Papa Udin bisa sesabar itu ngadepin kelakuannya Mama Anya, makannya pasti bukan pake nasi. Beling deh keknya gaes, wkwkwk..
“Wei, Mamanya Alexa!” Panggil Alexiz. Angel dan ponselnya merupakan perpaduan haram yang harus segera dipisahkan.“Santai dong.. Way-Wey, Way-Wey! Kayak senior mau malak duit keamanan aja sih!”“Makanya kalau diajak ngomong tuh nyautin! HP mulu sih! Anak diembat orang juga kamu mana bakalan ngeuh kalau udah mainan HP!” sembur pria yang mempunyai perbedaan usia lebih dari lima tahun dengan Angel itu.Realita orang jaman sekarang. Ponsel menjadi kebutuhan yang membuat orang-orang lupa akan prioritas utama. Fungsi keberadaannya sudah bukan lagi untuk alat komunikasi. Layaknya generasi jaman now, ketika memegang ponsel, istrinya akan lupa daratan— termasuk pada anaknya sendiri.Betapa menyebalkannya wanita itu!“What happen, aya naon?!” tanya Angel. Ia sedang malas berdebat di hari yang membahagiakan. Setelah sekian hari, akhirnya ia berbaikan dengan Anya
“Anak-anak udah bobok, Pah?”Kamarudin meletakkan jari telunjuknya di depan bibir. “Baru aja merem,” ucap pria itu tanpa suara.Kamarudin sudah bersusah payah menidurkan keduanya, khususnya Kamasea. Gadis kecilnya itu marah karena tidak diajak pergi. Alhasil, seluruh penghuni rumah ibunya dibuat sibuk untuk menenangkan si kecil— titisan Mama Anya.Anya menutup pelan pintu kamar. Ia berjalan mengendap supaya tak mengganggu tidur si kembar. Jari telunjuknya menunjuk sofa di kamar mereka, seolah memberi tahu Kamarudin jika dirinya akan berada disana agar tidak membangunkan kedua anak mereka.Lama Anya menunggu, rasa kantuk juga mulai menyerang dirinya. Namun saat matanya hampir terpejam, wanita itu meringis, merasakan remasan pada salah satu aset berharganya.“Biar nggak ngantuk,” bisik Kamarudin ditelinga Anya. Pria itu duduk lalu mengangkat tubuh Anya ke atas pangkuannya. “Mama nggak kangen Papa, h
Anya melipat tangan kanannya, menjadikan sikunya sebagai tumpuan. Telapaknya memangku pipi guna menyangga kepala.‘Ngapain lagi tuh bapak-bapak,’ batin Anya sembari memperhatikan tingkah Kamarudin di atas ranjang.Pria itu sepertinya benar-benar sedang kebelet ena-ena, terbukti dari semangat juangnya yang belum padam meski telah gagal dalam satu kali percobaan. Demi membuktikan Kamasea tidak akan bangun lagi, suaminya yang cerdas itu menggerakkan tangan dan kakinya, macam orang tengah berolahraga.‘Ada-ada aja tingkahnya waktu mode garong!’ Tak pelak Anya menggelengkan kepala. Dasar mantan dosen cabul. ‘Nggak abis thinking gue.’Anya pun bangkit. Ia menghampiri sisi ranjang yang Kamarudin gunakan. “Senam, Pak?” tanya-nya membuat Kamarudin panik.“Ssstt!!” Kamarudin bangkit. Ia menyusun guling dan bantal untuk memagari anak-anaknya, lalu menarik lengan Anya keluar
“Anak laki gue ilang kemana? Kok nggak keliatan batang idungnya?”“Anak kamu yang laki, Mah.” Koreksi Kamarudin membenarkan kesalahan susunan kata dari kalimat sang istri. Jika seperti yang istrinya katakan, maka Josephin dapat dianggap sebagai anak tiri wanita itu.“Nggak lagi ngerjain skripsi ya! Nggak usah pake direvisi segala, kamu juga udah bukan dosen!” Bibir Anya menipis. Ia lalu mencari keberadaan putranya dengan berteriak. “Joo! Josephin.”Kamarudin mencomot bibir sang istri dengan sebelah tangannya. “Hap! Nyari tuh kakinya jalan, bukan mulutnya aja, Mama. Liatin nih, Sea sampe nggak bisa berkata-kata liatin kelakuan kamu.”“Ceya dak tut-tutan. Anti Ceya dak yeh eyi is cim.”Kamarudin mengernyitkan kening. Tumben sekali princess kesayangannya menurut. Biasanya gadis kecilnya itu paling suka membantah. Larangan mamanya merupakan perin
