sangat kompak. Karena kekompakan yang jarang terlihat itu, keduanya bahkan sampai bertatapan mesra.Respon kaget yang mengisyaratkan ketidaksetujuan itu berbanding terbalik dengan Alexa.Alexa yang te
‘Anjing lah! Perasaan gue jadi anak udah sholeh, kenapa ada aja sih ujiannya!’Ditengah umpatan yang Michellion pendam, bibir anak itu berkedut dikarenakan senyuman yang terpaksa harus dirinya hadirkan.“Kamu, bla-bla-bla..”Dengan wajah datarnya— bungsu kamarudin itu berpura-pura fokus mendengarkan. Setiap kali nada papa Alexa berubah, ia menganggukkan kepala. Padahal ia sendiri tidak menyimak serius kalimat-kalimat yang dikeluarkan oleh omnya.“Gara-gara kamu masa depan Lexa jadi kacau gini! Kalau sampai kamu nanti nggak bisa bahagiain Lexa... Siap-siap aja ya kamu.. Om bakal kirim kamu ke neraka jahanam!”“Heum..” gumam Michellion lemah sebagai jawaban.“Jalur express!!”“Via darat apa laut, Om?” celetuk Michellion. Ia paling tidak betah jika harus terus dalam mode serius. Menjadi orang serius bukanlah bakatnya. Melakukan itu hanya membuatnya lelah jiwa dan raga.“What the..”“Uhuk!! Banyak anak dibawah umur disini, Lex!” tegur Kalingga. Setelah tak bisa menghadiri acara lamaran ke
Pada hari berikutnya, kediaman Anya kembali ramai. Kali ini lamaran datang dari pihak orang kepercayaan Kamarudin.“Apaan nih, Man? Pake repot-repot segala.”“Sogokan biar lamarannya nanti diterima, Bu.” Kekeh Lukman dengan tawa renyah di akhir kalimatnya.“Aigo! Mana ada Kenan ditolak.. Bawa diri aja udah pasti diterima lamarannya.” Sahut Anya, membalas.Anya tak mungkin mempersulit masuknya Kenan ke dalam keluarga besar mereka. Selain dikarenakan putrinya yang terlanjur cinta mati, Kenan sendiri sudah dirinya incar sejak keduanya baru mendekatkan diri.Andaikan Kamarudin tidak bertindak sebagai ayah yang terlewat posesif kepada putrinya, pembicaraan tentang pernikahan Kamaseda dan Kenan pasti sudah lama terealisasikan.“Masuk, yuk.. Kita kirain nggak jadi kesini.. Abisnya lama banget nggak nyampe-nyampe kaliannya.” Ujar Kamarudin, mempersilahkan.“Iya, nih!! Ceya sampe udah mau banjir air mata itu..” pungkas Anya, menimpali perkataan Kamarudin.Kenan pun meminta maaf karena telah me
Sudah diputuskan!! Demi menghargai silsilah persaudaraan diantara anak-anaknya, Kamarudin dan Anya pun akhirnya menentukan hari yang berbeda untuk prosesi lamaran ketiganya. Ya, hanya 3 karena Josephin tidak dihitung.. Menjelang hari lamarannya, Josephin untuk sementara waktu diungsikan ke rumah orang tua Anya. Anak itu akan mengetuk pintu rumah mereka dengan didampingi opa dan kedua omanya. Terdengar rempong kan?! Namun bagi Anya, alur seperti itu, hukumnya wajib untuk dijalankan. Anya tidak ingin melepas putri pertamanya dengan asal-asalan. Ia ingin putrinya dilepaskan dengan alur yang semestinya, seperti para anak perempuan milik orang lain. Untuk itu, Josephin pun harus melakukannya sesuai prosedur, dengan bertindak seolah-olah dia merupakan pihak luar yang hendak meminang putri dari keluarganya. Yah, salah sendiri ngebet nikahnya sama dengan angota keluarga sendiri. Coba saja anak itu memilih gadis lain, pendampingan pada lamarannya pasti akan ditemani Anya dan Kamarudin se
“Ya Tuhan,” desah Kamarudin.Pria itu meletakkan ponselnya ke atas meja kerja.“Sialan lo, Lex!”Beberapa detik yang lalu Kamarudin baru saja mendapatkan laporan. Ia akhirnya mengetahui jika sahabat baiknya lah yang menjadi dalang dari meledaknya tagihan putra bungsunya.Sungguh sahabat yang baik. Pria itu sangat tahu cara untuk membalaskan dendamnya. Dengan begini, ia jadi tak bisa berkutik, termasuk memarahi putranya agar Michellion dapat belajar artinya bertanggung jawab dalam menggunakan uang.Yah, mereka juga tak mungkin mengambil kembali barang-barang yang telah diberikan. Hal itu sangat tidak etis. Sebesar apa pun mereka merugi, apa yang mereka hadiahkan jelas sudah menjadi hak si penerima, terlepas dari seberapa liciknya Alexiz dalam memanfaatkan momentum lamaran putrinya.“Man, buat lamaran Ceya nanti, kalian udah nyiapin apa?” tanya Kamarudin, mengangkat kepalanya dan memandang Lukman yang saat ini tengah membaca berkas di meja tamu ruangan kerjanya.“Standar saja sih, Pak..
Michellion berjalan mengendap setelah melewati pintu utama rumahnya.Kepalanya celingukan, memastikan jika dirinya aman, tak berpapasan dengan sang mama.Gila, Gila!Seharian berkeliling mencari hadiah benar-benar membuatnya ingin mati berdiri.Ia tidak tahu pasti berapa uang yang telah dirinya gelontorkan, tapi mengingat banyaknya perhiasan dan hal-hal lain yang calon papa mertuanya beli, sudah dipastikan ia akan tinggal nama ditangan mamanya.“Chell..”“Ssst, Kak, jangan kenceng-kenceng!” hardik Michellion, pelan. Ia kan tengah menghindari pertemuan dengan mamanya. Kalau sampai mamanya tahu ia sudah pulang, habis sudah telinga dan kewarasannya.Di Balik tembok yang memisahkan ruang tamu dengan keluarga, Michellion melambaikan tangan, mengundang sang kakak untuk mendekat ke arahnya.“Apaan sih? Kamu yang kesini lah!”Mendengar jawaban kakaknya, Michellion pun menghentakkan kaki-kakinya.“Cepetan ih!!” pinta Michellion, setengah mengerang.Rumahnya mungkin terlihat sepi, tapi dibalik