“Gendong!” Anya mengucapkannya dengan menahan tawa. Salahkan adik iparnya yang memberikan asupan ide untuk membalaskan dendamnya pada sang suami. “Nggak usah ke rumah Ibu. Bukan urusan kita, Mah.” “Astaga! Durhakanya kamu, Mas!” beo Shafa. Gadis itu menekan dada bagian atasnya. “Kalau Ibu kenapa-napa, yang Shafa mintain tanggung jawab Mas Kamaru pokoknya!” Anya mengangkat kedua lengannya, menggoyang-goyangkan lengan tersebut di depan Kamarudin. “Kamasea..” “Diw ciniw..” Gagal sudah rencana Kamarudin yang ingin menjadikan putrinya sebagai alasan. Anak itu muncul sembari memeluk gelas es krim ketika namanya disebut. “Din..” “Mas!” “Ya Tuhan,” desah Kamarudin. “Oke-Oke!” ucapnya lalu menggendong bridal style tubuh sang istri. Kamarudin melirik Kamasea. Ia berharap putrinya itu akan menangis melihat dirinya menggendong Anya. Hanya anak itu satu-satunya harapan yang dirinya miliki untuk saat ini. “Sea..” panggil Kamarudin. “Pa, Papa?” jawab Kamasea, mendongakkan kepala kecilnya.
Alexiz merangkak naik ke atas ranjang. Pria itu tengkurap, memangku wajahnya dengan tangan sembari menatap Angel yang tengah memberikan asi untuk putri mereka.“Merem..” titah Angel dibalas gelengan kepala oleh Alexiz.“Halal buat diliat, diraba, diterawang,”— ‘diisep juga,’ lanjutnya dalam hati. Tiga tindakan yang dirinya ucapkan masih dapat ditolerir, tapi Alexiz tak yakin dengan kata terakhirnya.Hubungan mereka sedang rawan pecah. Untuk sementara ia harus bisa menahan diri. Kurang 39 hari tersisa agar dirinya dapat meluluhkan Angel setiap kali mereka berdebat.Alexiz telah menyiapkan seribu akal. Dari melubangi alat kontrasepsi pria dengan giginya saat membuka bungkus alat tersebut. Menyodorkan beragam informasi tentang efek samping penggunaan KB dan segala macam cara supaya Angel tak bisa menunda kehamilan selanjutnya.Alexiz berniat untuk membuat kesebelasan. Menghamili Angel setiap kali perempuan itu
Kamarudin menghentikan laju mobilnya tepat didepan pintu utama perusahaan. Pria itu keluar, meminta seorang keamanan untuk mendekat. “Parkiran mobil saya ke dalam, kuncinya antarkan ke atas, ke sekretaris saya.” Kamarudin lalu membuka pintu mobil yang Anya tempat, “keluar,” titahnya pada semua orang. Kamarudin melambaikan tangannya, meminta pengguna mobil dibelakang untuk maju. “Kok disini? Biasanya langsung ke basement?!” Sembari membantu Surti menurunkan Josephin, Kamarudin menjawab jika dirinya tak lagi mempunyai tenaga. Semua tenaganya habis untuk mengikuti alur kekonyolan pagi ini. Miranti memandang Anya. Tak ada satu pun diantara mereka yang berani membuka mulut. Miranti tak ingin bertanya, karena Anya sudah mewakilinya. Kedatangan orang penting nomor 2 di perusahaan itu menyita banyak atensi para karyawan. CEO perusahaan mereka tidak tampak seperti orang yang tiba untuk bekerja. Pria itu membawa seluruh anggota keluarganya seolah hendak berlibur bersama. “Biasanya cuman a
‘Dimana kamu?’ Alexiz memutar tubuhnya, ia menggeser ponselnya, mengarahkan kamera depan ponsel tersebut ke arah meja kerja Kamarudin. “I’m with Kamaru, Ngel.” Ia menarik senyum segaris dengan kelopak mata hampir tertutup. Pengalaman telah mengajarkan banyak hal padanya. Untung saja ia selalu belajar dari pengalaman. Memilih Kamarudin dibandingkan tempat-tempat lain, termasuk salah satu kelab malam milik keluarganya. “Aku udah boleh pulang?” tanya Alexiz. Ia bosan karena terus saja diabaikan. Penghuni tempatnya mencari penampungan terus saja fokus dengan pekerjaannya. Ia merasa sendirian meski ada Kamarudin disisinya. ‘Aku video call cuman pengen liat kamu ada dimana, bukan nyuruh kamu pulang. Bye!’ “Ngel, Angel!” seru Alexiz. Teganya sang istri membuangnya hanya karena masalah sepele. Wanita itu sama kejamnya dengan istri Kamarudin. Sekte-Sekte perempuan sesat! Ia dan Kamarudin meski bersahabat saja tidak seperti mereka. Ia tetap menjadi diri sendiri, tak mengikuti gaya Kamarudin
Kegagalan Josephin dalam menikahi Jesika secara dadakan akhirnya terbalas. Dikarenakan dirinya yang merupakan kakak Kamasea, ijab qobulnya pun dilaksanakan terlebih dahulu. Tak seperti biasa, Josephin benar-benar tidak mau mengalah pada saudara kembarnya. Untuk pertama kalinya ia bersikap egois, memprioritaskan dirinya di atas kemauan sang adik. “Hi, Wife..” Sapa Josephin dengan senyuman sehangat mentari kala penghulu telah mengesahkan pernikahan mereka. “Hello, Jo..” Pada meja yang bersebelahan dengan prosesi ijab qobul Josephin, Kamasea berseru. “Cih! Abang shut up! Gilirannya Ceya ini!!” Seruannya itu terdengar oleh seluruh tamu undangan mengingat adanya alat pengeras yang terpasang di atas meja ijabnya. “Ya Tuhan.. Punya anak pada ngebet kawin.. Dikira kawin enak kali ya..” gumam Anya, menepuk keningnya. Setelah Michellion yang biang kerok itu ia lepaskan dengan segenap keikhlasan hati, kini tibalah pada momen yang menurut Anya paling berat. Sebagai seorang ibu yang mencintai
Duka mendalam sedang dirasakan oleh Alexiz. Sejak penghulu yang menikahkan putrinya pulang, pria tampan itu terus saja menangis. Kenyataan dimana putrinya telah dipersunting oleh anak sahabatnya semakin terasa nyata.“Tell me! It was a dream, right? Tadi mereka cuman simulasi ijab aja kan?!” Ucap lirih Alexiz yang belum dapat menerima kenyataan.Melepaskan putri kesayangannya ke tangan pria lain merupakan mimpi terburuk Alexiz. Apalagi kepada orang seperti Michellion Hasan yang ia kenal baik kebobrokannya.“Alexiz, wake up! ini nyata! Lexa kita udah nikah, Lex. Dia akhirnya bisa raih cita-citanya..”Alexiz pun terhenyak. ‘Cita-Cita sampah sialan!’ maki pria itu dalam hati.Sejak kapan tepatnya menikah menjadi cita-cita? Putrinya sungguh abnormal. Disaat anak lain mencita-citakan pekerjaan setinggi langit, putrinya yang cantik dan sedikit tidak baik hati justru mengidam-idamkan lelaki bermasa depan suram seperti Michellion.Ngenes.. Ngenes! Mana anak satu-satunya lagi ah!“Stop crying
“Saya terima nikah dan kawinnya, Alexa Sasongko bin..” “Bin.. Bin-tiiii..” Plak! “Argh, Mama!!” erang Michellion kesakitan. “Satu tarikan napas, Ichell!! Satu tarikan!” berang Anya tak mengindahkan protes kesakitan bungsunya. “Serius dong! Jangan salah-salah mulu! Sekali salah lagi, nggak bisa kawin selamanya kamu!” timpal Anya, menakut-nakuti Michellion. Putranya sudah dua kali mengacaukan ijab qobulnya. Anya kan gemas jadinya. Kalau memang tidak niat menikah, anak itu seharusnya bersikap gentle, berani mengakui ketidaksiapannya di depan Alexa dan keluarganya. Memang dasar Michellion! Otaknya hanya berkembang jika menyangkut uang, selebihnya mah nol besar. Michellion yang ragu dengan pernyataan Anya pun bertanya, “masa sih, Mah? Masa gitu doang Ichell terus harus jadi jomblo seumur hidup?” “Dih, nggak percaya-an! Auto blacklist kamu tuh. Iya kan Pak Penghulu?” “Ng..” Melihat pelototan maut Anya, penghulu yang tadinya hendak menyangkal pun merubah jawabannya. “Iya, Mas! Mas h
“Gundulmu!” Sembur Alexiz, ngegas.Calon menantunya memang minta ditendang sampai ke Afrika. Ya mengapatidak– disaat suasana sedang panas-panasnya, anak itu tetap bisa mengelantur.Padahal ia sedang panas dingin karena mendeteksi adanya sinyal permusuhan dariorang-orang rumahnya.Anya menjentikan jari. “Woi! Jadinya gimana? Kaki gue pegel nih berdiri mulu!” tanya perempuan itu tak santai.“...”“Mah, Mah!!” sela Josephin karena omnya tak kunjung menanggapi pertanyaan sang mama. “Nikahin sekarang aja sekalian, Mah. Itung-itung jagain Om Lexiz kalau berubah pikiran lagi ntarnya..”“What?!”Siapa sangka jika usul Josephin itu mengagetkan dua pria disana.Iya, kalian tidak salah jika menebak pekikan tersebut berasal dari mulut Michellion dan calon papa mertuanya.Kali ini keduanya terlihat sangat kompak. Karena kekompakan yang jarang terlihat itu, keduanya bahkan sampai bertatapan mesra.Respon kaget yang mengisyaratkan ketidaksetujuan itu berbanding terbalik dengan Alexa.Alexa yang te
‘Anjing lah! Perasaan gue jadi anak udah sholeh, kenapa ada aja sih ujiannya!’Ditengah umpatan yang Michellion pendam, bibir anak itu berkedut dikarenakan senyuman yang terpaksa harus dirinya hadirkan.“Kamu, bla-bla-bla..”Dengan wajah datarnya— bungsu kamarudin itu berpura-pura fokus mendengarkan. Setiap kali nada papa Alexa berubah, ia menganggukkan kepala. Padahal ia sendiri tidak menyimak serius kalimat-kalimat yang dikeluarkan oleh omnya.“Gara-gara kamu masa depan Lexa jadi kacau gini! Kalau sampai kamu nanti nggak bisa bahagiain Lexa... Siap-siap aja ya kamu.. Om bakal kirim kamu ke neraka jahanam!”“Heum..” gumam Michellion lemah sebagai jawaban.“Jalur express!!”“Via darat apa laut, Om?” celetuk Michellion. Ia paling tidak betah jika harus terus dalam mode serius. Menjadi orang serius bukanlah bakatnya. Melakukan itu hanya membuatnya lelah jiwa dan raga.“What the..”“Uhuk!! Banyak anak dibawah umur disini, Lex!” tegur Kalingga. Setelah tak bisa menghadiri acara lamaran ke
Pada hari berikutnya, kediaman Anya kembali ramai. Kali ini lamaran datang dari pihak orang kepercayaan Kamarudin.“Apaan nih, Man? Pake repot-repot segala.”“Sogokan biar lamarannya nanti diterima, Bu.” Kekeh Lukman dengan tawa renyah di akhir kalimatnya.“Aigo! Mana ada Kenan ditolak.. Bawa diri aja udah pasti diterima lamarannya.” Sahut Anya, membalas.Anya tak mungkin mempersulit masuknya Kenan ke dalam keluarga besar mereka. Selain dikarenakan putrinya yang terlanjur cinta mati, Kenan sendiri sudah dirinya incar sejak keduanya baru mendekatkan diri.Andaikan Kamarudin tidak bertindak sebagai ayah yang terlewat posesif kepada putrinya, pembicaraan tentang pernikahan Kamaseda dan Kenan pasti sudah lama terealisasikan.“Masuk, yuk.. Kita kirain nggak jadi kesini.. Abisnya lama banget nggak nyampe-nyampe kaliannya.” Ujar Kamarudin, mempersilahkan.“Iya, nih!! Ceya sampe udah mau banjir air mata itu..” pungkas Anya, menimpali perkataan Kamarudin.Kenan pun meminta maaf karena telah me
Sudah diputuskan!! Demi menghargai silsilah persaudaraan diantara anak-anaknya, Kamarudin dan Anya pun akhirnya menentukan hari yang berbeda untuk prosesi lamaran ketiganya. Ya, hanya 3 karena Josephin tidak dihitung.. Menjelang hari lamarannya, Josephin untuk sementara waktu diungsikan ke rumah orang tua Anya. Anak itu akan mengetuk pintu rumah mereka dengan didampingi opa dan kedua omanya. Terdengar rempong kan?! Namun bagi Anya, alur seperti itu, hukumnya wajib untuk dijalankan. Anya tidak ingin melepas putri pertamanya dengan asal-asalan. Ia ingin putrinya dilepaskan dengan alur yang semestinya, seperti para anak perempuan milik orang lain. Untuk itu, Josephin pun harus melakukannya sesuai prosedur, dengan bertindak seolah-olah dia merupakan pihak luar yang hendak meminang putri dari keluarganya. Yah, salah sendiri ngebet nikahnya sama dengan angota keluarga sendiri. Coba saja anak itu memilih gadis lain, pendampingan pada lamarannya pasti akan ditemani Anya dan Kamarudin se
“Ya Tuhan,” desah Kamarudin.Pria itu meletakkan ponselnya ke atas meja kerja.“Sialan lo, Lex!”Beberapa detik yang lalu Kamarudin baru saja mendapatkan laporan. Ia akhirnya mengetahui jika sahabat baiknya lah yang menjadi dalang dari meledaknya tagihan putra bungsunya.Sungguh sahabat yang baik. Pria itu sangat tahu cara untuk membalaskan dendamnya. Dengan begini, ia jadi tak bisa berkutik, termasuk memarahi putranya agar Michellion dapat belajar artinya bertanggung jawab dalam menggunakan uang.Yah, mereka juga tak mungkin mengambil kembali barang-barang yang telah diberikan. Hal itu sangat tidak etis. Sebesar apa pun mereka merugi, apa yang mereka hadiahkan jelas sudah menjadi hak si penerima, terlepas dari seberapa liciknya Alexiz dalam memanfaatkan momentum lamaran putrinya.“Man, buat lamaran Ceya nanti, kalian udah nyiapin apa?” tanya Kamarudin, mengangkat kepalanya dan memandang Lukman yang saat ini tengah membaca berkas di meja tamu ruangan kerjanya.“Standar saja sih, Pak..
Michellion berjalan mengendap setelah melewati pintu utama rumahnya.Kepalanya celingukan, memastikan jika dirinya aman, tak berpapasan dengan sang mama.Gila, Gila!Seharian berkeliling mencari hadiah benar-benar membuatnya ingin mati berdiri.Ia tidak tahu pasti berapa uang yang telah dirinya gelontorkan, tapi mengingat banyaknya perhiasan dan hal-hal lain yang calon papa mertuanya beli, sudah dipastikan ia akan tinggal nama ditangan mamanya.“Chell..”“Ssst, Kak, jangan kenceng-kenceng!” hardik Michellion, pelan. Ia kan tengah menghindari pertemuan dengan mamanya. Kalau sampai mamanya tahu ia sudah pulang, habis sudah telinga dan kewarasannya.Di Balik tembok yang memisahkan ruang tamu dengan keluarga, Michellion melambaikan tangan, mengundang sang kakak untuk mendekat ke arahnya.“Apaan sih? Kamu yang kesini lah!”Mendengar jawaban kakaknya, Michellion pun menghentakkan kaki-kakinya.“Cepetan ih!!” pinta Michellion, setengah mengerang.Rumahnya mungkin terlihat sepi, tapi dibalik